Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL SKRIPSI

“PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BERDASARKAN SAAK EMKM


PADA 81 COFFEE”

Disusun Oleh:

D3 MANAJEMEN BISNIS REGULER A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS


LAMBUNG MANGKURAT

2020
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................3
1.5. Batasan Istilah...........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1. Landasan Teori..........................................................................................5
2.2. Penelitian Terdahulu................................................................................14
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL................................................................17
3.1. Kerangka Konseptual..............................................................................17
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................17
4.1. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................19
4.2. Jenis Penelitian........................................................................................19
4.3. Tempat dan Lokasi Penelitian.................................................................19
4.4. Unit Analisis............................................................................................20
4.5. Variabel dan Devinisi Operasional..........................................................20
4.6. Teknik Pengumpulan Data......................................................................21
4.7. Teknis Analisis Data...............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia menjadai kian pesat sekarang,

selain dari inestasi asing, tidak dapat dipungkiri pula bahawa perkembangan

ekonomi ini juga dipengaruhi oleh usaha-usaha dalam negeri yang kian

berkembang baik itu dalam skala besar, menengah, kesil dan juga mikro.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang biasa disebut UMKM ini dianggap

telah memberikan kontribusi dan pengaruh yang cukup besar terhadap

peningkatan ekonomi Indonesia dengan memberikan sekitar 57-60% produk

domestic bruto. Tak terlepas dari hal tersebut UMKM juga dianggap

memegang peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia, hal

ini disebabkan oleh meningkatnya UMKM di Indonesia dari tahun ke tahun

dikarenakan proses pendiriannya yang mudah dan pengelolaannya yang

tidak terlalu rumit. Hal ini juga disebabkan jumlah UMKM yang lebih besar

daripada perusahaan besar di Indonesia. Mengingat peranannya yang

penting dalam pembengunan ekonomi tersebut, UMKM harus terus

dikembangkan agar tercipta pemerataan dan terwujudnya kemakmuran bagi

seluruh lapisan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah

dan masyarakat harus bekerjasama, masyarakat sebagai pelaku utama

pembangunan ekonomi, dan pemerintah sebagai pengarah, pembimbing,

pelindung, serta pengatur iklim usaha.

UMKM memiliki potensi besar dalam membantu perkembangan dan

peningkatan perekonomian ini dirasa masih belum seimbang dengan tingkat

1
2

kualitas pengelolaan yang terbilang masih rendah, seperti kurangnya

pencatatan dan pengelolaan keuangan keuangan yang merupakan salah saat

faktor utama dalam keberhasilan suatu usaha. Laporan keuangan merupakan

instrumen yang sangat penting dalam memperoleh informasi mengenai

posisi keuangan perusahaan dan hasil usaha yang dicapai oleh suatu

perusahaan. Selain itu, laporan keuangan dapat menjadi dasar bagi pemilik

UMKM dalam memperhitungkan laba yang diperoleh, tambahan modal

yang dicapai dan dapat mengetahui bagaimana keseimbangan harta dan

kewajiban yang dimiliki. Setiap keputusan yang diambil dalam

mengembangkan usahanya bukan hanya berdasar laba semata, tetapi

didasarkan pada laporan keuangan yang dilaporkan secara lengkap (Susanto,

dan Rintan;2019).

Pengelolaaan keuangan menjadi salah satu aspek penting bagi

kemajuan perusahaan. Pengelolaan keuangan dapat dilakukan melalui

akuntansi. Akuntansi dikenal sebagai ilmu yang membantu mengetahui,

mengidentifikasi, dan mengukur kondisi keuangan usaha sehingga pelaku

usaha dapat mengambil keputusan lebih tepat dalam pengembangan usaha

setelah memahami proses tersebut. Hal ini juga dibutuhkan sebagai bahan

evaluasi kerja suatu perusahaan. Mengingat betapa pentingnya pengelolaan

keuangan bagi UMKM ini, maka pada tahun 2016 Ikatan Akuntansi

Indonesia (IAI) selaku organisasi profesi sekaligus sebagai badan penyusun

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Melalui Dewan Standar Akuntasni

Keuangan (DSAK) menyusun standar sesuai dengan karakteristik UMKM


3

mengeluarkan dan mengesahkan Standar Akuntanasi Keuangan Entitas

Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM).

