Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

POLI JIWA DAN NARKOBA

RSUD JEND. AHMAD YANI METRO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

Gangguan Panik (F41)

Perseptor :

dr. Ni Wayan Dewi Putriny Asih, Sp.KJ

Oleh :

Futri Nabilla

21360293

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN NARKOBA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD. JENDRAL AHMAD YANI METRO

LAMPUNG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Futri Nabilla

NPM : 21360293

Judul : Gangguan Panik

Telah menyelesaikan tugas referat dan telah dibacakan pada tanggal April 2023 dalam

rangka kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati

Disetujui oleh :

Metro, April 2023

Perseptor Koas

dr. Ni Wayan Dewi Putriny Asih, Sp.KJ Futri Nabilla .S.Ked


SIP.503/2580/D.02/03/SIP.I/2020 NPM : 21360293

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

menganugerahkan banyak nikmat sehingga saya dapat menyusun referat dalam rangka

kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas

Malahayati.

Dalam penyusunan referat ini, tentu tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari

dr. Ni Wayan Dewi Putriny Asih, Sp.KJ. Maka penulis ucapkan rasa hormat dan terima

kasih kepada dr. Ni Wayan Dewi Putriny Asih, Sp.KJ yang telah membantu saya dalam

menyelesaikan referat ini.

Penulis sangat berharap semoga referat ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar referat ini menjadi

bahan belajar bagi pembaca. Saya merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan referat ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan referat.

Metro, April 2023

Futri Nabilla

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 5

1.2 Tujuan …………………...………….………...……...……….…………………...6

1.3 Manfaat ……………………………………………………………………………6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi................................................................. Error! Bookmark not defined.7

2.2 Epidemiologi ............................................................................................................ 8

2.3 Etiologi..................................................................................................................... 8

2.4 Gejala Klinis .......................................................................................................... 10

2.5 Diagnosis................................................................................................................ 10

2.6 Tatalaksana ............................................................................................................ 12

2.8 Prognosis ................................................................................................................ 14

BAB III KESIMPULAN ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai, oleh

“serangan panik” berulang-ulang, yang terdiri dari gelombang ketakutan intens yang

mencapai puncaknya dalam beberapa menit (Breilmann, 2019) yaitu periode terpisah

dari perasaan ketakutan yang intens dan berhubungan dengan gejala fisik seperti

jantung berdebar-debar, sesak nafas, gemetar, dan sebagainya. Studi penelitian dari

National Comorbidity Study melaporkan 1 dari 4 orang memenuhi setidaknya salah

satu dari kriteria gangguan panik. Studi ini juga melaporkan prevalensi gangguan

panik cukup tinggi yakni 17,7%. Gangguan panik dapat terjadi beberapa saat dan akan

hilang tergantung dari situasi sekitar. Gangguan panik umumnya diderita oleh usia 18

– 45 tahun dan meningkat pada usia kisaran 20-an (Kemenkes, 2022).

Gangguan panik merupakan suatu pengalaman serangan panik yang tidak

diharapkan yang diikuti oleh ketakutan yang menetap tentang kemungkinan

berulangnya serangan atau perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari sebagai

akibat dari serangan tersebut (Saleh, 2019).

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas. Gangguan cemas

merupakan gangguan kejiwaan yang paling sering didapat. Wanita beresiko hampir 2

kali lipat lebih sering dibandingkan pria. Gangguan panik mungkin terjadi dengan atau

tanpa agoraphobia (Tamilselvan, 2015).

Pada pasien dengan gangguan panik, sebanyak 91% mengalami setidaknya 1

gangguan psikiatri lain seperti pada 84% mereka dengan agoraphobia. Berdasarkan

DSM IV TR, 10-15% orang dengan gangguan panik memiliki gangguan mayor

5
depresi komorbid. Sekitar sepertiga orang dengan kedua gangguan tersebut memiliki

gangguan depresi mayor sebelum onset gangguan panik sekitar dua per tiga pertama

kali mengalami gangguan panik selama atau setelah onset depresi mayor.

Orang dengan gangguan panik, 15 hingga 30% juga mengalami phobia sosial,

2-20% mengalami phobia spesifik, 15-30% mengalami gangguan cemas menyeluruh,

2-10% mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), dan hingga 30%

mengalami Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Kondisi komorbid yang sering

terjadi lainnya adalah hipokondriasis, gangguan kepribadian, dan gangguan yang

berhubungan dengan zat.

