Anda di halaman 1dari 13

PELAYANAN KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI

“KONSEP EVIDANCE BASED DALAM PELAYAN KESPRO DAN KB”

Disusun Oleh

Kelompok VI :

1. Ratutriya (P00324018032)
2. Rini novianti (P00324018033)
3. Rofiatul jannah (P00324018034)
4. Runiatin (P00324018035)
5. Sagita septiahawa (P00324018036)
6. Sangrila (P00324018037)
7. Sindi (P00324018038)
8. Siti marwah almaeka (P00324018039)
9. Susi satriani (P00324018040)
10. Ucia Rorin (P00324018041)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KENDARI

PRODI D-III KEBIDANAN

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah-Nya. Sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar tepat pada waktunya.

Makalah dengan judul “KONSEP EVIDANCE BASED DALAM PELAYANAN


KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB” sebagai tugas mata kuliahPELAYANAN KB
DAN KESEHATAN REPRODUKSI

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
masih banyak kekurangan dan kesalahan.Maka kami menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini.

Dengan makalah ini,kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi kami serta pembaca pada umumnya.

kendari, 29 maret 2020

penulis
KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................

a) Latar belakang ..............................................................................................


b) Tujuan...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

a) Pengertian Definisi evidence based practice .................................................


b) Evidence Based Keluarga Berencana (KB)...................................................
c) Contoh-Contoh Pelayanan Pelayanan............................................................
Kesehatan Reproduksi dan KB.....................................................................
d) Pengertian keluarga berencana......................................................................
e) Hasil dan pembahasan...................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

a) Kesimpulan...................................................................................................
b) Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Hak kesehatan reproduksi adalah hak asasi manusia yang seharusnya diperoleh
masyarakat khususnya akseptor Keluarga Berencana (KB) melalui pelayanan KB
berkualitas yang menjadi program pemerintah.Pelayanan berkualitas termasuk kualitas
medik, artinya menawarkan metode kontrasepsi yang cocok dengan pelayanan yang
tersedia, ditunjang dengan konseling yang tepat, dan tenaga penyelenggaranya (provider)
yang berkompeten secara teknis.Pelayanan juga harus mengakomodasi harapan
perempuan yang membutuhkan hubungan interpersonal agar dapat diketahui pandangan
dan pendapat perempuan tersebut (POGI, 2003).

Program KB bertujuan mengendalikan fertilitasyang membutuhan metode


kontrasepsi yang berkualitas agar dapat meningkatkan kesehatan reproduksi dan
kesehatan seksual. Pelaksanaannya dipengaruhi sumberdaya pelaksanaan program KB,
cara pandang masyarakat sendiri terhadap kesehatanreproduksi dan pelayanan KB, serta
pemakaian alat kontrasepsi. Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) merupakan badan yang diberi tanggung jawab dalam pengaturan laju
pertambahan penduduk.BKKBN memiliki visi “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi baru
BKKBN yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”.Kementerian
Kesehatan memiliki kewajiban menindaklanjuti tugas BKKBN dengan memberikan
pelayanan KB kepada masyarakat yang membutuhkan (BKKBN, 2010).Konferensi
Internasional tentang KB dan kependudukan di Kairo tahun 1994 menyetujui bahwa
secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan
sampai tahun 2015. Tujuan program KB bukan hanya sekadar mengendalikan jumlah
penduduk, tetapi juga membangun cara pandang masyarakat terhadap visi tersebut.
Dukungan kebijakan diharapkan sebagai pendorong pelayanan kesehatan reproduksi
termasuk di dalamnya Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi. Landasan hukum yang
mengatur tentang kesehatan reproduksi dan KB di Indonesia tertuang dalam berbagai
peraturan perundang undangan yang terbaru diatur dalam Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mulai berlaku pada tanggal diundangkan 13
Oktober 2009.

