Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEBERATAN DAN BANDING

Dosen Pengampu : Agus Widodo

Disusun Oleh:

Kelompok 11

Kelas 5D ASP

1. Lailiyatun Ni’mah (4202014108)


2. Ramayuni Naomi Simanjuntak (4202014101)

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah singkat ini adalah “Keberatan dan Banding”.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen mata kuliah Manajemen Pengendalian Barang Milik Negara yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah singkat ini. Selain itu, kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah singkat ini, kami harap makalah Pengadaan
Barang/Jasa ini dapat menjadi manfaat untuk teman-teman sekalian.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan
dapat membuat makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi
penulis dan pembaca. Atasnya kami ucapkan Terima Kasih.

Pontianak, 8 November 2022

Penulis

i
DAFRAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Masalah 3

BAB II PEMBAHASAN 4

2.1 Kewenangan Administatif Kepabeanan 4

2.1.1 Kewenangan Untuk Memaksa 5

2.1.2 Kewenangan Untuk Menguji Kepatuhan 6

2.1.3 Kewenangan Menjalankan Fungsi Yudikatif 7

2.1.4 Kewenangan Karena Jabatan (Ex Officio) 7

2.2 Surat Penetapan Pejabat Pabean 8

2.2.1 Penagihan Bea Masuk 8

2.2.2 Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga 10

2.3 Keberatan & Banding 11

2.3.1 Keberatan 12

2.3.2 Banding 19

BAB III PENUTUP 21

Kesimpulan 21

Daftar Pustaka 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi
hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam
mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang.
Namun sayang, dari adanya proses pemungutan pajak ini, sebagian besar dari masyarakat kita
yang tidak perduli terhadap pajaknya. Hingga pada suatu saat seorang fiskus mendatangi wajib
pajak untuk menagih hak negara untuk memungut pajak, wajib pajak bahkan menolak untuk
membayar pajak yang terutang. Dari sinilah muncul berbagai konflik internal antara wajib
pajak dengan fiskus pajak. Dari masalah tersebut, banyak masyarakat kita yang juga tidak tahu
banyak tentang pengajuan keberatan adanya penagihan dan/atau kesalahan yang dilakukan
serta tidak mengetahui proses dan tindak lanjut dari keberatan tersebut.

Salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan atas penetapan di
bidang Kepabeanan dan Cukai adalah Keberatan dan Banding. Dengan mengajukan Keberatan
maka perusahaan dapat mengajukan alasan dan bukti-bukti atas penetapan tersebut. Apabila
Keberatan ditolak maka perusahaan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Proses
Keberatan dan Banding ini perlu diketahui oleh perusahaan untuk memperoleh keadilan dan
kejelasan atas penetapan yang timbul.

Di bidang Kepabeanan dikenal kegiatan pemeriksaan pabean yaitu kegiatan penelitian


yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai baik pemeriksaan dokumen maupun fisik barang.
Kegiatan pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen maupun fisik barang yang
ditentukan berdasarkan system penjaluran sesuai dengan resiko tiap importir. Sebagaimana kita
ketahui pejabat bea cukai mengelompokan importir ke dalam katagori importir high risk.
medium risk dan low risk selain ada importir mitra utama. Penentuan katagori suatu importir
dalam pengelompokan resiko, sejauh ini sepenuhnya tergantung penilaian pejabat Bea dan
Cukai.

1
Sehubungan dengan adanya pengelompokan tersebut diatas salah satu resiko yang akan
dihadapi oleh suatu importir adalah timbulnya Surat Penerapan Tariff dan Nilai Pabean, yang
diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Hal ini disebabkan Tarif dan atau Nilai Pabacan yang
diberitahukan oleh Importir dalam Pemberitahuan Impor Barang dianggap salah dan
menyebabkan adanya kekurangpembayaran bea masuk.

Ada hak yang dimiliki importir untuk menindaklanjuti keputusan pajabat Bea dan
Cukai dan hal ini masih banyak belum diketahui yaitu hak mengajukan keberatan dan banding.
Banyak yang beranggapan bahwa apabila SPTNP sudah dibayar tidak boleh mengajukan
keberatan, anggapan ini sama sekali tidak benar. SPTPNP sudah dilunasi tidak menghilangkan
hak mengajukan keberatan sepanjang hal-hal lain yang menyebabkan gugurnya hak pengajuan
keberatan tidak dipenuhi, Untuk memberikan pemahaman tentang pengajuan keberatan dan
banding di bidang kepabeanan, maka kami akan menyelenggarakan pelatihan dengan thema
"Memahami Cara Pengajuan Keberatan Dan Banding Di Bidang Kepabeanan".

Seorang importir mengajukan dokumen pemberitahuan impor atas barang yang


diimpornya. Semua persyaratan impor telah dilengkapi dan importir mengisi dokumen
pemberitahuan impor barang (PIB) sesuai dengan data barang yang sebenarnya. Dalam proses
penyelesaian dokumen pejabat pabean melakukan koreksi atas pemberitahuan dimaksud dan
menerbitkan surat penetapan yang mengakibatkan adanya kurang bayar bea masuk dan
pungutan impor lainnya. Importir yang merasa pemberitahuan impor barang yang
disampaikannya sudah benar merasa kecewa atas adanya penetapan oleh pejabat pabean.
Importir tidak mau membayar kekurangan pungutan impor dan berencana mengajukan
komplain atas penetapan pabean. Bagaimana caranya? Apakah dapat diajukan ke pengadilan?
Importir yang tidak setuju atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pihak pabean
sehingga mengakibatkan tambah bayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor diberi
kesempatan oleh undang- undang untuk mengajukan keberatan. Komplain atas penetapan
pejabat pabean dalam rangka pemeriksaan pabean tidak dapat dilakukan kepada pihak
manapun, kecuali hanya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini diatur dengan jelas
dalam Undang-undang Kepabeanan.

