Anda di halaman 1dari 4

TREND DAN ISU KEKERASAN TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR

OLEH

I GEDE MADE ARYA RISKI ADITYA PUTRA


(2221 02722)
KELAS : ALIH JENJANG

SEMESTER : 2

PRODI : S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG


2022
TREND DAN ISU TERHADAP KEKERASAN ANAK DIBAWAH UMUR

Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan
satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita
bangsa. Anak berdasarkan definisi dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa “Anak adalah seorang yang belum berusia 18
tahun dan bahkan masih dalam kandungan”. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang N0
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menjelaskan bahwa “Anak adalah anak
yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
diduga melakukan tindak pidana”. Peran seorang anak sebagai satu-satunya penerus bangsa telah
menunjukkan bahwa hak-hak anak yang ada di Indonesia telah secara tegas dinyatakan dalam
konstitusi. Hak anak yang dimaksud adalah suatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang
dilengkapi dengan kekuatan (macht) dan yang diberikan oleh sistem hukum/tertib hukum kepada
anak yang bersangkutan. Salah satu hak anak tersebut tercantum dalam pasal 2 ayat (3) dan (4)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, dimana
dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa “Anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan”. Selanjutnya dalam ayat (4)
berbunyi bahwa “Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar”. Demi
terwujudnya hak-hak anak tersebut sudah seharusnya upaya perlindungan anak dimulai sedini
mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan bangsa dan negara.

Penyiksaan terhadap Balita berusia 2 tahun berinisial YN di Desa Tunua, Kecamatan


Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga
dianiaya mama besarnya (Kakak dari mama), dengan cara tangan diikat dan dikunci dalam
kamar. Kepala Desa Tunua, Maher Tanu menceritakan, Senin (30/01/2023) anggota SPKT
Polsek Mollo Utara bersama Babinsa Koramil 1621 Mollo Utara mendatangi lokasi karena
beredar sebuah video di media sosial, yang menyatakan penculikan anak. Setelah dilakukan
pengecekan, didapati fakta bahwa video viral dengan keterangan penculikan anak tersebut tidak
benar. Yang didapati adalah kekerasan dalam rumah tangga, namun terjadi pada Jumat
(20/01/2023) lalu. Maher Tanu menguraikan kronologi balita malang itu diketahui ditinggal
pergi oleh mama besarnya dengan tangan terikat dan dikunci dalam kamar. Awalnya saksi
bernama Yermi Nenometa dari Yayasan CIS Timor sedang melakukan sosialisasi anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak di desa tersebut. Saat sedang mencari air untuk diminum di rumah
salah satu warga, saksi Yermi Nenometa mendengar suara tangisan balita dalam rumah milik
wanita berinisial OT. Tangisan balita itu membuat saksi Yermi Nenometa penasaran sehingga
mengecek ke rumah itu, namun pintunya digembok. Saksi Yermi Nenometa pun langsung
melaporkan ke perangkat desa Tunua, untuk bersama-sama melihat kondisi balita dalam rumah.
Saat masuk ke dalam rumah, terlihat balita malang itu dalam kondisi tidur telungkup dengan
tangan diikat ke belakang menggunakan tali sepatu berwarna putih. Sedangkan kedua tangannya
diikat menggunakan tali rafia berwarna hijau. Saat ditemukan anak ini tergeletak di samping
tempat tidur milik terduga pelaku OT, sehingga langsung ditolong warga," ujar Maher Tanu.
Menurut Maher, saat itu korban langsung dibawa ke rumahnya untuk dilakukan perawatan
sementara. Pada Sabtu (21/01/2023) pagi, korban langsung dijemput oleh Joni Sabeno dan
dibawa rumahnya Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten TTS, untuk mendapatkan perlindungan
dan perawatan. "Barang bukti itu berupa seutas tali rafia berwarna hijau, seutas tali sepatu
berwarna putih, satu buah celana pendek berwarna hijau dan satu buah jaket berwarna kuning,"
ungkapnya.

Aspek Kebijakan yang dapat dinilai :

 Belum tersosialisasinya tentang undang undang perlindungan nomor 35 tahun 2014


dimana dijelaskan pada pasal 1 ayat 2 berbunyi, “ Perlindungan Anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”.
yang artinya bahwa setiap anak wajib mendapat hak – haknya agar dapat tumbuh dan
berkembang serta mendapat penghargaan sebagai manusia sesuai dengan harkat martabat
kemanusiaan.
 dalam pasal 1 ayat 5 dijelaskan, “Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya
menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak.” Dalam hal ini, balita
YN yang berumur 2 tahun tinggal bersama kakak ibu kandungnya ( mama besar ) yaitu
OT, jadi sangat jelas hak – hak balita YN seharusnya diberikan oleh OT karena berperan
sebagai wali. Namun pada kenyataannya OT melakukan penyekapan, penelantaran, dan
pembiaran pada balita YN.
 Pada pasal 20 juga dijelaskan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak, dalam kasus diatas, yermi nenometa
sebagai anggota LSM CIS melaporkan kejadian ini kepada perangkat desa dan berusaha
bersama – sama untuk mengamankan dan menyelamatkan balita YN.
 OT yang berstatus sebagai keluarga yang mengasuh balita YN dapat dituntut terhadap
pelanggaran undang – undang perlindungan anak pasal 46, “ Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib mengusahakan agar Anak yang lahir
terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan
kecacatan.” Tindakan melakukan pemasungan, restrain, penyekapan, dan tindakan
kekerasan apapun bentuknya dapat berpengaruh terhadap kesehatan baik fisik dan mental
anak karena berpotensi menyebabkan cedera dan kecacatan serta trauma psikis akibat
tindakan yang dilakukan pada kasus diatas.
 Dalam kasus ini balita YN langsung dibawa ke rumah Sekda kabupaten TTS guna
mendapatkan perawatan dan perlindungan. Hal ini sudah sesuai dengan Undang – undang
perlindungan anak pasal 59A ayat 1 point a, “penanganan yang cepat, termasuk
pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;”

Anda mungkin juga menyukai