Pengaturan tentang hak reproduksi dan KB dalam Undang-undang No. 36 merupakan


pengganti dari UU Kesehatan tahun 1992 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. Peraturan pelaksanaan, dari UU Kesehatan tahun 1992 yang belum diganti
dengan yang baru serta tidak bertentangan dengan Undang Undang No. 36 Tahun 2009
masih tetap berlaku. Sesuai dengan ketentuan pasal 203 Undang undang No 36 Tahun
2009 disebutkan bahwa “Pada saat Undang undang ini berlaku semua peraturan
pelaksanaan Undang undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih
tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang Undang
ini”. Pengaturan sedemikian bermaksud mencegah kekosongan atau dan tanggung jawab
pengaturan jumlah dan hak serta kewajiban dalam pelayanan KB melalui sosialisasi
undang-undang dan peraturan melalui media yang bervariasi.

II. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kesehatan reproduksi


2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan KB
3. Untuk mengetahui evidence base dan KB
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi evidence based practice

Menurut Greenberg & Pyle (2006) dalam Keele (2011), “Evidence-


Based Practice adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan
keputusan di pelayanan kesehatan”.

Menurut Melnyk & Fineout-Overholt (2011) EvidenceBased Practice


adalah penggunaan bukti ekternal, bukti internal (clinical expertise), serta
manfaat dan keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan
di pelayanan kesehatan.

Evidance base adalah proses sistematis untuk mencari, menilai, dan


menggunakan hasil penelitian sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
klinis. Jadi pengertian evidence base midwifery dapat disimpulkan
sebagagai asuhankebidanan berdasarkan bukti penelitian yang
telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.

B. Evidence Based Keluarga Berencana (KB)

Penggunaan kontrasepsi selama masa postpartum penting dilakukan untuk


mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan memperpanjang interval kelahiran,
yang dapat menimbulkan masalah kesehatan ibu dan anak.Pada tahun 2010, CDC telah
mempublikasikan U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use (US MEC)
yang merupakan pedoman penggunaan kontrasepsi, yang dilengkapi dengan evidence-
based sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi.Dalam pemilihan
metode kontrasepsi ini, keamanan penggunaan menjadi hal utama yang harus
diperhatikan khususnya untuk wanita yang dengan karakteristik atau kondisi kesehatan
tertentu, termasuk wanita yang masih dalam masa postpartum.Baru-Baru ini, CDC
telah melakukan penilaian terhadap evidence yang memberikan informasi mengenai
keamanan penggunaan kontrasepsi hormonal pada masa postpartum.

Laporan ini merupakan ringkasan dari penilaian tersebut dan hasil dari revisi
pedoman penggunaan kontrasepsi. Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post
partum tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi selama masa 21
hari setelah melahirkan oleh karena resiko tinggi untuk mendapatkan tromboemboli
vena (TEV) selama masa ini. Masa 21-42 hari postpartum, pada umumnya wanita
tanpa faktor resiko TEV dapat memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi,
tetapi wanita yang memiliki resiko TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post
melahirkan secara caesar), tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi ini.Nanti,
setelah masa 42 hari postpartum, barulah tidak ada pembatasan penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi yang berdasarkan pada keadaan pasien tersebut setelah
melahirkan.

 Pentingnya penggunaan kontrasepsi selama Masa postpartum :

Sebagian dari kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan yang


tidak direncanakan, dan kehamilan-kehamilan tersebut biasanya diikuti dengan
perilaku kehamilan yang merugikan dan memberikan beberapa dampak negatif,
seperti terlambat melakukan prenatal care, kebiasaan merokok, meningkatkan
insidensi bayi berat rendah, dan tidak menyusui asi secara ekslusif. Selain itu,
interval kehamilan yang terlalu dekat juga dapat menghasilkan dampak negatif
seperti, kelahiran bayi berat rendah dan bayi prematur. Masa postpartum
merupakan masa yang cukup penting untuk memulai penggunaan kontrasepsi
karena sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan wanita dan juga dapat
meningkatkan motivasi wanita untuk menghindari kehamilan berikutnya. Masa
ovulasi dapat terjadi secepatnya pada umur 25 hari postpartum pada wanita yang
tidak menyusui, yang menjadi alasan kuat buat wanita untuk menggunakan
kontrasepsi secepat mungkin.
Meskipun demikian, keamanan pengggunaan kontrasepsi postpartum tetap
juga harus dipertimbangkan. Perubahan hematologi secara normal akan terjadi
selama kehamilan, termasuk  peningkatan faktor koagulasi dan fibrinogen dan
penurunan bahan antikoagulan alami, yang menyebabkan peningkatan resiko
tromboemboli vena (TEV) selama masa postpartum. Selain itu, banyak wanita
postpartum memiliki faktor resiko tambahan yang meningkatkan resiko
tromboemboli, misalnya umur ≥ 35 tahun, merokok, atau melahirkan secara
caesar. Hal-hal tersebut merupakan perhatian utama yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan penggunaan kontrasepsi oleh karena kontrasepsi hormonal
kombinasi (estrogen dan progestin) itu sendiri memiliki efek samping yang bisa
meningkatkan resiko tromboemboli pada wanita usia produktif.

 Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Lainnya Selama Masa


Postpartum

Rekomendasi penggunaan kontrasepsi lainnya, termasuk kontrasepsi


hormonal progestin tunggal, tidak ada perubahan dan terdapat banyak pilihan
kontrasepsi lainnya yang baik untuk wanita postpartum (tabel 3). Metode kontrasepsi
tunggal (progestin), yang dalam bentuk pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat,
dan implant, cukup aman untuk wanita postpartum,termasuk wanita yang menyusui,
dan dapat dimulai sesegera mungkin setelah melahirkan (kategori 1 dan 2). AKDR,
yang dalam bentuk levonorgestrel dan copper-bearing, juga dapat diinsersi selama masa
postpartum, sesegera mungkin setelah persalinan (kategori 1 dan 2) dan tidak memiliki
komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR lebih tinggi ketika insersi dilakukan dalam 28
hari setelah persalinan, dimana lajunya akan menetap sampai masa 6 bulan postpartum
sehingga hal ini mengharuskan adanya penundaan penggunaan jenis kontrasepsi ini.
Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori 1), dan cincin vagina dapat dimulai pada
saat 6 minggu setelah persalinan (kategori 1 setelah 6 minggu).Selain itu, wanita yang
telah memiliki jumlah anak yang cukup dapat dipertimbangkan tindakan
sterilisasi.Kontrasepsi setelah persalinan cukup penting untuk menjaga kesehatan ibu
dan anak, dan edukasi yang diberikan berfokus pada pilihan kontrasespsinya serta
tingkat keamanan dalam pemakaian metode ini selama masa postpartum.

C. Contoh-Contoh Pelayanan Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan KB


Dibawah ini akan dipaparkan Evidance base dalam praktik
kebidanan terkini menurut proses reproduksi:

KEBIASAAN KETERANGAN
Diet rendah garam menurangi Hipertensi bukan karena retensi
Hipertensi garam
Membatasi hubungan seksual untuk Dianjurkan untuk memakai kondom
Mencegah abortus dan kelahiran ada sel semen yang mengandung
premature prostaglandin tidak kontak langsung
dengan memicu kontraksi uterus
Pemberian kalsium untuk mencegah Kram pada kaki bukan semata mata
kram pada kaki disebabkan oleh kekurangan kalsium
Diet untuk mencegah bayi besar Bayi besar disebabkan oleh
gangguan metabolism pada ibu
seperti diabetes mellitus
Aktifitas dan mobilisasi/latihan (senam Berkaitan dengan peredaran darah dan
hamil dll) saat masa kehamilan menurut kontraksi otot
kejadian PEB,gestasional diabetes dan
BBLR dan persalinan SC

Tampon Vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi


tidak menghentikan perdarahan, bahkan
perdarahan tetap terjadi dan
menyebabkan infeksi
Gurita atau sejenisnya Selama 2 jam pertama atau selanjutnya
penggunaan gurita akan menyebabkan
kesulitan pemantauan involusio rahim
Memisahkan ibu dan bayi Bayi benar-benar siaga setelah 2 jam
pertama setelah kelahiran. Ini
merupakan waktu yang tepat untuk
melakukan kontak kulit ke kulit untuk
mempererat bonding attachment serta
keberhasilan pemberian ASI
Mendudukki sesuatu yang panas Duduk diatas bara yang panas dapat
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan
tekanan darah ibu dan menambahkan
perdarahan serta menyebabkan
dehidrasi
Penelitian dilaksanakan di 2 (dua) daerah yaitu

1. kota Malang di provinsi Jawa Timur (Jatim) dan kota


2. Sampit di Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan waktu pelaksanaan 10 bulan
(Maret sampai dengan Desember 2011).

