Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH METODE ERACS DALAM SECTIO

CAESAREA TERHADAP MOBILISASI DINI PADA


IBU POST PARTUM

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Program Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
ATI SETIAWATI
NIM : 19216222

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS YATSI MADANI
TANGERANG BANTEN
TAHUN 2022
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa saat ini persalinan


metode sectio caesarea (SC) telah meningkat di seluruh dunia, bahkan telah
melebihi dari batas yang direkomendasikan WHO dalam upaya penyelamatan
nyawa ibu dan bayi yaitu sebesar 10%-15%. Wilayah Karibia dan Amerika
Latin menjadi penyumbang tertinggi dengan angka 40,5%, Eropa (25 persen),
Asia (19,2 persen) dan Afrika (7,3 persen) (Simangunsong, 2018). Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan di Indonesia prevalensi persalinan
SC adalah 17,6 persen, paling tinggi Jakarta (31,3 persen) dan terendah Papua
(6,7 persen) (Riskesdas, 2018). Survei pada 64 RS di Jakarta mendapatkan
data bahwa persalinan SC 35,7 sampai 55,3 persen dari 17.665 kelahiran. 19,5
sampai 27,3 persen karena indikasi CPD (ukuran lingkar panggul ibu sempit),
11,9 - 21% akibat perdarahan hebat dan 4,3 - 8,7% akibat janin sungsang
(Kasdu, 2013).
Saat ini telah dikenal persalinan metode SC dengan konsep ERACS
(Enhanced Recovery After Cesarean Section) yang proses operasinya lebih
nyaman karena rasa nyeri lebih sedikit dan proses pemulihan setelah operasi
lebih cepat dibandingkan SC konvensional. Konsep ERACS dikembangkan
dari konsep ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) yang telah digunakan
pada bedah digestif dan terbukti meminimalkan lama rawat dan komplikasi
setelah operasi, sehingga kepuasan pasien meningkat. Bedasarkan hal tersebut,
konsep ERAS mulai diaplikasikan pada operasi selain bedah digestif salah
satunya diterapkan pada operasi SC (Ruswantriani, 2021).
Metode persalinan ERACS saat ini telah menjadi suatu yang fenomenal di
masyarakat, khususnya bagi para ibu hamil. Hal tersebut terutama setelah ada
salah satu istri dari selebritas terkenal yang melahirkan dengan metode
tersebut dan diberitakan di media-media saluran informasi nasional yang
menyita perhatian masyarakat (Magdalena, 2021). Hal-hal yang membuat
3
metode ERACS menyita perhatian masyarakat, dikarenakan metode ERACS
diklaim bisa mengurangi nyeri pasca operasi, serta memungkinan proses
pemulihan lebih cepat. Jika umumnya setelah menjalani persalinan caesar
konvensional pasien dilarang bergerak selama 12 jam, maka dengan metode
ERACS pasien bisa duduk dengan nyaman setelah 2 jam pasca operasi caesar.
Bahkan, kurang dari 24 jam, pasien sudah dapat melakukan aktivitas ringan,
seperti buang air kecil maupun berjalan secara mandiri tanpa perlu takut
muncul rasa nyeri (Ruswantriani, 2021).
Hasil penelitian Hikma (2020) di Rumah Sakit Kota Mobagu menemukan
mobilsasi dini berpengaruh pada proses penyembuhan luka operasi SC.
Peningkatan kemandirian ibu dalam pemulihan kondisi ibu pasca SC lebih
berhasil jika dilakukan mobilisasi lebih awal. Kemandirian setelah operasi
bisa membuat ibu bisa lebih cepat beradaptasi terhadap perannya.
Dampak tidak dilakukannya mobilisasi dini pada pasien pasca SC dapat
menimbulkan bahaya psikologis maupun fisiologis. Dari segi fisiologis,
mengganggu sistem metabolisme tubuh, laju metabolisme menurun,
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak terganggu, keseimbangan
elektrolit dan kalsium terganggu, mempengaruhi sistem gastrointestinal seperti
nafsu makan terganggu, peristaltik menurun dengan impaksi fekal dan
konstipasi. Imobilisasi juga meningkatkan resiko komplikasi pada sisten
pernafasan, antara lain: pneumonia hipostatik dan atelektasis serta embolisme
paru. Selain itu, risiko terjadi infeksi saluran kemih juga meningkat dan
beresiko terjadi kontraktur pada sendi dan atrofi pada otot (Perry & Potter,
2015).
Imobilisasi juga bisa menurunkan fungsi sensorik, berpengaruh terhadap
respon emosi dan prilaku, seperti: ketakutan, bermusuhan, merasa tidak
berdaya dan pusing, hingga menimbulkan kecemasan ringan bahkan sampai
psikosis, mengalami depresi atau stres disebabkan konsep diri dan peran
mengalami perubahan, pola tidur terganggu dan perubahan koping (Potter &
Perry, 2015).
4

