Anda di halaman 1dari 23

SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK – PROSES PEMBANGUNAN

AWARENESS DAN KESELARASAN (ALIGNMENT)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan

Dosen Pengampu : Yuliusman, S.E.,M.Si,Ak.,CA

Disusun Oleh:

Kelompok 11

Lia Atthahira Rusadi C1C020080

Bobi Sadli C1C020081

Puan Maharanti C1C020082

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Sistem Pengendalian Stratejik – Proses Pembangunan
Awareness dan Keselarasan (Alignment)’’ tepat waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi


kewajiban penulis dalam menyelesaikan tugas dari mata kuliah Akuntansi
Manajemen Lanjutan di kelas R010 pada Program Studi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi. Selain itu, penulis juga berharap semoga
makalah ini dapat berguna bagi para pembaca serta dapat membantu menambah
wawasan tentang apa itu Penggunaan Informasi Akuntansi untuk Perencanaan
Laba.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Yuliusman,


S.E.,M.Si.,Ak.,CA. Selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengerjakan
tugas ini sehingga penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
dnegan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Jambi, 19 November 2022

Hormat Kami,

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1

1.3 Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Membangun Keselarasan (Aligment).....................................................3

2.2 Peran Vertical dan Horizontal Aligment..............................................4

2.1.1 Vertical Aligment.............................................................................4

2.1.2 Horizontal Aligment........................................................................5

2.3 Membangun Awareness..........................................................................6

2.4 Penyebab Kegagalan Balanced Scorecard............................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................11

3.1 Kesimpulan............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesuksesan dalam membangun peta strategi dan balance scorecard
tingkat korporasi belum tentu dapat menjamin bahwa startegi tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik(Makalah Akmen - SISTEM PENGENDALIAN
STRATEJIK – PROSES PEMBANGUNAN AWARENESS DAN ALIGNMENT
Makalah - StuDocu, n.d.). Agar strategi dapat dilaksanakan, maka perusahaan
harus menjamin agar setiap karyawan perusahaan mengetahui dan memahami
strategi perusahaan tersebut. Selain itu, perusahaan juga harus meyakinkan
bahwa strategi yang terdapat pada seluruh unit organisasi tidak bertentangan
satu sama lain dan selaras dengan strategi perusahaan secara keseluruhan.
Karena itu, proses membangun awareness dan aligment (keselarasan) menjadi
hal yang harus dilakukan perusahaan(Modul CA - Akuntansi Manajemen
Lanjutan (Plus Soal), n.d.).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :

1. Bagaimana cara membagun keselarasan (aligment) dalam manajemen


strategi?
2. Bagaimana peran vertical dan horizontal aligment dalam strategy map dan
balanced scorecard?
3. Apa itu awareness dan bagaimana cara membangun awareness dalam
balanced scorecard?
4. Apa penyebab terjadinya kegagalan dalam balanced scorecard?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :

1. Untuk dapat memahami proses pembagunan aligment dalam strategi map


dan balanced scoreacard

1
2. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan vertikal dan horizontal
aligment dan bagaimana prosesnya
3. Untuk dapat memahami proses pembangunan awarness dalam balanced
scorecard
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan dalam scorecard

