Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Embung merupakan bangunan yang berfungsi menampung kelebihan air yang


terjadi pada musim hujan untuk persediaan suatu desa di musim kering. Selama
musim kering air akan dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan
penduduk, ternak dan kebun. Di musim hujan embung tidak beroperasi karena air di
luar embung tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Oleh
karena itu pada setiap akhir musim hujan sangat diharapkan kolam embung dapat
terisi penuh air sesuai rencana (Sudibyo,1993).

Bangunan atau konstruksi embung dan bangunan pelengkapnya terdiri dari beberapa
bagian yaitu :

a. Tubuh embung berfungsi menutup lembah atau cekungan (depresi, alur) sehingga
air dapat tertahan.
b. Kolam embung atau tampungan berfungsi menampung air hujan.
c. Alat sadap atau bangunan pengeluaran berfungsi mengeluarkan air kolam bila
diperlukan.
d. Pelimpah berfungsi mengalirkan banjir dari kolam tampungan ke lembah di hilir
untuk mengamankan terjadinya limpasan.
e. Jaringan distribusi berupa rangkaian pipa, berfungsi membawa air dari kolam ke
tandon di daerah hilir embung secara gravitasi dan bertekanan.

2.2 Pemilihan Tipe Embung


Ada lima tipe embung dengan tujuan tunggal dan embung serbaguna (Sudibyo,
1993).
1. Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams) adalah embung yang
dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan air baku

5
atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat atau tujuan lainnya tetapi hanya satu
tujuan saja.
2. Embung serbaguna (multipurpose dams) adalah embung yang dibangun untuk
memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi (pengairan), air minum dan PLTA,
pariwisata dan lain-lain.
3. Embung penampung air (storage dams) adalah embung yang digunakan untuk
menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada masa kekurangan.
Termasuk dalam embung penampung air adalah untuk tujuan rekreasi, perikanan,
pengendalian banjir dan lain lain.
4. Embung pembelok (diversion dams) adalah embung yang digunakan untuk
meninggikan muka air, biasanya untuk keperluan mengalirkan air ke dalam sistem
aliran menuju ke tempat yang memerlukan.
5. Embung penahan (detention dams) adalah embung yang digunakan untuk
memperlambat dan mengusahakan seoptimal mungkin efek aliran banjir yang
mendadak. Air ditampung secara berkala/sementara, dialirkan melalui pelepasan
(outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya.
(Sudibyo, 1993).

Tabel 2. 1 Tipe Embung Urugan

Sumber : (Sosrodarsono, 2002).

6
2.3 Metode Pelaksanaan Pembangunan Embung

Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah pembangunan embung serbaguna


(Embung kecil Homogen). Pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat
penting dan membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan yang baik
sehingga diperoleh hasil yang baik, tepat pada waktunya, dan sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan sebelumnya. Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap
yang menentukan berhasil tidaknya suatu proyek, oleh karena itu perlu dipersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pekerjaan, rencana kerja, serta tenaga
pelaksana khususnya tenaga ahli yang profesional yang dapat mengatur pekerjaan
dengan baik serta dapat mengambil keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah
yang ditemui di lapangan.

Dalam tahap pelaksanaan, semua pelaksanaan pekerjaan di lapangan mengikuti


rencana yang telah dibuat oleh pihak perencana. Antara lain gambar rencana dan
segala detailnya, jenis material, dan dokumen lainnya.

2.3.1 Metode Pekerjaan Persiapan


Sebelum pelaksanaan pekerjaan pokok suatu proyek konstruksi, pekerjaan
yang pertama harus dilakukan adalah pekerjaan persiapan. Pekerjaan persiapan harus
direncanakan sebelum masa pelaksanaan suatu proyek kontruksi. Bahkan, pekerjaan
ini harus telah disiapkan pada saat tender proyek dan dijadikan bagian dari penawaran
tender proyek bersangkutan. Perencanaannya dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh suatu hasil perencanaan yang efisien, namun bisa mencakup segala
pekerjaan yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
Adapun pekerjaan persiapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi, antara lain:
1. Dokumentasi dan sosialisasi
2. Mobilisasi
3. Pekerjaan jalan kerja
4. Pekerjaan papan nama kegiatan
5. Pembuatan direksi keet, los kerja dan gudang
7
6. Penyelenggaraan Keamanan dan Kesehatan Kerja Serta (K3)
7. Pemetaan

2.3.2 Metode Pekerjaan Konstruksi


1. Pekerjaan Tanggul
a. Pekerjaan clearing and grubbing
Tahapan pekerjaan :
- Pekerjaan pembersihan lokasi pekerjaan menggunakan excavator,
bulldozer, dump truck, alat bantu serta pekerja.
- Sebelum dilaksanakan pekerjaan, ditentukan terlebih dahulu lokasi
pekerjaan berupa panjang dan lebar lokasi pekerjaan.
- Pengupasan lapisan top soil (stripping)

2. Pekerjaan galian tanah dengan bantuan alat berat


a. Uraian pekerjaan :
Setelah clearing and grubing, di lanjutkan pekerjaan galian. Pekerjaaan ini
meliputi semua galian dalam batas rencana yang ada dalam gambar, pemindahan,
pengangkutan, pemanfaatan atau pembuangan, pembentukan bidang galian dan
penyempurnaan bidang galian terbuka, sesuai spesifikasi dan garis, ketinggian,
kelandaian, ukuran dan penampang melintang yang tercantum dalam gambar dan
petunjuk konsultan pengawas.
b. Pelaksanaan :
- Pekerjaan persiapan meliputi : Penyiapan Shop Drawing hingga mendapat
approval dari Engineer dan penyiapan peralatan kerja dan tenaga.
- Pekerjaan pengukuran : Sebelum penggalian dimulai, harus dilakukan
pekerjaan stake out (menu pengukuran yang digunakan untuk
menentukan lokasi koordinat titik di suatu lapangan) dari hasil shop
drawing untuk mengetahui batas-batas dan elevasi rencana penggalian.
- Penggalian : Penggalian dilakukan sesuai garis ketinggian dan elevasi
yang ditunjukan dalam gambar; Material hasil galian ditempatkan di

8
sekitar lokasi pekerjaan sesuai dengan gambar kerja atau yang
dipersyaratkan; Material hasil galian yang dapat dimanfaatkan (suitable
material) dapat digunakan kembali untuk urugan kembali (urugan tanah
setempat); Material hasil galian yang tidak memenuhi syarat diangkut
dengan dump truck dibuang ke disposal area yang disetujui direksi.
c. Pekerjaan galian tanah meliputi :
Pekerjaan galian tanah dengan bantuan alat berat untuk penanaman
pipa dasar transmisi dan pekerjaan galian tanah dengan bantuan alat berat
untuk pondasi tanggul.
Pekerjaan galian tanah dengan bantuan alat berat untuk penanaman
pipa dasar dan pondasi tanggul menggunakan alat Bulldozer + Excavator.
Bila di dalam galian tersebut bebatuan yang banyak, maka batuan tersebut
harus dibuang dari lokasi tubuh tanggul, kemudian galian akan dilanjutkan
sampai dengan elevasi yang direncanakan atau mencapai tanah dasar yang
ditentukan oleh direksi, untuk galian pada transmisi sebelum di timbun
kembali dilakukan pemasangan pipa transmisi (PE Ø 50 mm dan pipa
pengaman PVC 2,5”) yg sambungan pipa transmisi tersebut di letakan dalam
blok angker, kemudian dilakuan dengan timbunan tanah kedap air atau tanah
inti untuk tubuh tanggul. Tanah timbunan untuk tubuh tanggul harus
berdasarkan petunjuk dan spesifikasi berdarkan hasil pemeriksaan
laboratorium.
d. Pekerjaan pipa transmisi meliputi :
- Pekerjaan galian tanah pada tranch untuk penanaman pipa transmisi dan
Anker Blok (Manual)
Sebelum dilaksanakan pemasangan pipa di bawah tanggul pada dasar cut
off tranch, akan dilakukan penggalian tanah secara manual. Dimensi
galian harus sesuai dengan gambar rencana, agar tidak terjadi kekeliruan
dalam penempatan blok-blok angker, pemasangan pipa PVC, pipa PE dan
pengecoran blok-blok angker serta mendapat spesifikasi kegiatan.