Masalah yang kerap muncul pada pasien setelah SC adalah pasien merasa
takut untuk mobilisasi lebih awal karena ketakutan pada rasa nyeri (Potter &
Perry, 2015). Pada persalinan metode SC konvensional pasien bisa sangat
lama dalam kondisi imobilisasi, hal tersebut selain akibat takut rasa nyeri,
pasien juga dilarang bergerak selama 12 jam. Sehingga pasien baru bisa
melakukan mobilisasi dini setelah 24 jam pasca operasi (Jitowiyono, 2012).
Dalam persalinan SC metode ERACS pasien bisa duduk dengan nyaman
setelah 2 jam pasca operasi. Bahkan, kurang dari 24 jam, pasien sudah dapat
melakukan aktivitas ringan, seperti buang air kecil maupun berjalan secara
mandiri tanpa perlu takut muncul rasa nyeri (Ruswantriani, 2021).
Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Hermina Ciruas
diketahui bahwa persalinan metode ERACS mulai diperkenalkan pada bulan
Mei 2021. Dari mulai diperkenalkan tersebut, permintaan persalinan SC
menggunakan metode ERACS terus meningkat sampe sekarang ini. Tercatat
mulai bulan Mei sampai dengan Desember 2021 sebanyak 145 pasien dari 935
pasien SC (15,5%). Sedangkan pada periode Januari – Oktober 2022 sebanyak
1601 dari 1912 seluruh persalinan SC (83,34%). Hasil wawancara terhadap 5
ibu post operasi caesar dengan metode ERACS didapatkan data bahwa rata-
rata mereka mengatakan bahwa nyeri yang mereka rasakan tidak terlalu berat,
sehingga setelah kurang dari 4 jam mereka sudah bisa bergerak dan
beraktifitas ringan. Hasil berbeda didapatkan saat wawancara dengan 5 pasien
pasca operasi SC metode konvensional, rata-rata mereka mengeluhkan nyeri
dari luka bekas operasinya dan sangat takut untuk bergerak sehingga baru
berani melakukan mobilisasi dini setelah 24 jam pasca operasi.
Dari uraian latar belakang dan permasalahan yang didapatkan saat
melakukan studi pendahuluan, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
tentang “Pengaruh metode ERACS dalam SC terhadap mobilisasi dini pada
ibu post partum.
5

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasca operasi SC
adalah mobilisasi dini. Mobilisasi dini bisa membuat luka lebih cepat sembuh
sehingga fungsi pasien bisa kembali seperti semula. Persalinan SC metode
ERACS diklaim memiliki dampak lebih baik bagi pasien dalam melakukan
mobilisasi dini dibandingkan persalinan SC metode konvensional.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh metode ERACS dalam SC
terhadap mobilisasi dini pada ibu post partum?.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasar latar belakang yang diuraikan diatas, maka pertanyaan dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Bagaimanakah gambaran mobilisasi dini pada ibu bersalin pasca
operasi SC metode konvensional ?
1.3.2 Bagaimanakah gambaran mobilisasi dini pada ibu bersalin pasca
operasi SC metode ERACS ?
1.3.3 Apakah ada perbedaan antara SC metode konvensional dengan
metode ERACS terhadap percepatan mobilisasi pada ibu post partum?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode
ERACS dalam SC terhadap mobilisasi dini pada ibu post partum.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya gambaran mobilisasi dini pada ibu bersalin pasca
operasi SC metode konvensional di RS Hermina Daan Mogot
tahun 2022.
2. Diketahuinya gambaran mobilisasi dini pada ibu bersalin pasca
operasi metode ERACS di RS Hermina Daan Mogot tahun 2022.
3. Diketahuinya perbedaan antara metode SC dengan metode
ERACS terhadap percepatan mobilisasi pada ibu bersalin di RS
Hermina Daan Mogot tahun 2022.
6

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi RS Hermina Ciruas


Sebagai data dan informasi bagi rumah sakit untuk
memaksimalkan asuhan perawatan pada ibu post SC, terutama dalam
pendampingan tindakan mobilisasi dini.
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan Universitas Yatsi Madani Tangerang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bacaan di
perpustakaan dan dapat dijadikan sebagai pijakan atau bahan
perbandingan dalam penelitian sejenis yang dilakukan di masa
mendatang.
1.5.3 Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dalam bidang penelitian, serta wawasan
dalam ilmu keperawatan maternitas khususnya tentang persalinan
metode SC.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea (SC)