Berdasarkan SAK EMKM, sebuah UMKM harus membuat tiga jenis

lapoarn keuangan keuangan yaitu laporan laba rugi, laporan posisi

keuangan, dan catatan atas laporan keuangan. Pengakuan dan pengukuran

asset, liabilitas, pendapatan dan beban pasa SAK EMKM masih berdasar

pada kerangka dasar penyusunan laporan keuangan dalam SAK umum.

SAK EMKM merupakan standar akuntansi yang dibuat lebih sederhana

sehingga mudah untuk diterapkan bagi para pelaku UMKM untuk

memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan perusahaan. SAK EMKM

dikeluarkan sebagai pengganti Standar Akuntansi Keuangan Entitass Tanpa

Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang lebih rumit. Hal ini dutujukan agar

penyesuaian lebih mudah dilakukan pelaku UMKM yang mana pada

umumnya pelaku UMKM di Indonesia masi menggunakan sisem sederhana

dengan hanya mencatat pemasukan dan pengeluaran kas.

UMKM 81 Coffee merupakan Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro

yang berdiri sejak tanggal 24 Agustus 2019, dimiliki oleh Tn. Ahmad

Aditya. 81 Coffee menjual minuman berbahan dasar kopi dengan banyak

varian rasa. Kopi yang digunakan pada 81 Coffee Merupakan produksi

sendiri dengan bahan baku mentah yang berasal dari Kota Malaang Dan

Kbupaten Jember Jawa Timur. Berangkat dari kesukaan Tn. Ahmad Aditya

dengan metode pengolahan minuman ini, saat ini 81 Coffee telah menjadi

salah satu tempat berkumpul yang lumayan diminati oleh kalangan

penikmat kopi di Banjarmasin. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari


4

Tn. Ahmad Aditya selaku pemilik sekaligus pengelola 81 Coffee, dalam

pengelolaan keuangan 81 Coffee masih menggunakan aplikasi kasir

sederhana yang hanya mencatat pemasukan dan keuntungan kotor dalam

suatu periode. Pemilik juga melakukan pencatatan sederhana di luaar

aplikasi yang mencatat pengeluaran belanja selama satu periode. Hal ini

tentu masih belum sesuai dengan SAK EMKM yang telah dikeluarkan IAI.

Berdasarkan pemaparan latas belakang dan fenomena yang tersebut di

atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul skripsi

“PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BERDASARKAN SAK

EMKM PADA 81 COFFEE”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penyusunan penyusunan laporan keuangan berdasarkan

SAK EMKM pada 81 Coffee?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka

maksud dan tujuan penelitian ini adalah:

1. Menerapkan Sistem Akuntansi Keuangan dengan menyusun laporan

keuangan berdasarkan SAK EMKM pada 81 Coffee.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:
5

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

serta sebagai media belajar penulis dalam pengaplikasian ilmu yang

didapar selama masa perkuliahan terkait penerapan Sistem Akuntansi

Keuangan serta sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

studi Diploma 3 Manajemen Bisnis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lambung Makngkurat Banjarmasin.

2. Bagi 81 Coffee, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan

masukan dan evaluasi dalam penyusunan dan pencatatan laporan

keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM.

3. Bagi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi referansi bagi mahasiswa selanjutnya dalam

penelitian terutama dalam bidang Sistem Akuntansi Keuangan.

4. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu menambah

informasi dan menjadi sumbangan pemikiran bagi semua yang

membaca.

1.5. Batasan Istilah


1. IAI adalah Ikatan Akuntansi Indonesia, adalah organisasi profesi yang

menaungi seluruh Akuntan Indonesia.

2. DSAK adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang berwenang

menyusun Standar Akuntansi Keuangan (SAK) entitas privat di

Indonesia.

3. UMKM adalah Usaha Menengah Kecil dan Mikro yang memiliki

kriteria sesuai dengan UU No. 20 Thun 2008 tentang UMKM.


6

4. SAK adalah Standar Akuntansi Keuangan yang merupakan suatu

kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi

keseragaman dalam penyajian laporan keuangan

5. SAK EMKM adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Menengah

Kecil Mikro yang merupakan standar akuntansi keuangan yang berdiri

sendiri yang dapat digunakan oleh entitas yang memenuhi definisi

entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan sebagaimana yang

diatur dalam SAK ETAP dan karakteristik dalam Undang-Undang No

20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pembayaran Non Tunai

Sistem pembayaran adalah sistem yang dipakai untuk

melaksanakan pemindahan dana yang timbul dari suatu kegiatan

ekonomi dengan menggunakan alat yang dinamakan alat

pembayaran. Indonesia sendiri memiliki dua sistem pembayaran,

yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non tunai.

