Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH PERTANIAN

(Kematian Ibu, Anak dan Neonatal)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Tugas Mata Kuliah


Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah

Dosen Pengampu
Prof. Umar Fahmi Achmadi, Ph.D

Disusun Oleh :

Eka Hartomy 2106676644


Yemima Irawanti 2106677376
Porman Tiurmaida 2106776981

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................i
BAB I...............................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
A. Geografi dan Topografi Jawa Barat........................................................................................5
B. Definisi Pestisida dan Hortikultura.........................................................................................6
C. Kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)...........................................................................7
D. Angka Kematian Ibu (AKI)....................................................................................................9
E. Angka Kematian Bayi (AKB).................................................................................................9
F. Faktor Risiko Penyakit pada Wanita di Sektor Pertanian......................................................10
G. Program Kesehatan Masyarakat untuk menekan AKI dan AKB..........................................18
BAB III..........................................................................................................................................22
A. Kesimpulan...........................................................................................................................22
B. Saran......................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................24

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada sensus pertanian tahun 2017, tercatat bahwa di Indonesia terdapat


17.728.185 rumah tangga usaha pertanian subsektor pangan. Di Indonesia sebanyak
50,28% dari total jumlah tenaga kerja di sektor pertanian adalah wanita. Kaum
wanita yang terlibat dalam aktivitas pertanian umumnya berperan dalam membantu
suami untuk bertani serta menjadi buruh tani di lahan orang lain (Widyawati,
Siswanto and Pranowowati, 2018). Kementerian Pertanian pada tahun 2012 mencatat
bahwa sekitar 50% perempuan dari 23 juta keluarga petani Indonesia berperan dalam
membangun pertanian, baik itu istri, ibu, atau perempuan (Popi Sundani, 2020).
Indonesia adalah negara agraris yang menekuni sektor pertanian untuk
kepentingan nasional terutama terkait pemanfaatan hasil pertanian seperti komoditas
pangan. Masalah yang sering dihadapi petani adalah adanya hama dan gulma yang
mengganggu, dan untuk menangani ini digunakan pestisida yang merupakan zat
kimia, organisme renik, virus, dan zat-zat lain yang digunakan untuk melindungi
tanaman dengan jenis yang umum digunakan seperti organofosfat, karbamat, dan
piretroid (Pratama, Setiani and Darundiati, 2021).
Pertanian bidang hortikultura (sayuran) adalah bidang yang paling banyak
menggunakan pestisida dalam dosis tinggi dan terus menerus sejak pembibitan
hingga siap panen (3 kali dalam seminggu) (Yushananta et al., 2021). Sayuran
adalah salah satu komoditas yang banyak mengandung vitamin dan mineral serta
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sumber pendapatan petani bahkan
sumber devisa negara (Miskiyah and J. Munarso, 2009). Petani dengan komoditas
hortikultura seperti bawang merah, jagung, cabai cenderung menyukai penggunaan
pestisida dan pupuk yang cukup tinggi. Salah satu residu pestisida adalah timbal (Pb)
yang dapat merusak beberapa fungsi ginjal, hati, sistem saraf, mengganggu
perkembangan sel darah merah, kebutaan, serta keterbelakangan mental (Hasanah,
Suhartono and D., 2018).

1
Pertanian dilakukan untuk menghasilkan bahan baku kebutuhan pangan
maupun industri dengan memanfaatkan sumberdaya hayati. Untuk meningkatkan
hasil produk pertanian, petani memilih menggunakan pestisida untuk mengusir
hama, namun jika digunakan tanpa panduan yang benar akan mencemari air, tanah,
udara, timbul hama resisten, merusak keseimbangan ekosistem, hingga mengancam
kesehatan manusia (Hardiana, Setiani and Darundiati, 2021). Agrokimia, khususnya
pestisida adalah hal yang identik dengan dunia pertanian karena digunakan secara
luas. Namun pestisida memiliki dampak bahaya yang sangat jelas, mudah dikenali
dan telah diketahui menimbulkan korban secara luas setiap tahun (Achmadi, 2012).
80% keracunan pestisida terjadi di negara berkembang karena petani memiliki
pengetahuan yang kurang, pengawasan penggunaan yang kurang, dan tidak
dirawatnya APD. Pada 2016, terjadi 771 kasus keracunan pestisida, pada 2017
terjadi 124 keracunan pestisida dengan 2 orang meninggal di Indonesia, sedangkan
pada kota Batu terjadi keracunan pestisida sebesar 95,8% (Susanto, Wahyuni and
Tani, 2021).
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang aktivitas perekonomiannya
didominasi subsektor hortikultura (sayuran). Dari 5486 perusahaan di sektor
pertanian di Indonesia, 28,6% perusahaan hortikultura berada di Provinsi Jawa Barat
(Alawiyah, 2018). Di Jawa Barat, petani tomat menggunakan 50% biaya dari total
biaya yang digunakan untuk membeli pestisida (Wismaningsih and Ias Oktaviasari,
2016). Di daerah Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Barat jenis
sayuran yang ditanam adalah tomat, kacang Panjang, terong, mentimun, dan cabai
(Wismaningsih and Ias Oktaviasari, 2016). Daerah Kabupaten Cianjur merupakan
salah satu penghasil sayuran seperti cabai merah, selada, dan bawang merah
(Miskiyah and J. Munarso, 2009). Pada 2012, dari pemeriksaan kolinesterase darah
pada 80 petani di Kabupaten Tulungagung 1,25% diantaranya masuk kategori
keracunan ringan (Wismaningsih and Ias Oktaviasari, 2016). Wilayah dengan
dominasi pertanian membuat masyarakat jawa barat memiliki faktor resiko tinggi
terpapar pestisida terutama pada perempuan.