2.1.1 Pengertian Sectio Caesare (SC)


SC ialah persalinan dengan cara menyayat dinding rahim untuk
melahirkan janin dengan berat ≥ 500 gr (Fraser, 2012). Menurut Forte
(2014) SC adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus. Sedangkan menurut Benson (2012), SC
adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan
selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa SC adalah suatu pembedahan guna
melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus, agar janin
lahir sehat dan selamat.

2.1.2 Jenis-jenis Sectio Caesarea (SC)


Menurut Forte (2014), beberapa jenis SC berdasarkan tipe insisi
adalah sebagai berikut:
1. Insisi Abdominal Transversal
2. Insisi Abdominal Vertikal
3. Sectio Caesarea Segmen Bawah
a. Insisi melintang
b. Insisi membujur
4. Sectio Caesarea Klasik
5. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
6. Histerektomi Caesarea
8

Gambar 2.1.
Tipe-tipe Insisi Sectio Caesarea
Sumber : Forte (2014)

Keterangan : Gambar ini menunjukkan tiga jenis insisi yang paling


sering digunakan.

Gambar 2.2.

Macam-macam Insisi Pada Sectio Caesarea


Sumber : Forte (2014)
9

2.1.3 Indikasi Sectio Caesarea


Menurut Forte (2014) beberapa indikasi dialkukannya tindakan SC
adalah sebagai berikut:
1. Panggul sempit dan distosia mekanis, seperti Disporposi fetopelvik:
panggul sempit, CPD, Malposisi dan malpresentasi, Disfungsi uterus:
inertia, ketidakmampuan dilatasi serviks, Distosia jaringan lunak:
kekakuan serviks akibat cedera atau pembedahan, atresia vulva,
Neoplasma yang menyumbat pelvis, dan Partus tak maju: disporposi
cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek,
bayi besar, defleksi kepala bayi.
2. Riwayat sectio caesarea sebelumnya.
3. Pendarahan, seperti Plasenta previa dan Solutio Plasenta.
4. Toxemia Gravidarum, seperti hipertensi esensial, nephritis kronis
eklampsi dan preeklampsi.
5. Indikasi Fetal, seperti kematian janin sebelumnya, cacat, gawat janin,
insufsiensi placenta, prolaps funiculs umbilicalis, diabetus maternal,
post mortem cesarea, in kompatibilitas resus, dan infeksi virus herpes
pada area genetal.
6. Lainnya, misalnya Primigravida, usia beresiko, Anomali uteri
kongenital, forceps gagal dan riwayat obstetrik buruk.

2.1.4 Kontra Indikasi Sectio Caesarea


Pada dasarnya SC bukan untuk janin yang telah mati, syok, anemia,
berat belum dilatasi, kelainan kongenital (Wiknjosastro, 2013).
Menurut Benson (2019), kontraindikasi dari SC meliputi janin tidak
normal yang tidak bisa hidup, infeksi piogenik dinding perut, janin mati
(kecuali untuk menyelamatkan ibu), dan minimnya fasilitas, peralatan atau
petugas kesehatan yang berkompeten.
10

2.1.5 Komplikasi Sectio Caesarea


Forte (2014) menyebutkan komplikasi dari tindakan SC adalah sebagai
berikut:
1. Kematian ibu, penyebab kematian ibu dalam tindakana SC adalah
pendarahan, infeksi, anesthesia, emboli paru serta gagal ginjal
disebabkan hipotensi.
2. Kesakitan ibu selama operasi
3. Kesakitan Ibu pasca operasi
4. Kesakitan dan kematian perinatal

2.1.6 Perawatan Pasca Sectio Caserea


Perawatan dilakukan sejak pasien berada di atas meja operasi di
bawah pengawasan ahli anestesi, ahli kebidanan dan petugas ruang
operasi. Penolong wajib membuat prosedur jalannya operasi secara
singkat, dan setelah operasi, penolong memberikan intruksi-intruksi
mengenai perawatan pasien sebelum meninggalkan pasien (Sofian, 2011).
Bedah SC perlu perawatan yang khusus karena berhasil tidaknya
operasi salah satunya dipengaruhi oleh perawatan setelah operasi.
Perawatan paling awal sesudah operasi yaitu membalut luka bekas operasi.
Sebelum memindahkan pasien dari ruang operasi, tanda-tanda vital pasien
harus diperiksa dan dicatat. Hal tersebut dilakukan sampai beberapa jam
setelah operasi, pada hari-hari selanjutnya dilakukan beberapa kali sehari
termasuk pengukuran suhu badan (Sofian, 2011).