2
2.1. Membangun Keselarasan (Alignment)
Berarti keselarasan, hal ini berarti bahwa perusahaan harus memiliki
tujuan, strategi bahkan tolak ukur yang selaras untuk setiap bagian yang ada
dalam perusahaan. Untuk melihat apakah ada keselarasan dalam perusahaan,
maka harus terdapat delapan elemen yang diuji, yaitu:
1. Enterprise Value Proporsition. Dalam hal ini perusahaan (dalam tingkatan
korporasi) harus membuat strategi yang selaras antara satu sama lain, yang
nantinya dapat dijadikan dasar untuk pembuatan strategi pada tingkatan yang
lebih bawah. Untuk mencapai hal ini, maka korporasi harus membagi strategi
menjadi empat perspektif, dan memetakannya dalam bentuk peta strategi,
seperti yang telah dibahas dalam modul balanced scorecard.
2. Board and Shareholders Alignment. Dalam hal ini Dewan Komisaris
mewakili kepentingan pemegang saham harus mengkaji ulang, menyetujui
dan memonitor rencana stratejik dan pelaksanaan rencana stratejik dalam
perusahaan.
3. Keselarasan antara strategi korporasi dengan unit penunjang yang terdapat di
kantor pusat. Strategi yang telah ditentukan korporasi tentunya akan
dilaksanakan. Salah satu yang akan melaksanakan adalah unit-unit penunjang
yang terdapat di kantor pusat tersebut. Karena itu, harus terdapat keselarasan
antara strategi, peta strategi, dan tolak ukur secara korporasi dengan unit-unit
penunjang di kantor pusat yang akan melaksanakan.
4. Keselarasan antara kantor pusat dengan unit-unit bisnisnya. Hal ini pada
prinsipnya sama dengan point 3, dimana harus ada keselarasan antara strategi
korporasi dengan strategi unit bisnis dibawahnya. Misalkan, Citibank USA,
harus menjamin bahwa terdapat keselarasan strategi antara strategi kantor
pusat dengan strategi dari Citibank yang tedapat diseluruh dunia. Hal ini
berarti, penyusunan strategi, strategi map, dan balanced scorecard Citi Bank
Indonesia misalnya harus, mengacu dan selaras dengan Citibank Pusat.
5. Keselerasan antara unit bisnis dengan unit penunjang yang terdapat dalam unit
bisnis tersebut. Keselarasan ini mirip dengan persyaratan keselarasan yang
terdapat pada poin 3, hanya bedanya penekanan keselarasan ini terjadi pada
unit
1
bisnis. Misalkan, pada poin 3, harus dijamin ada keselarasan antara strategi
korporasi dengan unit penunjang di kantor pusat Citibank, maka dalam point 5
ini harus ada keselarasan antara strategi Citibank Indonesia dengan unit bisnis
yang menunjang atau melaksanakan strategi tersebut di Indonesia.
6. Keselarasan antara unit bisnis dengan pelanggan. Seperti yang dijelaskan
dalam modul balanced scorecard, salah satu hal yang paling penting dalam
penyusunan peta strategi dan balanced scorecard salah satu hal yang paling
penting dalam penyusunan peta strategi dan balanced scorecard adalah
customer value proposition yang berisi mengenai hal-hal yang dijanjikan oleh
perusahaan pada customer agar customer mau membeli produk atau jasa
perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan harus meyakinkan agar customer value
proposition ini benar-benar disampaikan pada customer, dan hasilnya dapat
diukur dan tercermin dalam tolak ukur yang terdapat pada balanced scorecard
perusahaan. Bagian ini juga telah dibahas dalam modul balanced scorecard.
7. Keselarasan antara unit bisnis dengan pemasok dan rekanan eksternal
perusahaan lainnya.
8. Keselarasan antara unit penunjang yang terdapat dalam unit bisnis dengan unit
penunjang yang terdapat di kantor pusat. Pembahasan akan difokuskan ada
pembangunan keselarasan antara unit-unit yang terdapat dalam perusahaan.
Dalam hal ini, maka proses penyelarasan dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu
:
a. Vertical Alignment
b. Horizontal Alignment

2.1.1. Vertical Alignment


Vertical alignment berarti harus ada keselarasan antara strategy map dan
balanced scorecard yang dibuat pada level korporasi, dengan strategy map dan
balanced scorecard untuk tingkatan-tingkatan di bawahnya, seperti pada
tingkatan departemen, divisi, bahkan perorangan. Alignment vertikal berarti setiap
unit bisnis dan unit pendukung berkontribusi pada tujuan strategis tingkat tinggi
organisasi sementara pada saat yang sama menerapkan strategi lokal yang akan
2
memungkinkannya sukses di pasar sasarannya. Istilah penurunan strategy map
dan balance scorecard disebut dengan casecading. Proses cascading pertama
adalah penurunan dari tingkatan korporasi ke tingkatan departemen. Hal pertama
yang harus diperhatikan adalah bentuk pusat pertanggung jawaban dari
departemen tersebut. Jika departemen tersebut merupakan profit center atau
investment center, maka format strategy map untuk departemen akan sama
dengan format strategy map korporasi. Namun, jika departemen merupakan cost
center atau revenue center, maka format dari strategy map akan sedikit berbeda.
Tujuan utama dari unit bisnis yang bersifat cost center bukanlah mencari
laba, sehingga perspektif keuangan tidak dapat ditempatkan pada posisi yang
paling atas. Misalkan, salah satu tujuan strategic dalam departemen Sumber Daya
Manusia adalah meminimalkan biaya SDM, sedangkan salah satu tujuan stratejik
dalam perspektif pelanggan adalah meningkatkan ketepatan perhitungan gaji. Jika
pada departemen SDM, perspektif keuangan tetap ditempatkan pada posisi yang
paling atas, seperti yang terdapat pada peta strategi korporasi, dimana ketepatan
peningkatan ketetapan biaya gaji akan menyebabkan efisiensi baiaya departemen
SDM. Karena itu, pembuatan strategi untuk unit bisnis yang bersifat cost center
dan revenue center dapat mempergunakan format seperti yang terdapat pada peta
strategi organisasi non profit. Kembali lagi pada proses cascading, maka proses
vertical alignment (cascading) dapat dilakukan dengan empat tahap, yaitu :
1. Semua tujuan stratejik (strategic objective) yang terdapat dalam strategy map
korporasi akan diturunkan ke masing-masing departemen berdasarkan
controllability masing-masing tujuan stratejik tersebut. Misalkan tujuan
stratejik peningkatan pendapatan akan diturunkan ke departemen pemasaran,
sedangkan tujuan stratejik peningkatan kualitas akan diturunkan ke departemen
produksi.
2. Terdapat pula tujuan stratejik departemen, yang merupakan penurunan dari
tujuan stratejik korporat, namun memiliki nama tujuan stratejik yang berbeda.
Misalkan dalam tingkatan korporat, tujuan stratejik adalah meminimalkan total
biaya perusahaan, sedangkan tujuan strategi dari departemen pembelian adalah
purchase price variance yang favourable.

