DALAM PENGOBATAN
UIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
Pembimbing:
PROGRAM STUDI DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M.JAMIL
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Tipe pasien inilah yang nantinya digunakan untuk menentukan kriteria pengobatan yang
digunakan. Kompleksnya proses pemberian obat pada pasien tuberkulosis
mengakibatkan peluang terjadinya kesalahan terapi lebih besar dibandingkan dengan
terapi penyakit lain, karena harus mengkategorikan pasien termasuk dalam tipe mana.
Hal ini lah yang mendorong untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh ketepatan terapi terhadap keberhasilan terapi dengan mengesampingkan
faktor kepatuhan pasien. Masih tingginya prevalensi tuberkulosis di Indonesia menjadi
sebuah dilema bagi dunia kesehatan khususnya Indonesia, strategi DOTS yang dirasa
efektif ternyata belum dapat memberikan hasil yang memuaskan dalam menurunkan
penderita tuberkulosis di Indonesia.
Banyak penelitian tentang faktor-faktor penentu keberhasilan terapi tuberkulosis,
namun hasil yang diperoleh belum banyak membantu mengurangi kejadian tuerkulosis
di Indonesia. Dengan mengevaluasi hubungan antara ketepatan terapi dengan
keberhasilan terapi pada pasien tuberkulosis diharapkan mampu memberikan gambaran
kontribusi ketepatan terapi terhadap berhasilnya terapi pasien tuberculosis.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
ANAMNESIS
Pasien sebelumnya dirujuk dari RSUD Ahmad Darwis dengan riwayat suspek PPCM +
edema paru + preeklampsia berat pada pasien multigravida usia kehamilan 39-40
minggu + Broncho Pneumonia. Pasien kemudian direncanakan untuk SC darurat pada
tanggal 30 Desember 2022 dilakukan LSCS pada pukul 03.30 dengan diagnosa : Obs.
Dispnea ec. CAP pada parturien G3P1A1H1 pada kehamilan 39-40 minggu aterm Fase
laten stadium I + preeklampsia berat dengan rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari
luar + suspek TB paru kambuh. Pasien dirawat di ICU untuk perawatan pasca operasi.
30/12/2022
Diagnosa Post Op
P2A1H2 post LSCS oi observasi dyspnoe akibat CAP + preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + suspek TB paru kambuh + post
TP oi alasan medis
Ibu dan bayi dalam perawatan
Proses
P2A1H2 post LSCS oi pengamatan dyspnoe karena t. CAP + preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + diduga kambuh TB paru +
pasca TP oi alasan medis Perawatan di ICU Memburuk Gagal jantung CPR Kematian
A/G3P1A1H1 hamil 39-40 minggu kehamilan cukup bulan dengan preeklamsia berat +
P/
Paru-paru: berat
Metabolisme sedang
Asetilsistein 3x200mg
Metildopa 3x500mg
Konsultasi Jantung
A/ Ob. dyspneu G3P1A1H1 gravid 39-40 minggu kehamilan aterm + TB Paru pada
OAT
P/
Saat ini belum ada tanda PPCM dari jantung, keluhan sesak nafas lebih dominan di paru
Konsultasi Pulmonolog
P/
Ro. Thorax
EKG
Svr pada sedasi 121/80 125 24 (pada ventilasi) 36,7 200cc/3 jam 96%
P2A1H2 post LSCS oi observasi dyspnoe akibat CAP + preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + suspek relaps TB paru + alasan
Svr pada sedasi 121/80 125 24 (pada ventilasi) 36,7 200cc/3 jam 96%
umbilikus, Kontraksi (+)
Terapi intensif:
Sedacum 3x2,5mg
gagal nafas akut akibat CAP pada P2A1H2 post LSCS oi preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + suspek TB paru kambuh +
AKI+ post TP oi alasan medis, Puerperium hari ke 2 Ibu dan bayi dalam perawatan.
Terapi intensif :
Sedacum 3x2,5mg
Levofloksasin 1x750mg
Svr pada sedasi 126/81 115 23 (pada ventilasi) 36,7 200cc/3 jam 96%
Abd : Uterus fundus teraba 3 jari di bawah umbilikal, Kontraksi (+)
gagal napas akut akibat CAP pada P2A1H2 pasca LSCS oi preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + suspek TB paru kambuh +
AKI+ sepsis + alasan medis pasca TP, Puerperium hari ke-3 Ibu dan bayi dalam
perawatan.
Terapi intensif :
Sedacum 3x2,5mg
Levofloksasin 1x750mg
Svr pada sedasi 98/51 135 23 (pada ventilasi) 36,7 200cc/3 jam 89%
Abd : Uterus fundus teraba 3 jari di bawah umbilikal, Kontraksi (+)
gagal napas akut akibat CAP pada P2A1H2 pasca LSCS oi preeklampsia berat pada
rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + diduga kambuh TB paru +
AKI+ sepsis + pasca TP oi alasan medis, Puerperium hari ke 4 Ibu dan bayi dalam
perawatan.
