Anda di halaman 1dari 24

PAPER

GANGUAN PANIK

Paper Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Penyakit Jiwa di RSU Haji Medan

Disusun oleh :
Berlian (102119087)

Pembimbing:
dr. Nazli Mahdinasari Nasution, M.Ked, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT JIWA


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2021

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah paper yang berjudul “gangguan panik” dapat selesai tepat

pada waktunya. Kami sangat berharap paper ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai gangguan panik. Kami menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari

apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan yang

membangun demi perbaikan di waktu yang akan datang.

Semoga paper sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya referat yang kami susun ini berguna bagi kami maupun orang yang

membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang

kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

di masa depan.

Medan, 21 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1


1.1 Latar Beakang .....................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah ...............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3


2.1 Definisi gangguan panik.................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi gangguan panik..........................................................................4
2.3 Etiologi dan patogenesis gangguan panik.......................................................5
2.4 Gambaran klinis gangguan panik..........................................................................7
2.5 Diagnosis gangguan panik.................................................................................8
2.6 Diagnosis banding gangguan panik..................................................................9
2.7 Terapi gangguan panik.......................................................................................10
2.8 Prognosis gangguan panik.................................................................................19

BAB III KESIMPULAN .....................................................................................................20


DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau

tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak

menentu atau takut. Gangguan anxietas mencakup gangguan anxietas

fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan

campuran anxietas dan depresi serta gangguan obsesi kompulsif. 1

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas

kronik yang ditandai oleh serangan panik parah yang berulang dan tak

terduga, frekuensi serangannya bervariasi mulai dari serangan terjadi

lebih dari satu kali dalam setahun hingga serangan yang terjadi beberapa

kali dalam sehari. Serangan panik dapat pula terjadi pada jenis gangguan

cemas yang lain, namun hanya pada gangguan panik, serangan terjadi

meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas. 2,3

Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai

respon terhadap situasi tertentu.Variasi serangan sangat berfariasi, ada

yang sering (setiap minggu), tetapi berlangsung berbulan-bulan.Ada

juga yang mengalami serangkaian serangan tetapi diikuti periode tenang

selama berminggu-minggu. 1

1
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan pada penulisan paper ini adalah untuk mengetahui semua tentang

gangguan panik.

1.3 Rumusan Penulisan

Rumusan dalam penulisan ini diantaranya :

1. Jelaskan definisi gangguan panik ?

2. Jelaskan epidemiologi gangguan panik ?

3. Jelaskan etiologi dan patogenesis gangguan panik ?

4. Jelaskan gambaran klinis dari gangguan panik ?

5. Jelaskan diagnosis dari gangguan panik ?

6. Sebutkan diagnosis banding gangguan panik ?

7. Jelaskan terapi gangguan panik ?

8. Sebutkan prognosis gangguan panik ?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi gangguan panik

Menurut DSM-IV, gangguan panik adalah gangguan yang

sekurang-kurangnya terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu

dan tidak dalam kondisi stres berat atau dalam situasi yang

mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh)

dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-


2
duga dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit.

Klasifikasi panic attack

Gangguan
Anxietas

Gangguan Anxietas Anxietas


Kontinyu Episodik
Gangguan Anxietas Menyeluruh

Pada situasi tertentu Pola campuran Pada


Agorafobia dengan sembarang
Gangguan Fobik panik situasi
Gangguan Panik

Fobia Fobia Sosial Agorafobia


Spesifik

Gambar 1: Pembagian Gangguan Anxietas1

3
Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu : 

1. Serangan panik akut

Ditandai oleh timbulnya peningkatan aktifitas sistem saraf otonom

secara mendadak dan spontan disertai perasaan ketakutan. Serangan

ini berakhir 10-30 menit dan dapat kembali normal.1,2

2. Antisipasi kecemasan

Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul

kembali. Keadaan ini jarang kembali normal karena sesudah serangan

biasanya penderita sudah dalam kondisi kronis dan selalu

mengantisipasi terhadap onset serangan.1,2

3. Menghindari fobia

Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku menghindar

atau fobia. Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya serangan


2
panik sehingga penderita menghindari situasi tersebut.