Penetapan SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean) merupakan koreksi yang
dilakukan oleh Pejabat Pabean atas pemberitahuan impor barang yang diajukan oleh importir.
Koreksi merupakan hasil dari pemeriksaan pabean termasuk penelitian kebenaran

2
pemberitahuan impor. Walaupun importir sudah merasa mengisi pemberitahuan impor dengan
data yang sebenar-benarnya bukan berarti pemberitahuannya sudah benar, khususnya
mengenai data harga barang dan penggolongan tarif barang impor. Untuk menghitung bea
masuk variabel yang digunakan adalah tarif dan harga barang. Penggolongan tarif barang sudah
jelas pedomannya dalam buku tarif (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia). Perbedaan tarif yang
mungkin terjadi karena perbedaan persepsi penempatan barang dalam pos tarif. Sedangkan
harga barang untuk menghitung bea masuk (nilai pabean) harus memenuhi persyaratan nilai
pabean, sehingga walaupun data harga yang disampaikan dalam pemberitahuan pabean
merupakan data harga yang sebenarnya namun belum tentu harga tersebut memenuhi
persyaratan nilai transaksi. Dalam hal ini Pejabat Pabean akan menguji apakah harga transaksi
yang diajukan sudah memenuhi persyaratan nilai transaksi. Pengujian harga ini dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan, dan dilakukan sesuai dengan SOP
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja kewenangan administratif Kepabeanan?
2. Apa saja isi dari Surat Penetapan Pajak Pabean?
3. Apa saja isi dari Keberatan dan Banding?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa saja kewenangan administratif kepabeanan
2. Untuk mengetahui apa saja isi dari Surat Penetapan Pajak Pabean
3. Untuk mengetahui apa saja isi dari Keberatan dan Banding

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kewenangan Administatif Kepabeanan

Undang-undang memberikan kewenangan kepada kepabeanan untuk melaksanakan


tugas- tugas di bidang ini. Selain kewenangan administratif, kepabeanan diberikan kewenangan
untuk bertindak persuasif dan represif dalam hal-hal tertentu. Hal ini diberikan dengan adanya
sifat memaksa dalam perpajakan, agar ketentuan peraturan perundang-undang dipatuhi dan
dilaksanakan. Adapun kewenangan tersebut adalah kewenangan administratif kepabeanan.

Kewenangan administratif dalam bidang ini, seperti meneliti kelengkapan dokumen


impor dan ekspor, menetapkan jalur merah, kuning dan prioritas serta menentukan klasifikasi
barang dan lainnya. Dalam Undang-undang Kepabeanan No 17 tahun 2006 terdapat pasal-
pasal yang mengatur kewenangan khusus DJBC (Direktorat Jendral Bea dan Cukai). Misalnya
membetulkan, menghapus, mengurangi dan menambah bea masuk yang harus diabayar.
kewenangan memeberikan pembebasan, keringanan.penanguhan dan penundaan pemabayaran
bea masuk, termasuk bidang administrasi sedangkan fisik, dapat memeriksa barang,
pemeriksaan atas jabatan dan pemeriksaan banguan.

Undang-undang kepabeanan juga memeberikan kewenangan untuk penetapan kembali


post clearance stage). Apabila terdapat kemungkinan bahwa fiskus mendapatkan data baru,
atau informasi dari pihak ketiga, sehingga menemukan perbedan-perbedaan antara yang
diberitahukan dengan hasil penelitian, perhitungan kembali akan dilakukan terhadap hasil
perhitungan oleh petugas sebelumnya atas perbedaan termaksud, kemungkinan menyebabkan
jumblah bea masuk/cukai dan pajak dalam rangka impor yang masih kurang bayar harus
diselesaikan oleh pengguna jasa kepabeanan. jika dipertimbangkan bahwa kesalahan itu
dianggap harus dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga, maka kedua hal
tersebut akan diberitahukan kepada pengguana jasa kepabeanan melalui SPTKPBM (Surat
Pemberitahuan Tagihan Kekurangan pembayaran Bea Masuk) yang merupakan suatu surat
keputusan di pejabat pabean.

4
Adapun kewenangan administartif kepabeanan yang dilakukan oleh DJBC selaku
pejabat pabean apabila tidak mematuhi peraturan yang berlaku, yaitu:

2.1.1 Kewenangan Untuk Memaksa

Untuk kewenangan yang bersifat memaksa (penyidikan) diatur dalam pasal 112
Undang-Undang Kepabeanan dan pasal 63 Undang-Undang Cukai. Diantara kewenangan yang
diatur seperti melakukan penggeledahan, penyitaan, pemanggilan orang untuk di dengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi, dan sebagainya. Berbagai kewenangan terssebut hanya
dapat dilakukan oleh pejabat DJBC dalam kapasitasnya sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS).

Sifat memaksa (Imperatif dan coersive) merupakan karakteristik dari undang-undang


yang berada dalam lingkup hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
individu (penduduk atau perusahaan) dengan negara. Pemaksaan ini dapat dilakukan melalui
sanksi-sanksi yang dijatuhkan. Dalam ilmu hukum yang dapat memaksakan sanksi terhadap
pelanggaran kaidah hukum adalah penguasa, disebabkan mereka diberikan kekuasaan dalam
penegakan hukum, seperti dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam bukunya “Pure theory of law,
Berkely University California Press, 1978” diterjemaahkan oleh Raisul Mutaqien. Hukum
dimaksud meliputi antara lain hukum adminstrasi yang mengatur mengenai prosedur
manajerial birokrasi yang diadministrasikan oleh eksekutif, dimana unsur kekuasaan lebih
ditegakan dari pada yudikatifnya. Hal ini dapat ditemukan dalam pasal-pasal Undang-undang
perpajakan yang mengatur: Kewenangan fiskus untuk melaksanakan penagihan pajak terutang
meskipun keberatan atau banding masih dalam proses pemeriksaan dan keputusannya.