9
- Pekerjaan 1 m3 beton bertulang mutu f'c = 14.5 Mpa (K175) untuk blok
angker.
Pekerjaan angker blok dibawah tanggul dilaksanakan sebelum pekerjaan
timbunan tanggul dimulai dan sesudah itu dilanjutkan dengan
pemasangan pipa transmisi sebelum dilakukan pemasangan harus
mendapat ijin direksi pekerjaan

- Pekerjaan pemasangan jaringan pipa pengaman PVC Ø 2.5" dibawah


tanggul.
Sesudah galian tranch pipa dilaksanakan akan dilanjutkan dengan galian
tanah menggunakan linggis, pacul, dandang, sekop sampai dasar elevasi
yang ditentukan untuk pemasangan block anker.

- Pekerjaan pemasangan jaringan pipa transmisi PE Ø 50 mm


Setelah pipa PVC terpasang, pekerjaan dilanjutkan dengan memasang
pipa PE diameter 50 mm dengan cara dimasukan ke dalam pipa PVC dari
depan menuju ke belakang tanggul. Sebelum timbunan dan pemadatan
pada tranch pipa dan tanggul akan diadakan uji coba pengaliran dari Inlet
pipa ke Outlet pipa. Selanjutnya diadakan pengecoran beton pada blok -
blok pengunci dari block anker bagian depan dan belakang. Setelah
pengecoran sudah kering dan atas perintah direksi pekerjaan akan
dilakukan penimbunan dan pemadatan kembali dengan menggunakan alat
stamper. Timbunan tanah harus diambil dari dalam quarry, bukan tanah
bekas galian, timbunan dan pemadatan terus dilanjutkan lapis demi lapis
(layer) sampai rata dengan permukaan tanah cut off tranch.

- Pekerjaan urugan tanah bekas galian pada penanaman pipa distribusi.


Pekerjaan ini dilaksanakan secara manual dengan menggunakan alat
bantu seperti sekop dan pacul. Tanah urug yang digunakan adalah tanah
urug dari bekas galian tanah diurug hingga menutupi bekas galian,

10
diratakan dan dirapihkan. pekerjaan akan dilakukan penimbunan dan
pemadatan kembali dengan menggunakan alat stamper.

2.3.3 Pekerjaan timbunan tanah kedap air untuk tanggul termasuk perataan,
pemadatan dan perapihan
Sebelum pekerjaan timbunan dan pemadatan, diadakan percobaan pengaliran
dari intake (mulut pipa) ke belakang, bila tidak ada hambatan dalam percobaan
pengaliran, maka timbunan dan pemadatan pun dapat dilakukan secara lapis demi
lapis (per layer) dengan ketebalan timbunan adalah 25 cm ± 30 cm, diratakan dengan
Bulldozer kemudian disiram sesuai kadar air tanah timbunan yang disyaratkan atau
sesuai dengan spesifikasi. Tanah timbunan dipadatkan dengan vibrator roller dengan
tebal padat 20 cm, untuk mendapatkan kepadatan optimal, sesuai standar hasil uji
laboratorium dan lapangan. Timbunan dan pemadatan dilakukan lapis demi lapis
sampai puncak elevasi yang ditentukan. Namun sebelum pemadatan akar – akar
pohon, batang - batang pohon baik yang besar maupun yang kecil, batu dengan
diameter lebih dari 5 cm akan dibersihkan dari setiap lapisan tersebut.
Tahapan – tahapan pekerjaanya adalah sebagai berikut:
- Mengambil contoh/sample tanah timbunan di lokasi borrow area untuk
dilakukan test laboratorium apakah lapisan tanah tersebut layak dipakai.
Melakukan percobaan pemadatan di lokasi tempat penimbunan bersama direksi,
dimana pelaksanaannya dilakukan lapis demi lapis setebal maksimum 30 cm
yang ditentukan oleh leveling dengan kadar air tanah yang diisyaratkan, diratakan
bulldozer lalu dipadatkan dengan vibrator roller dengan tebal padat 20 cm atau
sampai mencapai kepadatan yang optimum. Akan dilakukan penghitungan
berapa kali lintasan pemadatan untuk mencapai kepadatan optimum yang
kemudian akan dibuat sebagai pedoman untuk melakukan pekerjaan timbunan
dan pemadatan.
- Pekerjaan timbunan akan dilaksanakan sesuai gambar rencana. Saat pekerjaan
timbunan dan pemadatan dilaksanakan, akan dilakukan pengetesan pemadatan
dengan sand cone / proctor test. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah

11
hasil pelaksanaan pemadatan sudah mencapai kondisi pemadatan optimum,
apabila belum maka akan dilakukan penimbunan dan pemadatan ulang pada titik
± titik tersebut, sampai pada kepadatan yang optimum.
Demikian akan dilakukan secara terus menerus sehingga mencapai elevasi
konstruksi yang direncanakan.
2.3.4 Pekerjaan hamparan top soil (t=20 cm)
Sesudah pekerjaan timbunan dan pemadatan tanggul muka, belakang, puncak
dan bagian hulu diatas elevasi muka air maksimum (tinggi jagaan), akan dihampar
top soil setebal 20 Cm (sepanjang tanggul). Tujuan penghamparan top soil ini adalah
untuk memudahkan pertumbuhan rumput, karena lapisan tanah yang mengandung
humus cukup tinggi adalah lapisan top soil tersebut. Material top soil diambil dari
tanah humus yang telah disimpan hasil clearing and grubbing.
2.4 Pengertian Quality Control (Pengendalian Mutu)

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan teknis yang bersifat berkala yang dirancang untuk mengukur dan
menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan (penerima manfaat).
(Guratno,1999)

Pengendalian mutu terdiri atas 3 langkah utama, yaitu :

1. Perencanaan Mutu (Quality Planning), pada tahapan ini dilakukan


identifikasi kebutuhan konsumen (penerima manfaat), melakukan perancangan
produk sesuai kebutuhan konsumen serta melakukan perancangan proses
produksi yang sesuai spesifikasi rancangan produk.
2. Pengendalian Mutu (Quality Control), merupakan suatu bentuk pengendalian
kualitas pada saat proses produksi. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi faktor
kritis yang harus diperhatikan, mengembangkan alat dan metode pengukuran
serta mengembangkan standar bagi faktor kritis.
3. Quality Improvement, Merupakan suatu tindakan yang dilakukan jika terjadi
ketidak sesuaian antara kondisi aktual dengan kondisi standar, agar
dilakukan perbaikan, penyesuaian, dan tindakan lain yang tepat.
12
Quality control untuk pekerjaan tanah sangat diperlukan agar pekerjaan yang
dikerjakan sesuai dan memenuhi spesifikasi teknis untuk keamanan
tanggul/tubuh embung yang di rencanakan aman terhadap keruntuhan, bocoran dan
settlement.

2.5 Tujuan dan Manfaat Quality Control (Pengendalian Mutu)

Pengawasan dan pengendalian mutu bertujuan untuk menjamin mutu pekerjaan


konstruksi yang dilaksanakan sesuai syarat kontrak dan spesifikasi teknik, adapun
pelaksanaan tersebut dilakukan melalui kegiatan langsung dilapangan dan uji
laboratorium. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka kendali mutu mutlak
diperlukan selama masa konstruksi, terutama pelaksanaan pekerjaan embung yang
dibangun. (Pedoman Kendali Mutu, 2010).

Beberapa hal yang harus mendapat perhatian selama masa pelaksanaan konstruksi
adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan material konstruksi yang bermutu baik


2. Menggunakan metode kerja konstruksi yang tepat
3. Melaksanakan konstruksi dengan tepat

Melakukan inspeksi lapangan, uji laboratorium dan pengawasan yang ketat, mutu
bangunan embung yang telah dibangun akan terjamin melalui pelaksanaan kendali
mutu yang ketat.

2.6 Pekerjaan Timbunan Tanah

Yang berkaitan dengan pekerjaan timbunan tanah, antara lain: pekerjaan


tanggul banjir, saluran dan jalan inspeksi. Material timbunan yang digunakan berasal
dari hasil galian yang memenuhi syarat, bila masih kurang diambil dari lokasi
pengambilan (borrow pit).
Persyaratan minimum untuk tanah timbunan sebagai material pekerjaan tanggul
sebagai berikut:
a. Mudah digunakan untuk konstruksi dan biaya rendah

13
b. Tidak mengandung bahan organik

c. Kelulusan air kecil (tidak porous)

d. Angka kompresibilitas/permeabilitas kecil.

