Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas nikmat dan
karunia-nya berupa iman, waktu, dan kesehatan, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam tercurah pada baginda tercinta kita, Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya
menglir pada kita hingga akhir zaman. Aamiin yaa rabbal alamin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
yang menamatkan pengajian di Mekah kembali ke kampung halamannya sendiri. Pengaruh
institusi pondok dalam kehidupan masyarakat Melayu islam di Nusantara terbukti dari
perkembangannya, dengan berbagai nama pondok pesantren. Pondok bermula pada awal
abad ke-12 di Patani dan berkembang di tanah Melayu. Perubahan tradisi intelektual orang
melayu berlaku pada akhir abad ke-19 apabila Inggris memperkenalkan sekolah vernakular
yang dikhususkan masing-masing kepada bangsa melayu. Pengajian al-quran yang menjadi
intelektualitas Melayu diajar pada waktu petang.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Intelektualitas Melayu diasaskan oleh tradisi pendidikan yang cemerlang dan tersusun
yang telah terwujud, terutama sejak kedatangan Islam di alam Melayu. Bidang keilmuan yang
berkembang bukan hanya ilmu keagamaan, tetapi melibatkan juga bidang kesusastraan,
kesenian, bahasa, ilmu dan sebagainya.
Pada mulanya, pusat pendidikan ialah di istana. Pada zaman kesultanan melayu Melaka,
pendidikan yang mendapat keutamaan ialah pendidikan islam. Istana juga dijadikan tempat
perpustakaan atau tempat penterjemahan dan penyalinan. Selain dari pada istana terdapat
tempat-tempat lain yang menjadi pusat pengajian malaka, yaitu madrasah, surau, masjid dan
sebagainya. Malaka adalah salah satu pusat pendidikan yang tertua di Malaysia selain dari
Pulau Pinang. Walaupun ukurannya kecil, terdapat banyak peluang pendidikan di Melaka.
Industri pendidikan di sini semakin berkembang beriringan dengan usaha-usaha yang diambil
oleh pemerintah negeri untuk menjadikan Melaka sebagai sebuah pusat pendidikan. Kini,
semakin banyak sekolah dan perguruan tinggi menghiasi daerah Melaka. Pekerja dan buruh
asing yang menetap di sini boleh memilih untuk mengantar anak-anak mereka ke institusi
pendidikan umum maupun swasta. Melaka juga mempunyai beberapa sekolah tinggi,
perguruan tinggi teknik serta sekolah sekolah agama dari sebagai ukuran dan kapasitas.
Aceh merupakan daerah yang pertama menerima Islam di nusantara. Dalam sejarah
perkembangan Islam di nusantara, kerajaan Islam Peureulak merupakan kerajaan Islam yang
pertama, kemudian baru muncul kerajaan-kerajaan lain yang sangat berjasa besar dalam
mengembangkan Islam di wilayah Asia tenggara. Setelah Perlak dalam perkembangan
selanjutnya, kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kejayaannya, kemegahan,
kemakmuran, dan kedamaian selalu tercipta dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada masa
sultan Iskandar Muda, sultan ini telah menjadikan Aceh sebagai pusat berbagai kegiatan
kerajaan Aceh, baik yang berhubungan dengan kegiatan dalam negeri maupun luar negeri.
6
Masa sultan Iskandar muda memerintah Aceh digambarkan dalam rentetan sejarah sebagai
masa sadar beragama dan mengamalkan ajarannya. Pada masa ini pula, dalam sejarah
perkembangan kerajaan Aceh Darussalam dikatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang
dengan cukup pesat, sultan berusaha memajukan berbagai sektor pendidikan, antara lain
pendidikan agama, pendidikan bahasa, pendidikan ilmu hukum, seni budaya, militer dan olah
raga. Di saat sultan Iskandar muda memegang tampuk kekuasaan Aceh merupakan pusat
pendidikan, sehingga Aceh dapat mencapai puncak kejayaan. Agama Islam benar-benar
meresap ke dalam jiwa pemeluknya, sehingga tidak berlebihan kiranya Aceh mendapat julukan
serambi Mekkah.
Para ahli sejarah lokal maupun internasional telah menulis dalam karya mereka tentang
sejarah Aceh, bahwa pada masa Sultan Iskandar Muda memegang kekuasaan, Aceh adalah
pusat Ilmu pendidikan dan kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang masyhur di antara
kerajaan-kerajaan lain. Kemajuan bidang pendidikan, ekonomi, dan agama di raih melalui
lembaga pendidikan meunasah. Lembaga ini bukan hanya tempat ibadah semata melainkan
juga sebagai pusat yang multi-fungsi, baik untuk pendidikan, musyawarah, kenduri, mengadili
pelanggar hukum, menerapkan hukuman, pos keamanan, dan tempat istirahat masyarakat.