3
3. Terdapat pula tujuan stratejik yang muncul pada tingkatan departemen, tapi
tidak ada pada tingkatan korporasi. Misalnya pada departemen seumber daya
manusia terdapat tujuan stratejik perhitungan biaya gaji yang akurat. Tujuan
stratejik ini tidak akan muncul pada tingkatan korporasi, karena tujuan stratejik
tersebut penting pada tingkatan departemen, namun bukan merupakan prioritas
pada tingkatan korporasi.
4. Untuk departemen-departemen penunjang, customer value proposition pada
perspektif pelanggan merupakan apa yang dijanjikan oleh departemen
penunjang pada departemen yang dilayaninya. Prinsip yang sama akan
diberlakukan untuk proses cascading pada tingkatan-tingkatan berikutnya.
Proses alignment terakhir adalah dengan meningkatkan KPIKPI tersebut
dengan sistem kompensasi perusahaan.

2.1.2. Horizontal Alignment


Horizontal alignment berarti semua peta strategi, tujuan stratejik, balance
scorecard yang terdapat dalam masing-masing unit bisnis yang berada dalam satu
tingkatan juga tidak boleh bertentangan satu sama lainnya. Misalkan strategi yang
dibuat pada departemen produksi dengan departemen pemasaran tidak boleh ada
yang bertentangan. Untuk menjamin keselarasan tersebut, maka setelah
diselesaikan proses cascading untuk masing-masing unit bisnis, maka peta strategi
dan balance scorecard untuk masing-masing unit bisnis tersebut harus diperiksa
lagi untuk menjamin adanya keselarasan tersebut. Salah satu contoh paling jelas
dari horizontal alignment adalah proses penyusunan peta startegi dan balance
scorecard untuk unit penunjang. Unit penunjang perusahaan seperti bagian
sumber daya manusia, bagian akuntansi, internal audit dan sebagainya tidak
berhubungan langsung dengan pelanggan perusahaan, karena unit penunjang
dibentuk untuk menunjang unit atau divisi lain yang terdapat dalam perusahaan.
Karena itu, costumer value proportion dari unit penunjang adalah apa yang harus
diberikan oleh unit penunjang tersebut pada divisi atau unit lain yang terdapat
dalam perusahaan, agar unit atau divisi lainnya tersebut dapat menjalankan
tugasnya dengan baik.

