Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Balita

1. Pengertian

Balita merupakan istilah yang digunakan untuk anak usia 1-3 tahun

(toodler) dan 4-5 tahun (preschool) (Sutomo & Anggraeni, 2010). Menurut

peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, anak balita

adalah anak usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan.

2. Karakteristik Anak Balita

a. Pertumbuhan anak Balita

Menurut Sutjiningsih dalam Istiany & Rusilanti (2013),

pertumbuhan adalah perubahan dalam jumlah dan ukuran sel dan

pembentukan protein baru, sehingga meningkatkan jumlah dan ukuran

sel di seluruh bagian tubuh. Setelah usia anak mencapai 2 tahun,

pertumbuhan masih berlanjut selama masa kanak-kanak (2 – 5 tahun) dan

sampai remaja.

Banyak faktor yang berperan dalam pertumbuhan, seperti asupan

gizi, etnik, ras, pola asuh, infeksi dan lain- lain. Asupan gizi anak dalam

masa pertumbuhan akan menjadi berkurang dibandingkan sebelumnya,

karena anak usia 2 – 5 tahun sudah mulai bermain sehingga lebih aktif.

Anak dalam masa ini ditemukan lebih menyeleksi makanan yang akan

dimakan, hanya makanan yang disukai yang dipilih. Karena alasan ini,

9
anak diberikan makanan porsi kecil dan sering, seelain kapasitas anak

yang terbatas untuk mengkonsumsi makanan (Istiany & Rusilanti, 2013).

b. Perkembangan Anak Balita

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), perkembangan anak balita yaitu:

1) Perkembangan motorik

Motorik kasar yang diamati pada anak usia 2 – 3 tahun memiliki

ciri bahwa anak sudah dapat memanjat, berlari, melompat, melatih

keseimbangan badan dan bermain bola. Pada anak usia 3 – 4 tahun,

kemampuan motorik anak bertambah, dapat melompat jauh, melempar

dan menangkap bola. Sedangkan pada anak usia 4 – 5 tahun, anak

sudah pandai bermain bola, lomba karung, melompat tali dan lain-lain.

Motorik halus yang diamati pada anak usia 2 – 3 tahun seperti

bermain balok, gambar tempel, mengelompokkan benda- benda

sejenis, mencocokkan gambar, balok mainan. Pada anak usia 3 – 4

tahun sudah mulai belajar memotong dengan gunting, bermain

gambar, tempel menggambar dengan jari, membuat dan bermain

gambar tempel dan membuat menara dari 9 balok kecil. Sedangkan

pada usia 4 – 5 tahun, anak dapat diajak bermain puzzle, menggambar,

menghitung, memilih dan mengelompokkan benda sejenis dan

membandingkan benda yang serupa.

2) Perkembangan kecerdasan mental, kemampuan bicara dan bahasa

Pada anak usia 2 -3 tahun, perkembangan kecerdasan yang

diamati dengan dorongan dari orangtua dapat diajak mendengarkan

10
simbol-simbol dengan cara membacakan buku. Dengan bantuan

orangtua, anak akan menceritakan apa yang dilihat dari buku,

menyebut namanya, menyebut nama benda dan lain- lain. Pada anak

usia 3 – 4 tahun, anak dapat dikenalkan dengan huruf, menyebutkan

dan menjelaskan benda- benda, konsep tentang waktu dan defenisi

membuat kalimat. Sedangkan pada usia 4 – 5 tahun, anak sudah dapat

mengingat, mengenal kata, permainan angka dan dapat diajak

membantu kegiatan rumah seperti bekerja di dapur.

3) Perkembangan emosi

a) Amarah

Umumnya disebabkan karena pertengkaran mainan, tidak

tercapainya keinginan dan diserang oleh temannya.

b) Takut

Reaksi dari rasa takut ini biasanya diungkapkan dengan panik,

menghindar, menangis dan bersembunyi.

c) Cemburu

Hal ini terjadi bila perhatian orangtua dialihkan pada yang lain

seperti pada saat memiliki adik baru.

d) Iri hati

Pada umumnya anak merasa iri bila tidak memiliki seperti apa yang

dimiliki temannya seperti kemampuan atau barang.

11
e) Gembira

Perasaan gembira ini muncul apabila ada hal- hal yang

menyenangkan hatinya, umumnya diungkapkan dengan tersenyum,

tertawa, bertepuk tangan dan sebagainya.

f) Sedih

Perasaan ini muncul bila anak kehilangan sesuatu yang disukainya,

umumnya diungkapkan dengan cara menangis atau kehilangan

semangat.

3. Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang

Menurut Mardalena (2017), kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang dibagi menjadi :

a. Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)

1) Pangan/ gizi sebagai kebutuhan vital

2) Perawatan kesehatan dasar seperti imunisasi, pemberian ASI,

penimbangan anak secara teratur

3) Papan/ pemukiman yang layak

4) Hygiene perorangan seperti sanitasi lingkungan

5) Kesegaran jasmani seperti rekreasi, dll.

b. Kebutuhan emosi/ kasih sayang (ASIH)

Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan menciptakan hubungan yang

erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak.

Hubungan tersebut merupakan syarat untuk menjamin tumbuh

kembang yang selaras, baik fisik, mental maupun psikososial. Adapun

12
cara untuk menciptakannya dapat ditempuh dengan melakukan kontak

fisik dan psikis terhadap anak seperti berdialog atau memeluk.

c. Kebutuhan akan stimulasi (ASAH)

Stimulasi merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan

pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) berpengaruh terhadap

perkembangan mental psikososial, kecerdasan, keterampilan,

kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian, moral etika,

produktivitas dan sebagainya.

B. Satus Gizi pada Balita

1. Pengertian

Menurut Mardalena (2017), gizi merupakan rangkaian proses secara

organik makanan yang dicerna oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhan dan fungsi normal organ serta mempertahankan kehidupan

seseorang. Sedangkan zat gizi yaitu ikatan kimia yang diperlukan tubuh

untuk menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta

mengatur proses – proses kehidupan dimana kondisi seseorang akibat

mengkonsumsi makanan dan zat – zat gizi digolongkan menjadi gizi buruk,

baik dan lebih yang kemudian disebut dengan status gizi.

Status gizi merupakan keadaan tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan menggunaan zat- zat gizi dengan klasifikasi status

gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier dalam Istiany & Rusilanti,

2013). Menurut Istiany & Rusilanti (2013), konsumsi makanan seseorang

berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadi bila

13
tubuh memperoleh cukup zat- zat gizi yang digunakan secara efisien

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi

kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat – zat

gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat – zat gizi

dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan efek toksik atau

membahayakan.

2. Metode penilaian status gizi secara langsung

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), metode penilaian status gizi

secara langsung yaitu:

a. Penilaian antropometri

Antrometri adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai

jenis ukuran tubuh antara lain tinggi badan, berat badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak di bawah kulit. Secara umum, antropometri

digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan/konsumsi protein

dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik

dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam

tubuh.

b. Penilaian klinis

Adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi

masyarakat dengan melihat jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan

mukosa oral atau pada organ- organ yang dekat dengan permukaan tubh

14
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey

klinis secara cepat. Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat

tanda- tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

Selain itu, penilaian klinis digunakan untuk mengetahui tingkat status

gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu tanda dan

gejala penyakit.

c. Penilaian biokimia

Pemeriksaan laboratorium (biokimia) dilakukan melalui

pemeriksaan spesimen jaringan tubuh (darah, urin, tinja, hati dan otot)

yang diuji secara laboratoris. Pemeriksaan biokimia bertujuan

mengetahui kekurangan gizi secara spesifik.

d. Penilaian biofisik

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi jaringan

dan perubahan struktur. Pemeriksaan biofisik bertujuan mengetahui

situasi tertentu, misalnya pada orang buta senja.

3. Metode penilaian status gizi secara tidak langsung

a. Survei konsumsi makanan

Tujuan dilaksanakannya survey konsumsi makanan adalah untuk

megetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan

perorangan serta faktor- faktor yang mempengaruhinya.

15
b. Statistik vital

Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisis data kesehatan seperti

angka kematian, kesakitan, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi

yang berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan ini bertujuan menemukan

indikator tidak langsung status gizi masyarakat.

c. Faktor ekologi

Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediaan makanan yang

dipengaruhi oleh faktor ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan

sebagainya. Faktor ekologi tersebut perlu diketahui untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di masyarakat.

4. Penilaian status gizi berdasarkan BB/U

Penilaian status gizi berdasarkan antropometri dapat diukur

menggunakan parameter tunggal seperti umur, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal

lemak di bawah kulit. Pada umumnya penilaian status gizi menggunakan

parameter gabungan seperti: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) (Istiany & Rusilanti, 2013).

Status gizi berdasarkan BB/U untuk balita dibagi atas:

a. Gizi Buruk yaitu antara < -3 SD

b. Gizi Kurang yaitu antara > -2 SD sampai dengan > - 3 SD

c. Gizi Baik yaitu antara < 2 SD sampai dengan 2 SD

d. Gizi Lebih (obesitas) yaitu > 2 SD

16
Tabel 2.1
Kategori status gizi untuk umur 0 – 60 bulan

Indeks Kategori Ambang Batas


Status Gizi (Z-score)

Berat badan menurut umur Gizi buruk < -3 SD


(BB/U) Gizi kurang -3 SD s/d <-2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Gizi baik -2 SD s/d 2 SD
Gizi lebih > 2 SD

Panjang badan menurut umur Sangat pendek > -3 SD


(PB/U) atau tinggi badan menurut Pendek -3 SD s/d 2 SD
umur (TB/U) Normal -2 SD s/d 2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Tinggi > 2 SD

Berat badan menurut panjang Sangat kurus < -3 SD


badan (BB/PB) atau berat badan Kurus -3 SD s/d < -2 SD
menurut tinggi badan (BB/TB) Normal -2 SD s/d 2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Gemuk > 2 SD

Indeks massa tubuh menurut umur Sangat kurus < -3 SD


(IMT/U) Kurus -3 SD s/d < -2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Normal -2 SD s/d 2 SD
Gemuk > 2 SD

a. Status gizi untuk umur 0 – 24 bulan

IMT menurut umur dibedakan untuk anak laki- laki dan perempuan

Tabel 2.2
Standar IMT/U anak laki- laki umur 0 – 24 bulan

Umur Indeks MassaTubuh (IMT)


(Bulan) - 3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 10.2 11.1 12.2 13.4 14.8 16.3 18.1
1 11.3 12.4 13.6 14.9 16.3 17.8 19.4
2 12.5 13.7 15.0 16.3 17.8 19.4 21.1
3 13.1 14.3 15.5 16.9 18.4 20.0 21.8
4 13.4 14.5 15.8 17.2 18.7 20.3 22.1
5 13.5 14.7 15.9 17.3 18.8 20.5 22.3
6 13.6 14.7 16.0 17.3 18.8 20.5 22.3
7 13.7 14.8 16.0 17.3 18.8 20.5 22.3
8 13.6 14.7 15.9 17.3 18.7 20.4 22.2
9 13.6 14.7 15.8 17.2 18.6 20.3 22.1

17
10 13.5 14.6 15.7 17.0 18.5 20.1 22.0
11 13.4 14.5 15.6 16.9 18.4 20.0 21.8
12 13.4 14.4 15.5 16.8 18.2 19.8 21.6
13 13.3 14.3 15.4 16.7 18.1 19.7 21.5
14 13.2 14.2 15.3 16.6 18.0 19.5 21.3
15 13.1 14.1 15.2 16.4 17.8 19.4 21.2
16 13.1 14.0 15.1 16.3 17.7 19.3 21.0
17 13.0 13.9 16.0 16.2 17.6 19.1 21.9
18 12.9 13.9 14.9 16.1 17.5 19.0 20.8
19 12.9 13.8 14.9 16.1 17.4 18.9 20.7
20 12.8 13.7 14.8 16.0 17.3 18.8 20.6
21 12.8 13.7 14.7 15.9 17.2 18.7 20.5
22 12.7 13.6 14.7 15.8 17.2 18.7 20.4
23 12.7 13.6 14.6 15.8 17.1 18.6 20.3
24 12.7 13.6 14.6 15.7 17.0 18.5 20.3