DSM IV TR memperkenalkan 3 jenis serangan panik: spontan, berkaitan dengan

situasi tertentu, dan dipredisposisi situasi. Serangan panik yang tidak diharapkan atau

spontan terjadi tanpa tanda atau peringatan. Serangan panik yang berhubungan dengan

situasi tertentu dan dipredisposisi oleh situasi terjadi setelah paparan terhadap atau

saat antisipasi paparan terhadap stimulus yang ditakuti.

Gangguan panik ditunjukkan oleh adanya episode kecemasan yang sangat kuat,

durasinya pendek, berulang, dan tidak dapat diprediksi, yang diikuti oleh manifestasi

klinis yang khas. Gangguan panik tanpa atau dengan agoraphobia diatasi dengan

terapi psikofarmaka, dan psikoterapi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

gangguan panik terkait definisi, faktor resiko, patofisiologi, gejala klinis,

penatalaksanaan, diagnosis, dan prognosis.

6
1.3 Manfaat

Manfaat Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai gangguan panik beserta patofisiologi

dan penanganannya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah panik berasl dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal di

pegunungan dan hujan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Gangguan panik timbul

pada usia muda dan dewasa (pertengahan-30an). Dapat juga timbul pada usia muda

dan usia lanjut (Aryati, 2020). Gangguan panik mencakup munculnya serangan panik

yang berulang dan tidak terduga (Saleh, 2019).

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan

spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari

sejumlah serangan sepanjang hari samapai hanya sedikit serangan selama satu tahun.

yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea karena pasien

dengan serangan panik sering kali datang ke klinik medis, gejala mungkin keliru

didiagnosis sebagai suatu kondisi medis yang serius (sebagai contohnya, infark

miokardium) atau suatu yang dinamakan gejala histerikal (Aryati, 2020).

Gangguan panik sering kali disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan benda,

sendirian di tempat-tempat publik (sebagai contoh supermarket), khususnya tempat

darimana pintu keluar yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik.

Agorafobia mungkin merupakan fobia yang paling menganggu, karena terjadinya

agorafobia dapat mengganggu secara bermakna kemampuan seseorang untuk berfungsi

di dalam situasi kerja dan sosial didalam rumah (Aryati, 2020).

8
2.2 Epidemiologi

Prevalensi dalam kehidupan, Gangguan Panik pada kisaran 1 hingga 4 %

populasi, sedangkan Serangan Panik pada kisaran 3 hingga 6 %. Wanita 2 hingga 3 kali

lipat lebih banyak menderita gangguan ini dibanding laki-laki. Gangguan Panik bisa

terjadi kapan saja sepanjang hidup, onset tertinggi pada usia pada kisaran 20-an (Aryati,

2020).

Penelitian Epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk

gangguan panik adalah 1,5 sampai 3 persen dan untuk serangan panik adalah 3 sampai

4 persen. Penelitian telah menggunakan kriteria DSM-III, yang lebih terbatas dibanding

kriteria di dalam edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) dan DSM-IV; dengan

demikian, prevalensi seumur hidup yang sesungguhnya kemungkinan lebih tinggi dari

angka tersebut. Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang

dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka Prevalensi seumur

hidup adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk

serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik

lengkap.1

Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam

adalah kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenal berperan dalam perkembangan

gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan

paling sering berkembang pada dewasa muda usia 25 tahun, tetapi baik gangguan panik

maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagia contohnya, gangguan

panik lebih dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja, dan kemungkinan kurang

didiagnosis pada mereka.1

9
2.2 Etiologi

1. Faktor biologis

Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa gangguan panik berhubungan

dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak, pada otak terdapat beberapa

neurotransmiter yang mengalami gangguan fungsi, antara lain serotonin, GABA (Gama

Amino Butiric Acid) dan norepinefrin. Hal tersebut didukung dengan efektifnya

penggunaan Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) sebagai terapi pada penderita

gangguan cemas, termasuk gangguan panik. Beberapa teori patofisiologi terkait

gangguan cemas meliputi: adanya disregulasi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf

perifer, peningkatan tonus simpatik pada sistem otonomik, serta abnormalitas sistem

neuroendokrin (Elvira, 2017).