4
Penyelarasan horizontal memungkinkan organisasi secara keseluruhan
menikmati sinergi yang datang saat unit bisnis berkolaborasi:
 untuk menyampaikan pengalaman dan nilai pelanggan secara terpadu.
 untuk memperkuat nilai merek.
 untuk mencapai skala ekonomi.
 untuk berbagi pengetahuan dan praktik terbaik.
 untuk memberikan pelatihan yang baik dan jalur pengembangan karir.
dengan menggunakan peta strategi cascading dan balanced scorecard dengan
cara ini:
1. Kantor pusat perusahaan menentukan proposisi nilai perusahaan dan
menjelaskan bahwa dalam peta strategi dan balanced scorecard.
2. Setiap unit bisnis kemudian mengartikulasikan proposisi nilainya sendiri dan
menyesuaikan peta strategi perusahaan dan balanced scorecard untuk
memenuhi kebutuhan dan persyaratan pasarnya sendiri juga.
3. Semua unit layanan salah satu mekanisme terbaik untuk menciptakan
kesejajaran vertikal dan horizontal adalah bersama juga mengambil peta
strategi perusahaan dan balanced scorecard dan mencari cara untuk
meminimalkan biaya dan mendukung strategi unit bisnis dan spesifik
perusahaan.
4. Karyawan dipelihara dalam lingkaran dengan menyadari apa yang dibutuhkan.
insentif dan program penghargaan kemudian bisa dilakukan. Karyawan dapat
fokus pada kinerja taktis yang sejajar.

Kelebihan gaya pelurusan cascading ini cukup jelas dan bermanfaat ketika
unit bisnis diselaraskan dengan strategi organisasi tunggal yang koheren, semua
jenis sinergi berbeda masuk ke dalam bingkai:
 Sinergi keuangan - setiap orang menggunakan modal secara efisien.
 Sinergi pelanggan - pengalaman konsisten terjadi.
 Proses sinergi - skala ekonomi bisa terjadi.
 Belajar sinergi - tahu - bagaimana menyebar di sekitar.
 Sinergi platform - teknologi umum mendapat leveraged.

5
Cascading peta strategi dan balanced scorecardswork sangat baik dalam
hal ini. Mereka adalah alat yang sangat baik bagi perusahaan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkannya terhadap karyawannya. Komunikasi
semacam ini bisa membentuk budaya yang ada di dalam perusahaan juga. Ketika
kompensasi insentif kemudian dikaitkan dengan ukuran scorecard, karyawan
secara alami menjadi sangat bersemangat mengenai rincian strategi. Keterkaitan
ini juga membuat perusahaan ini serius mengenai strategi yang ditunjukkan oleh
scorecard. ketika ini dilengkapi dengan kesempatan bagi karyawan untuk
berpartisipasi dalam program pelatihan yang akan membantu mereka
mengembangkan kompetensi yang akan membantu mereka berprestasi, siklus
kebajikan yang hebat diciptakan. karyawan akan menjadi lebih termotivasi untuk
berkontribusi terhadap keberhasilan unit bisnis mereka dan perusahaan secara
keseluruhan.

2.1.3. Awareness
Awareness adalah kemampuan calon pembeli atau konsumen untuk
mengenali maupun mengingat sebuah merek. Dalam hal ini tentunya bisa melipti
nama, gambar/logo, serta slogan tertentu yang digunakan para pelaku pasar untuk
mempromosikan produk-produknya.
Bisa dikatakan, brand awareness menjadi salah satu faktor penting yang
dibutuhkan para pelaku usaha untuk memperkuat brand produknya. Sebab, tak
bisa kita pungkiri bila semakin banyak konsumen yang mengingat brand produk,
maka semakin besar pula intensitas pembelian yang akan mereka lakukan.
Brand awareness sendiri didefinisikan menjadi 4 tingkatan, yakni sebagai
berikut:
1. Unaware brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat terendah dalam
piramida merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
2. Brand recognition (pengenalan), dimana para konsumen baru mengenal sebuah
merek dan masih membutuhkan alat bantu untuk bisa mengenal merek
tersebut.

6
3. Brand recall (mengingat kembali), kesadaran merek langsung muncul dibenak
para konsumen setelah merek tertentu disebutkan.
4. Top of mind (puncak) adalah tingkatan tertinggi dimana merek tertentu telah
mendominasi benak para konsumen, sehingga dalam level ini mereka tidak
membutuhkan pengingat apapun untuk bisa mengenali merek produk tertentu.

Semakin tinggi level brand awareness berarti suatu merek makin diingat
atau berada di benak konsumen dibandingkan merek lainnya. Membangun brand
awareness biasanya dilakukan dalam waktu yang lama, karena penghafalan bisa
berhasil dengan repetisi dan penguatan. Dalam kenyataannya merek-merek
dengan tingkat pengingat kembali yang tinggi merupakan merek-merek yang
berusia lama.