Kemajuan dan kejayaan kerajaan Aceh tidak bisa dipisahkan dari kemajuan pendidikannya,
karena pendidikanlah yang menentukan kejayaan dan kemakmuran suatu bangsa. Untuk
meningkatkan pendidikan agama dalam kerajaan Aceh, para sultan Aceh telah menempuh
berbagai kebijakan antara lain sebagaimana yang dilakukan oleh sultan Iskandar
Muda, sebagaimana yang termaktub dalam Qanun Meukuta Alam, yakin menyusun lembaga-
lembaga pendidikan dalam tiga bidang dan tugas khusus: masalah pendidikan, pengajaran dan
pengembangan Ilmu pengetahuan. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut antara lain, 1) Balai
Setia Hukama; 2) Balai Setia Ulama; dan 3) Balai Jamiah Himpunan Ulama, yakni semacam
Studi Club atau tempat para Ulama berkumpul dan mendiskusikan masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran serta pengembangan Ilmu Pengetahuan (Ali Hasymy, 1975: 13)
7
pada saat itu ada tiga tempat yang menjadi pusat ilmu pengetahuan, yaitu mesjid Baiturrahim,
mesjid Baitul Musyahadah, dan mesjid Jami’ Baiturrahman. Banyak pelajar datang menuntut
Ilmu ke Aceh baik dari Minangkabau maupun dari Asia Tenggara. Sebuah Qanun yang
mengatur para pelajar dari luar Aceh di buat dengan membubuhkan sebuah pasal yang khusus
mengatur hal tersebut. Pada masa itu, tingkatan pendidikan dalam Kerajaan Aceh Darussalam
terdiri atas: Meunasah atau madrasah yaitu sekolah permulaan yang terdapat di tiap-tiap
gampong (kampung). Di sana anak-anak diajarkan membaca al-Qur'an, menulis dan membaca
huruf Arab, cara beribadat, akhlak, rukun Islam, dan rukun iman. Rangkang, yaitu pondok-
pondok yang ada di sekeliling masjid sebagai asrama. Di sana diajarkan fikih, ibadat, tauhid,
tasawuf, sejarah Islam/umum, bahasa Arab. Buku-buku pelajarannya terdiri dan bahasa
Melayu dan bahasa Arab.
Dayah, terdapat dalam tiap-tiap daerah, tetapi ada juga yang berpusat pada mesjid
bersama rangkang. Kebanyakannya terdapat terpisah dari lingkungan mesjid dan menyediakan
sebuah balai utama sebagai aula yang digunakan sebagai tempat belajar dan tem-pat salat
berjamaah. Di dayah, semua pelajaran diajarkan dalam bahasa Arab dan mempergunakan
kitab-kitab berbahasa Arab juga. Mata ajarannya terdiri dari ilmu fikih muamalat, tauhid,
tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu tatanegara, dan bahasa Arab. Terdapat pula dayah-dayah yang
mengajarkan ilmu umum seperti ilmu pertanian, ilmu pertukangan, dan ilmu perniagaan
(ekonomi). Dayah Teungku Chik, yakni satu tingkat lagi di atas dayah dan kadang-kadang
disebut juga Dayah Manyang. Dayah ini tidak begitu banyak. Di sana diajarkan mata pelajaran
antara lain bahasa Arab, fikih jinayah (hukum pidana), fikih munakahat (hukum perkawinan),
fikih duali (hukum tatanegara), sejarah Islam, sejarah negara-negara, ilmu manthiq, tauhid,
filsafat, tasawuf/akhlak, ilmu falaq, tafsir, dan hadits.
Peringkat tertinggi sistem pendidikan ialah tinkat jamiah yang bertaraf universitas.
Jamiah ini merupakan mesjid. Peranan masjid pada masa itu sangat luas disamping sebagai
tempat beribadat, masjid juga dijadikan tempat pendidikan. Universitas ini mempunyai
beberapa fakultas yang disebut ‘dar’. Menjadikan bukti ketinggian ketamadudan melayu pada
umunya dan kehebatan serta keintelektualan masyarakat acheh khususnya pada masa itu.