2
Pada penelitian, lebih dari 20% wanita yang melakukan aktivitas pertanian
mengalami masalah berat bayi lahir rendah (BBLR) 4,7% dan keguguran 18,6%
(Widyawati, Siswanto and Pranowowati, 2018). Pada penelitian, wanita yang
terpapar pestisida 6,769 kali lebih berisiko melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan yang tidak terpapar pestisida (Lubis and Ningsih, 2020). Berat bayi
lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari
2500 gram tanpa memperhatikan lama kandungannya. BBLR menjadi salah satu
faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak. Faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya BBLR
akibat paparan zat beracun seperti pestisida di lingkungan (Lubis and Ningsih,
2020). Sementara di Jawa Barat, kasus BBLR masih diangka 26,21% pada tahun
2019 (SSGBI, 2019). Kasus kematian ibu tahun 2020 sebesar 416 kasus. Kasus
kematian bayi tahun 2020 sebanyak 1.649 kasus, meningkat dibandingkan tahun
2019 pada periode yang sama yatu sebesar 1.575 kasus. Proporsi kematian bayi 81%
adalah kematian neonatal, 19% adalah kematian post neonatal. Penyebab kematian
neonatal tertinggi BBLR 42% (Dinkes Jabar, 2020). Di kalangan wanita petani yang
terpapar pestisida, tingkat abortus nya sebesar 9% (Rahayu, Astuti and Sayono,
2015). Selain masalah diatas penggunaan pestisida yang tidak sesuai dapat
menyebabkan masalah hipotiroidisme.
Hipotiroidisme dapat disebabkan oleh pajanan pestisida. Beberapa teori
menerangkan, bahwa pajanan pestisida, dari golongan organoklorin dan organofosfat
dapat menekan sintesis hormon tiroid. Pestisida dapat mengganggu proses sintesis
hormon tiroid melalui beberapa mekanisme yaitu, mengganggu reseptor TSH (TSH-
r) di kelenjar tiroid sehingga TSH yang akan memacu sintesis hormon tiroid tidak
dapat masuk ke dalam kelenjar yang berdampak pada hambatan sintesis hormon
tiroid, Pestisida menghambat kerja enzim deiodinase tipe 1 (D1) yang berfungsi
mengkatalis perubahan T4 menjadi T3 (bentuk aktif hormon dalam tubuh).
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas maka perlu pendalaman
lebih lanjut mengenai manajemen penyakit berbasis wilayah pertanian terutama pada
wanita.

3
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Geografi dan Topografi Jawa Barat ?


2. Apa definisi Pestisida dan Hortikultura?
3. Apa Penyebab Berat badan bayi rendah (BBLR) ?
4. Apa Penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) tinggi ?
5. Apa Penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) tinggi ?
6. Apa saja Faktor Risiko Penyakit pada Wanita di Sektor Pertanian?
7. Bagaimana Program Kesehatan untuk Wanita dalam rangka penurunan AKI &
AKB Sektor Pertanian?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah pada Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia Tahun 2021

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Geografi dan Topografi Jawa Barat ?
b. Mengetahui definisi Pestisida dan Hortikultura?
c. Mengetahui Penyebab Berat badan bayi rendah (BBLR) ?
d. Mengetahui Penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) tinggi ?
e. Mengetahui Penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) tinggi ?
f. Mengetahui Faktor Risiko Penyakit pada Wanita di Sektor Pertanian?

4
g. Mengetahui Program Kesehatan untuk Wanita dalam rangka penururnan AKI
& AKB di Sektor Pertanian?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Geografi dan Topografi Jawa Barat

Letak geografi Jawa Barat di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda,
sebelah Utara dengan Laut Jawa dan daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebelah Timur
berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera
Indonesia.
Letak geografi selengkapnya adalah sebagai berikut :
 Bujur : 104º8’ - 108º41’BT.
 Lintang : 5º50’- 7º50’LS.

Sumber : BKD Provinsi jawa Barat


Keadaan topografi Jawa Barat sangat beragam, yaitu disebelah utara
terdiri dari dataran rendah, sebelah tengah dataran tinggi bergunung-gunung dan

5
disebelah selatan terdiri dari daerah berbukit-bukit dengan sedikit pantai. Daerah
Jawa Barat terletak pada jalur Circum Pacific dan mediteran, sehingga daerahnya
termasuk daerah labil yang ditandai dengan masih banyaknya gunung berapi yang
masih aktif bekerja dan sering terjadi gempa Bumi (BKD Provinsi jawa Barat,
2021).
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi
yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan
serta dataran rendah di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi
hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai
22,10% dari luas Jawa Barat; curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th
dengan tingkat intensitas hujan tinggi; memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS)
dengan debit air permukaan 81 milyar m3/tahun dan air tanah 150 juta
m3/th (BKD Provinsi jawa Barat, 2021).

B. Definisi Pestisida dan Hortikultura

Pestisida merupakan zat kimia, organisme renik, virus, dan zat-zat lain yang
digunakan untuk melindungi tanaman dengan jenis yang umum digunakan seperti
organofosfat, karbamat, dan piretroid (Pratama, Setiani and Darundiati, 2021).
Berdasarkan target jenis hama, pestisida terbagi menjadi: (Achmadi, 2012)

1. Rodentisida pengendali rodent


2. Insektisida pengendali serangga
3. Herbisida pengendali tanaman
4. Fungisida pengendali jamur
5. Nematisida pengendali cacing
6. Avisida pengendali burung

Insektisida menjadi pestisida yang terbanyak digunakan diikuti herbisida


(Matsumura, 1975, Plimmer, 1982 dalam Achmadi, 2012).
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No 43 Tahun 2019
yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut ; “ Semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau

6
mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, memberantas
rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan,
mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau
mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air”.
Berdasarkan jenis bahannya, pestisida terbagi menjadi pestisida dari bahan
alamiah dan pestisida golongan sintetik. Untuk golongan sintetik, terdapat golongan
organofosfat, karbamat, organoklorin dan pyrethroid. Pestisida golongan karbamat
dan organofosfat merupakan pestisida yang peredarannya besar di pasaran, sehingga
berbagai dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat pestisida disebabkan pestisida
golongan ini (Achmadi, 2012).
Hortikultura berasal dari kata hortus: kebun dan culture: budidaya, istilah ini
digunakan untuk menunjukkan sistem produksi yang melayani kebutuhan hidup
sehari-hari akan komoditas segar dari sayuran, buah buahan, dan tanaman hias. Jadi,
yang dimaksud hortikultura adalah budidaya tanaman di kebun atau di sekitar tempat
tinggal ataupun di lahan pekarangan. Artinya, semua tanaman baik yang berupa
tanaman hias, buah, dan sayuran yang ditanam di sekitar rumah atau lahan
pekarangan dapat disebut sebagai Hortikultura. Sekarang, pengertian hortikultura
tidak hanya terbatas pada budidaya di kebun, tetapi berkembang lebih luas lagi,
yakni mencakup juga budidaya di luar halaman rumah. Bahkan, banyak usahawan
yang menekuni bidang ini, dengan menggunakan area yang cukup luas baik secara
tradisional/modern. Apalagi pada saat krisis moneter banyak pebisnis yang beralih
ke dunia ini, dari yang semula bergerak di sektor perumahan, perbankan, maupun
lainnya.
Pertanian bidang hortikultura (sayuran) adalah bidang yang paling banyak
menggunakan pestisida dalam dosis tinggi dan terus menerus sejak pembibitan
hingga siap panen (3 kali dalam seminggu) (Yushananta et al., 2021). Sayuran
adalah salah satu komoditas yang banyak mengandung vitamin dan mineral serta
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sumber pendapatan petani bahkan
sumber devisa negara (Miskiyah and J. Munarso, 2009).

7
C. Kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)

Berat Bayi Lahir Rendah BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memperhatikan lama kandungannya. Prevalensi BBLR
diperkirakan sebesar 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% –
38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi
rendah. Secara statistik menunjukan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi lahir
dengan berat badan di atas 2500 gram (Pantiawati, 2010).

Secara nasional, kejadian BBLR juga masih menjadi permasalahan di berbagai


daerah. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan
bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar
10,2%. Semakin rendah tingkat pendidikan ibu, maka prevalensi BBLR semakin
tinggi. Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLR tertinggi pada anak balita dengan
kepala rumah tangga yang tidak bekerja (11,6%), sedangkan persentase terendah pada
keluarga dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai pegawai (8,3%). Selain itu
persentase kejadian BBLR di daerah pedesaan (11,2%) lebih tinggi dibandingkan di
perkotaan (9,4%).

Kejadian BBLR dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor ibu, faktor
janin, dan faktor lingkungan. Faktor yang berasal dari ibu dapat berupa penyakit yang
menyertai ibu ketika hamil (penyakit jantung, hipertensi, penyakit paru-paru, penyakit
endokrin, dan penyakit infeksi), usia ibu, keadaan sosial, dan sebab lain, seperti
perokok, konsumsi alkohol, dan kelainan kromosom. Penyebab terjadinya BBLR yang
berasal dari janin, diantaranya hidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan kromosom.
Selain faktor ibu dan janin, terdapat faktor lingkungan yang juga dapat mempengaruhi
terjadinya BBLR, misalnya tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi, dan paparan zat-
zat racun (Pantiawati, 2010). Zat-zat racun yang masuk ke dalam tubuh ibu berasal
dari berbagai sumber, salah satunya berasal dari kegiatan pertanian yang banyak
menggunakan pestisida, sehingga ibu terkena paparan pestisida pada saat melakukan
kegiatan pertanian.

8
Patogenesis terjadinya keracunan pestisida pada petani ibu hamil berawal dari
masuknya pestisida melalui kulit (kontak), saluran pencernaan (oral), dan sistem
pernafasan (inhalasi). Pestisida kemudian masuk ke dalam peredaran darah ibu,
placenta, dan masuk ke dalam janin, sehingga menyebabkan terganggunya
pertumbuhan janin (Sari dkk.,2013). Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dapat
menyebabkan gangguan fungsi hormonal pada sistem reproduksi perempuan.

D. Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian ibu adalah jumlah kematian ibu selama periode waktu tertentu per
100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil
atau dalam 42 hari pengakhiran kehamilan, terlepas dari durasi dan tempat kehamilan,
dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau insidental (WHO, 2015).

Penyebab kematian dan kesakitan ibu dan bayi telah dikenal sejak dulu dan tidak
berubah banyak. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan post partum, eklampsia,
infeksi, aborsi tidak aman, partus macet, dan sebab-sebab lain seperti kehamilan
ektopik dan mola hidatidosa. Keadaan ini diperkuat dengan kurang gizi, malaria, dan
penyakit - penyakit lain seperti tuberkulosis, penyakit jantung, hepatitis, asma dan
lain-lain. Hal ini juga berhubungan dengan penggunaan pestisida Zat-zat racun yang
masuk ke dalam tubuh berasal dari berbagai sumber salah satunya dari kegiatan
pertanian yang banyak menggunakan pestisida, Sektor pertanian menjadi salah satu
lapangan yang paling banyak menyerap tenaga kerja, peran wanita di sektor pertanian
sangat besar, sehingga banyak wanita terkena paparan pestisida pada saat melakukan
kegiatan pertanian.

Dengan banyaknya wanita yang berperan disektor pertanian dan terpapar pestisida
secara langsung, mengakibatkan perempuan sangat berisiko mendapatkan gangguan

9
kesehatan baik kesehatan secara umum maupun terhadap organ reproduksi yang juga
akan sangat berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkannya.

E. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi (Infrant Mortality Rate) merupakan salah satu indikator
penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat
menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif terhadap
perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat
didefinisikan sebagai kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun (BPS).

Kematian bayi adalah jumlah bayi lahir hidup yang meninggal pada rentang
waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu kedua hingga keempat dari
kehidupannya). Setiap bayi yang lahir hidup mempunyai kondisi masa kehamilan,
proses kelahiran dan lingkungan yang mungkin juga berbeda serta akses pelayanan
terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda. Hal ini diperkirakan setiap
bayi mempunyai kelangsungan hidup yang berbeda-beda (Clarence et.al, 2014).