Alasan pemilihan 2 propinsi tersebut adalah berdasarkan gambaran


persentase pengguna alat/cara KB yang cukup tinggi di 2 propinsi tersebut yaitu
Jatim 59,4% dan Kalteng 65,7% serta perbedaan sosial budaya di kota Malang
yang dihuni oleh masyarakat dengan budaya arek dan kota Sampit dengan
masyarakat budaya Sampit/Dayak. Penelitian ini melakukan wawancara dan
pengamatan pelaksanaan pelayanan KB di puskesmas yang menjadi sampel
penelitian yaitu masing-masing di dua puskesmas di kota Malang (puskesmas
Arjuno dan puskesmas Gribig) dan kabupaten Kota Waringin Timur/Kotim
(puskesmas Ketapang-2 di kota Sampit dan puskesmas Cembaga Mulya di
kecamatan Cempaka). Puskesmas Arjuno yang terletak di tengah kota dan di
lingkungan perumahan elit, sedangkan puskesmas Gribig berlokasi di pinggiran
kota di daerah padat penduduk dan perkampungan. Puskesmas Ketapang-2 yang
lokasi di tengah kota dan puskesmas Cempaga Mulya di kecamatan Cembaga
terletak di lokasi sekitar perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Data
kualitatif yang diperoleh dari FGD dan wawancara mendalam dengan berbagai
informan yang telah direkam akan ditranskripkan dan selanjutnya akan dilakukan
analisis isi dan dinarasikan. Keabsahan atau kredibilitas data kualitatif diperiksa
secara triangulasi yaitu triangulasi sumber, metode, dan investigator.Teknik
triangulasi sumber dengan pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti,
diskusi teman sejawat, pengamatan secara terus menerus, dan pengecekan
referensi.

Manfaat evidence based:

1. Keamanan bagi nakes karena interfensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah.
2. Meningkatkan kompetensi (koognitif)
3. Memenuhui tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan
asuhan yang bermutu
4. Memenuhi keputusan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar, sesuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

Keluarga berencana adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang


sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.Itu bermakna adalah
perencanaan jmumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan
penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,
spiral, IUD, dan sebagainya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelayanan KB BerkualitasPencapaian pelayanan KB berkualitas


memerlukanstrategi yang tepat dengan memperhatikan tipologibudaya dan
karakteristik masyarakat sasarandengan memperhatikan hak kesehatan
reproduksiindividu.Berbagai penelitian telah banyak dilakukanmemberikan
gambaran masih belum terpenuhinyapelayanan berkualitas yang diterima
masyarakat.Diduga, akses masyarakat terhadap pelayanan KBberkualitas masih
rendah meskipun hasil Mini surveyBKKBN tahun 2010 menunjukkan 67,5%
wanitaPasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat/carakontrasepsi dengan
berbagai cara (BKKBN, 2010).Penelitian di Kabupaten Kotawaringin
Timurmenunjukkan bahwa calon akseptor menerimatindakan pemasangan susuk
tanpa melakukanpernyataan tertulis persetujuan tindakan (informedconsent). Dari
pengamatan peneliti terhadap lembarcatatan KB di puskesmas Kota Malang,
ternyatatidak semua kartu ditandatangani oleh akseptorsebagai pernyataan
persetujuan mendapat suatutindakan.Disini terlihat kurangnya
perlindunganterhadap hak klien. Pedoman Etik dalam Obstetri danGinekologi
(POGI) Tahun 2003, mengatur tentangPengendalian Kesuburan/Fertilitas, yang
tertuang Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 289–
297292dalam Bab IX, Pasal 27 sampai dengan 31. Dalampasal 28 dinyatakan
bahwa kontrasepsi mantap(kontap) pada perempuan harus melalui konselingyang
hati-hati, agar merupakan pilihan yang matangantara suami istri.Dalam hal ini
berarti, informedconsent harus ditanda tangani pasangan suami istri(POGI, 2003)
.
Informasi Tentang KB dalam PeraturanPerundangan-undangan