2. Faktor Genetik

Pada keturunan pertama penderita dengan gangguan panik dengan agorafobia

memiliki risiko 4 sampai dengan 8 kali lipat untuk mengalami gangguan yang sama

(Elvira, 2017).

3. Faktor psikososial

Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi

saat masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan

terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit

dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam

mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien

mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan

ini merupakan suatu ancaman terhadap figur yang melekat (Elvira, 2017).

10
Menurut teori kelekatan (attachment), pasien-pasien dengan gangguan panik

memiliki gaya kelekatan yang bermasalah, antara lain dalam bentuk preokupasi

terhadap kelekatannya itu. Mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan

kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive; hal ini karena sensitivitas yang

tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan

perlindungan. Kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien yang cenderung

menghindari perpisahan menakutkan 1 yang terlalu dan pada saat yang sama secara

simultan juga menghindari kelekatan yang terlalu intens; sering hal ini tampak dalam

gaya interaksi pasien yang terlalu mengontrol orang lain (Aryati, 2020).

2.3 Diagnosis

DSM-V menunjukkan kriteria diagnostik dari gangguan panik sebagai berikut (Maslim,
2013):

1. Serangan panik tidak terduga berulang.

Serangan panik adalah sebuah gelombang ketakutan yang sangat kuat akan
ketidak nyamanan intens yang akan mencapai puncaknya dalam hitungan menit, selama
4 menit (atau lebih). Diagnosis serangan panik menurut DSM IV adalah adanya salah
satu periode ketakutan sangat hebat atau kegelisahan dimana 4 atau lebih gejala-gejala
dibawah ini dapat ditemukan dan dalam kisaran waktu 10 hingga 30 menit

Gejala-gejala yang terjadi:

1. Palpitasi, jantung terasa berat dan peningkatan denyut jantung

2. Keringat banyak 3. Menggigil atau gemetaran

4. Nafasnya pendek - pendek

5. Merasa tercekik atau sulit bernafas

6. Nyeri dada

7. Mual atau rasa tidak nyaman di perut

8. Merasa pusing, kepala terasa ringan atau nyeri

11
9. Derealisasi atau depersonalisasi

10. Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila

11. Takut mati

12. Paresthesia

13. Merasa kedinginan atau merah kepanasan

2. Setidaknya satu serangan telah diikuti dari satu bulan (atau lebih) dari satu atau
kedua hal berikut:

a. Khawatir tentang panik tambahan atau konsekuensinya (Seperti, kehilangan


kontrol, mengalami serangan jantung, “menjadi gila”)

b. Perubahan perilaku maladaptif yang signifikan terkait dengan serangan tersebut


(contohnya, perilaku yang dirancang untuk menghindari serangan panik, seperti
menghindari latihan atau siatuasi yang tidak biasa.

Penjelasan tambahan

1. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat (pengobatan) atau
kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme, gangguan kardiopulmoner)

2. Gangguan ini tidak dijelaskan dengan baik sebagaimental disfearedsocial


situation, seperti dalam gangguan kecemasan sosial, sebagai respon atas situasi
atau objek fobia tertentu, seperti dalam fobia spesifik; sebagai respon atas
obsesi, seperti pada obsessive-compulsive disorder; sebagai respon atas ingatan
event traumatik, seperti pada gangguan stress pasca-trauma; atau sebagai respon
untuk pemisahan dari attachment figure, seperti dalam separation anxiety
disorder

A. Diagnosis gangguan panik menurut DSM IV adalah:

A. Harus ada 1 dari 2 kriteria dibawah ini:

1. Adanya serangan panik yang tidak diharapkan secara berulang-ulang.

2. Paling sedikit satu serangan panik dalam jangka waktu 1 bulan atau lebih oleh satu
atau lebih keadaan-keadaan berikut:

a. Kekhawatiran yang terus menerus tentang kemungkinan akan mendapat


serangan panik

12
b. Khawatir tentang implikasi daripada serangan panik atau akibatnya (misal:
hilang kendali diri, mendapat serangan jantung atau menjadi gila).

c. Adanya perubahan yang bermakna dalam perilaku sehubungan dengan adanya


serangan panik

B. Ada atau tidaknya agoraphobia

C. Serangan panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu zat (misal:
penyalahgunaan zat atau obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipertiroid)

D. Serangan panik tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional lain.

B. Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III

 Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik (F 40.-)

 Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan :

a) Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations)

c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan anxietas pada periode diantara serangan-serangan panik
(meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatoric” yaitu
anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan
akan terjadi

2.4 Tatalaksana

A. Farmakoterapi

1. SSRI (Serotonin selective reuptake inhibitors), terdiri atas sertralin, fluoksetin,

fluvoksamin, escitalopram dll. Obat diberikan selama 3 hingga 6 bulan atau lebih,

tergantung kondisi individu.