Terapi intensif :
Sedacum 3x2,5mg
Levofloksasin 1x750mg
tes TCM
Follow up 03/12/2022 pukul 08.00
Svr pada sedasi 86/80 135 23 (pada ventilasi) 36,7 200cc/3 jam 84%
Syok septik + gagal napas akut akibat CAP pada P2A1H2 pasca LSCS oi preeklampsia
berat pada rejimen dosis pemeliharaan MgSO4 dari institusi lain + suspek TB paru
kambuh + AKI + pasca TP oi alasan medis, Puerperium hari ke 5 Ibu dan bayi dalam
perawatan.
Terapi intensif :
Sedacum 3x2,5mg
Levofloksasin 1x750mg
EKG
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Definisi Ttuberkulosis
tubuh manusia melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut
dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah,
(mortalitas)
tempat yang sejuk dan gelap, terutama di tempat yang lembab. Kuman ini dapat
tulang, sendi, selaput otak, kelenjar getah bening, dan lainnya. Penyakit TB di luar
Kuman tersebut ada dalam percikan dahak, yang disebut dengan droplet
nuclei atau percik renik (percik halus). Ketika seorang penderita TB batuk
atau bersin ia akan menyebarkan 3.000 kuman ke udara. Percikan dahak yang
yang baik, kuman TB yang ada di tubuhnya tidak aktif, atau berada dalam
infeksi TB laten atau tidak ditemukannya gejala apapun. Infeksi TB laten juga
tidak menularkan kuman TB pada orang lain, namun jika daya tahan tubuhnya
sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor
meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau
satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi
dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah). Seorang
penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi
tidak menularkan
masing-masing penderita, mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat
akut dan hanya beberapa bulan setelah diketahui sehat hingga beberapa tahun
sering tidak ada hubungan antara lama sakit maupun luasnya penyakit. Secara
a. Dimulai dengan fase asimtomatik dengan lesi yang hanya dapat dideteksi
secara radiologic.
atau regresi.
c. Eksaserbasi memburuk
demam tinggi, seperti flu, menggigil milier: demam akut, sesak nafas, dan
b. Respiratorik: batuk-batuk lebih dari dua minggu, riak yang mukoid, nyeri
dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila ada tanda-tanda
ataupun gejala meningeal, yaitu nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain-lain
(Notoatmodjo, 2014).
3. Diagnosis Tuberkulosis
3
diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis,
lainnya.
memiliki kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah yang padat
b. Pemeriksaan Laboratorium
3) Pemeriksaan Biakan
e. Pemeriksaan Serologis
berikut:
1) Tuberkulosis Paru
2) Tuberkulosis Ekstraparu
limfe, abdomen, saluran kening, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
tuberculosis.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow- up\.
dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
selektif pada populasi kuman Mtb sehingga kuman Mtb sensitif dibunuh,
sudah mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan. Pasien ini terinfeksi dari orang
diobati adalah resistansi yang terjadi pada pasien yang pernah mendapatkan
atau kembali setelah putus berobat. Pasien ini bisa mendapatkan kuman
b. Poliresistansi: resistansi terhadap salah satu OAT lini pertama selain dari
rifampisin (HR), dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya
golongan Fluorokuinolon.
salah satu obat golongan Fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi
adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan satu atau lebih
riwayat pengobatan atau kriteria berikut:
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua selama minimal 1 bulan
kategori 2
b. Pemeriksaan Mikropis
c. Pemeriksaan Biakan
Tube / MGIT).
sedangkan LPA lini kedua untuk mendeteksi resistansi pada obat golongan
flurokuinolon (gyrA dan gyrB) dan obat injeksi TB lini kedua (eis dan rrs).
5. Alur Diagnosis TB RO
Gambar 2.1 Alur Diagnosis Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) (Kemenkes
RI, 2016).
6. Pengobatan TB RO
didasarkan pada berbagai kriteria dan kondisi pasien. Berikut ini alur panduan
Program TB Nasional
RI, 2020).
Kriteria penetapan pasien untuk panduan pengobatan TB RO jangka
4) Tidak ada resistansi atau dugaan tidak efektifnya terhadap OAT pada panduan
jangka pendek (kecuali resistan terhadap INH dengan mutasi inhA atau katG)
kemajuan pengobatan dan memantau efek samping obat yang dapat terjadi.
pasien yang tidak bisa mendapatkan panduan pengobatan dengan jangka pendek.