Tabel 2.3
Standar IMT/U anak perempuan umur 0 – 24 bulan

Umur Indeks MassaTubuh (IMT)


(Bulan) - 3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 10.8 12.0 13.2 14.6 16.0 17.5 19.1
1 11.8 13.0 14.3 15.8 17.3 19.0 20.7
2 11.8 13.0 14.3 15.8 17.3 19.0 20.7
3 12.4 13.6 14.9 16.4 17.9 19.7 21.5
4 12.7 13.9 15.2 16.7 18.3 20.0 22.0
5 12.9 14.1 15.4 16.8 18.4 20.2 22.2
6 13.0 14.1 15.5 16.9 18.5 20.3 22.3
7 13.0 14.2 15.5 16.9 18.5 20.3 22.3
8 13.0 14.1 15.4 16.8 18.4 20.2 22.2
9 12.9 14.1 15.3 16.7 18.3 20.1 22.1
10 12.9 14.0 15.2 16.6 18.2 19.9 21.9
11 12.8 13.9 15.1 16.5 18.0 19.8 21.8
12 12.7 13.8 15.0 16.4 17.9 19.6 21.6
13 12.6 13.7 14.9 16.2 17.7 19.5 21.4
14 12.6 13.6 14.8 16.1 17.6 19.3 21.3
15 12.5 13.5 14.7 16.0 17.5 19.2 21.1
16 12.4 13.5 14.6 15.9 17.4 19.1 21.0
17 12.4 13.4 14.5 15.8 17.3 18.9 20.9
18 12.3 13.3 14.4 15.7 17.2 18.8 20.8
19 2.3 13.3 14.4 15.7 17.1 18.8 20.7
20 12.2 13.2 14.3 15.6 17.0 18.4 20.6
21 12.2 13.2 14.3 15.5 17.0 18.6 20.5

18
22 12.2 13.1 14.2 15.5 16.9 18.5 20.4
23 12.2 13.1 14.2 15.4 16.9 18.5 20.4
24 12.1 13.1 14.2 15.4 16.8 18.4 20.3

b. Status gizi untuk umur 24 – 60 bulan

Tabel 2.4
Standar IMT/U anak laki- laki umur 24 – 60 bulan

Umur Indeks MassaTubuh (IMT)


(Bulan) - 3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
24 12.9 13.8 14.8 16.0 17.3 18.9 20.6
25 12.8 13.8 14.8 16.0 17.3 18.8 20.5
26 12.8 13.7 14.8 15.9 17.3 18.8 20.5
27 12.7 13.7 14.7 15.9 17.2 18.7 20.4
28 12.7 13.6 14.7 15.9 17.2 18.7 20.4
29 12.7 13.6 14.7 15.8 17.1 18.8 20.3
30 12.6 13.6 14.6 15.8 17.1 18.6 20.2
31 12.6 13.5 14.6 15.8 17.1 18.5 20.2
32 12.5 13.5 14.6 15.7 17.0 18.5 20.1
33 12.5 13.5 14.5 15.7 17.0 18.4 20.1
34 12.5 13.4 14.5 15.7 17.0 18.4 20.0
35 12.4 13.4 14.5 15.8 16.9 18.4 20.0
36 12.4 13.4 14.4 15.6 16.9 18.4 20.0
37 12.4 13.3 14.4 15.6 16.9 18.3 19.9
38 12.3 13.3 14.4 15.5 16.8 18.3 19.9
39 12.3 13.3 14.3 15.5 16.8 18.3 19.9
40 12.3 13.2 14.3 15.5 16.8 18.2 19.9
41 12.2 13.2 14.3 15.5 16.8 18.2 19.9
42 12.2 13.2 14.3 15.4 16.8 18.2 19.8
43 12.2 13.2 14.2 15.4 16.7 18.2 19.8
44 12.2 13.1 14.2 15.4 16.4 18.2 19.8
45 12.2 13.1 14.2 15.4 16.4 18.2 19.8
46 12.1 13.1 14.2 15.4 16.7 18.2 19.8
47 12.1 13.1 14.2 15.3 16.7 18.2 19.9
48 12.1 13.1 14.1 15.3 16.7 18.2 19.9
49 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.2 19.9
50 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.2 19.9
51 12.1 13.0 14.1 15.3 16.6 18.2 19.9
52 12.0 13.0 14.1 15.3 15.6 18.2 19.9
53 12.0 13.0 14.1 15.3 16.6 18.2 20.0
54 12.0 13.0 14.0 15.3 16.6 18.2 20.0
55 12.0 13.0 14.0 15.2 16.6 18.2 20.0

19
56 12.0 12.9 14.0 15.2 16.6 18.2 20.1
57 12.0 12.9 14.0 15.2 16.6 18.2 20.1
58 12.0 12.9 14.0 15.2 16.6 15.3 20.2
59 12.0 12.9 15.0 15.2 16.6 18.3 20.2
60 12.0 12.9 14.0 15.2 16.6 18.3 20.3

Tabel 2.5
Standar IMT/U anak perempuan umur 24 – 60 bulan

Umur Indeks MassaTubuh (IMT)


(Bulan) - 3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
24 12.4 13.3 14.4 15.7 17.1 18.7 20.6
25 12.4 13.3 14.4 15.7 17.1 18.7 20.6
26 12.3 13.3 14.4 15.6 17.0 18.7 20.6
27 12.3 13.3 14.4 15.6 17.0 18.7 20.5
28 12.3 13.3 14.3 15.6 17.0 18.6 20.5
29 12.3 13.2 14.3 15.6 17.0 18.6 20.4
30 12.3 13.2 14.3 15.5 16.9 18.5 20.4
31 12.2 13.2 14.3 15.5 16.9 18.5 20.4
32 12.2 13.2 14.3 15.5 16.9 18.5 20.4
33 12.2 13.1 14.2 15.5 16.9 18.5 20.3
34 12.2 13.1 14.2 15.4 16.8 18.5 20.3
35 12.1 13.1 14.2 15.4 16.8 18.4 20.3
36 12.1 13.1 14.2 15.4 16.8 18.4 20.3
37 12.1 13.1 14.1 15.4 16.8 18.4 20.3
38 12.1 13.0 14.1 15.4 16.8 18.4 20.3
39 12.0 13.0 14.1 15.3 16.8 18.4 20.3
40 12.0 13.0 14.1 15.3 16.8 18.4 20.3
41 12.0 12.9 14.1 15.3 16.5 18.4 20.4
42 12.0 12.9 14.0 15.3 16.8 18.4 20.4
43 11.9 12.9 14.0 15.3 16.8 18.4 20.4
44 11.9 12.9 14.0 15.3 16.8 18.5 20.4
45 11.9 12.9 14.0 15.3 16.8 18.5 20.5
46 11.9 12.9 14.0 15.3 16.8 18.5 20.5
47 11.8 12.9 14.0 15.3 16.8 18.5 20.5
48 11.8 12.8 14.0 15.3 16.8 18.5 20.6
49 11.8 12.8 13.9 15.3 16.8 18.5 20.6
50 11.8 12.8 13.9 15.3 16.8 18.5 20.7
51 11.8 12.8 13.9 15.3 16.8 18.5 20.7
52 11.7 12.8 13.9 15.2 16.8 18.5 20.7
53 11.7 12.7 13.9 15.3 16.8 8.5 20.8
54 11.7 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.8
55 11.7 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.9

20
56 11.7 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.9
57 11.7 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.0
58 11.7 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.0
59 11.6 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.0
60 11.6 12.7 13.9 15.2 16.8 18.5 20.1

C. Pangan dan Angka Kecukupan Gizi Balita

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), perbedaan kecukupan zat gizi antar

kelompok balita cukup besar, sehingga Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan untuk balita dibagi menjadi dua kelompok yaitu anak usia 1 – 3

tahun dengan rata- rata berat badan 12,0 kg dan tinggi badan 90 cm, anak usia

4 – 5 tahun dengan rata- rata berat badan 17,0 kg dan tinggi badan 110 cm.

1. Energi

Angka kecukupan energi (AKG) balita usia 1 – 3 tahun dan 4 – 5

tahun secara berturut – turut adalah 1000 kkal dan 1550 kkal. Kebutuhan

energi balita secara perorangan didasarkan energi untuk metabolisme basal,

kecepatan pertumbuhan dan aktifitas. Rata – rata kebutuhan energi balita

secara perorangan didasarkan energi untuk metabolisme basal, kecepatan

pertumbuhan dan aktifitas. Rata- rata kebutuhan energi untuk pertumbuhan

setelah usia 12 bulan rendah, kurang lebih 5 kkal/g penambahan jaringan.

Sumber energi yang baik untuk anak dari serelia seperti variasi beras,

gandum, oat, roti, umbi-umbian dan lainnya.

2. Protein

Kebutuhan protein balita termasuk untuk pemeliharaan jaringan,

perubahan komposisi tubuh dan pembentukan jaringan baru. Selama

pertumbuhan, kadar protein tubuh meningkat dari 14,6% pada umur 1 tahun

21
menjadi 18,19% pada umur 4 tahun. Kebutuhan protein untuk pertumbuhan

diperkirakan berkisar antara 1 – 4 g/kg penambahan jaringan tubuh. Angka

kecukupan gizi balita usia 1 – 3 tahun adalah 25 gram dan 4 – 5 tahun

adalah 39 gram. Sumber protein yang dianjurkan adalah kacang-kacangan,

tempe, tahu, daging, telur, ayam, hati, susu, olahan susu seperti keju dan

yoghurt.

3. Mineral

Mineral penting untuk proses tumbuh kembang secara normal.

Kekurangan konsumsi terlihat pada laju pertumbuhan yang lambat,

mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang kurang dan

anemia. Sumber mineral adalah sayur- sayuran berwarna seperti wortel,

bayam, brokoli, labu kuning, tomat dan sebagainya. Buah – buahan seperti

apel, mangga, pepaya, pisang, pir, jambu biji dan sebagainya, serta daging-

dagingan dan susu.

4. Kalsium

Kalsium penting untuk pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi.

Lebih dari 98% kalsium tubuh terdapat dalam tulang dan gigi. Penambahan

kalsium rata- rata sehari berkisar antara 150 – 200 mg, puncaknya adalah

sebanyak 400 mg/hari dalamperiode pertumbuhan cepat. Angka kecukupan

kalsium pada anak berkisar antara 500 – 600 mg/ hari. Bahan makanan

sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahan yang mempunyai

ketersediaan biologis tinggi, dan sumber kalsium lain yang dimakan dengan

tulang (teri dan ikan duri lunak). Serelia, kacang- kacangan dan hasil

22
kacang- kacangan seperti tempe dan tahu serta sayuran hijau merupakan

sumber kalsium yang baik.

5. Besi

Angka kecukupan besi pada balita usia 1 – 3 tahun didasarkan pada

median kebutuhan besi sebanyak 4,6 mg/hari dengan penyerapan besi

sebesar 7,5% maka kecukupan besi menjadi 8,0 mg/hari. Bagi balita usia 4 –

5 tahun dengan median kebutuhan besi sebanyak 5 mg/ hari dan asumsi

penyerapan sebesar 7,5% maka kecukupan besinya menjadi 9,0 mg/hari.

Sumber besi dalam makanan hewani adalah daging, hati, unggas dan ikan.

Dalam makanan nabati adalah kacang- kacangan dan olahannya, sayuran

hijau dan rumput laut.

6. Seng

Angka kecukupan seng balita usia 1 – 3 tahun didasarkan pada

kebutuhan rata- rata normatif sebesar 0,46 mg/kgBB/hari (ketersediaan

biologis 15%) dengan berat badan 12 kg adalah sebesar 8,3 mg/hari. Angka

kecukupan seng bagi balita usia 4 – 5 tahun didasarkan pada kebutuhan rata-

rata normatif sebesar 0,38 mg/kgBB/hari (ketersediaan biologis 15%)

dengan berat badan 18 kg adalah 10,3 mg/ hari. Seng dalam makanan

hewani seperti daging, ikan dan kerang. Dalam makanan nabati seperti

serealia.

7. Yodium

Angka kecukupan yodium balita usia 1 – 3 tahun adalah 10 mcg/kg

berat badan/hari. Dengan rata- rata berat badan 12 kg, maka angka

23
kecukupan yodium kelompok umur ini adalah 120 mcg/hari. Angka

kecukupan yodium balita usia 4 – 5 tahun didasarkan pada kebutuhan

yodium 8 mcg/kg berat badan/hari. Angka kecukupan yodium kelompok

umur ini adalah 120 mcg/hari. Sumber yodium yaitu ikan, udang dan

kerang, rumput laut serta tanaman yang tumbuh di daerah pantai.

8. Vitamin

Fungsi vitamin adalah untuk membantu proses metabolisme yang

kebutuhannya ditentukan oleh asupan energi, karbohidrat, protein dan

lemak.

9. Suplemen zat gizi

Suplemen gizi untuk anak hanya dianjurkan apabila sudah dilakukan

penilaian terhadap konsumsi makanan dan asupan zat gizinya. Anak yang

kurang atau tidak minum susu karena alasan tertentu perlu di monitor

kecukupan asupan kalsium, riboflavin dan vitamin D nya. Anak yang

kurang makan sayur dan buah perlu mendapat perhatian terhadap asupan

vitamin A dan C.

Tabel 2.6
Angka Kecukupan Gizi Balita

Usia
1 – 3 tahun 4 - 5 tahun
Zat gizi
Energi (kkal) 1000 1550
Protein (gram) 25 39
Vitamin A (RE) 400 450
Vitamin D (µg) 5 5
Vitamin E (mg) 6 7
Vitamin K (µ) 15 20
Tiamin (mg) 0,5 0,6
Riboflavin (mg) 0,5 0,6

24
Niacin (mg) 6 8
Asam Folat (µg) 150 200
Piridoksin (mg) 0,5 0,6
Vitamin B12 (µg) 0,9 1,2
Vitamin C (mg) 40 45
Kalsium (mg) 500 500
Fosfor (mg) 400 400
Magnesium (mg) 60 90
Besi (mg) 8 9
Yodium (µg) 120 120
Seng (mg) 8,3 10,3
Selenium (µg) 17 20
Mangan (mg) 1,2 1,5
Flour (mg) 0,6 0,9
Sumber : Widakarya Nasional Pangan dan Gizi
dalam Istiany & Rusilanti (2013)

D. Masalah Gizi pada Balita

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), masalah gizi pada balita yaitu:

1. Gizi Kurang, Gizi Buruk dan Gizi Lebih

Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB)

dan tinggi badan (TB). Indikator lain untuk menilai status gizi balita adalah

BB/TB, yang menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat

dari keadaan yang berlangsung dalam jangka waktu pendek seperti

menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Indikator

BB/TB digunakan untuk menyatakan kurus, sangat kurus dan gemuk.

2. Anemia Defisiensi Besi

Keadaan ini terjadi karena terlalu sedikit kandungan zat besi dalam

makanan, terutama pada balita yang terlampau banyak mengkonsumsi susu

sehingga mengendurkan keinginan untuk menyantap makanan lain. Untuk

mengatasi keadaan ini, selain memberikan suplementasi zat besi, jika

25
dianggap perlu anak juga harus diberi dan dibiasakan menyantap makanan

yang mengandung besi.

3. Karies Gigi

Karies dentis sering terjadi pada anak karena terlalu sering makan

cemilan yang lengket dan banyak mengandung gula. Sifat lengeket itu

menentukan panjang waktu pajan terhadap karbohidrat dengan plaque

bakteri. Plaque adalah massa gelatin lengket yang melekat pada gigi dan

gusi. Di dalam plaque ini bakteri pembentuk asam berkembang biak dan

meragi karbohidrat. Dengan jangka waktu dan jumlah tertentu dapat

menyebabkan perlubangan sehingga merusak struktur gigi dan gusi.

4. Pica

Orang yang mengkonsumsi sesuatu bukan makanan, misalnya perca

dan debu tergolong ke dalam pica. Perilaku tersebut tidak membahayakan

hidup anak sejauh balita tidak menyantap zat toksik/racun. Pica dibedakan

dengan kebiasaan anak, terutama balita seperti memasukkan barang ke

dalam mulut. Pada masa balita, anak sering menggunakan mulut untuk

belajar, misalnya menggigit kelereng dan hal ini bukan pica.

E. Dampak gizi kurang pada balita

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), dampak gizi kurang pada balita

adalah:

1. Kurang energi dan protein

a. Marasmus

1) Anak tampak kurus

26
2) Wajah seperti orang tua

3) Cengeng dan rewel

4) Kulit keriput

5) Sering disertai diare kronik atau konstipasi

6) Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang

b. Kwashiorkor

1) Oedem (pembengkakan) di seluruh tubuh, khususnya kaki

2) Wajah membulat dan sembab

3) Otot- otot mengecil

4) Cengeng, rewel dan kadang apatis

5) Sering disertai infeksi, anemia dan diare

6) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut

7) Bercak merah pada kulit yang meluas dan menjadi hitam terkelupas

8) Mata sayu

2. Anemia

a. Lelah, lesu, lemah dan lalai

b. Bibir tampak pucat

c. Nafas pendek

d. Lidah licin

e. Denyut jantung meningkat

f. Susah buang air besar

g. Nafsu makan berkurang

h. Kadang- kadang pusing

27
i. Mudah mengantuk

3. Kekurangan yodium

a. Pembesaran kelenjar gondok

b. Cebol/ kretin

c. Perkembangan mental terhambat

d. Gangguan pendengaran

e. Perkembangan saraf terhambat

f. Gangguan neuromotor seperti gangguan bicara, cara jalan dan sebagainya

4. Kekurangan vitamin A

a. Buta senja

b. Konjungtiva mengering

c. Bercak bitot

d. Kornea mengering

F. Pola Asuh Makan

1. Pengertian

Pola asuh adalah keseluruhan interaksi orang tua dan anak, dimana

orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah

laku, pengetahuan, dan nilai- nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua

agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal,

memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat dan

berorientasi untuk sukses (Agency, B, 2014).

28
Pola asuh makan adalah praktek- praktek pengasuhan yang diterapkan

Ibu kepada anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makan

(Karyadi dalam Istiany & Rusilanti, 2013).

2. Pola Pengasuhan

Pengasuhan didefenisikan sebagai cara memberi makan, merawat

anak, membimbing dan mengajari anak yang dilakukan oleh individu dan

keluarga. Praktek pemberian makan pada anak meliputi pemberian ASI,

makanan tambahan berkualitas, penyiapan dan penyediaan makanan yang

bergizi. Perawatan anak termasuk merawat apabila anak sakit, imunisasi,

pemberian suplemen, memandikan anak dan sebagainya. Sedangkan

pengasuhan anak adalah yang berhubungan dengan stimulasi mental dengan

cara memberi alat bermain atau mengajak anak bermain.

Peran Ibu selaku pengasuh dan pendidik di dalam keluarga dapat

mempengaruhi tumbuh kembang anak secara positif maupun negatif, karena

dalam berinteraksi dengan anak sehari- hari, seorang ibu dapat memainkan

berbagai peran yang secara langsung akan berpengaruh pada anak.

(Istiany & Rusilanti, 2013)

3. Peranan Ibu dalam Pola Asuh Makan dan Kesehatan

Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk konsumsi anak

penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu atau

pengasuhnya. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan kegiatan

pemberian makan, yang akhirnya memberikan sumbangan status gizinya.

Sebagai orang yang menentukan bahan makanan yang akan dibeli, dimasak

29
dan disiapkan, ibu memainkan peranan penting dalam menatalaksanakan

pangan/ makanan bagi anak balita.

Peranan Ibu dalam masalah kesehatan anak sangat penting. Jika anak

mulai diberikan makanan tambahan, maka mereka mempunyai risiko

terkena infeksi dan kekurangan gizi. Bila anak mulai mengkonsumsi

makanan pelengkap atau makanan buatan, maka penyimpanan makanan dan

higienisnya perlu diperhatikan (Istiany & Rusilanti, 2013).

4. Hubungan Ibu dengan Anak

Peran ibu bagi seorang anak memiliki pengaruh yang sangat besar,

baik bagi pertumbuhan maupun perkembangannya. Hubungan antara ibu

dan anak tidak hanya terjadi sesudah anak dilahirkan, melainkan sudah

terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa bayi dalam kandungan sudah bereaksi bila mendengar

suara. Emosi ibu pada saat mengandung dapat mempengaruhi keadaan

psikologis anak. Apabila seorang ibu selalu sedih pada saat mengandung,

maka anak yang akan dilahirkan juga akan cenderung menjadi penyedih.

Demikian pula ibu yang sedang mengandung selalu taat beribadah, maka

anak yang dikandungnya juga sudah mendapat pelajaran untuk taat

beribadah (Istiany & Rusilanti, 2013).

5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Makanan Anak

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), faktor- faktor yang

mempengaruhi pilihan makanan anak adalah :

30
a. Penerimaan makanan

Penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti status gizi, tingkat kekenyangan, rasa makanan, pengalaman

masa lalu dan kepercayaan terhadap makanan tertentu. Biasanya balita

tidak menyukai rasa makanan yang pahit, asam dan pedas. Makanan

yang mempunyai rasa pahit adalah brokoli, kacang buncis, pare, daun

pepaya, daun singkong dan sebagainya.

b. Pengaruh orang tua

Orang tua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak

sadar telah menuntun kesukaan makan anak balita dan membentuk

gaya yang berpengaruh terhadap dimana, bagaimana, dengan siapa,

dan berapa banyak ia makan.

c. Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi orang tua dan pengasuh anak ternyata sangat

berpengaruh terhadap pilihan makan anak. Tingkat pengetahuan gizi

yang dipraktikkan pada pencernaan makanan keluarga berhubungan

dengan sikap positif ibu terhadap diri sendiri, kemampuan ibu dalam

memecahkan masalah dan mengorganisasikan keluarga.

d. Model

Kebiasaan makan balita dipengaruhi oleh model yang ditunjukkan oleh

orang tua lain yang dekat dengannya. Kebiasaan makan teman sebaya

dan idola juga berpengaruh, khususnya pada anak balita 3 – 5 tahun.

31
e. Interaksi orang tua dan anak balita

Interaksi orang tua dengan anak balita berpengaruh terhadap pilihan

makanan dan pengembangan pola makan anak balita. Bila orang tua

tidak terlalu menanggapi kesukaan anak balita terhadap makanan

tertentu yang kurang baik, kebiasaan makan ini akan cepat berlalu.

f. Kemungkinan – kemungkinan lain

Pilihan makan dibentuk oleh faktor – faktor fisiologis, aktifitas,

lingkungan dan paparan terhadap makanan dalam sederet interaksi

yang kompleks. Pemaparan terhadap berbagai makanan baru dapat

memperbanyak pilihan makanan bergizi bagi anak balita.

g. Sikap dan permintaan makanan

Media massa berpengaruh terhadap sikap anak terhadap makanan dan

permintaannya akan makanan tertentu.

h. Iklan Televisi

Iklan cenderung menggunakan anak untuk mempengaruhi orang

tuanya membeli produk tertentu. Iklan sering mendorong anak

mengkonsumsi berbagaijenis makanan yang manis. Program TV

maupun iklan menyajikan model – model perilaku yang dapat ditiru

anak balita.

Tabel 2.7
Faktor – faktor yang mempengaruhi pilihan makan anak balita

Pengaruh terhadap penerimaan makanan


1. Status gizi dan hidrasi anak balita
2. Tingkat kesehatan atau kesakitan balita
3. Pengalaman terhadap makanan yang diberikan, seperti kebiasaan,
rasa, tekstur

32
4. Besar porsi, besar potongan makanan
5. Kemudahan memegang makanan berdasarkan umur dan
keterampilan motorik
6. Tingkat kekenyangan
Pengaruh orang tua, pengasuh dan saudara
1. Ketersediaan makanan
2. Pengetahuan gizi
3. Kandungan zat gizi makanan yang ditawarkan
4. Gaya dan kecepatan makan
5. Harapan dan model/ dimana, kapan dan dengan siapa makanan
dikonsumsi
6. Harapan dan model/jumlah makanan yang hendak dimakan
7. Model/ penggunaan makanan yang tidak bergizi
Pengaruh interaksi orang tua - anak
1. Harapan tentang kecepatan dan gaya makan anak balita
2. Menetapkan kemungkinan tentang makanan apa dan berapa banyak
hendaknya dimakan
3. Interaksi lisan yang bersifat positif, netral, atau kritis selama waktu
makan
4. Pembentukan pola makan dan snack

6. Bentuk- Bentuk Pola Asuh

Adapun menurut Stewart dan Koch (dalam Tridhonanto dan

Agency, 2014) mengemukakan bahwa Pola asuh terdiri dari :

a. Pola asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang menggunakan

pendekatan yang memaksakan kehendak, suatu peraturan yang

dicanangkan orang tua dan harus dituruti oleh anak. Pendekatan seperti

ini biasanya kurang responsif pada hak dan keinginan anak. Anak lebih

dianggap sebagai objek yang harus patuh dan menjalankan aturan, dan

ketidak berhasilan kemampuan dianggap ketidak mampuan.

33
Orang tua yang menggunakan pola asuh ini mempunyai

kekuasaan penuh yang menuntut ketaatan mutlak, sehingga kerap

menghambat munculnya komunikasi terbuka antara orang tua dan anak.

Komunikasi yang dilakukan lebih bersifat satu arah dan lebih sering

berupa perintah, anak sebagai objek kurang mendengar dan cendrung

diam dan menutup diri. Anak melakukan sesuatu karena memang sudah

diatur sedemikian rupa, dan tidak berani berinisaiatif melakukan

sesuatu daripada disalahkan dan dimarahi.

b. Pola asuh Permisif (Permissive Parenting)

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang bertolak belakang

dengan otoriter, permisif dapat diartikan orang tua yang serba

membolehkan atau suka mengijinkan. Pola asuh ini menggunakan

pendekatan yang sangat responsif (bersedia mendengarkan) tetapi

cenderung terlalu longgar. Pola asuh yang sangat toleran membuat

orang tua memiliki sikap yang relatif hangat dan menerima sang anak

apa adanya. Kehangatan kadang cendrung memanjakan, beberapa anak

terlalu dijaga dan dituruti keinginannya, sedangkan sikap menerima

anak apa adanya akan memberikan kebebasan pada anak untuk

melakukan apa saja yang dia inginkan. Tetapi kebebasan tidak diikuti

dengan tindakan mengontrol atau menuntut anak untuk menampilkan

perilaku tertentu. Dengan kata lain anak menerima bimbingan yang

terlampau sedikit, terlalu dibiarkan, sehingga anak menjadi bingung

mengenai apa yang harus dilakukan.

34
c. Pola asuh Demokratis (Authoritative Parenting)

Pola asuh demokratis menggunakan pendekatan yang rasional dan

demokratis. Orang tua sangat memperhatikan faktor kepentingan anak

dan mencukupinya dengan pertimbangan yang realistis. Tipe pola asuh

ini tidak semata-mata menuruti keinginan anak tetapi sekaligus

mengajarkan kepada mereka mengenai kebutuhan yang penting bagi

kehidupannya. Anak diberi kebebasan dalam beraktivitas dan bergaul

dengan teman-temannya disertai rasa tanggung jawab, bahwa anak bisa

melakukan kegiatan dan bersosialisasi dengan yang lainnya.

7. Karakteristik Makanan

Ada tiga karakteristik makanan yang mempengaruhi pengembangan

rasa, penerimaan dan keterampilan makan sendiri. Ketiga aspek ini adalah

tekstur, aroma (flavour), dan besar porsi

a. Tekstur

Sebaiknya anak balita diberi makanan lunak yang mudah dikunyah,

dan makanan renyah yang memberi kenikmatan pada anak saat

mendengarkan bunyi sewaktu mengunyah. Sebaiknya daging diberikan

dalam bentuk digiling, seperti dalam semur bola-bola daging.

b. Aroma

Pada umumnya anak menolak makanan yang mempunyai aroma kuat,

seperti makanan pedas, terlalu asam dan terlalu asin.

35
c. Besar porsi

Anak biasanya menolak makanan dalam porsi besar. Lebih baik

makanan yang diberikan dalam porsi kecil, yang kemudian dapat

ditambah bila anak menginginkannya.

8. Keterampilan makan (feeding skill)

Laju pertumbuhan fisik anak juga terlefleksi pada

perkembangan keterampilannya untuk makan sendiri. Balita belajar

makan sendiri menjelang usia 2 tahun.

Tabel 2.8
Makanan yang dapat dipegang dengan tangan (finger food)

Makanan yang cocok Makanan yang tidak cocok


(tanpa kulit) (dapat menyebabkan tersedak)
1. Roti bakar, biskuit, kraker 1. Popcorn
2. Daging/ayam empuk, potong 2. Keripik kentang, singkong,
kecil/ giling jagung, tempe
3. Ikan potong tanpa tulang 3. Sosis, bakso, nugget,
4. Telur rebus potong, telur 4. Ikan goreng
orak arik 5. Keju yang diproses
5. Keju potong (cheddar) 6. Kacang rebus/ goreng, selai
6. Sayuran rebus, wortel, kacang/ pindakaas
brokoli, labu kuning, buncis 7. Sayuran mentah
7. Buah lunak dipotong-potong 8. Buah kering kismis dan korma
(pisang, apel, pepaya, 9. Buah kecil dengan kulit
mangga) (anggur)
10. Buah dengan biji (rambutan,
lengkeng, jeruk)
11. Permen

36
Tabel 2.9
Perilaku emosional, perilaku makan, dan keterampilan makan
anak usia balita

Umur Perilaku Perilaku Makan Keterampilan


(tahun) Emosional Makan
1 - 2 1. Takut hal baru 1. Susah/ rewel 1. Menggunakan
2. Sulit berbagi makan sendok dengan
3. Butuh 2. Makanan keterampilan
pengawasan dikemut terbatas
terus menerus dimulut, tanpa 2. Mulai mampu
4. Senang ditelan memotong,
membantu, tapi 3. Minta makanan mematahkan,
tidak dibiarkan yang sama menyendok
sendiri setiap makan makanan
5. Ingin tahu 3. Mempunyai
6. Sering kontrol yang
menentang baik terhadap
7. Ingin mendapat cangkir
perhatian 4. Mengangkat,
minum,
meletakkan
kembali,
memegang
dengan satu
tangan
5. Belajar makan
sendiri
3 1. Ingin 1. Makan hampir 1. Menggunakan
didikutsertakan semua sendok seperti
dalam segala hal makanan, seorang
2. Merespons baik kecuali sayuran dewasa
terhadap pilihan tertentu 2. Perkembangan
yang ditawarkan 2. Memainkan medium, otot
daripada makanan bila tangan
tuntutan tidak lapar 3. Makan sendiri
3. Masih sulit 3. Mengomentari terutama bila
berbagi cara lapar
4. Agak kaku menyajikan 4. Dapat
dalam makanan menuangkan
melakukan susu/ air ke
sesuatu dengan dalam gelas/
cara yang benar cangkir
4 1. Dapat berbagi 1. Makan dan 1. Menggunakan
dengan baik bicara pada semua alat
2. Butuh waktu yang makan

37
persetujuan dan sama- lebih 2. Perkembangan
perhatian orang memilih bicara otot jari kecil
dewasa 2. Bersikukuh 3. Dapat
3. Suka pamer terhadap mengelap,
4. Mengerti, butuh makanan yang mencuci alat
batasan disukai/ tidak makan, menata
5. Pada umumnya disukai meja
mengikuti 3. Menolak 4. Dapat
aturan makan sampai mengupas,
6. Masih kaku keluar air mata memotong,
dalam menggiling
melakukan makanan dan
sesuatu dengan memecahkan
cara yang benar telur
5 1. Suka membantu 1. Suka makanan 1. Koordinasi
dan kooperatif yang sudah antara jari dan
dalam kegiatan dikenali tangan sudah
keluarga baik
2. Kadang masih 2. Dapat
sukar untuk memasak
melakukan masakan
sesuatu dengan sederhana
cara yang benar 3. Dapat
3. Sangat terikat menakar,
dengan orangtua menggiling,
dan keluarga mengiris dan
memotong
dalam
pengawasan

G. Kerangka Teori

Menurut Sutjiningsih dalam Istiany & Rusilanti (2013), pertumbuhan

adalah perubahan dalam jumlah dan ukuran sel dan pembentukan protein baru,

sehingga meningkatkan jumlah dan ukuran sel di seluruh bagian tubuh.

Perkembangan anak balita terdiri dari motorik kasar dan motorik halus (Istiany

& Rusilanti, 2013).

Menurut Mardalena (2017), gizi merupakan rangkaian proses secara

organik makanan yang dicerna oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan

38
pertumbuhan dan fungsi normal organ serta mempertahankan kehidupan

seseorang. Status gizi merupakan keadaan tubuh yang merupakan akibat dari

konsumsi makanan dan menggunaan zat- zat gizi dengan klasifikasi status gizi

buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier dalam Istiany & Rusilanti, 2013).

Menurut Istiany & Rusilanti (2013), konsumsi makanan seseorang berpengaruh

terhadap status gizi orang tersebut. M gizi pada balita yaitu gizi kurang, gizi

buruk dan gizi lebih, anemia, karies gigi, pica (Istiany & Rusilanti, 2013).

Penilaian status gizi menggunakan parameter gabungan seperti: berat

badan menurut umur (BB/U), status gizi berdasarkan BB/U untuk balita dibagi

atas: lebih, baik, kurang dan buruk. Pengasuhan didefenisikan sebagai cara

memberi makan, merawat anak, membimbing dan mengajari anak yang

dilakukan oleh individu dan keluarga. Praktek pemberian makan pada anak

meliputi pemberian ASI, makanan tambahan berkualitas, penyiapan dan

penyediaan makanan yang bergizi.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

39
Pola asuh makan
Waktu pemberian ASI Asupan zat gizi balita
Waktu pemberian MP-ASI
Jenis makanan yang diberikan
Frekuensi pemberian makan anak

Status gizi balita :


Lebih
Masalah gizi pada balita :
Baik
Gizi Kurang, Gizi Buruk
Kurang
dan Gizi Lebih
Buruk
Anemia
Karies gigi
Pica

Perkembangan balita
Motorik halus
Motorik kasar

Sumber : Istiany & Rusilanti (2013), Mardalena (2017)

H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2013).

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu pola asuh makan pada balita,

sedangkan variabel dependen yaitu status gizi pada balita.

Dasar penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

40
Pola asuh makan Status gizi pada balita

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi pada Balita

I. Defenisi Operasional

Uraian dari defenisi operasional dijadikan sebagai acuan dalam melakukan

analisis terhadap variabel – variabel yang diteliti

Tabel 2.8
Defenisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Variabel
Dependen
Status Gizi Kondisi fisik Antrometri Pengukuran a. Gizi Buruk Ordinal
Balita anak balita yang yaitu antara
ditentukan < -3 SD
dengan b. Gizi Kurang
melakukan yaitu antara
pengukuran > -2 SD
Berat Badan dan sampai
umur dengan > - 3
SD
c. Gizi Baik
yaitu antara
< 2 SD
sampai
dengan 2 SD
d. Gizi Lebih
(obesitas)
yaitu > 2 SD

Variabel
Independen
Pola asuh Kegiatan yang Kuisioner wawancara Baik, jika skor Ordinal
makan > mean/
dilakukan Ibu
median

41
kepada anak
balita tentang Kurang baik,
pemberian jika skor <
mean/ median
makan

J. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau

hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji

secara empiris (Notoadmojo, 2014).

Ha : Ada hubungan pola asuh makan dengan status gizi pada balita di

Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2019

Ho : Tidak ada hubungan pola asuh makan dengan status gizi pada balita di

Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2019

42

Anda mungkin juga menyukai