Berdasarkan faktor risiko dari neonatal, berikut ini merupakan risiko tinggi
neonatal yang berisiko mengalami kematian (Munuaba, 2010): a. Bayi baru lahir
dengan asfiksia. b. Bayi baru lahir dengan tetanus neonatorum. c. BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah < 2500 gram). d. Bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum (ikterus >
10 hari setelah lahir). e. Bayi baru lahir dengan sepsis. f. Bayi kurang bulan dan lebih
bulan. g. Bayi baru lahir dengan cacat bawaan. h. Bayi lahir melalui proses persalinan
dengan tindakan.

F. Faktor Risiko Penyakit pada Wanita di Sektor Pertanian

Memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit – hubungan interaktif


antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi
bahaya penyakit – perlu dilakukan agar dapat melakukan pencegahan atau manajemen
penyakit. perilaku penduduk yang merupakan salah satu representasi budaya adalah
salah stau variabel kependudukan yang terdiri dari kepadatan, umur, gender,

10
pendidikan, genetik, dan lain-lain. kejadian penyakit pada dasarnya hanya dipengaruhi
variabel lingkungan dan variabel kependudukan, sehingga gangguan kesehatan adalah
resultan dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variabel kependudukan. proses
kejadian penyakit ini dapat digambarkan dalam teori simpul (Achmadi, 2012). untuk
teori simpul MPBW topik kali ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Simpul 1

Pestisida jenis organoklorin dan organofosfat merupakan jenis pestisida


yang dapat memberikan masalah seperti masalah abortus, BBLR, serta
hipotiroidisme. Zat ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui alat pencernaan atau
digesti, pernafasan dan permukaan kulit (Widyawati, Siswanto and Pranowowati,
2018). Pajanan pestisida, khususnya organoklorin dan organofosfat menyebabkan
gangguan fungsi tiroid pada wanita usia subur. Pestisida akan menekan produksi
hormon T4 dan T3 serta meningkatkan hormon TSH. Gangguan hormone akibat
tubuh tidak mampu memproduksi hormon yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh disebut hipotiroidisme. Pada wanita hamil, hipotiroidisme menyebabkan

11
gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan (Suhartono and
Dharminto, 2010).

2. Simpul 2

Selama masa kehamilan, pestisida akan masuk ke tubuh wanita yang


terpapar dan masuk ke janin dalam kandungan secara langsung, dan janin sangat
rentan terhadap racun dari pestisida (Widyawati, Siswanto and Pranowowati,
2018). Seseorang dapat terpajan pestisida tingkat samar setelah mengonsumsi
makanan seperti sayuran dan tanaman hortikultura hasil penyemprotan. Dari segi
konsumsi makanan/sayuran seseorang lebih rentan terpapar pestisida, misalnya
saat memakan sayuran mentah/lalap daripada orang yang jarang memakan sayuran
mentah (Achmadi, 2012). Pestisida dapat masuk melalui kulit (kontak/udara),
mulut dan saluran pencernaan serta pernafasan pada ibu hamil. Selanjutnya
senyawa tersebut masuk ke peredaran darah ibu, disalurkan ke janin melalui
plasenta dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Residu organofosfat
pun menyebabkan aktivitas kolinesterase menurun sehingga membuat anemia dan
keracunan, yang akhirnya memicu terjadinya abortus spontan (Rahayu, Astuti and
Sayono, 2015).

Wanita yang terpapar pestisida akan mengalami gangguan hormonal pada


sistem reproduksi. Ibu hamil yang terpapar pestisida menyebabkan akumulasi
racun pada tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam kandungan, dan menyebabkan BBLR (Lubis and Ningsih, 2020). Dampak
pestisida pada kasus abortus tidak menimbulkan dampak atau keluhannya secara
langsung. Perlu jangka waktu yang cukup lama untuk menyebabkan gangguan
kesehatan (Rahayu, Astuti and Sayono, 2015). Wanita usia subur yang terpajan
pestisida dapat mengalami gangguan fungsi hormonal seperti hormone tiroid.
Gangguan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme yang dapat menjadi pemicu
abortus spontan (Rahayu, Astuti and Sayono, 2015). Selain itu, Hormone tiroid
yang rendah akan meningkatkan produksi TSH, yaitu hormone yang akan
meningkatkan sintesis hormone tiroid dan merangsang pembesaran kelenjar tiroid

12
(Suhartono and Dharminto, 2010). dari penelitian (Lembaga Ekologi UNPAD,
1981), beberapa sungai pada badan air di wilayah Indonesia telah tercemar
pestisida (Achmadi, 2012)

3. Simpul 3

Faktor yang mempengaruhi perilaku pemajan terkait penggunaan pestisida


adalah: (Achmadi, 2012)

a. tinggi tanaman
b. Umur
c. Pengalaman
d. keterampilan/latihan
e. arah dan kecepatan angin
f. Pendidikan

Adapun faktor penggunaan alat pelindung kerja/APD pun penting untuk


melindungi diri saat bekerja karena kulit menjadi route of entry yang sangat efektif
untuk pestisida terutama saat ada kelainan kulit/ saat berkeringat (Achmadi, 2012).
Wanita yang melakukan aktivitas pertanian selama 2 jam perhari 12,250 kali
lebih berisiko mengalami abortus spontan daripada yang <2 jam perhari. Semakin
lama wanita terpajan pestisida baik di area pertanian maupun rumah akan
meningkatkan risiko untuk mengalami masalah kesehatan (Rahayu, Astuti and
Sayono, 2015). Pada penelitian, 90,7% petani menggunakan lebih dari satu jenis
pestisida dan 76,7% menggunakan pestisida di atas dosis yang dianjurkan dan hal
ini meningkatkan risiko paparan pestisida organofosfat dan karbamat karena
menyalahi aturan, terutama jika mencampurkan beberapa jenis pestisida
(Widyawati, Siswanto and Pranowowati, 2018). Berdasarkan penelitian (Achmadi,
1985) dalam (Achmadi, 2012), beberapa petani hortikultura menerapkan cover
blanket system, yaitu penggunaan pestisida berlebihan tanpa mempertimbangkan
ada atau tidaknya serangga, bahkan sayur siap jual pun disemprot pestisida untuk
menjamin tidak ada ulat (Achmadi, 2012).

13
Penyemprotan hortikultura khususnya bawang merah yang perlu
penyemprotan lebih daripada jenis tanaman lainnya menyebabkan petani harus
melakukan penyemprotan setiap hari. Wanita yang melakukan aktivitas pertanian
lebih intensif 7,875 kali lebih berisiko mengalami abortus spontan daripada yang
kurang intensif. Intensif kegiatan dilihat dari keterlibatan dalam
mencari/membersihkan hama, mencabut/menyiangi rumput liar di sekitar tanaman,
melakukan penyemprotan pestisida, pemupukan dengan pupuk buatan,
menggemburkan tanah tempat penanaman, memanen, serta pengeleman perangkap
hama (Rahayu, Astuti and Sayono, 2015). Masa kerja lebih lama menyebabkan
wanita berpotensi untuk mengalami bioakumulasi residu pestisida pada tubuhnya,
sehingga menyebabkan penurunan kadar kolinesterase dan menyebabkan
keracunan (Widyawati, Siswanto and Pranowowati, 2018).
Aktivitas lain di rumah seperti memotong/membrodol daun,
mencampur/mengaduk pestisida dengan air, menyimpan tanaman hasil panen
dapat meningkatkan risiko abortus spontan pada wanita usia subur karena aktivitas
lebih lama dilakukan di dalam rumah (Rahayu, Astuti and Sayono, 2015). Paparan
pestisida yang diterima wanita tergantung dari pekerjaan, lama paparan, frekuensi
paparan, penyimpanan pestisida dan penanganan peralatan pestisida dan
penggunaan APD. Risikonya terjadi saat ibu hamil ikut bekerja mencari hama,
mencabut rumput tanaman, menyiram tanaman, memanen, melepaskan bawang
dari tangkainya, memupuk, menyiapkan pestisida semprot, mencuci pakaian yang
digunakan untuk menyemprot, keberadaan tanaman bawang dan pestisida dalam
rumah (Widyawati, Siswanto and Pranowowati, 2018).
Wanita yang terlibat dalam kegiatan melepas bawang dari tangkainya,
mencuci peralatan/pakaian suami saat menyemprot pestisida, membantu penyiapan
pestisida, dan menyimpan di dalam rumah sebanyak 30% bawang merah dari hasil
panen yang sudah disemprot pestisida untuk benih meningkatkan risiko paparan
pestisida (Popi Sundani, 2020). Wanita petani yang terpapar pestisida secara
intensif selama masa kehamilannya memberikan pengaruh pada berat badan dan
Panjang bayi saat lahir. Selain itu, berpengaruh pula pada perkembangan mental
serta motorik balita saat berusia 3 tahun (Lubis and Ningsih, 2020). Ibu dengan

14
usia yang terlalu muda (<20 tahun) mempengaruhi tingkat BBLR. Hal ini karena
peredaran darah menuju serviks dan uterus masih belum sempurna, sehingga
mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang dikandungnya (Popi
Sundani, 2020). Wanita hamil memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi
daripada wanita yang tidak hamil, dan hal ini membuat pestisida lebih mudah
terserap oleh tubuh kemudian terakumulasi di jaringan tubuh, lemak, tulang, dan
protein. Akumulasi ini akan mengganggu pertumbuhan janin yang dikandung
(Hardiana, Setiani and Darundiati, 2021).
Ibu yang memiliki tingkat Pendidikan rendah berpeluang 7 kali lebih besar
melahirkan bayi dengan BBLR daripada ibu dengan Pendidikan tinggi. Hal ini
dijelaskan karena wanita dengan Pendidikan tinggi akan memiliki kesadaran yang
lebih baik dalam membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan,
sehingga dapat berperilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tinggi
pun dapat membantu dari segi pengetahuan karena mampu mengenali nutrisi yang
baik untuk masa kehamilan, tanda bahaya pada ibu hamil termasuk bahaya
pestisida pada kehamilan (Popi Sundani, 2020). Perilaku wanita yang menjadi
petani sayur berperan dalam paparan pestisida. Perilaku tersebut meliputi
penyimpanan sayuran hasil tani yang tercemar pestisida dekat dapur sehingga
mencemari makanan, penyimpanan pestisida di sekitar rumah dan dalam rumah
(dapur, ruang tamu, Gudang makanan, Gudang terpisah, kendang, serta gubug
ladang). Selain itu, perilaku menyimpan tangki penyemprot pestisida di ruang
tamu, menyimpan pestisida di ember dan meletakkannya di kolong meja dekat
dapur, hingga menyimpan pestisida di ruang tamu dan di atas lemari pun menjadi
faktor risiko (Fatmawati and Windraswara, 2016). Paparan pestisida menyebabkan
terganggunya asupan hormone tiroid pada wanita saat hamil, dan menyebabkan
hipotiroidisme (Hardiana, Setiani and Darundiati, 2021). Memperhatikan label
pestisida perlu dilakukan. Teknik penyemprotan pestisida pun perlu diperhatikan
agar caranya benar (Widyawati, Siswanto and Pranowowati, 2018)

4. Simpul 4

15
Kejadian Penyakit merupakan outcome dari hubungan interaktif antara
penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.
Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun secara bersamaan mengalami
kelainan dibandingkan rata-rata penduduk lainnya, bisa kelainan bentuk atau
kelainan fungsi sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Pada kasus penggunaan pestisida seseorang bisa
mengalami keracunan akut pestisida, penyebab keracunan umumnya akibat
konsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida. Kasus terkait dengan kematian
bayi adalah kasus kikim, Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 44 orang keracunan dan
4 orang meninggal. Diantara korban yaitu bayi berumur 1 tahun sedang disusui
oleh ibunya yang bekerja dengan herbisida di lapangan ( Achmadi,2012).

5. Simpul 5

Simpul lima ialah variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem


lainnya seperti keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi
semua simpul. Variabel ini dengan kata lain juga harus diperhitungkan dalam
setiap upaya manajemen penyakit. Secara paripurna suprasistem dalam simpul
lima ialah kepala wilayah otonom yakni kabupaten atau pemerintah kota yang
(bersama DPRD) yang dapat mengeluarkan keputusan-keputusan politik. Selain
itu, suhu, kelembaban, iklim maupun topografi juga berperan dalam proses
kejadian penyakit.