Law, Berkely Universal California Press, 1978 yang diterjemahkan oleh Risul
Mutaqien Hukum dimaksud meliputi antara lain hukum administrasi yang mengatur mengenai
prosedur menajerial birokrasi yang administrasi nya oleh eksekutif, di mana unsur kekuasaan
lebih ditekankan dari pada yudikatifnya. Hal ini dapat ditemukan dalam pasal-pasal Undang-
undang perpajakan yang mengatur:

a. kewenangan fiskus untuk melaksanakan penagihan pajak terutang meskipun keberatan


atau banding masih dalam proses pemeriksaan dan keputusannya.
b. kewenangan yang penagihan dapat dipaksakan melalui pelaksanaan tagihan bea masuk
dengan surat paksa, penyitaan dan pelelangan beserta eksekusi dari keputusan yang
terkait dengan hal tersebut fungsi yudikatif dilaksanakan oleh fiskus, meskipun
biasanya kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang kepada

5
pengadilan/yudikatif. sebagain contoh adalah yang diatur didalam Undnag-undang No
19 Tahun 1997 seebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 19 Tahun 2000
Tentang penagihan Bea masuk dengan surat paksa, pada penjelasan pasal 3 Ayat (1)
dan Ayat(2) disebutkan antar lain bahwa, Juru sita bea cukai dalam melaksanakan
tugasnya merupakan pelaksanaan eksekusi dari keputusan yang sama kedudukannya
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap.

2.1.2 Kewenangan penagihan (Kewenangan Untuk Menguji Kepatuhan)

Kewenangan penagihan yang dapat dipaksakan melalui pelaksanaan tagihan bea masuk
dengan surat paksa, penyitaan dan pelelangan beserta eksekusi dari keputusan yang terkait
dengan hal tersebut. Fungsi yudiktif dilaksanakan oleh fiskus, meskipun biasanya kewenangan
tersebut diberikan oleh undang-undang kepada pengadilan yudikatif kewenangan untuk
Menguji Kepatuhan .

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap surat pemberitahuan dalam rangka menguji


kepatuhan dengan meneliti kembali kebenaran dan kejelasan pengisian atau laporan yang
disampaikan WP berdasarkan azas self assessment. Pelaksanaan pengujian dengan cara :

a. meneliti, memeriksa, menghitung kembali pemenuhan kewajiban perpajakan mulai dari


pengisian surat pemberitahuan.
b. meneliti pembayaran pajak yang seharusnya dibayar. memeriksa ulang dokumen
pelengkap dan hasil pemeriksaan yang telah selesai.
c. pemeriksaan ex officio (karena jabatan) atas fisik barang impor atau ekspor.
Pemeriksaan audit penerapan perundang-undangan perpajakan dan lainnya.

Menurut Ali Purwito M, (2013 : 400) hal tersebut: Dilakukan dengan menelusuri
kebenaran pelaporan yang disampaikan oleh pengguna jasa kepabeanan berdasarkan atas data-
data dan dokumen-dokumen pelengkap yang disertakan. Apabila laporan tersebut tidak
lengkap atau tidak jelas, atau tidak terdapat kesalahan atau pelanggaran, pegawai pajak atau
bea dan cukai dapat mencari data atau informasi. Ukuran kepatuhan tidak hanya diukur dari
kesediaan Pengguna Jasa/Pabrikan memberitahukan atau melaporkan kewajibannya dengan
mengisi pemberitahuan saja tetapi dapat diukur dari kebenaran, kejelasan dan keterbukaan
dalam pengisian SPT atau pemberitahuan pabean atau cukai, selain melaksanakan kewajiban
pemberitahuannya dalam waktu sebagai mana telah ditetapkan oleh Undang-undang, juga
tanggung jawab atas penyelesaian kewajiban atas pajak/bea masuk/cukai yang terutang.

6
2.1.3 Kewenangan Menjalankan Fungsi Yudikatif

Fungsi yudikatif yang merupakan kewenangan untuk menjalankan fungsi kehakiman


dengan cara memeriksa dan memutuskan permohonan keberatan atas penerbitan surat
ketetapan tambah bayar dan sanksi administrasi berupa denda atas penetapan atau keputusan
tugas fiskus, wajib pajak dapat mengajukan ketidak setujuan atau penolakan yang dituangkan
kedalam surat pengajuan permohonan keberatan. Subtansi surat permohonan memuat: alasan-
alasan mengenai ketidak setujuan atau penolakan terhadap putusan fiskus. Dengan diajukan
permohonan keberatan, maka tugas pejabat fiskus adalah untuk memeriksa dan memutuskan,
berisi mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian atau menolak.

Perubahan UU Kepabeanan melalui UU Nomor 17 Tahun 2006 pada pasal 93A ayat
(4) juncto pasal 93 A ayat (1) sebagaimana telah dirangkum oleh Ali Purwito M, (2013 : 401)
disebutkan bahwa: DJBC memutuskan keberatan yang diajukan oleh orang yang tidak setuju
terhadap penetapan bejabat bea dn cukai. Disini tidak dijelaskan mengenai kewenangan
penyelesaiannya apakah akan dilakukan pemeriksaan atas keberatan (pada tingkat pertama)
atau dengan cara lainnya. Selanjutnya pasal 95 hanya menyatakan bahwa orang yang keberatan
dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dengan menentukan mengenai jangka
waktunya saja. Tetapi tidak dijelaskan apakah keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa
kepabeanan tersebut merupakan kewenangan penyelesaian pemeriksaan tingkat pertama dan
keputusannya oleh DJBC atau hanya merupakan aturan pemenuhan penyelesaian keberatan
yang secara prosedural harus melalui DJBC mengacu merupakan keputusan administrasi dan
bukan merupakan keputusan yang bersifat yudikatif. Tanpa dilakukan pemeriksaan pada
tingkat pertama, tidak dapat dilanjutkan sebagai perkara yang dapat diajukan banding.

2.1.4 Kewenangan Karena Jabatan (Ex Officio)

Pejabat Bea dan Cukai mempunyai kewenangan karena jabatan untuk pemeriksaan atas
fisik barang sebelum dan sesudah pemberitahuan pabean disampaikan. Selanjutnya
berdasarkan pasal 92 A UU Nomor 17 tahun 2006 yang telah dirangkum oleh Ali Purwito M,
(2013 : 402), DJBC karena jabatan dapat membetulkan penetapan tagihan kekurangan
pembayaran bea masuk yang didalam penerbitannya terdapat kesalahn tulis, hitung dan
kekeliruan penerapan ketentuan UU Kepabeanan. Selanjutnya kewenangan karena jabatan ini
juga diberikan dalam hal mengurangi atau menghapus sanksi administrasi.

7
2.2 Surat Penetapan Pejabat Pabean

Surat Penetapan atas penelitian dokumen impor oleh Pejabat Pabean adalah SPTNP.
Dasar hukum wewenang penetapan Pejabat Pabean ini diatur dalam pasal 16 Undang-undang
Kepabeanan. Dalam pasal tersebut ditetapkan bahwa Pejabat Pabean dapat menetapkan tarif
dan nilai pabean sebelum atau dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
Dalam hal penetapan tersebut mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, kecuali
importir mengajukan keberatan, importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar
sesuai dengan penetapan

SPTNP dapat merupakan tagihan atas kekurangan pembayaran hasil dari keputusan
Pejabat Pabean. Dilain pihak SPTNP juga dapat mengakibatkan timbulnya restitusi dalam hal
adanya kelebihan pembayaran bea masuk. Penetapan tarif dan nilai pabean harus dilakukan
secara profesional sesuai kaidah-kaidah penetapan tarif dan nilai pabean. Dalam
pelaksanaannya Pejabat Pabean mengacu pada SOP sebagaimana diatur dalam keputusan
Menteri Keuangan (PMK-160/PMK.04/2010). Konsekuensi dari adanya penetapan yang
mengakibatkan tambah bayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor adalah sanksi
pelayanan maupun sanksi administrasi berupa denda. Sedangkan atas penetapan yang
mengakibatkan restitusi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pelaksanaannya adalah
sebagai berikut:

2.2.1 Penagihan Bea Masuk

Pelunasan utang sebagaimana tersebut dalam Surat Penetapan harus dilakukan dalam
jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal yang tertera pada Surat Penetapan. Pelunasan
utang dimaksud dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dengan menggunakan
SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak). Dalam prakteknya tanda bukti pelunasan
dikirimkan langsung kepada Pejabat Pabean yang segera memasukkan data tersebut ke Sistem
Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai, dengan demikian proses penagihan terhenti dan
pengajuan dokumen pabean berikutnya tidak terblokir. Dalam hal tagihan Bea Masuk, Cukai
dan Denda Administrasi tidak dilunasi setelah tanggal jatuh tempo maka atas tagihan Bea
Masuk, Cukai dan Denda Administrasi tersebut dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) dari
jumlah tagihan setiap bulannya. Sanksi administrasi atau bunga dihitung sejak tanggal jatuh
tempo Surat Penetapan (tanggal yang tertera di Surat Penetapan) sampai dengan tanggal
dilunasinya tagihan dimaksud.. Pengenaan bunga dipungut untuk selama- lamanya 24 (dua

8
puluh empat) bulan, bagian bulan misalnya satu hari, satu minggu dan seterusnya, dihitung satu
bulan penuh (2%).

Di samping pengenaan bunga sebagaimana tersebut di atas, terhadap importir yang


bersangkutan dapat dikenai sanksi pelayanan pabeun. Sanksi tersebut antara lain berupa:
pemblokiran pelayanan PIB pada pengajuan berikutnya: tidak diberikan fasilitas penangguhan
bea masuk, pelayanan segera, dan sebagainya. Oleh karena itu bagi importir yang tidak setuju
atau tidak sependapat dengan keputusan Pejabat Pabean atas penetapan tarif Bea Masuk. Nilai
Pabean, pengenaan denda administrasi, maka proses penagihan harus dihentikan terlebih
dahulu, Pihak importer harus mengajukan keberatan sebelum lewat jangka waktu 60 hari (jatuh
tempo pelunasannya), dengan memenuhi persyaratan pengajuan keberatan. Persyaratan
tersebut antara lain keberatan ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui
Kepala Kantor Bea dan Cukai setempat, dengan mempertaruhkan jaminan sebesar tagihan.
Setelah lewat jangka waktu 60 (enam puluh) hari dan di tambah 7 (tujuh) hari sejak diterbitkan
Surat Penetapan, penanggung hutang (dalam hal ini importir) belum juga melunasi
kewajibannya, maka Kepala Kantor Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat Teguran.

Surat Teguran diterbitkan dan disampaikan si penanggung hutang dalam hal tagihan
belum dilunasi atau tidak diajukan keberatan. Surat Teguran menunjuk Surat Penetapan yang
bersangkutan serta uraian jenis tagihan dan jumlah tagihan Dalam Surat Teguran dicantumkan
atensi ("Perhatian") dengan mendasarkan pada pasal & Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Pasal 8 Undang-undang Nomor 19 tersebut
menetapkan bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang
pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat
teguran. Atensi dalam Surat Teguran berbunyi: "Tagihan Bea Cukai harus dilunasi dalam
waktu 21 (dua puluh saru) hari setelah tanggal Surat Teguran ini. Sesudah batas waktu itu
tindakan penagihan Bea Cukai akan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa." Apabila
dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkannya Surat Teguran yang
bersangkutan belum juga melunasi hutangnya, maka kepala Kantor Bea dan Cukai akan
menerbitkan Surat Paksa untuk penagihan Bea Masuk. Cukai dalam rangka Impor, denda
administrasi dan bunga, kepada Penanggung hutang. Sedangkan untuk piutang pajak dalam
rangka impor (PPN, PPBM, PPh pasal 22 impor), diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak
Dalam Rangka Impor (SPPDRI) oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai. Surat Pemberitahuan
tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) di wilayah penanggung hutang berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan

9
perpajakan yang berlaku. Surat pemberitahuan piutang pajak menunjuk Surat Penetapan yang
bersangkutan, dan mencantumkan nama penanggung hutang, NPWP, alamat dan bidang
usahanya (bisa importir, pengangkutan/agen pelayaran, Pengusaha TPS, Pengusaha TPB atau
PPJK), dengan mencantumkan jenis dan jumlah tagihan (PPN, PPBM, PPh pasal 22).
Disamping itu turut dilampirkan perincian dan bukti terkait.

Dengan demikian setelah lewat jangka waktu 88 (delapan puluh delapan) hari sejak
penerbitan Surat Penetapan, untuk Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan bunga
dilakukan penagihan dengan surat paksa, sedangkan untuk pajak-pajak impor diserahkan
penagihannya kepada KPP setempat (tempat domisili si penanggung hutang). Atas
pemberitahuan piutang pajak kepada KPP dilakukan pencatatan dalam buku catatan khusus
Surat Penetapan. Terhadap piutang pajak yang telah diberitahukan kepada KPP tidak dilakukan
monitoring oleh pihak pabean dan dianggap telah selesai. Terhadap PPh Pasal 22 (Pajak
Penghasilan dalam rangka importasi barang) yang tidak dibayar atau kurang dibayar setelah
lewat tahun takwim tidak dilakukan penagihan. Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan
kekurangan PPh pasal 22 tersebut (lewat tahun takwim) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
di wilayah penanggung utang berdomisili.

2.2.2 Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga

Pengembalian Bea Masuk atau yang lebih dikenal dengan istilah restitusi diberikan
apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Pengembalian Bea Masuk antara lain timbul
sebagai akibat kelebihan pembayaran. Hal tersebut diketahui antara lain dari hasil penelitian
dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. Kelebihan bayar tersebut dituangkan dalam
SPTNP. Surat Penetapan ini dikirimkan kepada Pejabat yang mengelola
Penagihan/Pengembalian (dalam hal ini Bendaharawan Bea dan Cukai) untuk proses lebih
lanjut.

Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah
dibayar atas:

1) Kelebihan Pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarif Bea Masuk dan/atau Nilai
Pabean oleh Pejabat Pabean:
2) Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali Bea Masuk dan/atau
Nilai Pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
3) Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan tata usaha;
4) Impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk:

10
5) Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan
dibawah pengawasan Pejabat Pabean
6) Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan
jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat,
bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
7) Impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa
pemeriksaan fisik (jalur hijau), kedapatan jumlah fisik barang kurang sehingga
menimbulkan kelebihan pembayaran Bea Masuk. Pemberian restitusi ini hanya dapat
dipertimbangkan setelah ada rekomendasi hasil audit.
8) Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan lembaga banding
(Pengadilan Pajak). Jika persyaratan dipenuhi, disamping pengembalian bea masuk
dapat juga diberikan pengembalian terhadap seluruh atau sebagian denda administrasi
dan/atau bunga yang telah dibayar

2.3 Keberatan & Banding

Di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan Bab XIII


berjudul "Keberatan dan Lembaga Banding" Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006
mengubah judul menjadi Bab XIII "Keberatan dan Banding" tanpa menyebutkan bagian
pertama dan langsung ke pasal 93, ketentuan pasal 93 ayat (1),ayat(2) ayat(3), ayat(4) dan ayat
(5) di ubah, dan diantara nya ayat(1) dan ayat (2) disisipkan satu (1) ayat yaitu ayat (la), serta
ditambah 1(satu) ayat. yaitu ayat (6).

Pengajuan keberatan dan banding merupakan hak dari importir sebagaimana diatur
dalam Undang-undang kepabeanan tidak ada cara lain bagi importir yang tidak setuju aras
penetapan pejabat pabean selain mengajukan keberatan kepada DJBC, selanjutnya dalam hal
keberatanya ditolak importir dapat menagjukan banding kepengadilan pajak. Undang-undang
kepabeanan dengan jelas telah mengatur mekanisme keberatan dan banding dalam pasal 93
sampai 95, dengan demekian juga penegasan mengenai penerapan Undang-undang kepabeanan
atas segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang
impor/ekspor, termasuk pengajuan keberatan dalam importir tidak setuju atas penetapan
pejabat pabean, sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang kepabeanan.

Instrumen keberatan dan banding sudah banyak dipergunakan oleh importir dalam
rangka mencari keadilan atas keputusan yang mengakibatkan tambahan bayar pungutan impor

11
sebagai gambaran pada kantor pelayanan utama bea dan cukai tajung periok (KPU-BC) rata-
rata penagjuan keberatan per tahun dalam 3 tahun (priode 2009-2011) berjumlah 6.991 berkas,
atau 26 berkas per hari (Sebulan 22 hari kerja). Sedangkan rata-rata pengajuan banding
pertahun dalam 3 tahun berjumlah 1.412 berkas, atau 5 berkas per hatri. Jika rata- rata
pengajuan dokumen PIB berjumlah 1800 dokumen, maka pengajuan keberatan mencapai 1,5%
dari jumlah PIB.

Untuk mendukung tugas-tugas tersebut dan pelayanan kepada masyarakat usaha,


mekanisme pengajuan keberatan harus dibuat sederhana, transparan dan cepat keputusan atas
keberatan harus diproses secara jelas dan sesuai ketentuan perundang-undang yang berlaku
keputusan didasarkan pada data dan fakta yang disampaikan, dan dilakukan secara profesional
sesuai aturan yang ditetapkan. Berikut ini disampaikan Flowchart pengajuan Keberatan dan
Banding:

"Penetapan Pejabat Pabean yang merupakan pejabat Tata Usaha Negara (TUN)
mempunyai kekuatan hukum yang wajib dilaksanakan oleh orang badan hukum untuk
penyelesaiannya, dalam hal terjadi sengketa atas penetapan pejabat pabean tersebut prosedur
yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum apabila ia tidak puas terhadap
penetapan tersebut adalah Pengajuan Keberatan. Selanjutnya apabila keberatan ditolak, orang
atau badan hukum dimaksud masih dapat mengajukan banding atas penetapan tersebut dengan
demikian sengketa atas penetapan pejabat pabean semata-mata hanya dapat selesaikan dengan
menagjukan keberatan dan banding"

2.3.1 Keberatan

1. Menurut Undang-Undang

Pada dasarnya keberatan merupakan sengeketa kepabeanan, sebagai akibat


ketidaksetujuan atau penolakan penguna jasa kepabeanan atas keputusan tertulis yang
diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai dibidang klasifikasi barang dan nilai pabean serta
berkaitan dengan fasilitas dan sanki administrasi. dalam lembaga ini penguna jasa dijamin
perlindungan atas hak- haknya atau dipulihkan jika keputusan pejabat dianggap kliru, tidak
benar atau tidak pada tempatnya diatur dalam pasal 93 Undnag-undang kepabeanan.