2.2 Sectio Caesarea Metode Enhanced Recovery After Cesarean Section


(ERACS)

2.2.1 Pengertian ERACS


Konsep Enhanced Recovery After Cesarean Section atau yang
lebih dikenal dengan ERACS adalah sebuah terobosan baru yang
dikembangkan berdasarkan konsep yang telah digunakan pada operasi
digestif, yaitu ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) yang telah
11

terbukti dapat mengurangi komplikasi pasca operasi dan lama rawat pasien
di rumah sakit. Sehingga dengan keunggulan tersebut konsep ERAS
kemudian dilakukan pengembangan untuk tindakan operasi di bidang
lainnya, termasuk kebidanan (Ruswantriani, 2021).
Operasi SC dengan metode ERACS diklaim lebih nyaman dan
minim rasa nyeri dibandingkan dengan SC secara konvensional, konsep
tersebut juga mendukung pemulihan pasien yang lebih cepat sehingga
pasien bisa melakukan bonding dengan bayinya lebih cepat dan dapat
menyusui bayinya dengan posisi yang nyaman. Selain itu, dengan metode
ERACS mobilisasi pasien menjadi lebih cepat sehingga bisa mengurangi
lama perawatan di rumah sakit (Ruswantriani, 2021).

2.2.2 Kelebihan Metode ERACS


Menurut Ruswantriani (2021), kelebihan SC metode ERACS adalah
sebagai berikut:
1. Persalinan SC dengan nyaman
2. Minim rasa sakit serta nyeri persalinan
3. Pasien pulih lebih cepat
4. Dapat beraktivitas 4 jam setelah operasi
5. Nutrisi bisa langsung diberikan setalah operasi
6. Waktu perawatan lebih singkat

2.2.3 Prosedur SC Metode ERACS


Menurut Ruswantriani (2021) prosedur pelaksanaan SC metode
ERACS adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi sebelum operasi oleh dokter spesialis yang bertanggung
jawab.
2. 2 jam sebelum operasi, pasien diberi minuman dengan kandungan gula
untuk sumber energi.
3. Dokter anestesi melakukan penilaian pra operatif, memastikan jenis
anestesi yang sesuai, kemudian memberikan anastesi menggunakan
12

jarum spinal ukuran kecil agar pasien tidak merasakan nyeri saat
pembiusan, selama operasi ataupun setelahnya
4. Dokter SpoG melakukan pembedahan dengan teknik yang optimal
sehingga operasi berjalan cepat dan nyaman.
5. Dokter anastesi melakukan pengawasan serta memastikan kondisi
pasien nyaman, tidak ada nyeri berlebih, mobilisasi terlaksana lebih
cepat, tanpa komplikasi dan lama rawat lebih singkat.

2.3 Mobilisasi Dini

2.3.1 Pengertian Mobilisasi


Mobilisasi dari sudut pandang keperawatan mengacu kepada tahap-
tahap kegiatan pasien setelah operasi mulai dari bangun, duduk, turun dari
ranjang, serta berlatih berjalan menggunakan alat sesuai dengan
kondisinya. Mobilisasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam beraktivitas,
berupa pergerakkan sendi, gaya berjalan, latihan ataupun kemampuan
aktivitas (Potter & Perry, 2015).
Mobilisasi bisa langsung dilakukan saat keadaan pasien
memungkinkan. Pasien setelah operasi dianjurkan segera menggerakan
anggota tubuh seperti tangan, lengan, jari-jari, dan kaki agar organ
pencernaan bisa segera kembali berfungsi normal (Kozier, 2013).