Gambar piramida level brand awareness

Top Brand

Brand Recall

Brand Recognition

Unaware of a Brand

1. Cara membangun awareness


a. Target market

7
Semakin jelas target market yang dimiliki, tentu membuat kita menjadi
semakin mudah untuk membangun bisnis. Kita tentu paham siapa yang menjadi
pengguna produk atau jasa yang kita tawarkan. Bedakan dengan melihat secara
spesifik elemen berikut ini
 Umur
 Jenis kelamin
 Pekerjaan
 Penghasilan
 Kebutuhan,
 Hobi
 dll
Dengan mengetahui target market yang kita miliki, proses membangun
brand bisa menjadi semakin mudah. Kita bisa langsung tepat sasaran ketika
melakukan promosi. Promosi memang termasuk kedalam brand awarness. Yaitu
meningkatkan kesadaran merek atau bisnis yang kita milik.
b. Desain logo sebaik mungkin
Sebelum McDonald’s begitu popular seperti sekarang ini, orang tidak akan
ambil pusing dengan merek huruf M. Akan tetapi, karena logo tersebut telah
popular, huruf tersebut mengandung arti bukan? Orang bisa langsung
membayangkan dan mengerti apa itu logo M pada merek McDonald’s.
Nah dari sini kita bisa mengetahui bahwa, logo merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk diperhatikan. Tidak memandang berapa pun sekala usaha
Anda, baik itu untuk usaha kecil, menengah ataupun besar. Logo memegang
peranan penting.
c. Buat tagline yang menarik
Slogan bisa sangat membatu brand awarness. Ia berfungsi sebagai anchor
atau kalimat menarik yang bisa mendeskripsikan produk atau jasa yang ada pada
brand Anda.
Sebagai contoh, coba perhatikan slogan yamaha “semakin didepan”, Nike dengan
slogan “Just do it” dan masih banyak contoh tagline yang bisa Anda perhatikan
untuk dijadikan pedoman dalam membuat slogan.

8
Slogan yang menarik, bisa membantu tingkat awarness yang tinggi dan
dapat menimbulkan desire atau keinginan bagi calon konsumen.
Jangan sembarangan membuat slogan, perhatikan dan pilih tagline yang
sangat menarik Agar bisa menambah kekuatan nama brand Anda. Jangan anggap
remeh karena bisa berdampak tidak baik. Buatlah slogan yang simple dan mudah
diingat pada kehidupan sehari-hari audien.
d. Iklan sesuai budget
Sekarang ini banyak sekali tempat yang bisa kita manfaatkan untuk
meningkatkan brand awarness. Tak ada batasan media yang bisa Anda gunakan,
bisa menggunakan media online dan offline.
Untuk menggunakan jasa media online, anda bisa mencoba iklan dengan
menggunakan Google Adword. Google Adword merupakan media iklan yang bisa
menargetkan kemana iklan Anda akan tayang. Berdasarkan lokasi, hobi dan
semacamnya.
Akan tetapi, yang menjadi catatan penting adalah, Anda harus bisa
memperhitungkan budget yang anda miliki. Perhatikan manajemen keuangan
Anda agar budget antara iklan dan biasanya operasional tetap terjaga dengan baik
dan bisa memberikan profit untuk Anda.
e. Gunakan media sosial
Bagi Anda yang memiliki bisnis dengan jenis penjualan langsung ke
konsumen. Anda bisa memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan
konsumen Anda. Cara ini memang cukup efektif mengingat pengguna media
sosial di Indonesia terbilang cukup tinggi.
Ada banyak sekali jenis media sosial yang bisa dimanfaatkan. Seperti,
Google plus, Facebook, Instagram dan Twitter. Agar interaksi terjalin dengan
baik, buatlah posting yang menarik. Tanggapi semua pertanyaan dan komentar
dari para audien Anda.

f. Buat website
Cara yang memang cukup efektif adalah dengan membuat website, Anda
bisa membuat website yang menyajikan informasi terkait dengan bisnis Anda.
Akan
9
tetapi, agar website mampu menjaring banyak pengunjung kita harus tahu
bagaimana cara optimasinya.
Inti sebuah website yang bisa mendatangkan pembaca atau audien terletak
pada konten yang disediakan. Apalagi jika Anda mengharapkan visitor datang
dari search engine. Kontenlah yang menjadi rajanya.
Konten harus selalu update dan terbaik dari yang lain agar anda bisa
merajai mesin pencari. Bukan seperti dulu lagi, siapa yang paling banyak backlink
itu yang menang, kalau sekarang sudah canggih, siapa yang berkualitas dan
disukai pembaca itulah yang menang dan bisa tampil nomor satu di search engine.
Memang ada beberapa teknik yang bisa dipelajari dengan belajar dari brand
sukses seperti OLX, lazada atau tokobagus. Anda bisa mencari referensi
bagaimana cara optimasi situs. Ada beberapa jenis website, diantaranya blog atau
e-commerce. Karena akan beda caranya. Saya tidak bisa menulis tentang hal ini,
karena belum begitu mengerti.
Anda bisa belajar dengan membaca artikel – artikel yang ada di internet.
Gunakan saja Google sebagai pembantu Anda untuk menemukan artikel tutorial
tentang bagaimana membangun website atau blog yang menarik.