2.6.1 Tanah

Yang dimaksud dengan tanah disini adalah semua material termasuk batuan
lapuk yang mudah pecah waktu pengangkutan atau pemadatan. Hampir setiap jenis
tanah yang di temukan di sekitar lokasi dapat digunakan sebagai bahan urugan
tanah. Kecuali tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 5%, bahan yang
mudah larut atau mengandung mineral montmorilonit dalam prosentase tinggi
(ekspansif) dan tidak termasuk lempung dispersif (SNI 03-3405-1994).
Bila tanah berbutir halus yang tersedia ditempat pemadatan mempunyai kadar
air pemadatan berkisar antara kadar air optimum kurang 1% (OMC-1%) sampai
kadar air optimum ditambah 3% (OMC+3%), maka dapat digunakan sebagai bahan
urugan. Di daerah tropis seperti Indonesia, umumnya tanah lempung mempunyai
kadar air asli melampaui beberapa persen (>5%) terhadap kadar air
optimumnya, sehingga pemadatan tidak selalu dapat dilakukan mengikuti
prosedur standar (OMC-1% < wlap < OMC+3%). Pemadatan tanah ini dapat
dilakukan dalam keadaan basah yaitu pada OMC+3%.
Namun bila diberi beban maka tekanan air pori mudah meningkat.
Pengeringan tanah biasanya sulit dilakukan, karena setelah dipadatkan kadar air
tanah kembali ke kadar air aslinya sebelum pengeringan. Jenis tanah yang kadar
airnya kurang dari OMC-1% perlu dibasahi sebelum pemadatan. Pemadatan harus
mencapai derajat kepadatan D = 92%. Juga dipersyaratkan untuk bahan kedap air
mempunyai koefisien permeabilitas k = 10-5 cm/s. Pada waktu pengeringan tanah
lempung yang tinggi derajat penyusutannya harus ditutup plastik, agar tidak terjadi
evaporasi.

14
Tanah lempung tidak boleh digunakan sebagai bahan urugan bila
berhubungan dengan konstruksi beton atau pasangan batu, kecuali pada lapisan
kedap air dari bendungan tipe urugan. Urugan tanah yang dipadatkan secara baik
dengan berat volume tinggi mempunyai kuat geser tinggi dan kompresibilitas
rendah.

2.6.2 Pasir Kerikil

1. Urugan pasir kerikil harus padat dengan kuat geser dan koefisien permeabilitas
cukup tinggi dan kompressibilitas rendah. Pada umumnya kuat geser akan tinggi
bila bahan urugan padat mengandung butiran yang bervariasi dan berat volume
kering tinggi. Permeabilitas tergantung pada kadar butir halus. Kompressibilitas
akan rendah bila berat volume kering tinggi dan kepadatan urugan ditentukan
oleh kepadatan relatifnya.
2. Kuat geser urugan pasir kerikil ditentukan oleh sudut geser dalam. Untuk urugan
pasir kerikil yang mengandung kadar butir halus (ukuran butir <0,074 mm)
harus ditinjau pengaruh kuat gesernya terhadap perubahan tekanan air pori
waktu konstruksi. Karena, peningkatan tekanan air pori akan mengurangi kuat
geser.
3. Urugan pasir kerikil biasanya digunakan sebagai bahan filter, yang ditempatkan
antara bahan urugan dengan permeabilitas rendah dengan bahan lulus air tinggi,
serta berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi buluh. Untuk persyaratan filter
lihat standar filter.

2.6.3 Batu

Batuan segar atau batuan lapuk masif yang mempunyai kekuatan cukup tinggi
dapat digunakan sebagai bahan urugan batu yang dipadatkan. Batuan yang hancur
menjadi butiran halus pada waktu penggalian, pengangkutan atau pemadatan tidak
bisa digunakan sebagai bahan urugan batu. Ketersediaan bahan urugan batu
harus diperiksa dengan melakukan studi terhadap sifat teknis bahan dengan uji

15
kuat tekan, uji absorpsi dan uji sifat tahan lekang batu. Beberapa syarat penting
yang harus dipenuhi seperti berikut ini :
1. Koefisien permeabilitas batu ideal harus lebih besar atau sama dengan 10-3
cm/s.
2. Ukuran batu ideal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berdiameter rata-rata 45 sampai 60 cm dengan berat minimum 250
sampai 500 gram atau lebih dan bentuk batu tidak pipih.
b. Jumlah batu berdiameter kurang dari 10 cm tidak boleh lebih dari 5%.
c. Bahan batu tidak mudah pecah, baik dalam pengangkutan maupun saat
penuangan dari alat-alat pengangkutan.
3. Kuat tekan untuk bendungan rendah 200-280 kg/cm2 bendungan sedang 280-
350 kg/cm2 dan bendungan tinggi 350-450 kg/cm2.
4. Sifat durabilitas (tahan lekang) terhadap air dan perubahan cuaca dilakukan
dengan uji tahan lekang dengan menggunakan sodium sulfat dengan nilai
perubahan berat kurang dari 15% dianggap baik. Uji absorpsi harus kurang dari
3% dan nilai spesifik graviti minimal 2,5.
5. Bahan urugan batu tidak boleh mengandung zat kimia yang mempunyai pH
terlalu rendah (< 5) atau terlalu tinggi (>9).

2.7 Pengujian Pekerjaan Konstruksi

Dengan kendali mutu yang dilakukan waktu pekerjaan konstruksi berlangsung,


stabilitas dan keawetan fasilitas yang telah dibangun dapat dijamin pada tingkat
mutu yang telah ditetapkan. Pekerjaan-pekerjaan kendali mutu tersebut diatas terdiri
dari beberapa pekerjaan pokok sebagai berikut:
1. Pengujian mutu laboratorium
2. Pengawasan mutu lapangan

Melalui uji laboratorium mutu dasar pekerjaan konstruksi dapat dijamin pada
tingkat yang baik, sedangkan cara pelaksanaan konstruksi dan kualitasnya harus
dijaga dalam keadaan baik pula dengan melakukan pengawasan oleh pengawas

16
lapangan. Pengukuran dimensi harus dilakukan secara berkala untuk memperkecil
penyimpangan dimensi dan elevasi pada saluran dan bangunan dari yang telah
direncanakan.
Apabila hasil uji atau pengecekan dari pekerjaan tidak sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan, maka pekerjaan tersebut harus dibongkar dan diperbaiki
kembali, untuk menjamin mutu fasilitas-fasilitas embung. Tanpa hasil uji dan
pengecekan, sertifikat tidak dapat diterbitkan untuk kontraktor.

2.7.1 Pengujian Mutu Laboratorium

Pengertian material adalah bahan dasar yang digunakan untuk konstruksi dan
fasilitas embung, seperti tanah, agregat halus, agregat kasar, semen dan sebagainya.
Material ini harus memenuhi syarat yang ditetapkan dalam spesifikasi teknik.
Kontrol material ini sangat penting untuk menjamin keawetan dari fasilitas-fasilitas
yang dibangun, sebagai contoh untuk material tanah harus diadakan pemeriksaan
karakteristik masing-masing bahan. Penyelidikan material telah dilaksanakan
sebelum pelaksanaan pekerjaan timbunan seperti penyelidikan ketersediaan material
kedap air (imperivious material). Penelitian untuk material timbunan kedap air
(impervious material), dilakukan dari di lokasi Borrow area di daerah genangan
serta dari hasil galian dari cut off trench saluran pelimpah. Dari hasil tes
laboratourim menunjukkan bahwa material dari tempat-tempat tersebut dapat
digunakan untuk kebutuhan material timbunan. Material aggregat harus dilakukan
pengujian laboratorium, yang meliputi :
1. Pengujian kadar air (Natural Water Content Test).
2. Pengujian berat jenis (Spesific Grafity Test).
3. Pengujian batas atterberg (Atterberg)
4. Pengujian kepadatan ringan laboratorium (Standard Proctor Test).
5. Pegujian ukuran butir tanah (Grain Size Test).
6. Pengujian permeabilitas tanah (Permeability Test)

17
2.7.2 Pengujian Mutu Lapangan

Dalam pengujian mutu lapangan dengan jenis pengujian sesuai yang


disyaratkan oleh pengujian mutu laboratorium, meliputi:
a. Pengujian kepadatan tanah Lapangan dengan metode konus pasir (Sand Cone),
yang terdiri dari:
- Perhitungan kepadatan kering
- Perhitungan kadar air tanah
- Perhitungan kepadatan lapangan
b. Pengujian permeabilitas tanah dangan metode (Constand Head
Permeameter).