Sesuai dengan namanya, sistem pembayaran tunai menggunakan alat

pembayaran tunai sebagai media pemindahan dana, yaitu berupa

uang kartal (uang kertas dan uang logam). Sedangkan sistem

pembayaran non tunai menggunakan kartu (APMK), cek, bilyet giro,

nota debet, maupun uang elektronik sebagai pemindah dana.

Lahdenpera (dalam Jurnal Bank Indonesia, 2006) menyatakan

bahwaselama dua dekade terakhir, alat pembayaran non tunai

dianggap telah berperan dalam menggantikan uang sebagai alat

pembayaran. Metode pembayaran secara transfer antar rekening bank

semakin banyak menggantikan peran uang dalam perdagangan besar

dan transaksi-transaksi keuangan nilai besar, sedangkan alat

pembayaran menggunakan kartu dalam bentuk kartu debit, kartu

ATM, kartu kredit, maupun stored value card/prepaid card telah

menggantikan peran uang tunai dalam pemabayaran retail.

7
8

Sistem pembayaran non tunai melibatkan lembaga perantara

agar dana yang ditransaksikan dapat benar-benar efektif berpindah

dari pihak yang menyerahkan kepada pihak penerima. Jika pihak-

pihak tersebut dalam lingkaran bank yang sama, maka bank tersebut

hanya cukup melakukan proses pemindahbukuan dari rekening yang

satu ke rekening lainnya. Namun jika kedua belah pihak tersebut

tidak dalam satu lingkar bank yang sama, maka diperlukan lembaga

kliring yakni Bank Indonesia untuk mengakomodir transaksi

tersebut. Dalam transaksi non tunai, mekanisme operasional

memiliki satu faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu

settlement. Settlement adalah proses terjadinya perpindahan nilai

uang secara permanen yang dilakukan dengan mendebit rekening

pembayar dan mengkredit rekening penerima.

SE Mendagri nomor 910/1867/SJ [3] mendefinisikan Transaksi

Non Tunai sebagai pemindahan sejumlah uang dari satu pihak

kepada pihak lain menggunakan instrumen TNT. TNT paling lambat

dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2018 dengan kewajiban kepala

daerah melaporkan perkembangan kesiapan implementasi TNT pada

masing-masing daerah. Dimana bahwa transaksi ini melingkupi

seluruh transaksi baik penerimaan daerah yang dilakukan oleh

bendahara penerimaan / bendahara penerimaan pembantu dan

pengeluaran oleh bendahara pengeluaran / bendahara pengeluaran

pembantu. Penerapan TNT harus di dukung oleh kebijakan kepala

daerah dan rencana aksi kebijakan serta keharusan kepala daerah


9

berkoordinasi dengan lembaga keuangan bank daerah.

Perkembangan kesiapan dilaporkan paling lambat 1 Oktober 2017

untuk Pemerintah Provinsi.

Manfaat transaksi non tunai dalam Surat Edaran Menteri Dalam

Negeri No 910/1867/SJ dan sesuai Peraturan Presiden tahun 2016 tentang

pencegahan korupsi, yaitu:

1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan

daerah;

2. Mencegah peredaran uang palsu;

3. Menghemat pengeluaran Negara;

4. Menekan laju inflasi;

5. Mencegah transaksi illegal (korupsi);

6. Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of

money);

7. Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan kas.

Penerapan transaksi non tunai pada pemerintah daerah ini

menggunakan Cash Management System (CMS). Cash Management

System (CMS) adalah fitur fasilitas layanan perbankan berbasis internet

yang ditujukan bagi nasabah korporasi (non pribadi) dalam melakukan

transaksi keuangan secara realtime dan online untuk memudahkan entitas

publik bertransaksi dan melakukan pengawasan. Cash Management

System (CMS) Bank Kalsel yang bertujuan untuk memberikan berbagai

kemudahan akses rekening kepada nasabah. Melalui CMS tersebut,

nasabah Bank Kalsel dapat melakukan akses langsung ke rekening

melalui jaringan internet selama 24 jam langsung dan 7 hari seminggu

dari berbagai belahan dunia.