2.3.2 Tahapan Mobilisasi Pasien Paska Operasi


Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010), tahap-tahap mobilisasi
pada pasien pasca operasi meliputi:
1. 6 atau 8 jam pasca operasi, menggerakan tangan dan kaki,
mengontraksikan otot-otot kaki dan tangan, serta melakukan gerakan
miring kekiri dan kekanan.
Latihan kurang lebih 45 menit.
a. 15 menit awal pasien diajari menggerakan kaki dan tangan dengan
ditekuk dan diluruskan masing-masing 5 kali kiri dan kanan.
16

b. 15 menit kedua pasien diajari mengontraksikan otot-otot kaki dan


tangan masing-masing 5 kali kiri dan kanan.
c. 15 menit ketiga pasien diajari miring kanan dan kiri.
2. 12 - 24 jam setelah operasi pasien diperbolehkan untuk duduk, fase
selanjutnya pasien duduk dipinggir tempat tidur dengan kaki menjuntai
ke bawah dan digerak-gerakan selama 15 menit.
3. Hari kedua paska operasi, pasien harus sudah bisa berdiri dan berjalan
disekitar kamar, misal ke toilet secara mandiri. Pasien harus
diupayakan sesegera mungkin bisa beraktivitas seperti biasa, agar
fungsi pasien normal kembali.

Hasil penelitian Mawarni (2018) menunjukkan bahwa rata-rata waktu


yang dibutuhkan untuk bisa menggerakkan dan melenturkan kaki, serta
melakukan miring kanan miring kiri setelah operasi SC adalah 4 jam,
duduk setelah 7 jam, belajar berdiri dengan bantuan alat setelah 20 jam,
dan setelah 24 jam bisa mobilisasi penuh.

2.3.3 Manfaat Mobilisasi


Kozier (2013) menyebutkan manfaat mobilisasi untuk sistem tubuh
antara lain adalah:
1. Muskuloskeletal
Dengan latihan ringan, tonus, ukuran, otot jantung serta kekuatan
rangka bisa dipertahankan dan latihan lebih berat bisa
meningkatkannya.
2. Kardiovaskular
Mobilisasi atau latihan konsisten bisa membuat denyut jantung
meningkat, kontraksi otot jantung meningkat, serta mensuplai darah ke
otot dan jantung. Jumlah darah yang di pompa jantung meningkat
karena aliran balik dari aliran darah. Cardiac output normalnya 5
liter/menit, dengan mobilisasi bisa mencapai 30 liter/menit.

3. Respirasi
Latihan bisa membuat volume paru meningkat. Ventilasi normal
antara 5 sampai 6 liter/menit. Pada aktifitas berat, kebutuhan oksigen
bisa meningkat 20 kali dari kebutuhan normal. Latihan konsisten juga
mencegah adanya sekret yang menunpuk di bronkus serta bronkiolus,
sehingga usaha pernapasan menjadi menurun.
17

4. Gastrointestinal
Mobilitas bisa membuat tonus saluran cerna meningkat,
memperbaiki sistem pencernaan serta sistem eliminasi seperti
memulihkan peristaltik usus, menghilangkan distensi abdomen atau
mencegah konstipasi.
5. Metabolisme
Latihan bisa mempercepat metabolisme karena produksi dari panas
tubuh meningkat dari hasil pembuangan. Pada latihan berat,
metabolisme kecepatannya bisa meningkat hingga 20 kali kecepatan
biasa. Aktifitas juga bisa membuat penggunaan trigliserid dan asam
lemak meningkat, sehingga trigliserid serum dan kolesterol didalam
tubuh berkurang.
6. Urinary
Aktifitas konsisten bisa menaikan aliran darah dan eliminasi
sampah dalam tubuh lebih efektif, sehingga kondisi statis urinary dapat
dicegah. Retensi urine bisa di cegah dengan beraktivitas.

2.3.4 Rentang Gerak Mobilisasi


Terdapat tiga jenis rentang gerak mobilisasi menurut Kozier (2013),
yaitu:
1. Pasif, bermanfaat dalam mempertahankan kelenturan otot dan
persendian dengan cara menggerakan otot orang lain dengan pasif,
contoh perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2. Aktif, bermanfaat melatih kekuatan dan kelenturan otot serta sendi


menggunakan otot-otot dengan aktif, contoh pasien duduk sambil
menggerakan kaki.

3. Fungsional, bermanfaat menguatkan otot dan sendi dengan melakukan


aktivitas yang mendukung.
18

2.4 Kerangka Teori

SC Metode Konvensional

Metode SC Mobilisasi Dini

SC Metode ERACS Pasien SC

1. Usia
2. Obesitas
3. Nutrisi
4. Infeksi

Bagan 3.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Benson, (2019)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasar tinjauan pustaka dan masalah penelitian yang dirumuskan,


dikembangkan kerangka konsep yang merupakan visualisasi dan uraian suatu
hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain dari masalah yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2017). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perbedaan mobilisasi dini pada ibu bersalin paska operasi SC metode
konvensional dengan metode ERAC. Maka kerangka konsep pada penelitian
ini digambarkan sebagai berikut:
19