2.8 Pengujian Percobaan Tanah Timbunan (Trial Embankment)

Tujuan dari pelaksanaan percobaan penimbunan (Trial Emnbankment) adalah


untuk memperoleh tingkat kepadatan optimal yang dapat diterapkan untuk
pemadatan sesungguhnya dilokasi timbunan yang mendekati hasil uji laboratorium,
dengan peralatan yang memadai dan ekonomis. (Pedoman Kendali Mutu, 2010).

Pekerjaan timbunan (trial embankment) dimaksudkan untuk menentukan


kondisi yang efektif dari penggalian, penempatan, penyebaran dan pemadatan
material timbunan untuk konstruksi tubuh tanggul embung. Timbunan pertama
percobaan (trial embankment) harus dilaksanakan untuk material tanggul yang
terpilih, sebelum memulai pekerjaan tanggul sesungguhnya, metode pembuatan
tanggul percobaan harus mengikuti pelaksanaan metode konstruksi yang
sesungguhnya dilokasi pekerjaan.

Sebelum pelaksanaan pekerjaan timbunan perlu diadakan percobaan


penimbunan (Trial Embankment) untuk beberapa jenis pekerjaan timbunan. Begitu
juga dengan material yang akan digunakan untuk timbunan harus melalui
pengujian material di laboratorium sesuai dengan syarat dan kriteria yang

18
dibutuhkan, sehingga material tersebut dapat digunakan untuk perkerjaan timbunan
menurut jenis timbunan tersebut.

Percobaan penimbunan (Trial Embankment) harus dilakukan pada setiap


material timbunan yang diambil dari masing-masing lokasi borrow area yang
berbeda. Pelaksanaaan mengikuti cara sebagai berikut:

a. Ukuran tanggul percobaan adalah: (lebar > 3 m) x (panjang > 5 m) x (tinggi

0,30 m) untuk satu kompaktor.

b. Ketebalan lapisan sebelum pemadatan 0.20 – 0.30 m.


c. Jumlah lintasan alat pemadatan pada layer terwakili 4 – 10 lintasan
d. Harus menggunakan alat pemadat yang sama pada saat pelaksanaan
konstruksi yang sesungguhnya.
e. Kelembaban, kepadatan tanah harus diukur pada masing-masing jumlah
lintasan kompaktor.
f. Metode pemadatan yang paling sesuai harus dilaksanakan pada pekerjaan
konstruksi yang sesungguhnya berdasarkan hasil-hasil uji tanggul
percobaan tersebut.

2.9 Pengujian Kepadatan Lapangan Metode Konus Pasir (Sand Cone)

Percobaan kerucut pasir (sand cone) merupakan salah satu jenis pengujian
yang dilakukan di lapangan, untuk menentukan berat isi kering (kepadatan tanah)
asli ataupun hasil suatu pekerjaan pemadatan, pada tanah kohesif maupun non
kohesif. Pengujian yang dipersyaratkan, sebagai berikut:

Peralatan dan bahan :

1. Alat

a. Tabung pasir dengan isi 8 kg.


b. Corong kalibrasi pasir dengan diameter 16,51 cm.

19
c. Pelat alas untuk penempatan corong dengan lubang berbentuk
lingkaran bergaris tengah 16,51 cm.
d. Timbangan dengan ketelitian 0,1 kg.
e. Pasir kwarsa.
f. Peralatan membuat lubang.
g. Container untuk pemeriksaan kadar air.

2. Bahan

Tanah pada lokasi /pada tempat rencana konstruksi

Langkah kerja :

a. Menentukan isi tabung pasir sebelum digunakan :


- Timbanglah berat tabung + pasir + corong (W7)
- Timbanglah berat tabung + corong (W8)
- Hitunglah Volume Tabung (V tabung)
b. Menentukan berat pasir dalam lubang sesudah digunakan :
- Letakkan alat dengan corong menghadap keatas pada alas yang rata,
tutup kran dan isi corong dengan pasir kwarsa sampai penuh (W1).
- Buka kran sampai pasir tersebut dalam corong mengalir masuk
kedalam tabung. Selama pengisisan tabung harus dijaga agar pasir
dalam corong selalu terisi.
- Tutuplah corong setelah pasir dalam corong berhenti bergerak turun,
bersihkan pasir yang ada dalam corong dan timbanglah (W2).
- Hitunglah berat Pasir dalam lubang (W3)
c. Menentukan berat pasir dalam corong :
- Isilah botol/tabung pasir secukupnya dan timbang (W4).
- Letakkan alat dengan corong menghadap kebawah pada alas yang
datar dan bersih.
- Bukalah kran sehingga bergerak turun sampai pasir berhenti
bergerak/mengalir.

20
- Hitung berat pasir dalam corong (W3 – W4).
d. Menentukan berat isi tanah :
- Isi alat/tabung dengan pasir secukupnya.
- Bersihkan lokasi titik yang akan diuji dan ratakan sehingga benar-
benar datar, letakkan pelat alas dan kokohkan pelat tersebut pada
empat sisinya dengan paku besar.
- Galilah lubang pada titik yang akan diuji sesuai dengan lubang pada
pelat alas dengan kedalaman kira-kira 10 cm atau tidak melampaui
satu hamparan yang dipadatkan.
- Tanah galian lubang tersebut harus dimasukkan pada alat yang
terlindung agar selama pengujian tidak terjadi penguapan misalnya
kaleng yang tertutup. Timbanglah tanah (W6).
- Timbanglah alat yang telah berisikan pasir dan catat beratnya (W5).
- Hitunglah Kepadatan basah (WD).
e. Menentukan kadar air
- Ambil sampel tanah bekas galian test sand cone
- Timbang cawan kosong
- Timbanglah cawan + tanah basah
- Oven selama 1 hari
- Timbanglah cawan + tanah kering
- Hitunglah kadar airnya.

3. Lokasi titik uji

- Pengujian kepadatan tidak boleh dilakukan pada saat titik uji


tergenang.
- Pengujian kepadatan dilakukan paling sedikit dua kali untuk setiap
titik dengan jarak 50 cm.
- Pada saat pengujian, dihindari adanya getaran.
- Hasil pengukuran yang berupa nilai kepadatan dihitung rata-rata
dengan dua angka dibelakang koma.
21
- Pengukuran kadar air tanah dapat menggunakan oven sesuai AASHTO
T 217-67, atau digoreng.
- Pengukuran berat isi pasir dapat menggunakan botol atau takaran dan
alat penyipat.
- Bahan pasir yang digunakan adalah pasir standar sesuai ketentuan
yang berlaku harus bersih, keras, kering dan bisa mengalir bebas, tidak
mengandung bahan pengikat dengan gradasi 0,075 mm sampai 2 mm.
- Pengisian pasir ke dalam lubang harus dilakukan hati-hati agar pasir
tidak memadat setempat.
- Setiap penggantian jenis pasir yang baru, terlebih dahulu
ditentukan berat jenisnya.
- Untuk pengujian kepadatan yang dilakukan di atas benda uji yang
kasar, maka pengukuran nilai berat isi pasir dalam corong harus
dilakukan di atas permukaan yang akan diuji.

Gambar 2. 1 Potongan tanggul area penimbunan dan pemadatan perlayer timbunan.

4. Perhitungan
a. Menentukan Berat isi pasir (γp)
V1 = π x r2 x tinggi botol….…………………………………....(2.1)
𝐖𝟕−𝐖𝟖
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐢𝐬𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐢𝐫 (𝛄𝐩) = ……….……………………….(2.2)
𝐕𝟏

b. Menentukan Berat Pasir Dalam Lubang ( W5 )


- Berat pasir + botol + corong sebelum digunakan (W1)
- Berat pasir + botol + corong sesudah digunakan (W2)

22
- Berat pasir yang digunakan ( W3 )

W3 = W1 – W2…………………………………………………(2.3)
- Berat pasir di dalam corong & Plate ( W4 )
- Berat pasir di dalam lubang ( W5 )

W5 = W3 – W4…………………………………………………(2.4)
c. Menetukan Barat Isi Tanah (WD)
- Volume Lubang (V)

V = W5 / Berat Isi Pasir (γp)……………..……………………(2.5)


- Berat tanah basah ( W6 )
- Kepadatan basah
WD = ( W6 / V )………………..……………………………….(2.6)
d. Perhitungan Test Kadar Air (W Tanah)
- Berat wadah + tanah basah (B1)
- Berat wadah + tanah Kering (B2)
- Berat Wadah (B)
- Berat air (Wc)
W= Wc – B2 / 100………………………………………………..….(2.7)

23
Tabel 2. 2 Persyaratan Kadar Air optimum (AASHO)

Berat volume kering, Kadar air


Jenis tanah d(mak) optimum, wopt
(kN/m3) (%)
Lempung 14,40 – 16,80 20 – 30
Lempung berlanau 16,00 – 18,40 15 – 25
Lempung berpasir 17,60 – 21,60 8 – 15
*persen dari berat Kadar air optimum di laboratorium.

e. Menentukan kepadatan kering lapangan (DD)

𝐖𝐃
Kepadatan kering DD = ............,...................................(2.8)
(𝟏+𝐰)/𝟏𝟎𝟎

f. Menentukan derajat kepadatan lapangan (FD)


FD = [ DD / γd lab ] x 100 %...........................................................(2.9)

Tabel 2. 3 Persyaratan kepadatan material timbunan, tidak diletakkan pada lereng atau dipengaruhi
banjir lama (AASHO)
Berat Berat volume
volume kering minimum
Klasifikasi
kering Kategori di lapangan
tanah
minimum (%)*
(kN/m3)
< 14,4 A-5, A-8 Tidak -
14,4 – 16,0 A-5, A-8 memuaskan 95
16,0 – 17,6 A-6, A-7 Sangat jelek 95
17,6 – 19,2 A-4 Jelek 90
19,2 – 20,8 A-3, A-2 Sedang 90
> 20,6 A-1 Baik 90
Sempurna

*persen dari berat volume kering maksimum di laboratorium.

Percobaan ini biasanya dilakukan untuk mengevaluasi hasil pekerjaan


pemadatan di lapangan yang dinyatakan dalam derajat pemadatan (degree of
compaction), yaitu perbandingan antara γd lapangan (kerucut pasir) dengan γd maks
hasil percobaan pemadatan di laboratorium dalam persentase lapangan. Kerucut Pasir
(sand cone) terdiri dari sebuah botol plastik atau kaca dengan sebuah kerucut logam
dipasang di atasnya. Botol kaca dan kerucut ini diisi dengan pasir Ottawa kering yang
24
bergradasi buruk, yang berat isinya sudah diketahui. Apabila menggunakan pasir lain,
cari terlebih dahulu berat isi pasir tersebut. Di lapangan, sebuah lubang kecil digali
pada permukaan tanah yang telah dipadatkan.

2.10 Pengujian permeabilitas tanah dengan metode Constand Head


Permeameter
Permeabilitas adalah kecepatan masuknya air pada tanah dalam keadaan
jenuh. Penetapan permeabilitas dalam tanah baik vertikal maupun horizontal sangat
penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air. Tanah- tanah yang mempunyai
kecepatan permeabilitas lambat, diinginkan untuk persawahan yang membutuhkan
banyak air. Perkiraan kebutuhan air bagi tanaman memerlukan pertimbangan-
pertimbangan kehilangana air dari tanah melalui rembesan ke bawah dan ke samping.
Selain itu bagi daerah berdrainase buruk atau tergenang memerlukan data kecepatan
permeabilitas tanah agar perencanaan fasilitas drainase dapat dibuat untuk dapat
menyediakan jumlah air dan udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman.

Permeabilitas berhubungan erat dengan drainase. Mudah tidaknya air hilang


dari tanah menentukan kelas drainase tanah tersebut. Air dapat hilang dari
permukaan tanah maupun melalui peresapan tanah. Berdasarkan atas kelas
drainasenya, tanah dibedakan menjadi kelas drainase terhambat sampai sangat cepat.
Keadaan drainase tanah menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh. Sebagai
contoh, padi dapat hidup.

1. Permeabilitas (KHJ) adalah suatu sifat khas media sarang dan sifat geometri
tanah itu sendiri yang menunjukkan kemampuan tanah didalam menghantarkan
zat tertentu melalui pori- porinya
2. Permeabilitas tanah, merupakan pengaruh pada lapisan yang kedap, serta
mempengaruhi ketebalan dan nisbah bentotit, itu semua yang sangat menentukan
permeabilitas tanah.

25
2.10.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas
a. Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan antara pasir, liat, dan debu yang
menyusun suatu tanah. Tekstur sangat berpengaruh pada permeabilitas.
Apabila teksturnya pasir maka permeabilitas tinggi, karena pasir
mempunyai pori-pori makro. Sehingga pergerakan air dan zat-zat
tertentu bergerak dengan cepat.
b. Struktur tanah
Struktur tanah adalah agregasi butiran primer menjadi butiran
sekunder yang dipisahkan oleh bidang belah alami. Tanah yang
mempunyai struktur mantap maka permeabilitasnya rendah, karena
mempunyai pori- pori yang kecil. Sedangkan tanah yang berstruktur
lemah, mempunyai pori besar sehingga permeabilitasnya tinggi.(Semakin
kekanan semakin rendah).
c. Porositas
Permeabilitas tergantung pada ukuran pori-pori yang dipengaruhi oleh
ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Semakin kecil ukuran
partikel, maka semakin rendah permeabilitas.
d. Viskositas cairan
Viskositas merupakan kekentalan dari suatu cairan. Semakin tinggi
viskositas, maka koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil.
e. Gravitas
Gaya gravitasi berpengaruh pada kemampuan tanah untuk mengikat air.
Semakin kuat gaya gravitasinya, maka semakin tinggi permeabilitasnya.
f. Berat isi dan Berat jenis
Jika Berat isi tinggi, maka kepadatan tanah juga tinggi, sehingga
permeabilitasnya lambat atau rendah.

26
2.10.2 Faktor-faktor yang dipengaruhi permeabilitas
a. Infiltrasi
Infiltrasi kemampuan tanah menghantar partikel. Jika permeabilitas
tinggi maka infiltrasi tinggi.
b. Erosi
Erosi perpindahan massa tanah,jika permeabilitas tinggi maka erosi rendah
c. Drainase
Drainase adalah proses menghilangnya air yang berkelebihan secepat
mungkin dari profil tanah. Mudah atau tidaknya air hilang dari tanah
menentukan kelas drainase tersebut. Air dapat menghilang dari
permukaan tanah melalui peresapan ke dalam tanah. Pada tanah yang
berpori makro proses kehilangan airnya cepat, karena air dapat bergerak
dengan lancar. Dengan demikian, apabila drainase tinggi, maka
permeabilitas juga tinggi.
d. Konduktifitas
Konduktifitas didapat saat kita menghitung kejenuhan tanah dalam air
(satuan nilai), untuk membuktikan permeabilitas itu cepat atau tidak.
Konduktifitas tinggi maka permeabilitas tinggi.
e. Run off
Run off merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah. Sehingga,
apabila run off tinggi maka permeabilitas rendah.
f. Perkolasi
Perkolasi merupakan pergerakan air di dalam tanah. Pada tanah yang
kandungan litany tinggi, maka perkolasi rendah. Sehingga, apabila
perkolasi rendah maka permeabilitasnya pun rendah.

Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar
antara lambat sampai agak cepat (0,20 – 9,46 cm jam-1), sedangkan di lapisan
bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 -3,62 cm jam-1).

27
1. Constand Head Permeameter
Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki
koefisien permeabilitas yang tinggi.