Ayat (1) satu substansi sama dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1995, Namun
terdapat perbedaan, yaitu:

12
1) Dalam penjeasan Pasal 93 disebutkan bahwa keberatan diajukan terhadap penetapan
pejabat Bea dan Cukai, mengenai tarif dan atau nilai pabean untuk penghitungan Bea
Masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada DIBC.
2) Ketentuan-ketentuan tersebut untuk menjamin adanya kepastian hukum, keadilan dan
pemulihan hak bagi pengguna jasa kepabeanan.
3) Jangka waktu keberatan yang dahulu hanya diberikan waktu 30(tiga puluh hari).
diperpanjang menjadi 60(enam puluh hari) sejak tanggal ditetapkan SKTPBM; dalam
praktik jangka 30 hari terlalu pendek, dibandingkan dengan bidang pajak diberikan
waktu hingga 3 bulan. Namun jangka waktu 60 hari cukup relevan ditinjau dari proses
pengajuan keberatan, jawaban atas keberatan dan kemungkinan pengajuan banding.
Adanya penambahan ayat (1a) yang mengatur bahwa jaminan yang disediakan tidak
diserahkan dalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean. maksud
dari ayat ini adalah barang impor masih berada dalam kawasan pabean, pihak yang
mengajukan kebertan bertanggung jawab terhadap barang impor yang bersangkutan
dan segala biaya yang mungkin timbul, misalnya biaya sewa gedung akibat demorrage
atau terlewatinya batas waktu seperti telah ditentukan dalam delivery order yang
biasanya hanya diberikan batas waktu 3 sampai 4 haru saja tetapi tidak menutup
kemunginan bahwa atas barang yang diimpornya masih dalam proses keberatan dan
diajukan permohonan untuk disimpan ditempat penimbunan dalam kawasan pabean
lainnya yang disertai:
a. Bukti penyerahan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar atau bukti pelunasan
tagihan,
b. fotokopi surat penetapan pejabat bea dan cukai
c. dapat dilampiri data dan/atau buktin yang mendukung alaan pengajuan keberatan.
d. bukti penyerahan jaminan
e. bukti pelunasan tagihan pabean, cukai dan pajak dalam rangka impor ((vide PMK
Nomor 146/MK 04/2007)
4) Tagihan atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor harus dilunasi atau apabila
pengguna jasa kepabeanan menaruh jaminan, jaminan termaksud harus dicairkan
apabila keberatan ditolak, keberatan sebaiknya harus dikembalikan apabila kebertan
diterima.
5) Keberatan diajukan kepada DJBC melalui kepala KPPBC untuk mendapatkan
keputusannya, namun untuk KPPU BC pemohonan dan keputusan atas keberatan yang
diajukan diputuskan oleh Kepala KPPU BC atas pendelegasian kewenangan DJBC,
13
2. Menurut Peraturan Pelaksanaan kepabeanan

Pelaksanaan Undang-undang kepabeanan untuk keberatan diatur dengan Peraturan


Menteri Keuangan RI Nomor 146/04/2007 Tentang "Tata Cara Pengajuan Keberatan
Kepabeanan". keberatan atas tarifn, nilai pabean, dan/atau sanksi administrasi, orang yang
berkeberatan dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada DJBC atas
penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai mengenai:

a. Tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan
kekurangan pemayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor
b. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda

Keberatan selain atas Tarif dan/atau nilai pabean dapat mengajukan keberatan secara tertulis
hanya kepada DJBC atas penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai mengenai:

a. kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor selain karena
tarif dan nilai pabean dan:
b. penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran.
Persyaratan

3. Pengajuan Keberatan

Dalam proses awal pengajuan keberatan penelitian keberatan meneiti pemenuhan


persyaratan pengajuan keberatan dan penelitian mengenai:

1. kronologis penetapan
2. alasan yang menguatkan penetapan
3. metode yang digunakan untuk melakukan penetapan
4. dasar penetapan
5. perhitungan jumlah tagihan
6. pemenuhan terhadap ketentuan lain yang berlaku
7. alasan keberatanpemohon dan:
8. penjelasan bukti, dan/atau data pendukung pengajuan keberatan.

"Oleh karena itu setiap keberatan atas SPTNP harus dilampiri risalah penetapan yang dibuat
oleh pejabat pabean yang menerbitkan surat penetapan keputusan atas keberatan dapat
dijadikan bahan untuk: (1) penyusunan database nilai pabean oleh pejabat pabean yang

14
menyusun database nilai pabean, (2) bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh
pejabat pabean, dalam hal keputusan selain nilai pabean"

4. Tata Cara Pengajuan Keberatan


1) Keberatan diajukan kepada DJBC dengan menggunakan contoh format
sebagaimana ditetapkan dalam lampiran peraturan ini, dengan di lampiri.
a) Bukti penyerahan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar atau bukti
pelunasan tagihan
b) Fotokopi surat penetapan pejabat bea dan cukai
2) Pengajuan keberatan dilampiri data dan/atau bukti yang mendukung alasan
pengajuan keberatan
3) Bukti penyerahan jaminan tidak diperlukan dalam hal:
a) Barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sampai pengajuan
keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang tersebut
belum diterbitkan persetujuan pengeluaran oleh pejabat bea dan cukai:
b) Tagihan telah dilunasi
c) Penetapan pejabat bea dan cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.
4) Keberatan dapat diajukan dalam jangka waktu paling kama 60 (enam puluh) hari
sejak surat penerapan
5) Apabila sampai dengan jangka waktu 60 hari sejak tanggal surat penetapan,
keberatan tidak diajukan atau persyaratan tidak dipenuhi, hak untuk mengajukan
keberatan menjadi gugur dan penetapan pejabat bea dan cukai dianggap diterima.
6) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan satu surat
keberatan untuk setiap penetapan. Direktur jendral memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
sejak berkas keberatan diterima secara lengkap. DJBC dapat menerima alasan,
penjelasan, atau bukti dan/atau data pendukung tambahan lain

secara tertulis dari orang yang mengajukan keberatan, sepanjang belum ditetapkan keputusan
atas keberatan. Untuk memutuskan keberatan, DJBC dapat meminta bukti dan/atau data lain
yang diperlukan kepada orang yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait.