Variabel Independen Variabel Dependen

Sectio Caesarea

Mobilisasi dini pada

Post SC

Sectio Caesarea

Metode ERACS

Bagan 2.5
Kerangka Konsep

2.1.1 Definisi Operasional

Merupakan suatu pembatasan ruang lingkup atau makna dari variabel-


variabel yang akan diteliti. Definisi operasional dapat mengarahkan dalam
penyusunan instrumen serta pengukuran suatu variabel (Notoatmodjo, 2017).
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Kategori Skala
Ukur Ukur
Variabel Dependen
1 Mobilisasi Tahapan kegiatan yang Lembar Mean, median, min- Interval
Dini dilakukan pasien post observasi max
SC dimulai dari
bangun, duduk hingga
pasien bisa turun dari
ranjang dan berlatih
berjalan dengan
bantuan alat
Variabel Independen
2 Metode SC Metode operasi SC Kuesioner 0. Metode SC Nominal
yang dijalani ibu
bersalin yang menjadi 1. Metode ERACS
responden penelitian
20

2.1.2 Hipotesis

Hipotesis sebagai jawaban sementara penelitian dengan dugaan atau dalil


sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2017). Hipotesis dalam penelitian ini memerlukan pengukuran
secara statistik antara lain :
Ha1 Ada pengaruh antara metode ERACS dalam SC terhadap mobilisasi dini
pada ibu post partum
Ho1 Tidak ada pengaruh antara metode ERACS dalam SC terhadap
mobilisasi dini pada ibu post partum
21

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen, tujuannya untuk


mengetahui apakah ada pengaruh antara metode SC dengan metode ERACS
terhadap percepatan mobilisasi pada ibu bersalin pasca operasi. Rancangan
penelitian yang akan dilakukan adalah nonequivalent pretest-posttest control
group design dengan menggunakan dua kelompok subjek, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Pengukuran mobilisasi dilakukan terhadap
kelompok perlakuan (Metode ERACS) dan kelompok kontrol (Metode SC)
setelah dilakukan operasi, kemudian dilakukan perbandingan percepatan
mobilisasi antara kelompok intervensi (Metode ERACS) dengan kelompok
kontrol (Metode SC).

Desain penelitian Quasi eksperimental dengan rancangan nonequivalent


pretest-posttest control group design dapat digambarkan sebagai berikut :

Perlakuan
SC Metode ERACS

Kelompok
Intervensi
Percepatan
Subyek
Mobilisasi
Kelompok
Kontrol

Perlakuan
SC Metode Konvensional

Gambar 3.1
Quasi Eksperimental Dengan Rancangan
Nonequivalent Pretest-Posttest Control Group Design
22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di RS Hermina Ciruas

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan November - Februari tahun 2022.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2016).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin post operasi SC di
RS Hermina Ciruas. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah jumlah
rata-rata pasien SC perbulan di RS Hermina Ciruas.

3.3.2 Sampel
Sampel ialah sebagian atau perwakilan dari populasi yang akan di
teliti (Arikunto, 2016). Teknik sampling dalam penelitian ini
menggunakan metode non probabiility sampling dengan teknik
consecutive sampling, dimana sampel diambil dengan kriteria dan dalam
jangka waktu tertentu sampai jumlahnya terpenuhi.
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien post SC
b. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
a. Kondisi tiba-tiba menjadi patologis
b. Mengundurkan diri dari penelitian
3. Besar sampel
Jadi besar sampel dalam penelitian ini dibagimenjadi 2 kelompok :

a. Kelompok Intervensi (SC Metode ERACS)


b. Kelompok Kontrol (SC Metode Konvensional)
23
3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi untuk mengamati mobilisasi pada ibu bersalin post
operasi, baik metode SC maupun metode ERACS. Pengamatan mobilisasi
dilakukan dengan melihat 3 indikator mobilisasi, yaitu berapa lama ibu
bersalin post operasi dapat melakukan miring kanan-kiri, duduk bersandar
dan berjalan setelah dilakukan operasi.