2.1.4. Balanced Scorecard


Kaplan dan Norton menjelaskan bahwa balanced scorecard melengkapi
seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers)
kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan strategi
yang dituangkan dalam empat perspektik yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pembelajaran dan juga pertumbuhan.
Selanjutnya Kaplan dan Norton menjelaskan bahwa balanced scorecard
sebagai sebuah sistem manajemen, artinya semua ukuran finansial dan
nonfinansial harus menjadi bagian dari sistem informasi bagi semua pekerja di
semua tingkat perusahaan. Semua pekerja harus memahami bahwa aktivitas
mereka adalah biaya yang harus diperhitungkan manfaatnya (benefit-nya); semua
aktivitas harus mempunyai tujuan bisnis yang menguntungkan dan harus diukur
dengan satuan

10
uang. Oleh karena itu, semua pekerja harus berinisiatif bekerja efektif dan efisien
dan juga berpikir strategis (jangka panjang).

Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi dan Misi Perusahaan

Finansial
(berapa Return
Pemegang
Saham)

Pelanggan Proses Bisnis


(Kepuasan VISI, MISI, Internal (apa
dan GOALS, bisnis yang
Loyalitas) menguntungkan)
OBJECTIVES

Pembelajaran &
pertumbuhan
(produktivitas
dan loyalitas
SDM)

Hubungan Balanced Scorecard dengan Pemikiran Strategis

Menerjemahkan visi, misi, tujuan, sasaran organisasi

11
BALANCED
SCORECARD

Semua pekerja harus mengetahui dan memahami visi, misi, tujuan, dan
sasaran perusahaan. Top manajemen harus menerjemahkannya dalam strategi dan
kebijakan; manajemen madya harus membuat program kerja dan anggaran; dan
manajemen pertama (lini) harus melaksanakannya.

1. Visi, Misi, dan Tujuan


Visi adalah pernyataan singkat yang mendefenisikan sasaran jangka
menengah dan jangka panjang (3-10 tahun) organisasi. Visi tersebut sebaiknya
berorientasi pasar dan eksternal serta mengekspresikan – sering dalam istilah yang
penuh warna dan visisoner – bagaimana organisasi ingin dipersepsikan oleh
dunia. Misi adalah pernyataan internal yang singkat dan terfokus mengenai
harapan organisasi untuk bersaing dan menyampaikan nilai bagi pelanggan. Misi
tersebut sering dikatakan alasan keberadaan organisasi, tujuan dasar yang
dididasari
oleh aktivitas organisasi, dan nilai yang memandu aktivitas karyawan.
12
Ketika visi, misi dan strategi perusahaan telah ditetapkan, maka
dilakukanlah proses membuat Balanced Scorecard sebaiknya dimulai bukan
dengan pengukuran melainkan dengan pernyataan kata, yang disebut (objective),
yang menjelaskan apa yang diusahakan dicapai perusahaan.
Tujuan umum yang ditentukan dalam keempat perspektif Balanced
Scorecard antara lain:
a. Menaikkan pendapatan melalui perluasan penjualan kepada pelanggan yang
ada (keuangan)
b. Menjadi berorientasi layanan (pelanggan)
c. Mencapai keunggulan dibidang pemenuhan pesanan melalui perbaikan proses
yang berkesinambungan (proses).