Rumus :

Q = k.A.i.t..........................................................................................(2.10)
(𝑸.𝑳)
k = (𝐡 . ........................................................................................ (2.11)
𝐀 . 𝐭)

Dengan :

Q = Debit (cm3)

k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik)

A = Luas Penampang (cm2)

i = Koefisien Hidrolik = h/L

t = Waktu (detik)

Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh


koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung pada berbagai
faktor. Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi permeabilitas tanah,
yaitu:

1. Viskositas Cairan, yaitu semakin tinggi viskositasnya, koefisien


permeabilitas tanahnya akan semakin kecil.
2. Distribusi ukuran pori, yaitu semakin merata distribusi ukuran porinya,
koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
3. Distibusi ukuran butiran, yaitu semakin merata distribusi ukuran
butirannya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
4. Rasio kekosongan (Void Ratio), yaitu semakin besar rasio kekosongannya,
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar.
5. Kekasaran partikel mineral, yaitu semakin kasar partikel mineralnya,
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
28
6. Derajat kejenuhan tanah, yaitu semakin jenuh tanahnya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

2.11 Syarat-syarat pelaksanaan pengujian test sand cone dan permeabilitas


tanah
1. Tanah timbunan harus bebas dari kotoran berupa akar, batu - batuan dan
bahan organik.
2. Tanah yang dipadatkan adalah yang mempunyai kadar air - 2 % s/d + 3 %
dari nilai OMC (Optimum Moisture Content) dari laboratorium.
3. Timbunan dan pemadatan dilaksanakan lapis per lapis. Tebal lapisan (layer)
material yang dihampar tidak lebih tebal dari 30 cm (loose) sebelum
dipadatkan/sesuai trial embankment, terkecuali bila dipadatkan dengan
manual (tenaga manusia) atau hand stamper ketebalan lapisan (layer) tidak
lebih dari 15 cm sebelum dipadatkan.
4. Material dengan diameter ≥ 10 cm harus dibuang sebelum dipadatkan. Khusus
untuk material inti kedap (imprevious core), material berukuran kerikil hingga
batu dengan diameter max 10 cm tidak boleh lebih dari 15%.
5. Kepadatan kering lapangan tidak lebih kecil 95 % dari kepadatan kering
maksimum hasil pengujian standard proctor laboratorium ( γd max lab )
6. Dilakukan pengujian permeabilitas timbunan dilapangan, dan nilai
permeability ditetapkan K ≤ 2 x 10-5 cm/detik (untuk imprevious core) dan K
≤ 1 x 10-4 cm/detik (untuk random).
7. Uji pemadatan dilakukan dengan metode sand cone test, yang dilakukan
sebelum penghamparan layer berikutnya, rentang spesifik derajat pemadatan
tanggul yang telah dipadatkan lebih besar atau sama dengan 95 % terhadap
kerapatan kering maximum (sesuai spesifikasi teknik), apabila hasil
pemeriksaan pemadatan \tidak mencapai rentang spesifik (< 95 %), maka
pemadatan harus diteruskan sampai derajat pemadatan mencapai > 95 %
(Dalam persyaratan untuk meningkatkan kepadatan tanah, harus mencapai
minimal 95 %.).

29
2.12 Analisis Hidrologi
Hidrologi adalah bidang pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian serta
penyebab air alamiah di bumi. Faktor hidrologi yang berpengaruh pada wilayah hulu
adalah curah hujan (presipitasi). Curah hujan pada suatu daerah merupakan salah satu
faktor yang menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang
menerimanya (Rahmalia, 2013). Analisis hidrologi untuk perencanaan embung
meliputi 3 hal, yaitu:
1. aliran masuk (inflow) yang mengisi embung
2. tampungan embung
3. banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan
pelimpah (spillway).
Untuk menghitung semua besaran diatas lokasi dari rencana embung harus
ditentukan dan digambarkan pada peta. Hal ini dilakukan supaya dalam penetapan
dari hujan rata-rata dan evapotranspirasi yang tergantung dari lokasi dapat
ditentukan. Luas genangan embung harus diperkirakan dan elevasi dasar laut
ditempat embung serta elevasi tertinggi di daerah cekungan juga harus ditentukan.
Karena cekungan relatif kecil maka luas daerah tadah hujan diperhitungkan efekif
yaitu dikurangi terlebih dahulu dengan luas genangan embung.

2.13 Perkiraan debit aliran masuk embung


Debit aliran masuk ke dalam embung berasal dari hujan yang turun didalam
daerah cekungan. Curah hujan pada suatu daerah merupakan salah satu faktor yang
menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang menerimanya
Sebagian dari hujan tersebut menguap, sebagian lagi turun mencapai permukaan
tanah. Hujan yang mencapai tanah sebagian mengalir menuju embung sebagian
masuk kedalam tanah (resapan) yang akan mengisi pori-pori tanah, sebagian mengalir
menuju embung sebagai aliran bawah permukaan, sedangkan sisanya mengalir di atas
tanah (aliran permukaan) (Nisa, 2008). Dalam pemilihan jaringan lokasi stasiun,
harus direncanakan untuk menghasilkan gambaran yang mewakili distribusi daerah
hujan. Satu alat ukur curah hujan dapat mewakili beberapa km² tergantung pada

30
penempatan letak stasiun dan fungsinya. Jaringan stasiun yang relatif renggang cukup
untuk hujan besar yang biasa untuk menentukan nilai rata-rata tahunan di atas daerah
luas yang datar. Sedangkan jaringan yang sangat rapat dibutuhkan guna menentukan
pola hujan dalam hujan yang lebat disertai guntur (Rahmalia, 2013). Kerapatan
minimum jaringan stasiun curah hujan telah direkomendasikan World Meteorogical
Organization sebagai berikut :

1. untuk daerah datar pada zona beriklim sedang, mediteranian, dan tropis,
600 km² sampai 900 km² untuk setiap stasiun.
2. untuk derah pegunungan pada zona beriklim sedang, mediteranian, dan
tropis, 100 km² sampai 250 km² untuk setiap stasiun.
3. untuk pulau-pulau dengan pegunungan kecil dengan hujan yang tak
beraturan, 25 km² untuk setiap stasiun.
4. untuk zona-zona kering dan kutub, 1.500 km² sampai 10.000 km² untuk
setiap stasiun.
Sehingga curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan,
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan
wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm (Rahmalia, 2013).
Di daerah semi kering, cekungan/celah bukit pada umumnya tidak ditemukan
aliran. Dalam keadaan seperti itu aliran masuk ke dalam embung hanya dapat
diperkiran dari curah hujan, sehingga perkiraan aliran sudah cukup teliti jika diambil
curah hujan rata-rata bulanan.
Rumus untuk menghitung hujan rata-rata bulanan sebagai berikut:
Rjan = 𝟏⁄𝐧 ∑ (Rjan)i ..........................................................................................(2.12)

RFeb = 𝟏⁄𝐧 ∑ (Rfeb)i ..........................................................................................(2.13)

Rmar = 𝟏⁄𝐧 ∑ (Rmar)i...........................................................................................(2.14)

31
Keterangan:
Rjan = Hujan rata-rata bulanan untuk bulan Januari di daerah tadah hujan
(mm/bulan)
(Rjan)i = Hujan rata-rata bulanan untuk bulan Januari di pos ke (mm/bulan)
n = Jumlah pos hujan

2.14 Perkiraan debit banjir


Embung seperti pada waduk lainnya, harus dilengkapi dengan bangunan
pelimpah (spillway) yang memerlukan rencana banjir desain untuk merencanakan
ukurannya. Karena luas tangkapan hujan untuk embung tidak terlalu besar
(maksimum 100 ha) dan kapasitas tampungan kolam embung juga relatif kecil
(maksimum 100.000 m³) maka kapasitas bangunan pelimpahnya di desain
berdasarkan banjir rencana dengan kala ulang 25 tahun. Oleh karena itu metode
sederhana yang akan digunakan yaitu metode rasional yang berasal dari Australia.
Cara perhitungan untuk menentukan debit puncak dengan metode Rasional adalah
sebagai berikut:

1. Menentukan curah hujan maksimum tahunan rata-rata (Rm) dan jumlah hari
hujan badai (M) yang lebih besar dari 10 mm per hari,
2. Waktu konsentrasi (tc) didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
limpasan untuk melalui jarak terjauh di daerah tadah hujan, yaitu dari suatu
titik di udik sampai ke titik tinjau paling hilir. Waktu konsentrasi (tc)
dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich dan rumus Giandortti
kemudian dua harga tersebut dirata-ratakan.
Rumus Kirpich:

𝐋𝟏.𝟏𝟓𝟔
tc = 0,945 .............................................................................................(2.15)
𝐃𝟎,𝟑𝟖𝟓
Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi (jam)

32
L = Panjang sungai utama (km), kalau tidak ada sungai pilih alur terpanjang
dimana aliran permukaan mengalir
ΔH = Perbedaan tinggi antara lokasi embung dan titik tertinggi pada daerah
tadah hujan (m)
Rumus Giandotti:

𝟒𝐀𝟏/𝟐 + 𝟏,𝟓𝐋................................................................................................................................................
tc = (2.16)
𝟎,𝟖𝐡𝟏/𝟐
Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi (jam)
A = Luas daerah tangkapan (km²)
L = Panjang sungai utama atau alur (km)
ΔH = Perbedaan tinggi antara lokasi embung dan titik tertinggi pada daerah
daerah tadah hujan (km)
Tinggi rata-rata pada daerah tadah hujan dapat dihitung dengan merata-ratakan
minimal tiga titik pengamatan tertinggi, sedang dan terendah di alur cekungan. Nilai
tc diambil dengan merata-ratakan harga tc yang didapat dari rumus diatas.

tc = (tc1 + tc2 )/2 ..................................................................................................(2.17)


Keterangan:
tc1 = Waktu konsentrasi tc (rumus Kirpich)
tc2 = Waktu konsentrasi tc (rumus Giandortti)

2.15 Pelimpah (spillway)


Untuk bangunan embung kecil, tipe pelimpah yang cocok adalah pelimpah
tanah saluran terbuka. Pelimpah jenis ini diletakkan terpisah dengan tubuh embung
dan dibangun diatas tanah asli. Tempat pelimpah harus dipilih pada tempat dimana
alirannya tidak akan menyebabkan erosi pada tanggul dan aman terhadap longsoran.
Adapun bangunan pelimpah agar berfungsi secara baik, maka bangunan pelimpah
direncanakan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu pelimpah utama dan interflow. Dimensi
pelimpah ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
33
Q50 = 1,55 x W x h1,5 ............................................................................................(2.18)

Keterangan:
Q50 = debit banjir rencana (m³/dtk)
H = tinggi air diatas pelimpah (m)
W = lebar pelimpah rencana (m)

Dimensi outlet pelimpah direncanakan dengan menggunakan persamaan Manning


sebagai berikut:

Q = V. A ...............................................................................................................(2.19)

1 2 / 3 0,5
V= R I .......................................................................................................(2.20)
n

A h(n '  m)
R= = ...........................................................................................(2.21)
P n'2 1  m

b
n’ = ....................................................................................................................(2.22)
h

Keterangan:
Q = debit banjir rencana (m³/dtk)
V = kecepatan aliran (m/dtk)
A = luas penampang basah (m²)
N = koefisien kekasaran manning (tabel 2.4)
P = lebar basah (m)
R = jari-jari hidrolik (m)
I = kemiringan saluran rencana
m = kemiringan lereng (1:1)
h = kedalaman air (h)
b = lebar saluran rencana (tabel 2.5)
34
n’ = perbandingan lebar dasar (b) dengan kedalaman air (h)

Tabel 2. 4 Koefisien Manning untuk Berbagai Jenis Pelindung pada Pelimpah

Tipe Pelindung
No Pelimpah n
1 Rumput 0,03-0,025
2 Batu 0,035
3 Rip-rap 0,025
4 Pasangan batu/beton 0,014

Tabel 2. 5 Lebar Minimal Pelimpah Bagian Inlet

No Debit Banjir (m³) Lebar Inlet (m)


1 3 5,50
2 4 7,50
3 5 9,00
4 6 11,00
5 7 12,50
6 8 14,50
7 9 16,50
8 10 18,50
9 11 20,00
10 12 22,00
11 13 23,50
12 14 25,50
13 15 27,50

Kedalaman air dapat dicari dengan cara coba-coba, perhitungannya adalah sebagai
berikut:
1. Andaikan kedalaman air h= h0
2. Hitung kecepatan yang sesuai (V0)
2/3
1  h (n' m) 
V0 =  0 I 0,5 .....................................................................(2.23)
n  n'2 1  m) 

3. Hitung luas basah A0


Q
A0 = ........................................................................................................(2.24)
V0

35
4. Hitung kedalaman air yang baru h1

A0
h1 = .................................................................................................(2.25)
n' m
5. Bandingkan h0 dengan h1. Jika h1- h0 < 0,005 maka h1 = hrencana. Apabila h1-
h0 > 0,005 maka perhitungan diulangi kembali sampai didapatkan harga h1-
h0 < 0,005.
Bangunan pelimpah terdiri dari tiga bagian utama yaitu :
1. saluran pengarah dan pengatur aliran
2. saluran peluncur
3. peredam energi.
1. Saluran Pengarah dan Pengatur Aliran
Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran tersebut
senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran pengarah aliran ini,
kecepatan masuknya aliran air supaya tidak melebihi 4 m/det dan lebar saluran
makin mengecil ke arah hilir. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya
diambil lebih besar dari 1/5 X tinggi rencana limpasan di atas mercu ambang
pelimpah (Gambar 2.2). Kapasitas debit air sangat dipengaruhi oleh bentuk
ambang.

Saluran pengarah aliran


Ambang pengatur debit
H V

W> 51 H
W V< 4m/dt
V < 4 m/det

Gambar 2. 2 Saluran Pengarah Aliran dan Ambang Pengatur Debit pada Sebuah Pelimpah.

Sumber: (Soedibyo, 2003)

36
Perhitungan Lebar Bukaan Bagian Pengatur
0,734  Q
bc = ......................................................................................................(2.26)
do3 / 2

Q
q = ................................................................................................................(2.27)
bc
1/ 3
q2 
dc =   ..........................................................................................................(2.28)
g
q
Vc = ...............................................................................................................(2.29)
dc
Vc 2
hvc = ...........................................................................................................(2.30)
2 g
Ac = bc x dc .......................................................................................................(2.31)
Pc = bc + (2 x dc) ................................................................................................(2.32)
Ac
Rc = ..............................................................................................................(2.33)
Pc
2
 Vc 
Ic =  2/3 
............................................................................................(2.34)
 ( K  Rc) 
Ec = dc + hvc + Δe ..............................................................................................(2.35)

Keterangan:
Bc = lebar bagian pengatur (m)
Q = debit (m³/dtk)
Q = debit persatuan lebar (m³/dtk/m)
Do = tinggi air di mulut masuk got miring (m)
dc = tinggi air kritis (m)
g = percepatan gravitasi (m/dtk)
Vc = kecepatan kritis (m/dtk)
hvc = tinggi kecepatan kritis (m)
Ac = luas penampang basah kritis (m²)

37
Pc = luas keliling basah kritis (m)
Rc = jari-jari hidrolis (m)
K = koefisien kekasaran dinding saluran (saluran pasangan)
Ic = kemiringan dasar pada kecepatan kritis
Ec = tinggi energi kritis dari udik sampai hilir (m)

Tabel 2. 6 Koefisien Kekasaran Strickler

No Uraian K
1 pasangan batu 50
2 pasangan beton (untuk talut) 60
3 pasangan beton (untuk talut dan dasar) 70

Perhitungan keseimbangan tinggi energi


Syarat: Ec = E1
E1 = d1 + hv1 + hf .............................................................................................(2.36)
A1
d1 = ..............................................................................................................(2.37)
b1
V 12
hv1 = ........................................................................................................(2.38)
2 g
hf = L x I ............................................................................................................(2.39)

V1 x A1 = Vc x Ac .............................................................................................(2.40)

Vc Ac
A1 = .....................................................................................................(2.41)
V1

A1
d1 = ..............................................................................................................(2.42)
b1

P1 = b1 + (2 x d1) ..............................................................................................(2.43)

A1
R1 = .............................................................................................................(2.44)
P1

2
 Vc 
Ic =  2/3 
...............................................................................................(2.45)
 K  Rc 

38
Ic  I1
Im = .......................................................................................................(2.46)
2

V 12
hv1 = .......................................................................................................(2.47)
2 g

Keterangan:
Hf = kehilangan energi akibat kemiringan pada got miring (m)
Im = kemiringan dasar rata-rata dari awal got miring sampai akhir kolam
olakan
L = panjang horisontal got miring (m)
d1 = tinggi air diawal ruang olak (m)

Tabel 2. 7 Kemiringan Lereng Urugan

Kemiringan Lereng
Material Urugan Material Utama Vertikal : Horisontal
Hulu Hilir
a. Urugan Homogen CH,CL,SC,GC,GM,SM
1:3 1:2,25
b. Urugan Majemuk
1. Urugan batu dengan
inti lempung atau Pecahan Batu 1:1,50 01.01,3
dinding diafragma
2. Kerikil-kerikil
dengan inti lempung Kerikil 1:2,50 1:1,75
atau dinding diafragma

1 2 3 4
Gambar 2. 3 Bangunan Pelimpah.