10

2.1.2. Fungsi dan Tujuan Pembayaran Non-Tunai

Menurut Hancock dan Humphey (1998) pada umumnya

transaksi yangmenggunakan sistem pembayaran elektronis berbiaya

hanya antara sepertiga sampai separuh dari transaksi yang

menggunakan sistem pembayaran berbasis kertas, sehingga

penghematan substansial dalam pengeluaran dapat direalisasi melalui

perubahan sistem dari yang berbasis kertas ke sistem yang bersifat

elektronis dan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab

itu, bagian intergal dari sistem pembayaran elektronik ialah Alat

pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang banyak

digunakan oleh masyarakat banyak. Pengunaan alat pembayaran ini

memberikan manfaat yang sangat besar bagi berbagai sektor

perekonomian.

2.1.3. Manfaat dan Risiko Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Alat pembayaran non tunai memberikan manfaat kepada

perekonomian, antara lain:

1. Hemat ruang.

Dengan sistem pembayaran non tunai, berarti uang Anda

tetap berada di sistem keuangan yang terlindungi. Anda cukup

menggunakan kartu atau aplikasi mobile atau bertransaksi

lewat internet. Karena tidak ada uang yang perlu dipegang atau

disimpan, berarti tidak Anda tidak perlu menyiapkan ruang

penampungan atau penyimpanan uang khusus.


11

2. Lebih aman.

Alat pembayaran nontunai menggunakan sandi rahasia

yang hanya diketahui oleh pemiliknya. Sistem keamanannya

pun berlapis. Mulai dari penggunaan PIN sampai verifikasi

lewat SMS atau email. Keamanan makin terjamin berkat

adanya pemberitahuan untuk setiap transaksi tertentu. Uang

fisik yang terlibat dalam transaksi nontunai juga dijamin

keamanannya oleh pihak penyedia non tunai dan bank tempat

penyimpanan uang.

3. Lebih nyaman.

Antrian saat transaksi akan jauh lebih cepat. Dan Anda

tidak akan lagi menerima permen sebagai pengganti kembalian.

4. Lebih transparan.

Ini yang tidak bisa disediakan oleh instrumen tunai.

Setiap transaksi nontunai yang kita lakukan tercatat oleh sistem

dan tersimpan dalam catatan aktifitas kita, baik berupa struk

maupun berupa riwayat transaksi pada aplikasi atau website.

Akan tetapi penggunaan sarana pembayaran elektronik tersebut

dapat meningkatkan resiko pada perekonomian dan sistem

pembayaran, antara lain:

1. Peningkatan risiko defalut terutama pada instrumen kartu kredit

(dan kartu pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko

sistemik dalam penyelesaian pembayaran antar bank.


12

2. Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan

kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian

transaksi.

3. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.

2.1.4. Good Governance

Good Governance terdiri dari dua suku kata yaitu Good yang

berarti bagus dan Governance yang berarti tata kelola atau

pengelolaan. Jika digabungkan maka kita bias mengambil

kesimpulan yang dimaksud dengan Good Governance adalah tata

kelola yang bagus/ baik. Namun beberapa ahli memiliki berbagai

macam pemikiran yang berbeda mengenai pengertian dari good

governance.

Good Governance menurut Bank Dunia dalam Mardiasmo

(2004:23) adalah cara kekuasaan digunakan dalam mengelola

berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan

masyarakat. Menurut UNDP (United Nations Development

Program) dalam Sedarmayanti (2012), arti good dalam good

governance mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi

keinginan rakyat, kemandirian, berdaya guna dan berhasil dalam

pelaksanaan tugasnya untuk mencapai suatu tujuan, serta aspek

fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Sementara

itu OECD (Organization foreconomic Corporation and

Develepopment) yang dikutip oleh Retnowulan (2014)

mendefinisikan good governance adalah melihat governance


13

sebagai suatu sistem dimana sebuah perusahaan atau entitas bisnis

diarahkan dan diawasi.

UNDP menjelaskan terdapat tiga pilar good governance yang

penting yaitu:

1. Economic governance;

2. Political Governance;

3. Administrative Governance.

Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders atau kita sebut

sebagai pemangku kepentingan. Yang dimaksud pemangku

kepentingan disini yaitu:

1. Pemerintah yang berperan dalam menciptakan iklim politik

serta hukum yang kondusif;

2. Sektor swasta berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan

dan pendapatan;

3. Masyarakat berperan dalam mendorong interaksi sosiai,

ekonomi, politik dan mengajak seluruh anggota masyarakat

berpartisipasi.