Dalam kasus pestisida, arah dan kecepatan angin yang berhubungan dengan
topografi juga mempengaruhi jumlah pestisida yang kontak dengan badan. Hal ini
berkaitan dengan cara penyemprotan pestisida yang tepat agar mengurangi kontak
dengan manusia dan mengurangi pencemaran terhadap lingkungan sekitar. Waktu
penyemprotan yang tepat terutama tidak dalam keadaan angin yang berhembus
kencang, tidak dilakukan saat terik matahari dan tidak dilakukan dalam keadaan
cuaca kabut atau kelembaban lebih dari 80% atau pada keadaan kelembaban lebih
rendah dari 50%.

16
Masalah kesehatan petani merupakan kewenangan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota, hendaknya diatur dalam standar
pelayanan minimal. Komponen terhadap masalah kesehatan kelompok angkatan
kerja khususnya petani sangat penting untuk mendukung perekonomian wilayah
dan perekonomian regional. Perlunya kerja sama lintas sektoral seperti dinas
pertanian setempat, dinas kesehatan, dinas social, dinas pendidikan dan lain
sebagainya, sebagai upaya untuk mengendalikan angka kematian bayi dan ibu serta
dampak penyakit lainnya sebagai dampak penggunaan pestisida (Achmadi, 2012).

6. Manajemen Simpul

a. Manajemen Simpul 1
Penggunaan pestisida sintetik dapat digantikan dengan penggunaan
pestisida dari bahan alami atau pestisida nabati, yaitu pestisida yang dibuat
dengan bahan baku tanaman yang jauh lebih aman digunakan bagi manusia
maupun lingkungan dengan potensi bahan baku yang dapat digunakan adalah
daun pepaya,daun sirsak, bawang putih, dan tembakau (Hirma Windriyati,
Tikafebianti and Anggraeni, 2020)

b. Manajemen Simpul 2
Udara merupakan salah satu perantara yang dapat menyebarkan
pestisida, khususnya pestisida dalam bentuk bubuk baik secara kontak
langsung atau diterbangkan ke pemukiman sekitar lahan pertanian dan
kemudian terhirup oleh orang-orang disekitarnya. Selain itu, pestisida yang
diterbangkan di udara dapat hinggap di makanan kemudian termakan. Untuk
itu diperlukan Teknik penyemprotan ke arah yang tidak memungkinkan
angina membawa bahan pestisida, sehingga tidak terhirup atau kontak

17
langsung dengan manusia (Mahyuni, 2015). Filter irigasi inlet outlet (FIO)
dapat digunakan untuk filter penyaring air khususnya air irigasi agar terbebas
dari bahan pencemar (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2018).
Seseorang dapat terpajan pestisida tingkat samar setelah mengonsumsi
makanan seperti sayuran dan tanaman hortikultura hasil penyemprotan. Dari
segi konsumsi makanan/sayuran seseorang lebih rentan terpapar pestisida,
misalnya saat memakan sayuran mentah/lalap daripada orang yang jarang
memakan sayuran mentah (Achmadi, 2012). Pestisida yang digunakan dapat
terserap oleh organ tanaman baik melalui akar, batang, maupun daun. Upaya
penyehatan tanah melalui penggantian dengan pestisida nabati perlu
dilakukan, serta sebelum mengkonsumsi sayuran harus dicuci terlebih dahulu.
Untuk melindungi agar tidak terpapar pestisida, petani di sektor pertanian
perlu bekerja menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja.

c. Manajemen Simpul 3
Pemberdayaan masyarakat melalui upaya edukasi perlu dilakukan agar
masyarakat mengetahui hal-hal terkait penggunaan pestisida dengan baik.
Selain itu perilaku penggunaan alat pelindung diri perlu diterapkan 
(Achmadi, 2012)

d. Manajemen Simpul 4
Manajemen kasus perlu dilakukan agar seseorang yang sudah terpajan
suatu agen penyakit bisa terhindar dari sakit. Pada pajanan pestisida, saat
masuk ke dalam tubuh akan ditahan melalui mekanisme pertahanan tubuh
seperti detoksifikasi, deposit, serta ekskresi melalui urin. Namun jika pajanan
masuk terus-menerus dalam jumlah besar, akan merusak sel dan
mengakibatkan kerusakan organ maupun fungsi, dan menjadi sakit (Achmadi,
2012)

e. Manajemen Simpul 5
Pada manajemen simpul 5 yang dapat dilakukan adalah berupa
keterlibatan lintas sektor untuk menyediakan sejumlah program yang

18
mendukung upaya kesehatan, seperti pemberian alat pelindung diri,
Pendidikan dan penyuluhan. Selain itu ada faktor yang sulit dikendalikan
seperti suhu lingkungan, kelembaban, iklim, serta topografi (Achmadi, 2012)

G. Program Kesehatan Masyarakat untuk menekan AKI dan AKB

1. Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil

Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur
kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10
orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas
ibu hamil difasilitasi oleh tenaga kesehatan. Program ini diharapkan membangun
interaksi dan berbagi pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan ibu hamil) dan
ibu hamil dengan tenaga kesehatan tentang kehamilan, perubahan tubuh dan
keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas,
perawatan bayi, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular.
Program ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman, perubahan sikap dan
perilaku ibu hamil tentang kehamilan, perubahan tubuh selama kehamilan, keluhan
umum saat hamil, hal yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi,
perawatan kehamilan, perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi, tanda-
tanda persalinan, perawatan Nifas, KB pasca persalinan, dan perawatan bayi baru
lahir (Depkes RI, 2009).

2. Pemanfaatan Anggaran Dana Desa

Pemanfaatan anggaran desa untuk pengadaan mobil desa siaga. Mobil


desa siaga diperuntukan untuk merujuk warga masyarakat yang sakit guna untuk
mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang optimal, sehingga diharapkan
dengan keberadaan mobil desa siaga pelayanan kesehatan masyarakat akan
menjadi lebih cepat dan lebih baik. Mobil desa siaga juga dapat digunakan sebagai
penunjang khususnya untuk penanganan ibu hamil kurang energi kronis (bumil

19
KEK) pada saat akan melahirkan, membantu dalam merujuk ibu hamil untuk
mendapatkan penanganan kesehatan yang cepat, sehingga akan menekan angka
kematian ibu (AKI ) dan angka kematian anak ( AKB ).