2.2 Epidemiologi gangguan panik

Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup

untuk gangguan panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3  – 

5.6 %. Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600

orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa

angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6

% untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik dengan gejala

yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.1,2

Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-

4
laki, walaupun kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki

mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut.

Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non- Hispanik, dan

kulit hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali

berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat

perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering

berkembang pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kira-

kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat

berkembang pada setiap usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah

dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja. dan kemungkinan kurang

diagnosis pada mereka.1,2

2.3 Etiologi dan patogenesis gangguan panik

1. Faktor Biologis

Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah

menghasilkan berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan

panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak

dan fungsi otak, penelitian tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan

hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam

patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien

gangguan panik telah dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik,

beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang berulang, dan berespon secara

berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem neurotransmiter utama yang

terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma- aminobutyric acid

(GABA).1,2,4

2. Faktor Genetika

5
Gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka

prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik.

Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan

panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien

dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat

pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada

kembar monozigot.1,2,4 

3. Faktor Psikososial

Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan

untuk menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori

kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang

dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan

klasik.1,2,4

Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari

pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan

kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan

menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala

somatik.1,2,4

Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan

melibatkan alam bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa

patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor

neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis.1,2,4

2.4 Gambaran klinis gangguan panik

Serangan panik awal seringkali spontan, tanpa tanda akan

6
terjadi serangan panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi

setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma

emosional. Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang

meningkat dengan cepat selama 10 menit. 1,2

Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu

perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu

menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa

kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. 1,2

Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan

berkeringat.Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan.Serangan

biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit dan jarang lebih lama dari 1

jam.1,2

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan

agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan

bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa

resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih

tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.2 

Disamping agorapobia, fobia lain dan gangguan obsesi kompulsif

dapat terjadi bersama dengan gangguan panik. Akibat psikologis dari gangguan

panik dan agorafobia selain pertengkaran perkawinan, dapat berupa waktu

terbuang ditempat kerja, kesulitan finansial yang berhubungan dengan

hilangnya pekerjaan dan penyalahgunaan alkohol dan zat lain.2 

2.5 Diagnosis gangguan panik

Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan

7
dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten

berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap:

(1) Serangan panik baru

(2) konsekuensi serangan, atau

(3) Terjadi perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan

serangan. Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik, kita

harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:

1. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan

2. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila

3. Takut mati

4. Leher serasa dicekik

5. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat

6. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada

7. Merasa sesak, bernapas pendek

8. Mual atau distress abdominal

9. Gemetaran

10. Berkeringat

11. Rasa panas dikulit, menggigil

12. Mati rasa, kesemutan

13. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri

sendiri) 2

Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk

kabur dan merasa ajalnya hampir menjelang akibat perasaan

8
terkecekik dan berdebar-debar. Gejala lain yang dapat timbul pada

serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin, timbulnya

pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.2

Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan

sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan

anxietas fobik.3 

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa

kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan :

1. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada

bahaya.

2. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang

dapat diduga sebelumnya (unpredictable situation)

3. Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada

periode diantara serangan-serangan panik (meskipun

demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas

antipsikotik” yaitu anxietas yang terjadi setelah

membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.3

2.6 Diagnosis banding gangguan panik

Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik

adalah sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental.1,2,3

1. Penyakit Kardiovaskuler

Anemia, angina, gagal jantung kongesif, keadaan adrenergik

beta hiperaktif, hiertensi, prolapsus katup mitral, infark miokardium,

9
takikardi atrium paradoksal.

2. Penyakit Pulmonal

Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru

3. Penyakit Neurologis

Penyakit serebrovaskuler, epilepsy, penyakit Huntington, infeksi,

penyakit meniere, sklerosis multiple, serangan iskemik transien,

tumor, penyakit Wilson.