5. Jaminan

15
Pengertian jaminan adalah sejumlah uang tunai atau dalam bentuk lain yang dapat dianggap
sebagai uang yang ditaruh atau dititipkan kepada bendaharawan kantor pabean pelabuhan
pemasukan, sebagai pernyataan untuk membayar bea masuk pajak.sanksi administrasi berupa
denda yang terutang sebagai akibat dan diterbitkannya STKPBM dan dapat berbentuk jaminan
bank, customs bond atau jaminan tunai. Berikut adalah penjelasan mengenai ketentuan Pasal
93 yang diubah dan ditambah/disisipkan:

a. Ayat (1) pengajuan keberatan disertai jaminan sebesar bea masuk pajak dalam rangka
impor dan denda administrsi terutang:
b. Ayat (1a) jaminan tidak perlu diserahkan dalam hal barang impor belum dikeluarkan
dari kawasan pabean. Maksud dari ayat ini adalah barang impor masih berada dalam
kawasan pabean. Pihak yang mengajukan keberatan bertanggung jawab atas barang
impor yang bersangkutan dan segala biaya yang mungkin muncul. Misalnya biaya sewa
gudang akibat demurrage atau terlewatinya batas waktu seperti telah ditentukan dalam
delivery order yang biasanya hanya diberikan batas waktu 3 sampai 4 hari saja. Tetapi
tidak menutup kemungkinan bahwa atas barang yang diimpornya masih dalam proses
keberatan dapat diajukan permohonan untuk disimpan di tempat penimbunan dalam
kawasan pabean lainnya.
c. Pengembalian jaminan dilakukan
d. Ayat (2) DJBC memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60(eram puluh) hari sejak
tanggal diterimanya pengajuan keberatan:
e. Ayat (3) apabila keberatan ditolak DJBC. (bearti ketetapan pejabat bea dan cukai sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap), jaminan di cairkan untuk membayar bea
masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan, dan apabila
keberatan dikabulkan jaminan dikembalikan. Penolakan dapat berarti ditolak sebagian
atau ditetapkan lain. misalnya menambah jumlah bea masuk dan pajak dalam rangka
impor serta denda. Jika dalam waktu tersebut di atas Direktorat Jendral tidak
memberikan keputusan, keberatan dianggap dikabulkan.
f. Pengembalian jaminan dilakukan setelah 30 (tiga puluh) han sejak keberatan
dikabulkan pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya,
paling lama 24(dua puluh empat) bulan (Pasal 93).
g. Ayat (3) pasal 93 A, Jaminan tidak perlu diserahkan dalam hal barang inpor belm
dikeluarkan dari kawasan pabean.

16
h. Dalam hal tagihan dilumasi, keberatan tetap dapat diajukan tanpa menyerahkan
jaminan. Ketentuan ini merupakan jawaban atas kepentingan surat bukti penerimaan
jaminan, yang dalam praktiknya keberatan selalu diwajibkan oleh pihak bea dan cukai
untuk menyerahkan surat bukti jaminan, meskipun seluruh kewajiban pembayaran bea
masuk sanksi administrasi berupa denda pajak telah dilunasi. Dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2006, Apabila pengguna jasa kepabeanan akan mengajukan banding,
bea masuk dan PDRI harus dibayar seluruhnya atau jaminan dicairkan.

Pasal-pasal yang berkaitan dengan keberatan agak berbeda daripada yang diatur dalam
hal keberatan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, yang diatur dalam Pasal
20 pejelasan yang menyatakan bahwa Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh WP
kewenangan penyelsaian dalam tingkat pertam diberikan kepada Direktur Jendral Pajak.....
Dengan kalimata "tingkat pertama", berarti keabsahan pengadilan banding yang menjadi
kewenangan pengadilan pajak diakui. Dalam sistem peradilan pengadilan banding merupakan
pengadilan "tingkat kedua" setelah peradilan tingkat pertama memeriksa dan memutuskan
perkara, sehingga seharusnya dimulai dari pengadilan tingkat pertama. Hal ini terjadi saat
Undang-undang KUP diubah pada Tahun 2000, lembaga peradilan pajak belum terbentuk
sehingga untuk menegakkan keadilan, pada tingkat pertama pemeriksaan dan keputusan
dilakukan oleh DJP. sebgai pemegang otorita perpajakan. Untuk keberatan dibidang pabean.
tidak mengenal pemeriksaan tingkat pertama, karena Undang-undang pengadilan Pajak sendiri
dalam Pasal 2 juncto Pasal 33 ayat juncto Pasal 77 ayat (1) menyebutkan:

a. "Pengadilan pajak adalah peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi


wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan bagi sengkta pajak dan
b. "Pegadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat Pertama dalam memeriksa dan
memutuskan sengketa pajak dan selanjutnya;
c. "Putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap".

6. Keberatan Terhadap Penetapan Selain Tarif dan Nilai Pabean

Perubahan di sini berupa penambahan 1 (satu) pasal yang disisipkan. Mengatur tentang:

17
a. Keberatan terhadap penetapan berupa pencabutan fasilitas; misalnya mengenai
pencabutan fasilitas pembebasan atau keringan bea masuk yang belum jatuh tempo,
fasilitas gudang berikat dan fasilitas kepabeanan lainnya.
b. Penetapan sebagai hasil dari salah penafsiran peraturan, sebenarnya hal ini berkaitan
dengan segi formal atau yuridis kepabeanan dan dapat dimasukan dalam gugatan dan
dapat langsung diajukan ke pengadilan pajak tanpa melalui keberatan terlebih dahulu.