13
2. Golongan Benzodiazepin seperti Alprazolam yang awitan kerjanya cepat,

digunakan sekitar 4 hingga 6 minggu, setelahnya di turunkan secara perlahan

sampai akhirnya dihentikan (Elvira, 2017).

B. Psikoterapi

1. Terapi relaksasi

Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu

mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan

melakukan sugesti pikiran kearah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai.

Dalam proses terapi, dokter akan membimbing individu melakukan ini secara

perlahan- lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi.

Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari,

sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.

Terapi ini bermanfaat meredakan serangan panik dan menenangkan individu,

namun terapi ini membutuhkan kepatuhan.

2. Terapi kognitif perilaku

Individu diajak untuk melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu mengubah pola

perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang pikiran

rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi

pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar

pengalaman harian dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami, seperti

yang mengecewakan, menyedihkan.

3. Psikoterapi dinamik

Individu diajak untuk lebih memahami hakikat diri dan kepribadiannya, bukan

sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu

14
lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali pada

individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif (Elvira, 2017).

2.5 Pencegahan

1. Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panik),

maka harus waspada bila dalam keluarganya ada yang mengalami. Juga, menurut

penelitian, bila seseorang pernah mengalami cemas perpisahan (separation

anxiety) ketika pertama kali masuk sekolah, maka bisa jadi ketika dewasa

mungkin akan mengalami gangguan panik.

2. Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panik satu kali)

dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak

terjadi kekambuhan adalah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan

terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sembuh oleh dokter (Elvira,

2017).

2.6 Prognosis

Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan

fungsi pramorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk

prognosis yang lebih baik (Elvira, 2017)

15
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan

spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari

sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun.

yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Gangguan

panik sering kali disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan benda, sendirian di

tempat-tempat publik (sebagai contoh supermarket), khususnya tempat darimana pintu

keluar yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik, wanita adalah dua

sampai tiga kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, gangguan paling sering

berkembang pada dewasa muda usia 20 tahun.

Gangguan panik merupakan suatu peristiwa serangan panik yang tidak

diharapkan, yang diikuti oleh ketakutan yang kuat tentang kemungkinan berulangnya

serangan yang diubah dengan perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor-faktor yang berperan antar lain faktor biologis, genetik dan psikososial.

Penatalaksanaannya dengan pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Breilmann, J., Girlanda, F., Guaiana, G., Barbui, C., Cipriani, A., Castellazzi, M.,
Bighelli, I., Davies, S.J., Furukawa, T.A. and Koesters, M., 2019. Benzodiazepines
versus placebo for panic disorder in adults. Cochrane database of systematic reviews,
(3).
2. Saleh, U., 2019. Anxiety Disorder (Memahami gangguan kecemasan: jenis-jenis, gejala,
perspektif teoritis dan Penanganan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, 4, p.37.
3. Aryati, K., 2020. Seorang Laki-Laki Usia 27 Tahun dengan Gangguan Panik. Medical
Profession Journal of Lampung, 9(4), pp.749-753.
4. Tamilselvan, S., 2015. Penilaian Keparahan serta Komorbiditas Gangguan Panik. Intisari
Sains Medis, 4(1), pp.42-50.
5. Kaplan dan sadok, Gangguan Panik dan Diagnosis Gangguan Jiwa Rjukan dari PPDGJ,
Jakarta.2000.p74
6. Daniels CY, Panic Disorders, available at www.emedicine.com.2004.p1-13
7. Media Aeusculapius, Gangguan Panik dalam Kapita Selekta Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta 1996.p206-7
8. Anonym, Gangguan Panik dan Agorafobia II, available at www.google.com.2003.p1-4
9. Rusdi Maslim. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:B
agian
10. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2.
Jakarta:Penerit Buku EGC; 2010.h.366-85.4.

17

Anda mungkin juga menyukai