3.4.2 Prosedur Penelitian


1. Memberikan salam kepada responden dan menjelaskan tujuan
penelitian (kelompok intervensi dan kelompok kontrol)
2. Menanyakan kesediaan responden dengan memberikan lembar
persetujuan responden untuk ditandatangani (kelompok intervensi
dan kelompok kontrol)
3. Melakukan pengamatan atau observasi mobilisasi setelah ibu
bersalin selesai dilakukan operasi.
4. Catat hasil pengamatan di lembar observasi

3.5 Teknik Pengolaan Data


Dalam pengolahan data menggunakan bantuan komputer, termasuk
proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer. Langkah
dalam pengolahan data yaitu :
3.5.1 Editing, memeriksa kelengkapan data dari responden. Seperti
pengecekan jawaban yang ada sudah terisi semua, relevan dan
konsisten.
3.5.2 Coding, peneliti memberi kode pada setiap jawaban responden untuk
mempermudah pengolahan data dan analisis data.
24

3.5.3 Scoring, memberikan skor untuk setiap jawaban yang diberikan


responden.
3.5.4 Processing, setelah pengkodean dan pemberian skor, selanjutnya
memproses data agar bisa dianalisis. Data diproses dengan cara
memasukkan data jawaban kuesioner ke sofware komputer.
3.5.5 Cleaning, membersihkan semua data agar terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisis data.

3.6 Analisa Data

Dalam tahap ini data diolah dengan analisis kuantitatif.


3.6.1 Analisa Univariat
Yaitu dilakukan dengan tujuan untuk melihat karakteristik variabel
secara deskriptif. Karena variabel percepatan mobilisasi merupakan
data berjenis numerik, maka untuk penyajian data univariat peneliti
melakukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai
mean, median, standart deviasi, interquartil range, minimal serta
maksimal. Jika data berdistribusi normal atau tidak ada nilai ekstrem,
maka nilai mean adalah nilai rata-rata (nilai tengah) yang tepat.
Namun jika distribusi data tidak normal atau ada nilai ekstrem, maka
nilai median adalah nilai rata-rata (nilai tengah) yang tepat (Hastono,
2016).

3.6.2 Analisa Bivariat


Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang diduga
memiliki hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2017). Analisis
bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji T dependen jika
distribusi data normal, tapi jika diketahui data tidak normal maka
menggunakan uji willcoxson.
25

Rumus Uji beda dua mean dependen adalah sebagai berikut:

T  N (N  1)
Z=
N (N  1)(2N  1)

Keterangan:
T = Jumlah rangking bertanda kecil
N = Banyak pasangan yang tidak sama nilainya

Untuk membuktikan adanya perbedaan antara kedua variabel


tersebut digunakan uji beda dua mean dependen (t) dengan batas
kemaknaan 0,05 :
a. Apabila nilai p ≤ 0,05 maka hasil penghitungan statistik bermakna
atau ada perbedaan.
b. Apabila nilai p > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak
bermakna atau tidak ada perbedaan (Hastono, 2016).
26

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta

Benson (2019). Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC

Forte (2014). lmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.Yogyakarta :


Yayasan Essentia Medica

Fraser, D. M. (2012). Buku Saku Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

Hastono. (2016). Analisis Data. Depok: Fakultas Keseharan Masyarakat.


Universitas Indonesi

Hikma. (2020). Analisis Pemberian Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea dengan
Proses Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Nifas Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kota Mobagu. Jurnal IMJ: Indonesia Midwifery Journal Vol 4
No 1. STIKES Graha Medika Kotamobagu

Jitowiyono & Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi


Pendekatan Nanda, NIC NOC. Yogyakarta: Nuha Medika

Jitowiyono. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha


Medika

Kasdu, D. (2013). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Sehat

Kozier (2013). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Magdalena. (2021). Metode ERACS. Jakarta: Kemenkes RI

Notoatmodjo. (2017). Metodologi penelitian kesehatan edisi revisi (Edisi Revisi).


Rineka Cipta.

Pan, et al. (2020). The Advantage of Implementation of Enhanced Recovery After


Surgery (ERAS) in Acute Pain Management During Elective Cesarean
Delivery: A Prospective Randomized Controlled Trial. Therapeutics and
Clinical Risk Management. DOVE Press

Potter, P.A & Perry, A.G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta
: EGC
27

Pujic, et al. (2018). A Survey of Enhanced Recovery After Surgery Protocols for
Cesarean Delivery in Serbia. Frontier in Medicine. University of Niš, Serbia

Ruwantriani. (2021). Persalinan Sectio caesarea Metaode ERACS. Jakarta:


Kemenkes RI

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI

Simagunsong. (2018). Hubungan mobilisasi dini dengan proses penyembuhan


luka sectio caesarea di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. E-Journal
Keperawatan

Sofian. (2011). Sinopsis Obstetri jilid 2. Jakarta : EGC

Winkjosastro, H. (2013). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo
28

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya WARMIYATI, mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan Universitas