3. Pemberdayaan Kelompok Ibu Hamil untuk Budidaya Sayuran Organik dan


Pembuatan Kompos Cair

Pembudidayaan sayuran organic ini dimaksudkan agar penggunaan


pestisida oleh petani berkurang. Apabila sayur mayur tercemari pestisida
dikonsumsi ibu hamil maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa
penghambatan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia ibu hamil yang
beresiko menyebabkan angka kematian ibu . Kegiatan pembudidayaan ini
dilakukan dengan menjadikan pupuk cair kompos sebagai nutrisi sayur organic,
sehingga dalam budidaya sayuran organic ini tidak menggunakan pestisida atau
bahan kimia lainnya .

Rencana kegiatan pemberdayaan ibu hamil untuk budidaya sayur organic


dan kompos cair ini akan melibatkan ibu hamil sebagai peserta dan didampingi
oleh bidan desa, kader , bidan puskesmas. Akan dilakukan pemaparan teknik dan
praktik pembuatan alat budidaya sayur organic dan unit komposter serta kompos
cair, kemudian diletakkan di rumah masing-masing ibu hamil yang akan dipantau
dan dilakukan monitoring evaluasi.

4. Pembuatan Project IPAL dalam Skala Kecil untuk Mengolah Air Buangan
Cucian Alat Semprot Pestisida yang digunakan Oleh Petani

Kondisi lingkungan yang sehat sangat diperlukan untuk menjamin tumbuh


kembang janin maupun bayi setelah lahir. Paparan bahan toksik di lingkungan
yang dihasilkan dari pestisida sebelum dan selama kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi kehamilan yang cukup serius, yaitu tekanan darah tinggi yang secara
langsung mempengaruhi kondisi janin di 1000 HPK – nya, seperti terjadinya
BBLR dan prematuritas.

20
Pada saat melakukan penyemprotan,air buangan cucian alat semprotan
pestisida yang digunakan petani biasanya dibuang begitu saja tanpa penanganan
yang memadai sehingga beresiko mencemari lingkungan. Oleh karena itu upaya ini
perlu dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan dinas kesehatan dan dinas
pertanian di daerah setempat, dengan mengadakan pembuatan project IPAL skala
kecil untuk mengolah air buangan cucian alat semprot pestisida yang digunakan
petani sebagai bagian dari kegiatan penyelamatan 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Pembuatan IPAL ini dilakukan dengan memodifikasinya sehingga kadar
pestisida akan lebih banyak diserap ke dalam IPAL. Sebelum diterapkan ke lahan
petani secara luas, dilakukan sosialisasi sederhana terlebih dahulu ke petani dan
masyarakat bahwa membuang limbah bekas cucian pestisida sangat berbahaya.
Pembuatan IPAL direncanakan selesai dalam waktu 2 minggu. Diharapkan dengan
kegiatan ini masyarakat mau belajar dan mencoba melakukan penampungan
limbah bekas cucian pestisida ke dalam bak IPAL.

5. Memaksimalkan Kegiatan Posyandu

Memaksimalkan kegiatan posyandu ini diharapkan dapat memberikan


edukasi kepada masyarakat khususnya ibu hamil terkait bahaya dari pestisida.
Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat
sehat sejahtera. Dengan memaksimalkan kegiatan posyandu ini kesehatan ibu dan
anak bisa dipantau perkembangannya setiap bulan.

6. Pembentukan Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja)

Dimana dalam kegiatan Pos UKK ini masyarakat diberikan sosialisasi


seperti bagaimana menggunakan pestisida secara aman, serta bagaimana
menggunakan bahan kimia berbahaya secara baik agar tidak membahayakan
dirinya dan lingkungan sekitar. Dalam kegiatan Pos UKK yang masuk dalam
upaya kesehatan kerja di Puskesmas juga melibatkan penyuluh pertanian untuk

21
mendukung kegiatan sosialisasi terkait penggunaan pestisida secara aman. Dalam
kegiatan ini juga dilakukan upaya pengobatan penyakit terkait pekerjaannya.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi


yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan
selatan serta dataran rendah di wilayah utara.
2. Pestisida merupakan zat kimia, organisme renik, virus, dan zat-zat lain yang
digunakan untuk melindungi tanaman. Hortikultura adalah budidaya tanaman di
kebun pertanian, bidang hortikultura (sayuran) adalah bidang yang paling
banyak menggunakan pestisida dalam dosis tinggi dan terus menerus sejak
pembibitan hingga siap panen.
3. Terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR, Zat-
zat racun yang masuk ke dalam tubuh ibu berasal dari berbagai sumber, salah

22
satunya berasal dari kegiatan pertanian yang banyak menggunakan pestisida,
ibu dapat terkena paparan pestisida pada saat melakukan kegiatan pertanian.
4. Banyaknya wanita yang berperan disektor pertanian memiliki faktor resiko
tinggi terpapar pestisida secara langsung sehingga sangat mungkin untuk
mendapatkan gangguan kesehatan baik kesehatan secara umum maupun
terhadap organ reproduksinya yang dapat menyebabkan AKI dan AKB.
5. Faktor risiko penyakit pada wanita di sektor pertanian dijelaskan oleh teori
simpul;
 Simpul 1 (Agent Penyakit) : Pestisida (organoklorin, organofosfat,
Karbamat)
 Simpul 2 (Transmisi Penularan) : Air, Udara, Tanah, Pangan
 Simpul 3 (Perilaku Pemajan) : Umur, Gender, Pengalaman, Perilaku
 Simpul 4 (Kejadian Penyakit) : Sehat atau Sakit
 Simpul 5 (Variabel Suprasistem) : Iklim, topografi, temporal, keputusan
politik.

6. Program kesehatan masyarakat untuk menekan AKI dan AKB


 Pelaksanaan kelas ibu hamil
 Pemanfaatan anggaran dana desa
 Pemberdayaan Kelompok Ibu Hamil untuk Budidaya Sayuran Organik
dan Pembuatan Kompos Cair
 Pembuatan Project IPAL dalam Skala Kecil untuk Mengolah Air
Buangan Cucian Alat Semprot Pestisida yang digunakan Oleh Petani
 Memaksimalkan Kegiatan Posyandu
 Pembentukan Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja)

B. Saran

23
Diperlukan kerja sama lintas sektor, dan pemahaman petani sebagai subjek
yang harus dikelola kesehatannya. Harus adanya pencegahan terhadap potensi
dampak utama kesehatan, berbasis komunitas petani dalam satu wilayah, dan harus
adanya partisipasi aktif dari para petani dalam keberlangsungan program sehingga
dapat tercipta kesehatan yang optimal dilingkungan pertanian.

24
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Edisi Revisi. Raja Grafindo
Persada: Jakarta. 2012.

Alawiyah, F. (2018) ‘Analisis Faktor Pendukung Kemampuan Kewirausahaan Pada Pelaku


Usaha Hortikultura Di Jawa Barat’, Jurnal Agribisnis Terpadu, 11(1), p. 91. doi:
10.33512/jat.v11i1.5087.

Amilia Euis,Benny Joy, and Sunardi .(2016). Residu Pestisida pada Tanaman Hortikultura (Studi
Kasus di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat).
Jurnal Agrikultura 2016, vol 27 No.1 hal : 23-29

BKD Provinsi Jawa Barat. 2021. Geografi dan Topografi Jawa Barat. Diakeses Pada 30 Oktober
https://bkd.jabarprov.go.id/page/10-geografi-dan-topografi-jawa-barat

Dasuki Hananto.et al.(2017). Gangguan Kesehatan Pada Wanita Usia Subur Akibat Pajanan
Pestisida Organofosfat Di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Jurnal Ekologi
Kesehatan; Vol 15, No 3 (2016); 140-149.

Depkes RI. 2009. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Diakses pada 31 Oktober 2021.
https://libportal.jica.go.jp/library/Archive/Indonesia/232i.pdf

Fatmawati, M. and Windraswara, R. (2016) ‘Faktor Risiko Paparan Pestisida Selama Kehamilan
Terhadap Kejadian Bblr Pada Petani Sayur’, Unnes Journal of Public Health, 5(4), p.
306. doi: 10.15294/ujph.v5i4.11372.

Hardiana, A., Setiani, O. and Darundiati, Y. H. (2021) ‘Faktor Penentu Paparan Pestisida Pada
Petani Wanita Terhadap Kejadian Bblr’, Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes
Bandung, 13(1), pp. 102–110. Available at:
https://www.juriskes.com/index.php/jrk/article/view/1839.

Hasanah, Z., Suhartono and D., N. A. Y. (2018).Pengaruh Kadar Timbal Dalam Darah Terhadap
Jumlah Trombosit Pada Ibu Hamil di Daerah Pantai Kabupaten Brebes. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(6), pp. 3479–3484.

Lubis, F. H. and Ningsih, T. A. (2020) ‘Analisis Faktor Resiko Paparan Pestisida Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Di Kota
Padangsidimpuan Tahun 2019’, Jurnal Kesmas Dan Gizi (Jkg), 3(1), pp. 39–47. doi:
10.35451/jkg.v3i1.477.

25
Miskiyah and J. Munarso, S. (2009) ‘Kontaminasi Residu Pestisida Pada Cabai Merah, Selada,
Dan Bawang Merah (Studi Kasus Di Bandungan Dan Brebes Jawa Tengah Serta Cianjur
Jawa Barat)’, Jurnal Hortikultura, 19(1), p. 98022. doi: 10.21082/jhort.v19n1.2009.p.

Popi Sundani, I. (2020) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) Pada Petani Bawang Merah di Kecamatan Ketanggungan Kabupaten
Brebes Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017’, Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia,
5(6), p. 99. doi: 10.36418/syntax-literate.v5i6.1326.

Pratama, D. A., Setiani, O. and Darundiati, Y. H. (2021) ‘Studi Literatur : Pengaruh Paparan
Pestisida terhadap Gangguan Kesehatan Petani’. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes
Depkes Bandung, 13(1), pp. 160–171.

Rahayu, A., Astuti, R. and Sayono (2015) ‘RIWAYAT PAJANAN PESTISIDA SEBAGAI
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS SPONTAN (Studi Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Sidamulya Kabupaten Brebes)’, The 2nd University Research Coloquium, pp.
26–30.

Suhartono and Dharminto (2010) ‘Keracunan Pestisida dan Hipotiroidisme pada Wanita Usia
Subur di Daerah Pertanian’, Kesmas: National Public Health Journal, 4(5), p. 217. doi:
10.21109/kesmas.v4i5.172.

Susanto, B. H., Wahyuni, I. D. and Tani, K. (2021) ‘Edukasi Perilaku Petani penyemprotan
pestisida dalam pengaplikasian di lapangan kelompok tani’, Media Husada Journal of
Community Servic, 1(1), pp. 12–18. Available at: https://ojs.widyagamahusada.ac.id.

Widyawati, S. A., Siswanto, Y. and Pranowowati, P. (2018) ‘Potensi Paparan Pestisida Dan
Dampak Pada Kesehatan Reproduksi Wanita Tani Studi Di Kabupaten Brebes’, Jurnal
Ilmu Keperawatan Maternitas, 1(1), p. 31. doi: 10.32584/jikm.v1i1.107.

Wismaningsih, E. R. and Ias Oktaviasari, D. (2016) ‘Identifikasi Jenis Pestisida dan Penggunaan
APD Pada Petani Penyemprot di Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung’, Jurnal
Wiyata, pp. 100–105.

Yushananta, P. et al. (2021). Penyuluhan Risiko Keracunan Pestisida dan Pemeriksaan


Kesehatan pada Ibu Hamil’, 2(3), pp. 215–224.

26

Anda mungkin juga menyukai