2. Penyebab Kegagalan Balanced Scorecard


Akan tetapi, tidak semua perusahaan berhasil membuat Balanced
Scorecard. Beberapa faktor menimbulkan masalah ketika membuat pengukuran
kinerja dan sistem manajemen berdasarkan Balanced Scorecard. Beberapa
perusahaan menggunakan terlalu sedikit ukuran – hanya satu atau dua ukuran
perspektif – dalam Scorecard dengan jumlah ukuran terlalu sedikit tidak cukup
mampu menjelaskan strategi perusahaan dan tidak mencerminkan keseimbangan
antara hasil yang diinginkan dan pemicu kinerja hasil tersebut. Atau , sebaliknya,
beberapa perusahaan memasukkan terlalu banyak ukuran, yang melibatkan lebih
dari 100 ukuran, sehingga perhatian manajer menjadi tidak jelas yang membuat
mereka tidak memberi cukup perhatian pada sedikit ukuran yang dapat
memberikan hasil terbaik.
Membuat dan memasukkan ukuran dan sistem manajemen baru ke
organisasi sangatlah rumit dan rentan terhadap sedikitnya empat kelemahan
berikut:

a. Manajemen senior tidak berkomitmen

13
Sejauh ini, sumber kegagalan terbesar terjadi ketika proyek Balanced
Scorecard atau didelegasikan kepada tim proyek manajemen tingkat
menengah.sering kali cikal – bakal sistem pengukuran kinerja baru muncul
dari kelompok kualitas atau fungsi keuangan. Orang- orang dalam kelompok
ini melihat keterbatasan dari berusaha mengelola dengan hanya ukuran
keuangan dan menginginkan organisasi mengadopsi sistem pengukuran
kinerja yang lebih terkait dengan operasi, tidak hanya hasil keuangan. Mereka
berupaya mendapat persetujuan dari manajemen senior unutk mengeksplorasi
sistem kinerja baru, namun manajemen senior memperlakukan hal ini sebagai
proyek lokal dan operasional serta belum memehami perlunya mereka
mengubah sistem pengukuran baru.
Tim manajemen senior harus terlibat aktif ke proyek Balanced Scorecard
karena beberpa alas an. Pertama, sedikit manajer tingkat menengah yang
memahami strategi organisasi secara keseluruhan. Mereka bergantung pada
manajemen senior untuk mengkomunikasikan strategi organisai. Jika
manajemen senior tidak terlibat aktif ke proyek tersebut, pengukuran baru
akan terfokus ke perbaikan operasi local dan tidak menjadi sistem
komprehensif yang dapat digunakan eksekutif senior untuk mengelola
keberhasilan penerapan strategi mereka.
Kedua, dikebanyakan perusahaan, hanya tim manajemen senior yang
memiliki wewenang membuat keputusan yang dibutuhkan untuk strategi yang
efektif. Jika tidak ada pengetahuan yang komprehensif dan wewenang
membuat keputusan mengenai strategi organisasi secara keseluruhan, tim
manajer tingkat mengengah kemungkinan besar tidak akan menghasilkan
Balanced Scorecard yang mencerminkan strategi organisasi.
Ketiga, komitmen emosi manajemen senior sama pentingnya dengan
pengetahuan dan wewenang mereka. Ketika manajemen senior
menginvestasikan waktu untuk mengambil keputusan mengenai sejumlah
segmen pelanggan, memeliki proposisi nilai yang akan disampaikan secara
lebih baik daripada pesaing, dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat yang
menghubungkan ukuran di antara keempat perspektif Balanced Scorecard,

14
mereka juga membangun komitmen emosi terhadap strategi itu, terhadap
Scorecard yang mengkomunikasikan strategi itu, dan terhadap proses
manajemen yang berjalan untuk perbaikan dan penerapan strategi itu. Tanpa
komitmen emosi dari manajemen senro, proyek tersebut akan segera
menghilang, dan manfaat dari ukuran dan sistem manajemen baru tidak akan
pernah terealisasi.
b. Tanggung jawab Scorecard tidak mangalir ke bawah
Di beberapa perusahaan, eksekutif senior merasa hanya mereka yang perlu
mngetahui dan memahami strategi. Mereka gagal membagi pengetahuan
tentang strategi dan Scorecard dengan manajer tingkat menengah dan
karyawan tingkat lebih rendah di bagian muka dan belakang kantor.
Penerapan Balanced Scorecard yang sukses, di samping membutuhkan
komitmen tim manajemen senior, harus melibatkan lebih dari mereka. Tim
eksekutif harus memberitahukan Balanced Scorecard kepada seluruh orang di
organisasi sehingga karyawan memelajari strategi dan memahami cara mereka
berkontribusi terhadap kesuksesan penerapannya.
c. Solusi dirancang berlebihan atau Scorecard diperlakukan sebagai
peristiwa satu kali.
Beberapa kegagalan terjadi ketika tim proyek memberi kesempatan “yang
terbaik menjadi musuh bagi yang baik”. Tim ini ingin memiliki scorecard
sempurna. Mereka tidak ingin memulai scorecard hingga mereka yakin
mereka benar telah memiliki ukuran yang tepat dan data yang valid untuk
setiap ukuran di scorecard.
Tim ini percaya bahwa mereka akan memiliki hanya satu peluang untuk
memulai scorecard, dan mereka menginginkan ini menjadi yang terbaik.
Sehingga mereka menghabiskan berbulan bulan merevisi ukuran,
memperbaiki proses pengumpulan data, dan membuat dasar pengukuran
scorecard. Delapan belas bulan setelah dimulainya proyek Balanced
Scorecard, manajemen harus menggunakannya ke dalam beberapa pertemuan
atau mendukung proses keputusan mereka. Ketika diwawancara, beberapa
eksekutif di perusahaan ini menjawab, “Saya rasa kami telah mencoba
Balanced Scorecard tersebut tahun