Selain itu, UNDP menyebutkan terdapat 9 prinsip good

governance yaitu Partisipasi Masyarakat, Tegaknya Supremasi

Hukum, Transparansi, Peduli pada Stakeholder, Berorientasi pada

Konsensus, Kesetaraan, Efektifitas dan Efisiensi, Akuntabilitas, Visi

Strategis.

Menurut Mardiasmo (2009:18) dari sembilan prinsip tersebut

terdapat tiga pilar yang saling berkaitan untuk mewujudkan good


14

governance yaitu transparasi, akuntabilitas, serta efektivitas dan

efisiensi. Menurut UNDP (1997), akuntabilitas adalah Para

pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-

organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat

maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Sedangkan,

Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh

proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat

diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang

tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

Kemudian efektivitas dan efisiensi adalah Proses-proses

pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai

kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-

sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

2.1.5. Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan

daerah, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dimana

dikelola berdasarkan asas umum diantaranya tertib, taat pada

peraturan, efisien, efektif, transaparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk

masyarakat yang dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi

dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Peraturan


15

Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 mengatakan tujuan dari

pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab (accountability)

2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

3. Kejujuran

4. Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (effiency)

5. Pengendalian

2.1.6. Belanja Pemerintah Daerah

Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan

Keuangan Daerah, belanja daerah didefiisikan sebagai kewajiban

pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan

bersih. Belanja daerah digunakan dalam menandai pelaksanaan

urusan penerimaan yang terjadi pada saat pertanggungjawaban atas

pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi

perbendaharaan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka

menandai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan

provinsi dan kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan

pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidangyang

dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah yang

ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Akuntansi belanja daerah adalah seluruh pengeluaran dari

Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar

dalamAperiode tahun anggaranabersangkutan yang tidak akan

diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.


16

AkuntansiAbelanja pada satuan kerjaAmeliputi akuntansi belanja

UP (uang persediaan), GU (ganti uang), dan akuntansi belanja LS

(langsung). BuktiAtransaksi yang digunakan dalam pelaksanaan

prosedurOakuntansi pengeluaran kas mecakupOSurat Perintah

Penyediaan Dana (SP2D), nota debet bank, dan bukti transaksi kas

lainnya yang dalam penyajiannya harus dilengkapi dengan

SPM/SPD/Kuitansi pembayaran dan/atau bukti tandaAterima

barang/jasa.

2.1.7. Agency Theory

Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan

kontraktual antara principals dan agens. Pihak principals adalah

pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain yaitu agent

untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam

kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Smith,

1984). Pada dasarnya organisasi sektor publik dibangun atas dasar

agency theory, diakui atau tidak di pemerintah daerah terdapat

hubungan dan masalah keagenan. Teori keagenan dapat diterapkan

dalam organisasi publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi

modern didasarkan pada serangkaian hubungan antara prinsipal

dan agen.

Setiawan (2012) menyatakan bahwa kerangka hubungan

prinsipal agen merupakan satu pendekatan yang sangat penting

untuk menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik.

Akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa pengertian


17

akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang amanah (pemerintah)

untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan

dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi

tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat)

yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam

pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan

(teori keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan

pemerintah daerah sebagai agent.

Di pandang dari sudut pandang teori keagenan diatas.

Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah adalah seperti

hubungan antara prinsipal dan agen. Masyarakat adalah prinsipal

dan pemerintah adalah agen, Prinsipal memberikan wewenang

pengaturan kepada agen, dan memberikan sumber daya kepada

agen (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud

pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agen

memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap prinsipal

(Santoso dan Pambelum, 2008).

Agen merupakan penerima tanggung jawab dan principle

ialah pemberi tanggung jawab. Teori keagenan (agency theory)

dibangun sebagai upaya untuk memahami dan memecahkan

masalah-masalah yang muncul manakala ada ketidak lengkapan

informasi pada saat melakukan kontrak. Untuk itu, konsep

pengelolaan keuangan daerah dapat dijelaskan menggunakan


18

agency theory dimana dalam pengertian luas akuntabilitas dapat

dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah dalam hal ini

pemerintah (agent) yang selalu memberikan pertanggungjawaban,

menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan

kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi

amanah dalam hal ini masyarakat.

2.2. Penelitian Terdahulu


No Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Angelia Palelu Analisi Penerapan  Kesiapan Dinas


Fak. Ekonomi Sistem Transaksi Lingkungan Hidup
dan Bisnis Non Tunai dalam Kota Bitung dalam
Universitas Sam Pengelolaan Penerapan Sistem
Ratulangi Keuangan Daerah Transaksi Non
pada Dinas Tunai.
Lingkungan Hidup  Landasan Hukum
Kota Bitung Penerapan Sistem
Transaksi Non Tunai
di Dinas Lingkungan
Hidup Kota Bitung.
 Proses Penerapan
Sistem Transaksi
Non Tunai di Dinas
Lingkungan Hidup
Kota Bitung.
 Penerapan Sistem
Transaksi Non Tunai
pada Pengeluaran.
 Keuntungan dan
Kendala Penerapan
Sistem Transaksi
Non Tunai pada
Pengeluaran.
19

2 Elmizar Analisis  Implementasi Sistem


Program Studi Implementasi Transaksi Non Tunai
Akuntansi, Sistem Transaksi dalam Pengelolaan
Universitas STIE Non Tunai dalam Keuangan Daerah di
Bangkinang Pengelolaan Pemerintah Kab.
Keuangan Daerah Kampar.
(Studi pada  Mekanisme
Pemerintah Pencairan Dana
Daerah Kabupaten Pemerintah Kab.
Kampar) Kampar secara
Elektronik.
 Pengelolaan
Keuangan Daerah di
Pemerintah
Kab.Kampar.
 Pemasalahan Internal
dan Eksternal
Implementasi Non
Tunai Pemerintah
Kab.Kampar.
3 Kadek Ayu Dian Implementasi  Implementasi
Purnamasari Transaksi Non Transaksi Non Tunai
Ningrat Tunai Di di Sekretariat DPRD
Dartawan Sekretariat Dprd Provinsi Bali.
Program Provinsi Bali  Manfaat Transaksi
Kekhususan Untuk Menuju Non Tunai di
Hukum Tata Kelola Sekretariat DPRD
Pemerintahan Pemerintahan Provinsi Bali Untuk
Fakultas Hukum Yang Baik Menuju Tata Kelola
Universitas (Good Governance Pemerintahan yang
Udayana Baik (Good
Governance).
4 Selly Septiani Penerapan  Prosedur
Jurusan Transaksi Non Pembayaran Secara
Akuntansi, Tunai Dalam Non Tunai dalam
Politeknik Negeri Pelaksanaan Pelaksanaan Belanja
Bandung Belanja pada Badan
Pemerintah Pengelolaan
Daerah Untuk Keuangan dan Aset
Mewujudkan Daerah (BPKAD)
Prinsip Good Provinsi Jawa Barat.
Governance (Studi  Penerapan Transaksi
Kasus Pada Badan Non Tunai dalam
Pengelolaan Pelaksanaan Belanja
Keuangan Dan Pemerintah Daerah
Aset Daerah untuk Mewujudkan
Pemerintah Prinsip Good
Provinsi Jawa
20

Barat) Governancedi
BPKAD
Provinsi.Jawa Barat.
5 Husna Rahma Implementasi  Pelaksanaan
Dona Pengelolaan pengelolaan
Jurusan Ilmu Keuangan keuangan transaksi
Administrasi Dengantransaksi nontunai di
Publik, Fakultas Non Tunai Di Sekretariat Daerah
Ilmu Sosial, Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera
Universitas Provinsi Sumatera Barat
Negeri Padang Barat  Kendala yang
muncul dalam
pelaksanaan
pengelolaan
keuangan transaksi
nontunai di
Sekretariat Daerah
Provinsi Sumatera
Barat
 Upaya dalam
mengatasi kendala
yang muncul dalam
pelaksanaan
transaksi keuangan
secara non-tunai di
Sekretariat Derah
Provinsi Sumatera
Barat
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual good governance yang baik dan berkualitas

merupakan impian bagi setiap negara. Salah satu program yang dilakukan

pemerintah Indonesia adalah dengan gerakan pembayaran transaksi non

tunai (Non Cash) dalam mewujudkan good governance (GCG) yaitu Efektif

dan efisien, Akuntabilitas, Transparasi. Pelaksanaan pembayaran non tunai

ini diharapkan dapat membangun Indonesia menjadi lebih baik dan bebas

korupsi untuk itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan terkait

Pelaksanaan pembayaran non tunai seperti peraturan presiden No. 10 Tahun

2016 dan Peraturan Surat Edaran Mendagri Tahun 910/1867/SJ.

Peneliti ini membahas tentang analisis implementasi sistem transaksi

non tunai dalam pelaksanaan belanja daerah untuk mewujudkan prinsip

good governance. Hal ini berdasarkan agency theory yang menjelaskan

upaya untuk memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala

ketidak lengkapan informasi saat melakukan kontrak. Untuk itu konsep

pengelolaan keuangan daerah dapat dijelaskan menggunakan agency theory

di mana dalam pengertian luas akuntabilitas dan transparansi dapat

dipahami sebagai kewajiban pihak pemerintah yang memberikan

pertanggungjawaban. Maka gambaran kerangka konseptual adalah sebagai

berikut:

21
22

GAMBAR 2.1

KERANGKA KONSEPTUAL

AGENCY THEORY

TRANSAKSI NON TUNAI

TRANSPARANSI AKUNTABILITAS EFEKTIF DAN EFISIENSI

GOOD GOVERNANCE
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah fokus pada implementasi sistem

transaksi non tunai dalam pelaksanaan belanja daerah untuk mewujudkan

prinsip good governance pada dinas kesehatan provinsi kalimantan selatan

dan prosedur pembayaran secara non tunai yang dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.

4.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu dengan

membandingkan antara standar operasi dan prosedur penyelenggaraan

transaksi non tunai dengan praktek yang dilakukan di objek penelitian.

Penggunaan kualitatif dalam penelitian ini adalah dalam penelitian kualitatif

biasa disebut dengan informan. Hal ini disebabkan karena subjek penelitian

merupakan orang yang memiliki kapabilitas dan mengetahui segala

informasi yang kita perlukan terkait dengan penelitian yang diteliti.

Informan dalam penelitian ini yaitu Bendahara Pengeluaran dan Kasubbag

Keuangan Dinkes Prov Kalsel.

4.3. Tempat dan Lokasi Penelitian

Tempat dan lokasi penelitian ini dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Selatan yang bertempat di Jalan Belitung Darat No. 118,

Belitung Utara, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kota Banjarmasin,

Kalimantan Selatan 70116.

23
24

4.4. Unit Analisis

Dalam penelitian ini, unit analisis penelitian sesuai dengan

permasalahan yang diteliti mengenai implementasi sistem transaksi non

tunai dalam pelaksanaan belanja daerah untuk mewujudkan prinsip good

governance pada dinas kesehatan provinsi kalimantan selatan yaitu dengan

data gambaran umum Dinkes Prov Kalsel dalam pengelolaan keuangan

daerah dengan sistem non tunai agar terciptanya good governance.

4.5. Variabel dan Devinisi Operasional

4.5.1. Variabel

1. Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem pembayaran non tunai melibatkan lembaga

perantara agar dana yang ditransaksikan dapat benar-benar

efektif berpindah dari pihak yang menyerahkan kepada pihak

penerima. Jika pihak-pihak tersebut dalam lingkaran bank

yang sama, maka bank tersebut hanya cukup melakukan

proses pemindahbukuan dari rekening yang satu ke rekening

lainnya.

2. Good Governance

Good Governance terdiri dari dua suku kata yaitu Good

yang berarti bagus dan Governance yang berarti tata kelola

atau pengelolaan. Jika digabungkan maka kita bias mengambil

kesimpulan yang dimaksud dengan Good Governance adalah

tata kelola yang bagus/ baik. Namun beberapa ahli memiliki


25

berbagai macam pemikiran yang berbeda mengenai pengertian

dari good governance.

4.5.2. Definisi Operasional

Melalui penerapan transaksi non tunai pemerintah berusaha

melakukan perbaikan tata kelola keuangan pemerintah daerah,

salah satunya yaitu pemerintah daerah Provinsi Kalimantan

Selatan. Pada tahun 2017 tepatnya 17 April 2017 Kemendagri

mengeluarkan SE (Surat Edaran) Mendagri No. 910/1866/SJ

tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah

Daerah untuk dilaksanakan pada tingkat Provinsi. Dilanjutkan

dengan peraturan Gubernur pemerintah Kalimantan Selatan nomor

095 tahun 2017 tepatnya tanggal 6 November 2017 tentang

Petunjuk Pelaksana Transaksi Non Tunai di Lingkungan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dari sisi Belanja Daerah

penerapan transaksi non tunai mencakup berbagai aspek belanja

seperti belanja subsidi/layanan publik, belanja pembangunan dan

belanja rutin.

4.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian lapangan ini menggunakan tiga teknik pengumpulan

data yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut :

1. Wawancara (Interview) Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada

responden dicatat atau direkam. Metode wawancara merupakan

merupakan salah satu metode pengumpulan data yang umum


26

digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu

narasumber atau responden tertentu. Data yang dihasilkan dari

wawancara dapat dikategorikan sebagai sumber primer karena

diperoleh langsung dari sumber pertama. Proses wawancara dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber atau responden

tertentu. Pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan oleh pewawancara

tersebut biasanya telah terstruktur secara sistematis agar mendapatkan

hasil wawancara yang lebih spesifik dan terperinci. Walaupun ada

kalanya wawancara berlangsung tidak terstruktur atau terbuka

sehingga menjadi sebuah diskusi yang lebih bebas. Dalam kasus ini,

tujuan pewawancara mungkin berkisar pada sekedar memfasilitasi

narasumber atau responden untuk berbicara.

2. Observasi Observasi yaitu pengamatan pencatatan yang

sistematisterhadap gejala-gejala yang diteliti (Husaini Usman: 2006).

Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengamati langsung di lapangan. Proses ini berlangsung dengan

pengamatan yang meliputi melihat, merekam, menghitung, mengukur,

dan mencatat kejadian. Observasi bisa dikatakan merupakan kegiatan

yang meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian,

perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan

dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal

observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau

informasi sebanyakmungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus

melakukan observasi, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi


27

yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola

perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi.

3. Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah segala usaha yang

dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan

dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi

itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian,

karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,

ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber

tertulis baik tercetak maupun elektronik. Studi kepustakaan

merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu

penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan

diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain

itu peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian

sejenis aatau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dengan

melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua

informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan

penelitiannya.

4.7. Teknis Analisis Data

Analisis data dalam penelitian deskriptif kualitatif yaitu proses

pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan

lapangan, dan bahan bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan

pemahaman terhadap bahan bahan tersebut agar dapat diinterprestasikan

temuannya kepada oranga lain (zuriah, 2006). Pada tahap analisis data

dilakukan proses penyederhanakan data data yang terkumpul kedalam


28

bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Tahapan analisis data yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

observasi dan wawancara. Pada tahapan ini data data yang sudah

terkumpul dibuatkan transkripnya, yakni dengan cara

menyederhanakan informasi yang terkumpul kedalam bentuk tulisan

yang mudah dipahami. Setelah itu data data yang terkumpul dipilih

sesuai dengan fokus penelitian ini dan diberi kode untuk memudahkan

peneliti dalam mengkategorikan data data yang sudah terkumpul.

2. Reduksi data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting analisis data sebagai

proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan

merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data dan sebagai

usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis tersebut,

jika dikaji definisi atas lebih menitikberatkan pada pengorganisasian

data sedangkan definisi tersebut dapat pengorganisasian data

sedangkan definisi yang kedua lebih menekankan maksud dan tujuan

analisis data, dan dari kedua definisi tersebut dapat ditarik

kesimpulan, teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dilakukan dalam suatu

proses, berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak

pengumpulan data dan dilakukan secara intensif, yakni sesudah


29

meninggalkan lapangan pekerjaan menganalisis data memerlukan

usaha pemusatan perhatian dan pengarahan tenaga fisik dan pikiran

dan peneliti, dan selain menganalisis data peneliti juga perlu

mendalami kepustakaan guna mengonfirmasikan atau

menjustifikasikan teori baru yang mungkin ditemukan.


DAFTAR PUSTAKA

M. D. Negeri, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 910/1866/SJ tentang

Implementasi Transaksi Non Tunai, Jakarta, 2017.

M. D. Negeri, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 910/1867/SJ tentang

pencegahan korupsi,Jakarta, 2016

Peraturan Gubernur pemerintah Kalimantan Selatan nomor 095 tahun 2017

tentang Petunjuk Pelaksana Transaksi Non Tunai di Lingkungan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Selatan,2017.

Sedarmayanti, Good Governance dan Good Corporate Governance,


Bandung: Mandar Maju, 2012.

D. Nordiawan and A. Hertianti, Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba


Empat, 2010.

H. Nawawi, "Metodologi Penelitian Bidang Sosial,"1991.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,

dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2010.

L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Halim, Abdul, 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan

Daerah, Jakarta: Salemba Empat.

30

Anda mungkin juga menyukai