Hak reproduksi di dalamnya menyangkut pulahak untuk mendapatkan


informasi dan sarana untukmewujudkannya, hak untuk memperoleh standar
kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi, dan hak untuk mengambil keputusan
tentang reproduksi tanpa diskriminasi, tanpa tekanan dan kekerasan.Hak
reproduksi terkait informasi tertuang dalam pasal 72 d yaitu "Memperoleh
informasi, edukasi, dan konselingmengenai kesehatan reproduksi yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan".Hak tersebut berimplikasi kepada kewajiban
pemerintah menyediakan informasi yang tercantum dalam pasal 73 UU 36/2009
yaitu "Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana
pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat,
termasuk keluarga berencana" (Indonesia, 2009).Informasi melalui konseling
sebagai salah satu hak reproduksi ternyata kurang banyak diterima oleh
responden. Agar seseorang dapat memilih alat/cara KB yang sesuai dengan
dirinya, maka dibutuhkan
pengetahuan tentang alat/cara KB yang menyeluruh. Tampaknya tidak
cukup banyak akseptor KB yang mengetahui tetang berbagai alat/cara KB
mekipun cara tersebut merupakan cara yang kurang diminati masyarakat.
Seorang ibu di puskesmas Kabupaten Kotim menyatakan bahwa selama ini tidak
mendapat
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Pengetahuan dan pemahaman masyarakattentang hak reproduksi


khususnya KB belum baik karena kurangnya perolehan informasi dan
.Masyarakat mentoleransi pelayanan KB dengan pernyataan puas terhadap
pelayanan yang diterima meskipun pelayanan KB belum seluruhnya memenuhi
syarat pelayanan berkualitas karena kurangnya pengetahuan.

2. SARAN

Peningkatan informasi KB dengan meningkatkan kompetensi petugas


kesehatan khususnya bidanyang melayani KB. Meningkatkan pengetahuan dan
Ketrampilan petugas kesehatan tentang hak dan Kewajiban dalam pelayanan KB,
untuk itu pemerintah mengajak pihak swasta dalam penyelenggaraan pelatihan
ketrampilan tehnis, pelatihan cara konseling, peningkatan kemampuan klien
memilih jenis alat kontrasepsi secara berjenjang dari pusat ke daerah sampai
dengan sasaran terdepan yaitu di tingkat Peningkatan kesadaran masyarakat
tentang hakdan tanggung jawab pengaturan jumlah dan hakserta kewajiban dalam
pelayanan KB.

.
DAFTAR PUSTAKA

Asri, Budisuari M. Akses informasi dan Pelayanan KBberkualitas dalam rangka


Penurunan Angka kematian

Ibu dan Bayi (Studi Kasus di Kabupaten BKelungkungdan Kabupaten Buleleng Provinsi
Bali). BuletinPenelitian Sistem Kesehatan Vol. 10 No. 4 Okt.2007: 321–330.

Bari Saifuddin A. 2003. Buku Panduan Praktis PelayananKontrasepsi. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo

BKKBN, 2010.Rencana StategisPembangunan Kependudukan dan KB 2010–


2014.Jakarta: BKKBN.

Ningrum , WidyaEka.Tanpa tahun.Makalah Evidence Based, Diakses dari pada 28 maret


2020.

Rajul.2017 .Evidence Based KB, Macam- Macam Alat Kontrasepsi, Dan Implementasi
Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB).Diakses dari pada 28 maret 2020.

Emma, Mondy.Tanpa tahun.Evidence Base-Midwifery Materi AJAR D4 Stikes BPM ,

Anda mungkin juga menyukai