15
lalu, namun itu tidak bertahan”. Masalahnya bukan karena tidak bertahan.
Balanced Scorecard itu tidak pernah dimulai!
Semua Balanced Scorecard dimulai dengan beberapa ukuran baru yang
belum ada data mengenai ukuran itu. Kadang-kadang, hingga sepertiga ukuran
tersebut tidak tersedia dalam beberapa bulan pertama, terutama ukuran yang
berhubungan dengan keterampilan karyawan, ketersediaan teknologi
informasi, dan loyalitas pelanggan. Manajer harus memulai proses
pengumpulan data baru atas ukuran yang tidak ada dan selain itu
menggunakan scorecard untuk proses evaluasi dan alokasi sumber daya,
meskipun tanpa data mengenai ukuran baru tersebut.
Seiring dengan semakin tersedianya data, manajer akan memiliki dasar
yang lebih baik untuk diskusi dan keputusan mereka. Namun, sistem
manajemen sebaiknya dinamis, dan proses tujuan, ukuran, dan pengumpulan
data dapat dimodifikasi dari waktu ke waktu berdasarkan pembelajaran
organisasi.
d. Balanced Scorecard diperlakukan sebagai sistem atau proyek konsultasi.
Beberapa kegagalan termahal Balanced Scorecard terjadi ketika
perusahaan menerapkan Balanced Scorecard sebagai proyek sistem bukannya
sebagai proyek manajemen. Perusahaan nampaknya yakin mereka bisa
mendapatkan sistem pengukuran baru dari perangkat lunak yang disediakan
oleh pemasok atau konsultan eksternal. Kegagalan ini biasanya terjadi ketika
organisasi konsultan eksternal, terutama yang memiliki spesialisasi memasang
sistem informasi besar, meyakinkan seseorang di perusahaan untuk
mempekerjakan mereka memasang sistem Balanced Scorecard. Konsultan
menghabiskan 12 sampai 18 bulan kemudian dan beberapa juta dollar
mengotomatisasi seluruh sistem pengumpulan data yang ada untuk
memberikan sistem informasi eksekutif yang dibuat umum disetiap deskjob
manajer.sistem informasi eksekutif ini membuat manajer dapat mengakses
bagian data apapun dan mengatur banyak sekali database ke dalam berbagai
cara. Selain itu, nyatanya, jarang sekali ada orang yang menggunakan sistem
baru tersebut. otomatisasi dan fasilitasi akses ke ribuan (atau jutaan) data
observasi yang dikumpulkan perusahaan tidak menghasilkan Balanced
16
Scorecard.

17
Hal yang paling penting, pikirkan kelemahan pertama. Dengan
mendelegasikan Scorecard pada konsultan eksternal dan perusahaan integrasi
sistem, proses mengikat tim manajemen senior dalam dialog strategis menjadi
terlewatkan sepenuhnya. Scorecard harus dimulai dengan proses manajemen,
bukan mendapatkan sistem baru.

Source:

Anthony A. Atkitson, Robert S. Kaplan , Ella Mae Matsumura S. Mark Young


(2012), Management Accounting: Information for Decision Making and
Strategy Excution, 6th edition, Pearson.
Robert S. Kaplan and David P. Norton (2004). Strategy Maps; Converting
Intangible Assets Into Tangible Outcomes, Harvard Business School Press.
Kumar V., and Bharath, Rhajan, Profitable Customer Management, Measuring
and Maximizing Customer Life Time Value, Management Accounting
Quartely, Spring 2009, Vol 10, No 3.

18

Anda mungkin juga menyukai