Sumber: (Soedibyo, 2003)


39
Keterangan:
1. saluran pengarah dan pengatur aliran,
2. saluran peluncur,
3. bangunan peredam energi,
4. ambang.
a. Ambang Bebas
Ambang bebas digunakan untuk debit air yang kecil dengan bentuk sederhana.
Bagian hulu dapat berbentuk tegak atau miring. (1 tegak : 1 horisontal atau 2
tegak : 1 horisontal), kemudian horizontal dan akhirnya berbentuk lengkung
(Soedibyo, 2003). Apabila berbentuk tegak selalu diikuti dengan lingkaran yang
jari-jarinya ½ h2

2/3h1

h1 1/3h1 h1 1/3h1 2/3h1

h2

Gambar 2. 4 Ambang bebas

Sumber: (Soedibyo, 2003)

Untuk menentukan lebar ambang biasanya digunakan rumus sebagai berikut :

Q = 1,704 . b . c . (h1)3/2 ....................................................................................(2.48)

Keterangan:
Q = debit air (m³/dtk)
40
b = panjang ambang (m)
h1 = kedalaman air tertinggi disebelah hulu ambang (m)
c = angka koefisien untuk bentuk empat persegi panjang = 0,82

b. Ambang berbentuk bendung pelimpah (overflow weir)


Digunakan untuk debit air yang besar. Permukaan bendung berbentuk lengkung
di sesuasikan dengan aliran air, agar tidak ada air yang lepas dari dasar bendung.
Rumus untuk bendung pelimpah menurut JANCOLD (The Javanese National
Committee on Large Dams) adalah sebagai berikut :

Q = c.(L-KHN).H1/2 .....................................................................................(2.49)

Keterangan:
Q = debit air (m³/dtk)
L = panjang mercu pelimpah (m)
K = koefisien kontraksi
H = kedalaman air tertinggi disebelah hulu bendung (m)
c = angka koefisien
N = jumlah pilar

Hv 0,282 Hd
0,175 H d
He titik nol dari koordinat X,Y
Hd X

x
O
Y

poros bendungan
R = 0,2 Hd
X 1,85 = 2 Hd 0,85 Y
R = 0,5 Hd
Y

Gambar 2. 5 Ambang Pelimpah Tipe Ogee

Sumber: (Soedibyo, 2003)

41
c. Saluran Peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut (Sosrodarsono, 2006):
- agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa
hambatan-hambatan hidrolis,
- agar konstruksi saluran peluncur cukup kukuh dan stabil dalam menampung
semua beban yang timbul,
- agar biaya konstruksi diusahakan se-ekonomis mungkin.

hL
hv1
V1
hd1 hv2
1 h1

V2
l1 hd2

2
L

Gambar 2. 6 Skema Penampang Memanjang Aliran pada Saluran Peluncur

Sumber: (Sosrodarsono, 2006)

d. Bagian yang berbentuk terompet pada ujung hilir saluran peluncur


Semakin kecil penampang lintang saluran peluncur, maka akan memberikan
keuntungan ditinjau dari segi volume pekerjaan, tetapi akan menimbulkan
masalah-masalah yang lebih besar pada usaha peredaman energi yang timbul
per-unit lebar aliran tersebut. Sebaliknya pelebaran penampang lintang saluran
akan mengakibatkan besarnya volume pekerjaan untuk pembuatan saluran
peluncur, tetapi peredaman energi per-unit lebar alirannya akan lebih ringan.
Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka saluran
42
peluncur dibuat dengan penampang yang kecil, tetapi pada bagian ujung hilir
saluran peluncur dibuat melebar (berbentuk terompet) sebelum dihubungkan
dengan peredam energi. Pelebaran tersebut diperlukan agar aliran super-kritis
dengan kecepatan tinggi yang meluncur dari saluran peluncur dan memasuki
bagian ini, sedikit demi sedikit dapat dikurangi akibat melebarnya aliran dan
aliran tersebut menjadi semakin stabil sebelum mengalir masuk ke dalam
peredam energi.

e. Peredam energi
Digunakan untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi energi air
agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan instalasi lain disebelah
hilir bangunan pelimpah. Guna mereduksi energi yang terdapat di dalam aliran
tersebut, maka di ujung hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan
yang disebut peredam energi pencegah gerusan. Dalam perencanaan dipakai tipe
kolam olakan, dan yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Macam tipe kolam olakan datar yaitu :

1. Kolam olakan datar tipe I


Kolam olakan datar tipe I adalah lagi pada kolam olakan tersebut
(Sosrodarsono, 2006) .

Gambar 2. 7 Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR.

Sumber: (Sosrodarsono, 2006)

43
2. Kolam olakan datar tipe II
Kolam olakan datar tipe II ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis
yang tinggi dan dengan debit yang besar (q > 45 m 3/dt/m, tekanan hidrostatis >
60 m dan bilangan Froude > 4,5). Kolam olakan tipe ini sangat sesuai untuk
bendungan urugan dan penggunaannya cukup luas (Sosrodarsono, 2006).

Gambar 2. 8 Bentuk kolam olakan datar tipe II USBR.

Sumber: (Sosrodarsono, 2006)

3. Kolam olakan datar tipe III


Pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam olakan ini sangat mirip dengan
sistim kerja dari kolam olakan datar tipe II, akan tetapi lebih sesuai untuk
mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang agak
kecil (q < 18,5 m3/dt/m, V < 18,0 m/dt dan bilangan Froude > 4,5). Untuk
mengurangi panjang kolam olakan, biasanya dibuatkan gigi pemencar aliran
di tepi hulu dasar kolam, gigi penghadang aliran (gigi benturan) pada dasar
kolam olakan. Kolam olakan tipe ini biasanya untuk bangunan pelimpah
pada bendungan urugan rendah (Sosrodarsono, 2006) .

44
Gambar 2. 9 Bentuk kolam olakan datar tipe III USBR.

Sumber: (Sosrodarsono, 2006)

4. Kolam olakan datar tipe IV


Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan
tipe III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran
dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit lebar,
yaitu untuk aliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude antara
2,5 s/d 4,5. Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada bangunan-
bangunan pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau
bendung-bendung penyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-
bendung penyangga dan lain-lain (Sosrodarsono, 2006).

Gambar 2. 10 Bentuk kolam olakan datar tipe IV USBR

Sumber: (Sosrodarsono, 2006)

45
Perhitungan tinggi muka air pada kolam olak :
V1
Fr = ....................................................................................................(2.50)
g  d1

d2 =
d1
2
 
1  8  Fr 2 )  1 .....................................................................................(2.51)

Keterangan:
Fr = bilangan froude diawal ruang olak
d1 = tinggi muka air kritis (m)
d2 = tinggi muka air di akhir ruang olak (m)

Perhitungan panjang kolam olak dan lebar kolam olak :


L1 = 5 x d2 .........................................................................................................(2.52)

18,48  Q
b= ...................................................................................................(2.53)
Q  9,91

Keterangan:
L1 = panjang kolam olak (m)
B = lebar kolam olak (m)
Q = debit rencana (m³/dtk)
d2 = tinggi muka air di akhir ruang olak (m)

Perhitungan elevasi pada kolam olak dan dasar hilir :


q
V2 = .............................................................................................................(2.54)
d2
V2
hv2 = ........................................................................................................(2.55)
2 g

V 32
hv3 = ........................................................................................................(2.56)
2 g
Elevasi B = (elevasi C + d3 + hv3) – (d2 + hv2) ..............................................(2.57)
Keterangan:

46
Elevasi B = elevasi dasar olak
Elevasi C = elevasi dasar saluran di hilir ruang olak
d2 = tinggi muka air didasar ruang olak (m)
d3 = tinggi muka akhir di akhir ruang olak (m)
q = debit persatuan lebar (m³/dtk)
V2 = kecepatan air di akhir ruang olak (m/dtk)
V3 = kecepatan air di saluran, sebelah hilir ruang olak (m/dtk)
hv2 = tinggi kecepatan di akhir ruang olak (m)
hv3 = tinggi kecepatan pada saluran, di hilir ruang olak (m)

Perhitungan tinggi tembok pada bagian got miring :


H = (1,5 x dc) + W ............................................................................................(2.58)
H´ = d2 + W .........................................................................................................(2.59)

Keterangan:
H = tinggi tembok minimum got miring dibagian udik (m)
H´ = tinggi tembok minimum got miring dibagian hilir (m)

47

Anda mungkin juga menyukai