Jami'ah ini terdapat di ibukota negara yang merupakan satu kesatuan mesjid Jami'
Baiturrahman. Jami'ah Baiturrahman ini mempunyai bermacam-macam "Daar" yang kira-kira
8
kalau disetarakan sama dengan fakultas. Ada 17 "Daar" yang di-dirikan ketika itu, yakni: (1)
Daar al-Tafsir wa al-Hadits (Tafsir dan Hadits), (2) Daar al-Thibb (Kedokteran), (3) Daar al-
Kimya (Kimia), (4) Daar al-Taarikh (Sejarah), (5) Daar al-Hisaab (Ilmu Pasti), (6) Daar al-
Siyasah (Politik), (7) Daar al-Aqli (Ilmu Akal), (8) Daar al-Zira'ah (Pertanian), (9) Daar al-
Ahkaam (Hukum), (10) Daar al-Falsafah (Filsafat), (11) Daar al-Kalaam (Teologi), (12) Daar
al-Wizaraah (Ilmu Pemerintahan), (13) Daar Khazaanah Bait al-Maal (Keuangan dan
Perbendaharaan Negara), (14) Daar al-Ardhi (Pertambangan), (15) Daar al-Nahwi (Bahasa
Arab), (16) Daar al-Mazahib (Ilmu-ilmu Agama), dan (17) Daar al-Harbi (Ilmu Peperangan).
Pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Iskandar Muda Darma Wangsa Perkasa Alam Syah
berkuasa (1016-1045 H/1607-1636 M), guru-guru besar jami'ah tersebut selain terdiri dari
ulama-ulama Aceh, juga didatangkan dari luar seperti dari Arab, Turki, Persia, dan India.
Berdasarkan catatan yang dapat ditelusuri, tak kurang dari 44 orang guru be-sar yang
didatangkan dari luar negeri pada masa itu.
Samudra pasai memiliki dua bentuk sistem pendidikan islam, iaitu masjid dan halaqah.
Pada masa ini pun masjid tetap menjadi tempat penting dalam pendidikan. halaqah berasal dari
bahasa Arab, halaqo, yahluqo, halqotan, berarti lingkaran. Artinya, halaqah adalah
perkumpulan antara dua orang atau lebih yang membahas mengenai agama. Secara istilah,
halaqah berarti pengajian di mana orang-orang yang ikut di dalam pengajian tersebut akan
duduk secara melingkar. Ternyata, istilah halaqah ini juga memiliki pengertian yang pada
dasarnya sama dengan majelis ta'lim atau forum yang sifatnya keilmuan. Umumnya, materi
yang diulas dalam halaqah adalah aqidah, fiqih, hadis, sirah, dan sebagainya. Salah satu fungsi
dari halaqah adalah sebagai sarana untuk bertemu dan saling mengenal yang
disebut muakhhoh atau mempersaudarakan. Halaqah memiliki tiga kategori, 1) khusus untuk
anak-anak bagi pendidikan asas, 2) dikhususkan kepada pelajar yang lebih tinggi, dan 3)
dikhususkan kepada mereka yang mempelajari ilmu agama secara khusus. Halaqah ini diketua
oleh seorang guru yang dipanggil sheikh yang dibatu oleh beberapa pembantunya.
9
2.1.5 Institusi Pendidikan di Minangkabau: Surau
Surau, istilah Melayu-Indonesia “surau”, dan kontraksinya “suro”, adalah kata yang
luas penggunaannya di Asia Tenggara. Sejak waktu yang sangat lama, dalam pengertian yang
sama, istilah ini kelihatannya banyak digunakan di Minangkabau, Sumatera Selatan,
Semenanjung Malaysia, Sumatera Tengah dan Patani (Thailand Selatan). Secara bahasa, kata
“surau” berarti “tempat” atau “tempat penyembahan”. Menurut pengertian asalnya, surau
adalah bangunan kecil yang dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang. Karena
alasan inilah, surau paling awal biasanya dibangun di puncak bukit atau tempat yang lebih
tinggi dari lingkungannya.
10
shalat juga digunakan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan agama Islam,
khususnya tarekat (suluk).
Verkerk Pistorious, seorang pejabat Belanda, seperti yang dikutip Azyumardi Azra,
pernah mengunjungi Minangkabau guna mengamati berbagai lembaga keagamaan di daerah
ini. la pun membagi surau-surau yang dikunjunginya ke dalam tiga kategori :
a. Surau kecil, yang dapat menampung sampai 20 murid.
c. Surau besar yang dapat menampung antara 100 sampai 1000 murid.