7. Keberatan atau Sanksi Administrasi Berupa Denda

Terhadap sanksi administrasi berupa denda, apabila pengguna jasa tidak menyetujui
pengenaan maupun jumlahnya, dapat diajukan keberatan kepada DJBC, pasal ini diubah
ditambah (satu) ayat 6, yaitu mengatur mengenai tata cara pengajuan keberatan akan diatur
dengan peraturan menteri. Hal ini akan memperjelas mengenai pengajuan keberatan, terutama
mengenai jaminan dan pencairan jaminan saat keberatan dan pengajuan banding. Kedua hal
tersebut diajukan dengan kewajiban membayar bea masuk, pajak dan atau sanksi administrasi
berupa denda atau bunga. Keberatan atas sanksi administrasi berupa denda, administrasi dapat
diajukan dengan mendasari atas pasal 92A UU nomor 17 Tahun 2000 ayat (1) huruf b yang
menyatakan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa Direktur Jendral Bea dan Cukai dapat
mengurangi atau menghapus sanksi adminitrasi berupa denda. Penghapusan itu dengan syarat
bahwa orang yang dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang
disengaja atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai
hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Apabila keberatan
ditolak Direktur Jenderal, (berarti ketetapan pejabat bead an cukai sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap), jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang ditetapkan, dan apabila keberatan dikabulkan jaminan dikembalikan.
Penolakan dapat berarti ditolak sebagian atau seluruhnya atau ditetapkan lain, misalnya
menambah jumlah bea masuk dan masuk pajak dalam rangka impor serta denda. Jika dalam
waktu tersebut diatas Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan. keberatan dianggap
dikabulkan. Pengembalian jaminan dilakukan setelah 30 (tiga puluh hari).

2.3.2 Banding

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang


pengadilan pajak menjelaskan apa yang dimaksud dengan banding. Banding adalah upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau pengguna pajak terhadap suatu keputusan

18
yang dapat di ajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan yang
berlaku.

Obyek banding adalah Surat Keputusan Keberatan, atau kelanjutan dari proses
keberatan Atas pengajuan keberatan yang ditolak, jaminan yang dipertaruhkan di Kantor
Pabean dicairkan. Jika importir tidak setuju atas keputusan keberatan, importir dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, dan menyampaikan tanda pelunasan utang sebagai
salah satu persyaratan banding. Direktur PPKC atau Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok
dapat menugaskan pejabat dari unit yang menangani keberatan dan banding, atau unit lain yang
terkait untuk menugaskan pejabat menghadiri sidang banding di Pengadilan Pajak.

1. Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Ketentuan Pasal 95 Undang-undang Kepabeanan mengatur mengenai pengajuan


banding kepada badan peradilan pajak, diubah sebagai berikut:

"Orang yang kebearatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tariff dan nilai
pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 93 ayat (2), pasal 93 A ayat (4), atau pasal 94 ayat (2)
dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan pajak dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang
terutang dilunasi". Pasal-pasal yang dihapus adalah sebagai berikut:

• Pasal 96: Keputusan tentang lembaga banding sebagai pengganti BPSP;


• Pasal 97, tentang lembaga banding;
• Pasal 98, Tentang kedua lembaga banding bea dan cukai;
• Pasal 99, tentang persidangan majelis yang bersifat tertutup;
• Pasal 100, tentang anggota majelis;
• Pasal 101, tentang susunan organisasi lembaga peradilan

Ketentuan Bab XIII Bagian Kedua tentang lembaga Banding Dihapus.

2. Pengajuan Banding Tanpa Melalui Keberatan

Untuk hal-hal tertentu, pengajuan banding tidak memerlukan melalui lembaga


keberatan dan keputusan keberatan yang diterbitkan oleh DJBC. Undang-undang kepabeanan
mengatur secara summier mengenai hal tersebut. Majelis hukum pengadilan pajak mengambil

19
suatu kesimpulan bahwa untuk perkara sangketa kepabeanan yang berkaitan dengan penetapan
kembali (Pasal 17 UU Kepabeanan) atau hasil audit kepabeanan dapat langsung diajukan
banding.

3. Gugatan

Berdasarkan Pasal 1 angkta 7 Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan


pajak. definisi gugatan adalah sebagai berikut "Gugatan adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh wajib pajak atau pengguna pajak terhadap pelaksanann penagihan pajak atau
terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undang
perpajakan yang berlaku"

Gugatan tidak diatur dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana diubah
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2002. Namun, untuk pelaksanaan tagihan pajak.
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 junctio keputusan Menteri Keuangan Nomor 234
Tahun 1996 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
483/KMK.02/2002, diatur mengenai penagihan bea masuk. Dalam pertimbangannya Menteri
keuangan menyatakan bahwa untuk menyesuaikan penagihan pajak termasuk penagihan bea
masuk diubah dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan
undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan pajak dengan surat paksa. Dengan
demikian atas pelaksanaan penagihan bea masuk dan cukai, dapat diajukan gugatan. Dengan
tidak diaturnya masalah pelaksanaan penagihan yang dapat diajukan gugatan berlaku undang-
undang Nomor 19 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 19
Tahun 2000.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kewenangan administratif dalam bidang ini, seperti meneliti kelengkapan dokumen


impor dan ekspor. menetapkan jalur merah, kuning dan prioritas serta menentukan klasifikasi
barang dan lainnya. Adapun kewenangan administartif kepabeanan yang dilakukan oleh DJBC
selaku pejabat pabean apabila tidak mematuhi peraturan yang berlaku, yaitu: Kewenangan
Untuk Memaksa, Kewenangan Untuk Menguji Kepatuhan. Kewenangan Menjalankan Fungsi
Yudikatif, Kewenangan Karena Jabatan (Ex officio). Surat Penetapan atas penelitian dokumen
impor oleh Pejabat Pabean adalah SPTNP, SPTNP dapat merupakan tagihan atas kekurangan
pembayaran hasil dari keputusan Pejabat Pabean. Dalam pelaksanaannya Pejabat Pabean
mengacu pada SOP sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Keuangan (PMK-
160/PMK.04/2010). Konsekuensi dari adanya penetapan yang mengakibatkan tambah bayar
bea masuk dan pajak dalam rangka impor adalah sanksi pelayanan maupun sanksi administrasi
berupa denda. Sedangkan atas penetapan yang mengakibatkan restitusi dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut: Penagihan Bea Masuk dan
Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga. Pengajuan keberatan dan banding
merupakan hak dari importir sebagaimana diatur dalam Undang-undang kepabeanan.

21
22

Anda mungkin juga menyukai