Yatsi Madani Tangerang. Saat ini saya sedang melakukan penelitian sebagai tugas
akhir yang berjudul “Pengaruh SC Metode ERACS Terhadap Percepatan
Mobilisasi Pada Ibu Bersalin Pasca Operasi di RS Hermina Daan Mogot
Tahun 2022”. Dalam penelitian ini saya mengundang anda untuk berpartisipasi
menjadi responden. Hal-hal berikut yang ingin disampaikan adalah:
1. Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan bila
tidak berkenan sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi apapun.
2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh SC metode
ERACS terhadap percepatan mobilisasi pada ibu bersalin pasca operasi.
3. Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi dalam peningkatan percepatan mobilisasi pada ibu
bersalin pasca operasi.
4. Manfaat penelitian ini untuk responden adalah menambah wawasan dan
pengetahuan tentang pentingnya mobilisasi pada ibu bersalin pasca operasi.
5. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu lembar observasi.
6. Kerahasiaan identitas dan jawaban ibu sebagai responden akan tetap terjaga
dan hanya akan digunakan sebagai bahan dalam penelitian tanpa disebar untuk
tujuan lain.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, semoga anda dapat memahami dan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Ati Setiawati
29

INFORMED CONSENT

(LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Menyetujui untuk menjadi responden secara sukarela dalam penelitian yang


berjudul “Pengaruh Metode ERACS dalam SC Terhadap Percepatan
Mobilisasi Pada Ibu Post Partum”. Sebelumnya saya sudah diberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan penelitian ini dan saya sudah
memahaminya. Semua pertanyaan yang diajukan akan saya jawab dengan sebenar-
benarnya secara sukarela dan tanpa ada paksaan dari siapapun dan saya percaya
dapat dijamin kerahasiaannya.

Jakarta, Maret 2022

Responden

( )
30

Lembar Observasi Pelaksanaan Mobilisasi


Pada Pasien Pasca Operasi SC Konvensional

No Nama Jenis Operasi SC Jam Pelaksanaan


Moblisasi Dini
Menggerakan Kontraks Miring Duduk Berjalan/
Biasa ERACS tangan dan otot-otot kanan- Bersandar Mobilisasi
kaki (tekuk kaki dan Kiri penuh
dan tangan
luruskan) sebanyak
± 5 kali
1 Ny. A √ - 10 12 14 16 18
2 Ny. H √ - 12 14 16 18 20
3 Ny. S √ - 12 14 18 20 24
4 Ny. Y √ - 10 12 13 14 15
5 Ny. A √ - 14 18 22 23 26
6 Ny. D √ - 10 12 14 15 16
7 Ny. S √ - 12 14 16 18 20
8 Ny. M √ - 14 16 18 20 25
9 Ny. D √ - 16 18 19 22 27
10 Ny. S √ - 12 14 15 16 17
11 Ny. J √ - 10 14 15 17 18
12 Ny. I √ - 14 15 18 19 21
13 Ny. E √ - 10 11 12 13 15
14 Ny. SM √ - 12 13 14 15 17
15 Ny. A √ - 10 12 14 15 18
16 Ny. D √ - 10 14 16 20 24
17 Ny. S √ - 14 16 18 22 26
31

Lembar Observasi Pelaksanaan Mobilisasi


Pada Pasien Pasca Operasi SC Konvensional
No Nama Jenis Operasi SC Jam Pelaksanaan
Moblisasi Dini
Menggerakan Kontraks Miring Duduk Berjalan/
Biasa ERACS tangan dan otot-otot kanan- Bersandar Mobilisasi
kaki (tekuk kaki dan Kiri penuh
dan tangan
luruskan) sebanyak
± 5 kali
1 Ny.Aam - √ 2 3 5 6 9
2 Ny. H - √ 3 5 7 9 11
3 Ny. R - √ 2 4 6 8 9
4 Ny. Siti - √ 2 2 4 6 8
5 Ny. M - √ 4 5 7 10 12
6 Ny. N - √ 4 6 9 10 13
7 Ny. K - √ 2 4 6 7 10
8 Ny. N - √ 2 3 6 8 9
9 Ny. M - √ 3 5 7 9 11
10 Ny. A - √ 4 5 7 8 10
11 Ny. N - √ 4 6 8 10 13
12 Ny. M - √ 2 4 5 6 8
13 Ny. B - √ 3 4 5 7 9
14 Ny. A - √ 3 5 7 8 10
15 Ny. A - √ 2 3 4 6 8
16 Ny. F - √ 3 4 5 6 8
17 Ny. D - √ 4 6 8 10 12
32

Anda mungkin juga menyukai