Surau kecil kurang lebih sama dengan surau keluarga—atau sedikit lebih luas dari itu,
yang umumnya dikenal sebagai surau mangaji (surau tempat belajar membaca Al-Quran dan
melakukan shalat). Surau kategori ini lebih kurang sama dengan "langgar" atau mushalla. Jenis
surau seperti ini biasanya hanya mempunyai seorang guru yang sekaligus bertindak sebagai
imam surau. Sebaliknya, surau sedang dan besar dengan sengaja didirikan untuk tempat
pendidikan agama dalam pengertian lebih luas. Dengan kata lain, surau sedang dan surau besar
tidak sekadar berfungsi sebagai rumah ibadah seperti yang dilakukan surau mangaji, tetapi
yang lebih penting, sebagai pusat pendidikan agama di mana ajaran Islam yang lebih luas dalam
berbagai aspeknya diajarkan kepada murid-murid. 7 Surau sebagai lembaga pendidikan
lengkap atau besar merupakan komplek bangunan yang terdiri dari masjid, bangunan-
bangunan untuk tempat belajar, dan surau-surau kecil yang sekaligus menjadi pemondokan
murid-murid yang belajar di surau.
Selain acheh, pendidikan islam tersebar melalui pusat pengajian lain di Jawa, Banjar,
Riau, Pattani, Terengganu dan Kelantan. Di jawa, sistem pendidikan yang terkenal disebut
‘pesantren’. Pesantren sesungguhnya merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, yang
secara nyata telah melahirkan banyak ulama'. Tidak sedikit tokoh Islam lahir dari lembaga
pesantren. Bahkan Prof.Dr.Mukti Ali pernah mengatakan bahwa tidak pernah ada ulama yang
lahir dari lembaga selain pesantren. Istilah ''pesantren'' berasal dari kata pe-''santri''-an, dimana
kata "santri" berarti murid dalam bahasa Jawa. Istilah ''pondok'' berasal dari bahasa Arab
''funduuq'' yang berarti penginapan.
Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok
pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka
11
biasanya dalam pesantren salaf(tradisional) disebut ''lurah pondok''.Tujuan para santri
dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri agar
dapat meningkatkan hubungan yang baik dengan kyai dan juga Tuhan.Ada beberapa elemen
pesantren yang membedakan dengan lembaga pendidikan lain, yaitu; (1) pondok tempat
menginap para santri, (2) santri: peserta didik, (3) masjid: sarana ibadah dan pusat kegiatan
pesantren, (4) kyai: tokoh atau sebutan seseorang yang memiliki kelebihan dari sisi agama,
dan kharisma yang dimilikinya, (5) kitab kuning: sebagai referensi pokok dalam kajian
keislaman.
12
lembaga lebih terbuka dibandingkan dengan sistem pesantren salaf yakni sistem menejemen,
dan keuangan pesantren selalu dalam kendali otoritas kyai, meski telah dibantu oleh lurah
pondok sebagai pengendali operasionalnya, namun pelaksanaannya tetap mengacu kepada
restu kyai, atau dengan kata lain sistem pesantren salaf, semuanya masih serba kyai, semua
oleh kyai, duitnya kyai, utangnya juga kyai yang menanggung, santri tidak bayar juga urusan
kyai dan sebagainya.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan berdasarkan materi yang telah dipaparkan di atas bahwa islam
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan melayu. Ada pengaruh islam
yang mengubah segala tata cara serta kebudayaan di beberapa daerah namun ada juga
pengaruh islam yang tidak ikut mengubah adat istiadat dan kebudayaan daerah tetapi
menjadi acuan dalam pendidikannya.
Kegiatan intelektual orang Melayu pada awalnya terbatas dalam lingkungan istana
dan aristokrat. Rakyat biasa pula menerima pendidikan tentang adat, tradisi, budaya, dan
asas agama dari orang tua di rumah10. Golongan dewasa lazimnya mengikuti pengajian
agama dari para imam ataupun saat haji. Tradisi pengajian agama sebelum kemunculan
institusi pondok adalah di surau atau masjid. Pengajian agama di pondok bermula apabila
ulama yang menamatkan pengajian di Mekah kembali ke kampung halamannya sendiri.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abdul. 2014. Dinamika Sistem Institusi Pendidikan Di Aceh. Jurnal Ilmiah
Peuradeun. Vol 2, No 3 Hal: 179-194.
Sajadi, Dahrun. (2021). Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam
Tahdzib Al-Akhlaq. Vol. 4, No.1, 2021.
15