XDR)
2) Pasien TB XDR
4) Pasien TB RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama > 1 bulan
6) Pasien TB MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan katG
7) Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas di kedua lapang paru-paru
8) Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi (yang harus
6 Bdq - Lfx atau Mfx - Lzd - Cfz - Cs / 14 Lfx atau Mfx - Lzd - Cfz - Cs
sampai trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau penyakit TB tidak
adalah:
jangka pendek
2) Obati dengan minimal 4 jenis OAT lini kedua oral yang diperkirakan
efeketif
ototoksik
6) Untuk pasien TB RO dengan kehamilan, dianjurkan untuk dilakukan
Hampir semua OAT lini kedua dapat diberikan kepada ibu menyusui
pada jaringan lemak payudara dan diekskresikan dalam air susu ibu (ASI).
kulit bayi, maka kepada pasien yang mendapat Cfz disarankan untuk tidak
dilaporkan terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI dari ibu yang
tanpa DM. Diabetes harus dikelola secara ketat selama pemberian OAT
dasarnya kedua panduan memiliki definisi yang sama untuk hasil akhir.
a. Hasil Akhir Pengobatan TB RO untuk Panduan Jangka Pendek
1. Faktor Agent
atau sekunder 5
2. Faktor Host
Host atau penjamu adalah manusia atau makhluk hidup. Faktor yang
penyakit dan tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh individu itu
sendiri. Bagian dari faktor ini sangat penting dalam proses terjadinya penyakit
keadaannya bila dilihat dari aspek sosial ekonomi budaya, keturunan, lokasi
adalah:
a. Usia
saja, oleh karena itu setiap masalah kesehatan, kesakitan atau kematian
terpapar adalah kelompok usia dewasa karena pada usia tersebut peka
yang dilakitkan dengan kematangan fisik dan psikis dari penderita TB RO.
paru-paru berkurang jauh. Selain itu, pada usia produktif juga angka
ketidakteraturan berobat tinggi disebabkan karena lupa dan kepasrahan dari
b. Jenis Kelamin
Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhi seperti sosial ekonomi,
perempuan
sebanyak 3,5 juta (34%), diikuti oleh anak-anak sebanyak 1 juta (10%)
karena jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang merokok dan alkohol
riwayat diit dan proses biokimia. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya
(Agustin, 2018). IMT yang rendah dan kurangnya berat badan yang
gagal, putus berobat dan kambuh ini disebabkan oleh kurangnya asupan
nutrisi seimbang yang dikonsusmi pasien TB. Kurangnya asupan nutrisi ini
terinfeksi oleh kuman TB . Nurtisi yang baik adalah hal penting pada
dibandingkan dengan yang memiliki IMT tinggi. Selain itu, diantara pasien
berat badan kurang dari 5%. Kekurangan berat badan adalah faktor risiko
untuk kambuh
d. Diabetes Melitus
Penurunan produksi IFNY dan sitokin lain mengurangi imunitas sel T dan
konversi yang lebih lama. Pasien dengan diabetes melitus cenderung lebih
e. HIV
Resistansi terhadap obat anti-TB dapat terjadi karena pasien yang tidak
risiko resistansi pasien OAT lebih besar pada pasien dengan riwayat
g. Riwayat merokok
rokok serta bahan kimia yang ada memiliki peran dalam timbulnya
pertama dari pertahanan agen, yang mencegah basil menapai alveoli, asap
juga mengganggu fungsi makrofag alveolar paru yang tidak hanya target
dan atau CD4 + limpopenia akibat kandungan nikotin dalam rokok menjadi
h. Riwayat Alkohol
fungsi pada limfosit T dan B. Gangguan lain pada sistem imun juga
untuk muncul efek samping ringan, sedang, maupun berat. Efek samping
sebelum waktunya atau pasien yang tidak teratur minum obat. Keteraturan
minum obat adalah tindakan pasien untuk meminum obat secara teratur
untuk kesembuhan terutama untuk memutuskan penularan (Kemenkes,
2020).
mengkonsumsi obat TB secara tidak teratur akan mempunyai risiko 2,3 kali
pasien dapat terjadi karena timbulnya rasa malas pada pasien, lupa minum
obat dan adanya rasa bosan harus minum banyak obat yang dilakukan setiap
hari dengan jangka waktu yang cukup lama selama beberapa bulan. Waktu
pengobatan TB yang lama bisa saja dijadikan beban oleh pasien sehingga
3. Lingkungan (Environment)
Lingkungan adalah faktor luar dari individu atau penjamu, baik benda
hidup, benda mati, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
dekat
pada masyarakat
b. Keterjangkauan Akses
berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan untuk biaya dan waktu yang
berobat
pasien TB dengan jarak lebih dari 5 km berisiko 3,1 kali untuk drop out
petugas kesehatan. Faktor pemberi jasa atau petugas kesehatan dapat terjadi
yang tepat, dosis atau jumlah obat dan jangka waktu pengobatan yang tidak
RI., 2020).
Selain itu, petugas kesehatan harus turut serta memantau OAT yang
suatu pengobatan. Peran petugas yang baik memberikan 9,33 kali peluang
dipercaya dan disetujui, bak oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain
itu PMO harus disegani dan dihormati oleh pasien, seseorang yang tinggal
dalam menelan obat. PMO menjadi salah satu rantai dalam manajemen
D. Kerangka Teori
Agen (Agent)