4. Penyakit Endokrin

Penyakit Addison, sindrom karsinoid, sindrom chusing, diabetes,

hipertiroidisme, hipoglikemia, hipopaatiroidismer, ganguan

menopause, feokromasitoma, sindrom prementruasi

Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan panik adalah pura-

pura, gangguan buatan, hiponkondriasis, gangguan depersonalisasi,

fobia social dan spesifik, gangguan stress pascatraumatik, gangguan

depresif, dan skizofrenia

2.7 Terapi gangguan panik

1. Psikoterapi

a) Cognitive-behavioral therapy (CBT)

CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan

untuk gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua

pasien. CBT memiliki efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi

gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop

out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi

10
farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat

dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi.4,5,6

b) Beberapa Metode CBT

Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni

metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi

interocepative.Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam

memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah

dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada

gangguan panik.4,5,6

Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat

merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara mengganti semua

pikiran  –  pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak

menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan

pemikiran-pemikiran positif.4 

Terapi relaksasi dan bernapas  dapat digunakan untuk

membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah

hypocapnia ketika serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti

di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan

dokter.4 

Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive

therapy,dalam terapi ini setiap pasien mengalami serangan,

serangan tersebut diinduksi dalam lingkungan yang terkontrol

untuk memungkinkan pasien untuk menghadapi rasa takutnya

dan belajar menguasainya. Latihan seperti ini berlangsung selama

11
satu menit. Interoceptive theraphyterbukti berhasil pada 87% pasien

harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang

terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan

paparan yang dapat menstimulus serangan panik pasien dengan cara

meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami

desensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik

yang dapat dilakukan untuk mendesensitasi gangguan panik antara

lain: 

1. Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala

pusing, derealisasi, dan pandangan menjadi kabur

2. Melakukan putaran pada kursi ergonomis  –  ini dapat

mengakibatkan rasa pusing dan disorientasi bernapas melalui

pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi

saluran napas

3. Menahan napas ini dapat menciptakan sensasi seperti

pengalaman menjelang ajal

4. Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan

waspada Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih

dari 1 menit. Kuncinya dari teknik di atas adalah menciptakan

sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik. Latihan-

latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi

merasaka kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya

butuh waktu hingga beberapa minggu untuk dapat mencapai hal

itu.1,2

12
5. Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien

dapat belajar melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal

yang dia rasakan seperti sesak napas, pusing dan pandangan

yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika pasien

mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis,

hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan

ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti,

sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.1,2

2. Farmakoterapi

Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi

gangguan panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine

oxidase inhibitor). Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini

masih dianggap kontoversial dalam terapi gangguan panik.4,5,6

a) Golongan SSRI (Serotoni n-selecti ve reuptake in hi bitors) 

Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai

dalam rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI

dapat memicu serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu

dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan

di setiap kesempatan follow up berikutnya.

Mekanisme Kerja SSRI

SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di

ekstraselular dengan cara menghambat pengambilan kembali

serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih banyak

13
serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel

post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik

terhadap transporter monoamin yang lain, seperti pada transporter

noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah

terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih

sedikit. 5,6

SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap

memiliki desain obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar

spesifik pada suatu target biologi tertentu dan memberikan efek

berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara

luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan

antipanik.5,6

SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat

ditingkatkan secara bertahap tergantung pada kebutuhan.Semua jenis

SSRI yang dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam

menangani gangguan panik.Salah satunya, Fluoxetine dalam tablet

salut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok

digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu

waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl  yang

dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan

penggunaan SSRI.2,4

1,2
Contoh Obat Golongan SSRI  

1) Fluoxetine : Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake

seotonin presinaptik, dengan efek minimal atau tanpa efek

14
sama sekali terhadap reuptake norepinephrine atau dopamine.

2) Paroxetine : Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat

sedasi karena cara kerjanya merupakan inhibitor selektif

yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek

yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.

3) Sertraline : Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki

efek inhibisi yang lemah pada reuptake norephinephrine dan

dopamine neuronal.

4) Fluvoxamine : Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang

juga poten pada reuptake serotonin neuronal serta secara

signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau

reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit

dibanding obat- obatan jeis trisiklik.

5) Citalopram : Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin

melalui inhibisi selektif reuptake serotonin pada membran

neuronal.Efek samping antikolinergik obat ini lebih sedikit.

6) Escitalopram : Escitalopram merupakan enantiomer

citalopram. Mekanisme kerjanya mirip dengan citalopram.

Efek Samping SSRI

Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu

pertama ketika tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat

15
(kecuali efek samping seksual yang timbul pada fase akhir

pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu

ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh.

Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,

insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada

perilaku seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan yang

ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh diri dan

meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.5,6

b) Golongan Tricyclic/  Trisiklik

Golongan trisiklikzat kimia heterosiklik yang awalnya

digunakan untuk mengatasi depersi.Pada awal penemuannya,

golongan trisiklik merupakan pilihan pertama untuk terapi depresi.

Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun

saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan

antidepresan lain yang terbaru.5,6 

Beberapa golongan trisiklik memiliki kelebihan di antaranya,

dosisnya cukup 1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu

ada pantangan makanan.TCA memiliki keunggulan dosis sekali

sehari, berisiko rendah untuk terjadi ketergantungan.Namun 35%

penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek

samping yang tidak menyenangkan.Golongan trisiklik harus dimulai

dengan dosis kecil untuk menghindari amphetamine like stimulation.

Biasanya pengobatan dengan menggunakan trisiklik membtuhkan

waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi.2 

16
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk

depresi atau panik yang resisten terhadap obat antipanik

terbaru.Selain itu golongan trisiklik tidak menyebabkan

ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang

lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya

biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang justru

segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum

tercapai.1,2 

Mekanisme Kerja Trisiklik

Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI

(serotonin- norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok

transporter serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi

peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat bereaksi

dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi

terhadap transporter dopamin sehingga efek samping akibat

peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat berkurang.5,6 

Contoh Obat Trisiklik 1,2

1) Imipramine : Imipramine menghambat reuptake norepinephrine

dan srotonin pada neuron presinaptikin.

2) Desipramine : Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi

norepinephrine pada celah sinaptik SSP dengan ara menghambat

reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan

17
efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi

reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.

3) Clomipramine : Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin

sedangakan pada efeknya uptake norepinephrine terjadi ketika

obat ini diubah menjadi metabolitnya, desmethylclomipramine.

Sediaan obat anti-panik dan dosis anjuran

No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis Anjuran


1. Imipramine Trisiklik Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

2. Clomipramine Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

3. Alprazolam Tab. 0,25-0,5-1 3x 0,25-0,5 mg/hari

mg

4. Diazepam Benzodiazepin Tab. 25 mg Peroral 10-30


mg/hari, 2-3x/hari,
Parental IV/IM 2-

10 mg/kali, setiap

3-4 jam

5. Klordiazepoksoi Tab. 5 mg 15-30 mg/hari


d
Caps. 5 mg 2-3 x/hari

6. Lorazepam Tab. 0,5-2 mg 2-3x 1 mg/hari

7. Clobazam Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari

8. Brumazepin Tab. 1,5-3-6 mg 3x 1,5 mg/hari

9. Oksazolom Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari


2.8 Prognosis gangguan panik

Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja

akhir atau masa dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak,

remaja awal, dan usia pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik dan

bervariasi tiap individu.Frekuensi dan keparahan serangan panik

mungkin berfluktuasi.Serangan panik dapat terjadi beberapa kali

18
dalam sehari atau tidak terjadi sama sekali dalam satu bulan. Namun

demikian kira-kira 30-40% pasien tampaknya bebas dari gejala jangka

panjang, kira- kira 50% memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak

mempengaruhi kehidupannya secara bermakna dan kira-kira 10-21 %

terus memiliki gejala yang bermakna. 1,2

Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80

% dari semua pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan

lama gejala singkat cenderung memiliki prognosis yang baik.1,2

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan panik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya beberapa

kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan: (1)dengan keadaan

dimana sebenarnya secara objektif tidak berbahaya, (2) tidak terbatas pada situasi

19
yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya, (3) dengan keadaan relatif

dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara serangan panik.

Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya adalah

terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini pertama

dan golongan benzodiazepine potensi tinggi, MAOI dan obat anti panic jenis lain

menjadi terapi lini kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka

panjang, namun efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang

jika CBT dikombinasikan dengan terapi medikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI.
Jakarta: 2013. hal 258-63.
2. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
kedua.ECG Jakarta:2010.hal 230 -33.

20
3. Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama. hal. 177-9.
4. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American
Psychiatric Publishing. 2009. hal399-435.
5. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-
Resistance in Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol
IX ; No. 3.
6. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic
Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai