Anda di halaman 1dari 34

BAB II

KAJIAN ASPEK PERENCANAAN STRUKTUR

2.1 Konsep Perencanaan Struktur


Sistem struktur yang digunakan dalam perencanaan Gedung Laboratorium ini
terdiri atas elemen kolom, balok, dan pelat. Material yang digunakan pada sistem rangka
ini adalah beton bertuang. Beton proses pelaksanaannya lebih lama dibandingkan baja, dan
dari segi biaya beton lebih murah dibandingkan dengan baja. Karena gedung yang
direncanakan merupakan gedung bertingkat, maka gedung ini harus memenuhi ketentuan
perencanaan bangunan tahan gempa.

2.2 Pembebanan
Beban-beban yang diperhitungkan pada perencanaan gedung ini, yaitu :
1. Beban Mati (D)
Beban Mati yang bekerja pada struktur bangunan ini diakibatkan oleh berat
konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga,
dan peralatan layan tetap. (Sumber : SNI 03–1729–2002).
 Berat plafond dan rangka : 18 kg/m2
 Berat penggantung :7 kg/m2
 Berat plumbing : 40 kg/m2
 Berat keramik : 24 kg/m2 +
Total beban tambahan : 89 kg/m2
 Berat Dinding : 250 kg/m2
2. Beban Hidup (L)
Beban Hidup yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah :
Lantai Basement : 400 kg/m2
Lantai Dasar : 250 kg/m2
(Sumber : SNI-1727-1989)

II - 1
3. Beban Gempa (E)
Beban gempa yang digunakan dalam perencanaan gedung ini disesuaikan dengan
respons spektrum gempa wilayah Bandung-Jawa Barat yaitu pada wilayah 4 untuk
tanah sedang, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989.
Beban gempa ini akan dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Wilayah Gempa Indonesia


Sumber : SNI 03-1726-2002

Tabel 2.1 Respons Spectrum Gempa Rencana


Sumber : SNI 03-1726-2002

II - 2
Gambar 2.2 Grafik Respons Spectrum Gempa Rencana
Sumber : SNI 03-1726-2002

2.3 Jenis Struktur


Pada proyek pembangunan gedung Kartika Sari ini, jenis struktur yang digunakan
adalah struktur baja. Sistem struktur yang digunakan dalam perencanaan gedung ini yaitu
sistem rangka yang terdiri atas elemen kolom komposit, balok dan pelat lantai
menggunakan beton precast.

2.4 Analisa Struktur


Dalam menganalisis sturktur digunakan alat bantu berupa perangkat lunak yaitu
Structural Analysis Program 2000 (SAP2000) versi 14.2.4. Bagian struktur yang akan
dianalisis adalah Basement sampai dengan Lantai Mezanine, dimulai dari pemodelan

II - 3
gedung hingga run analysis, yang meliputi peng-input-an data – data teknis dan
pemodelan, analisis dan pengecekan data outpout dari SAP2000 versi 14.2.4.

2.4.1 Pengerjaan Pemodelan


Berikut ini adalah tahapan pengerjaan peng-input-an pemodelan pada program
SAP2000.
1. File → New model → pilih satuan (Kg, m, C) → pilih Blank

Gambar 2.3 Tahapan penginputan

2. Pada window SAP klik kanan → klik Edit Grid Data

II - 4
Gambar 2.4 Tahapan Peng input-an Data Grid

Jenis perletakan yang digunakan adalah perletakan jepit. Berikut ini tahapan pengerjaan
pendefinisian jenis perletakan pada program SAP2000.

Gunakan tampilan (view) X-Y, lalu sorot seluruh perletakan pada denah dilantai basement
2, lalu Assign → Restraints → pilih satuan tumpuan jepit.

Gambar 2.5 Tahapan Pendefinisian Tumpuan Jepit

Gambar 2.6 Tampak pemodelan 3D

II - 5
2.4.2 Pendefinisian Material
Material yang akan digunakan untuk pelat, balok, dan kolom adalah beton
bertulang. Beton dan tulangan yang digunakan dalam perencanaan akan mengikuti
peraturan SNI 03-1729-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung. Data yang berkaitan dengan pendefinisian material antara lain:
 Mutu beton fc’ = 24,5 MPa (K-250)
fc’ = 29,4 MPa (K-300)
 Mutu baja tulangan, untuk BJTD40 fy = 490 MPa dan fu = 617,8 Mpa , BJTP24 fy =
294,2 MPa dan fu = 480,5 Mpa
 Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 f,c MPa
 Modulus elastisitas baja Es = 20000 MPa
 Poisson’s ratio = 0,3
Berikut ini tahapan pengerjaan pendefinisian material beton dan tulangan dalam
program SAP2000 versi 14.2.4.
a. Define → Materials → klik Add New Material → Masukkan nama material yang
baru (K300)  pilih bahan material (concrete)  sesuaikan satuan (N, mm, C) 
masukkan data fc’ = 29,4 MPa  masukkan nilai modulus elastisitas beton Ec =
4700 f,c MPa  OK.

II - 6
Gambar 2.7 Tahapan Pendefinisian Material Beton

b. Define → Materials → klik Add New Material → Masukkan nama material yang
baru (Tulangan Longitudinal(BJTD)) ,pilih bahan material (rebar), sesuaikan
satuan, lalu masukkan data Fy = 490 MPa dan fu = 617,8 MPa, masukkan nilai
modulus elastisitas baja Es = 200000 MPa lalu OK.

Gambar 2.8 Tahapan Pendefinisian Material Tulangan

2.4.3 Pendefinisian Penampang/Profil


Elemen struktur yang digunakan pada gedung ini yaitu balok, kolom, dan pelat.
Elemen–elemen struktur tersebut menggunakan material baja dan beton seperti yang telah
didefinisikan sebelumnya. Pendefinisian panampang kolom, balok dan plat sesuai dengan
gambar konstruksi.
2.4.3.1 Langkah pendefinisian penampang balok, yaitu: klik Define → pilih Section
Properties → klik Frame Sections

II - 7
Gambar 2.9 Pendefinisian Property Balok

2.4.3.2 Langkah pendefinisian penampang kolom, yaitu: klik Define → pilih Section
Properties → klik Frame Section

II - 8
Gambar 2.10 Pendefinisian Property Kolom

2.4.3.3 Langkah pendefinisian plat dengan klik Define → pilih Section Properties → klik
Area Sections

Gambar 2.11 Pendefinisian Property Plat

2.4.3.3 Pemodelan Elemen Struktur


Setelah pendefinisian semua input yang dibutuhkan selesai, selanjutnya membuat
model bangunan dengan input yang telah didefinisikan sebelumnya. Pemodelan elemen
struktur pada bangunan, yaitu: kolom, balok dan plat.

2.4.3.4 Pemodelan Balok


Pemodelan balok dilakukan dengan tampilan pada SAP arah X-Y. Klik icon Draw
Frame kemudian memilih ‘Section’ sesuai frame section yang telah di buat.

II - 9
Gambar 2.12 Pemodelan Titik Pondasi dan Basement 1

Gambar 2.13 Pemodelan Balok Lantai 2

II - 10
Gambar 2.14 Pemodelan Balok Dak Atap

2.4.3.5 Pemodelan Kolom


Pemodelan kolom dilakukan dengan tampilan pada SAP dengan arah X-Z maupun
Y-Z. Klik icon Draw Frame kemudian memilih ‘Section’ sesuai frame section yang telah
di buat. Pada semua bagian titik yang akan di pasang pondasi diberi perletakan jepit,
dengan cara: klik Assign → Joint → Restraint.

Gambar 2.15 Pemodelan Kolom As I’

II - 11
Gambar 2.16 Pemodelan Kolom As W

2.4.4 Pemodelan Plat


Pemodelan plat dapat dilakukan dengan klik icon Draw Poly Area Element dan
pilih section sesuai dengan perencanaan.

Gambar 2.17 Pemodelan Pelat

II - 12
Gambar 2.18 Modelan Seluruh Elemen Struktur

2.4.5 Pendefinisian Beban


Pada tahap ini akan dilakukan pendefinisian beban yang bekerja pada struktur, baik
yang dilimpahkan pada pelat maupun pada frame. Adapun beban yang diperhitungkan
dalam perencanaan gedung ini adalah : beban mati (D), beban hidup (L) dan beban gempa
(E).
Beban mati (D) dan beban hidup (L) akan diterapkan pada struktur dengan cara
pelimpahan beban pada pelat dengan mengikuti teori leleh yaitu beban envelope. Beban
dinding akan diterapkan langsung pada frame, yaitu balok.
Adapun tahapan pendefinisian beban pada SAP2000 dimulai dengan menentukan
Load Pattern, lalu menentukan Load Case, selanjutnya menentukan Load Combination.
Berikut cara pendefinisian beban pada program SAP2000 versi 14.
Penentuan Load Pattern yaitu Define → Load Pattern → Load Pattern Name,
masukkan nama – nama beban yang akan didefinisikan (D/L/La/W/H/) → pilih kolom
Type (D/L) → sesuaikan self multiplier, untuk D bernilai = 1 dan untuk L, dan La bernilai
= 0 → Add New Load Pattern → OK

II - 13
Gambar 2.19 Tahapan Pendefinisian Load Pattern
Penentuan Load Case yaitu Define → Load Cases → beban D, L dan E secara
otomatis sudah di-input oleh software ke dalam pendefinisian Load Case, sedangkan beban
gempa di-input secara manual → Add New Load Cases → isi Load Case Name sesuai
dengan beban gempa yang akan didefinisikan (EQx atau EQy) → pilih dalam kotak Load
Case Type (Response Spectrum) → pilih Load Name sesuai dengan beban yang bekerja →
pada menu Function, pilih respons spektrum yang telah didefinisikan sebelumnya,
masukkan Scale Factor (9,81/R) → OK.

Gambar 2.20 Tahapan Penentuan Load Case


 Kombinasi 1 = 1,4 D
 Kombinasi 2 = 1,2 D + 1,6 L
 Kombinasi 3 : 1.2 DL + 0.5 LL + 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 4 : 1.2 DL + 0.5 LL + 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 5: 1.2 DL + 0.5 LL + 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 6 : 1.2 DL + 0.5 LL + 0.3 EX -1.0 EY
 Kombinasi 7 : 1.2 DL + 0.5 LL - 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 8 : 1.2 DL + 0.5 LL - 0.3 EX -1.0 EY
II - 14
 Kombinasi 9 : 0.9 DL + 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 10 : 0.9 DL + 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 11 : 0.9 DL - 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 12 : 0.9 DL - 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 13 : 0.9 DL + 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 14 : 0.9 DL + 0.3 EX -1.0 EY
 Kombinasi 15 : 0.9 DL - 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 16 : 0.9 DL - 0.3 EX -1.0 EY
 (ENVELOPE) = Gabungan dari seluruh kombinasi

Gambar 2.21 Tahapan Pendefinisian Load Combinations

II - 15
Gambar 2.22 Tahapan Pendefinisian Kombinasi Pembebanan 1

Gambar 2.23 Tahapan Pendefinisian Envelope

II - 16
2.4.6 Penempatan Beban
Beban–beban yang telah didefinisikan akan diletakkan pada struktur melalui pelat
dan frame. Untuk beban hidup (L) dan beban mati (D) akan diletakkan pada pelat dengan
mengikuti prinsip beban envelope, sedangkan untuk beban dinding (D) akan diletakkan
pada balok. Pada peletakan beban pada pelat harus diperhatikan jenis pelat tersebut, apakah
satu arah atau dua arah. Beban dinding pada balok diletakan sebagai beban merata di
sepanjang balok tersebut.
Tahapan – tahapan peletakan beban adalah sebagai berikut:
Klik pelat/frame pada struktur yang akan diberi beban → Assign → Area load → Uniform
to frame (shell) → pilih jenis beban yang akan diletakkan → masukkan berat beban yang
telah kita hitung secara manual berdasarkan tipe–tipe pembebanan → OK.

Gambar 2.24 Memasukan Beban Pada Pelat

II - 17
Gambar 2.25 Memasukan Beban Pada Balok

2.4.7 Pendefinisian Beban Gempa


Tahapan pendefinisian beban gempa adalah sebagai berikut:
Define → Function → Response spectrum →pilih UBC 97 pada kolom Choose function
type to add → klik Add new function → masukkan nilai Ca dan Cv sesuai wilayah gempa
→ OK.

Gambar 2.26 Tahapan Pendefinisian Beban Gempa

II - 18
2.4.8 Run Analysis
Run Analysis merupakan perintah untuk mendapatkan output dari seluruh
pendefinisian dan peletakan beban. Adapun tahapannya adalah Analyze → Run analysis →
Run Now.

Gambar 2.27 Tahapan Run Analysis

2.4.9 Output
Output dari SAP2000 versi 14.2.2 berupa gaya dalam (normal, geser, dan momen)
dengan gambar gaya dalam dari struktur yang dianalisis.

II - 19
Gambar 2.28 Deformed Shape

Gambar 2.29 Axial Force Diagram akibat Beban Hidup Dan Mati

II - 20
Gambar 2.30 Diagram Momen 3-3 akibat Beban Hidup Dan Mati

Gambar 2.31 Diagram Shear Force Akibat Beban Hidup Dan Beban Mati

2.4.10 Perhitungan Kapasitas Tulangan pada Kolom frame 785


II - 21
Gambar 2.32 Lokasi Frame 785

Gambar 2.33 Hasil excel tabel element forces

II - 22
Perhitungan ini bertujuan untuk melakukan pengecekan jumlah dan dimensi
tulangan aktual dengan kapasitas tulangan yang dibutuhkan (berdasarkan data output dari
element force frame). Dalam menganalisis kapasitas tulangan ini digunakan alat bantu
berupa perangkat lunak yaitu PCA Column. Tulangan yang akan dianalisis adalah tulangan
pada kolom KP dengan dimensi 300x700 mm.
Berdasarkan hasil data Output dari element force frame (SAP2000 versi 14.2.4),
didapat data untuk menghitung tulangan kolom, yaitu:
 Beban axial maksimum = 571,387 kN
 Momen maksimum arah-X = 216,449 kNm
 Momen maksimum arah-Y = 110,37 kNm
Tulangan kolom yang ditinjau adalah kolom 300x700 mm karena memikul segmen
terbesar dari struktur yang dianalisis, dari hasil perhitungan menggunakan program PCA
Column data input dimasukkan dari data lapangan sehingga didapatkan hasil output yang
tidak jauh beda dengan yang terjadi dilapangan.

Gambar 2.34 Data Kolom Praktis 300x700 mm

II - 23
Berikut ini adalah tahapan pengerjaan peng-input-an perhitungan kapasitas tulangan
menggunakan program PCA Column.
1) Input data General Information yang berisikan informasi umum tentang
proyek, tahapannya klik Input → General Information → isi info proyek,
kemudian tekan OK.

Gambar 2.35 Input General Information

2) Input data material beton seperti f´c = 29,4 MPa dan fy = 490 MPa, tahapannya klik
input → material properties → isi f´c dan fy → OK

Gambar 2.36 Input Material Properties


3) Input data dimensi kolom K1A yang ada pada data teknis proyek, tahapanya klik
input → Section → Rectangular → isi data dimensi kolomya → OK.

II - 24
Gambar 2.37 Input Dimensi Kolom
4) Input data tulangan kolom K1A yang tercantum pada data teknis proyek, tahapanya
klik input → reinforcement → All Sides Equal → isi No of Bar, Bar size dan Clear
Cover-nya lalu pilih cover to longitudinal bars → OK

Gambar 2.38 Input Data Tulangan Kolom


5) Input beban yang dipikul kolom tersebut berdasarkan hasil analisis struktur
sebelumnya, tahapanya klik input → Loads → factored → isi dengan data hasil
analisis element frame sebelumnya → insert → OK.

Gambar 2.39 Input Pembebanan Kolom


6) Setelah input data beban lakukan analisis, tahapanya klik solve → Execute atau
tekan F5

II - 25
Gambar 2.40 Penyelesaian
Aplikasi PCA Column setelah di execute akan memunculkan diagram momen yang
terjadi pada kolom KP yang menunjukan kekuatan aksial dan momen kolom tersebut.

Gambar 2.41 Hasil Mx-My Diagram

II - 26
Gambar 2.42 Output Data Tulangan

Jadi, dari output PCA Column didapat bahwa jumlah dan diameter tulangan untuk
kolom K1 300x700 mm dengan rincian sebagai berikut:
 Jumlah tulangan = 8 buah
 Diameter = 19 mm
Berdasarkan hasil perhitungan pada tulangan kolom 300x700 mm, maka didapatkan
jumlah tulangan yaitu 8 buah tulangan dengan diameter #6 atau 19 mm.

II - 27
2.4.11 Perhitungan Kapasitas Tulangan Pada Balok frame

Gambar 2.43 Hasil excel tabel element forces

Gambar 2.44 Lokasi Balok Frame 339

II - 28
Gambar 2.45 Diagram Balok frame 339
Pada perhitungan balok ini kami juga menggunakan SNI 1727-1989 Tata Cara
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung. Perhitungan dibawah ini adalah
pengecekan kecukupan tulangan yang kami buat, jika dibandingkan dengan tulangan yang
terpasang. Berikut ini adalah analisis perhitungan yang kami buat.
Perhitungan Untuk Balok B1 dengan panjang bentang pada lantai 1.
a. Desain penulangan pada bentang balok akibat M+ (daerah lapangan)
M = 391592922 Nmm

M = ∅
= ,
= 489491152,5 Nmm

Asumsi :
M = 90% M = 0,9 (489491152,5 ) = 440542037,3 Nmm
M = 10% M = 0,1 (489491152,5) = 48949115,25 Nmm
C = 0.85f′ β c b = 0.85 (24,5) (0.85) c (400) = 7080,5 c
T =A f = 400 A
,
z =d− = (550 − 50) − = 500 − 0,425 c

M =C . z
440542037,3 = (7080,5 c) (500 − 0,425 c)
3009,213 c − 3540250 c + 440542037,3 = 0
diperoleh :
c = 1035 mm
c = 141,44 mm (ok)
II - 29
digunakan :
c = 141,44 mm
C =T
7080,5 c = 400 A
7080,5 (141,44) = 400 A
1001465,92 = 400 A
A = 2503,665 mm
f = (2 ∗ 10 ) ε
, ( ")
= (2 ∗ 10 )
, ( , )
= (2 ∗ 10 ) ,

= 387,896 MPa < 400 MPa (belum leleh)


M = A . f (d − d")
48949115,25 = A (387,896 ) (550 − 50)
48949115,25 = 193948 A
A = 252,383 mm
C = A . f = (252,383) (387,896) = 97898,356 N
T =A f = 400 A
C =T
97898,356 = 400 A
A = 244,746 mm
A =A +A = 2503,665 + 244,746 = 2748,411 mm
Asumsi : menggunakan tulangan D16
= 16 = 200,96

Desain tulangan bawah :


,
n = = ,
= 13,676 ≈ 14 batang

Desain tulangan atas :


,
= = ,
= 1,255 ≈ 2 batang

II - 30
b. Desain penulangan pada balok akibat M- ( daerah tumpuan )
M = 176154581 Nmm

M = ∅
= ,
= 220193226,3 Nmm

Asumsi :
M = 90% M = 0,9 (220193226,3) = 198173903,6 Nmm
M = 10% M = 0,1 (220193226,3) = 22019322,62Nmm
C = 8670 c
T = 400 A
z = 450 − 0,425 c
M =C . z
198173903,6 = (8670 c) (450 − 0,425 c)
3684,75 c − 3901500 c + 198173903,6 = 0
diperoleh :
c = 1005,326 mm
c =53,497 mm
digunakan :
c =53,497 mm
C =T
8670 c = 400 A
8670 (53,497) = 400 A
463818,99 = 400 A
A =1159,547 mm
f = (2 ∗ 10 ) ε
, ( ")
= (2 ∗ 10 )
, ( , )
= (2 ∗ 10 ) ,

=39,22 MPa < 400 MPa (belum leleh)

M = A . f (d − d")
22019322,62 = A (39,22) (550 − 50)
22019322,62 = 19610 A
A = 1122,862 mm
C = A . f = (1122,862) (39,22) = 44038,645 N

II - 31
T = 400 A
C =T
44038,645 = 400 A
A = 110,096 mm
A =A +A = 1159,547 + 110,096= 1269,643 mm
Asumsi : menggunakan tulangan D16
A = π 16 = 200.96 mm

Desain tulangan bawah :


,
n = = .
= 6,317 ≈ 7 batang

Desain tulangan atas :


,
n = = ,
= 5,587 ≈ 6 batang

c. Kebutuhan tulangan sengkang

d = h-d’ = 550 – 50 = 500 mm

√ ,
Vc = b.d = 300.500 = 123753,6867 N

Vn = Vu/ Ø = 242003,97/0.6 = 403339,95 N

Vn >Vc , maka struktur butuh tulangan sengkang dipasang agar struktur

aman dengan jarak yang disesuaikan.

Vs = Vn – Vc = 403339,95 - 123753,6867 = 279586,26 N

. 279586,26
Av= .
=> 1.5 (10) =
.
= 145 , ℎ 100

II - 32
Berdasarkan perhitungan diatas, ada beberapa hal yang berbeda. Pertama, pada
perhitungan tulangan momen positif balok, jumlah tulangan yang diperlukan jika menggunakan
D16 adalah 16 buah . Sedangkan di lapangan kami juga mendapati sekitar 9 buah dengan D16
untuk momen positif. Begitu juga dengan momen negatif, perhitungan kami adalah 13 untuk
tulangan lentur. Sedangkan di lapangan kami menemukan sekitar 12 tulangan. Perhitungan ini
bisa jadi berbeda karena pembebanan yang dilakukan berbeda dengan kami

14D16 6 D 16

700 700
mm mm
2 D 16 7 D16

300 mm 300 mm
Lapangan Tumpuan
Gambar 2.46 Hasil pengecekan kebutuhan tulangan pada balok B1
Kombinasi yang digunakan :
 Kombinasi 1 = 1,4 D
 Kombinasi 2 = 1,2 D + 1,6 L
 Kombinasi 3 : 1.2 DL + 0.5 LL + 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 4 : 1.2 DL + 0.5 LL + 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 5: 1.2 DL + 0.5 LL + 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 6 : 1.2 DL + 0.5 LL + 0.3 EX -1.0 EY
 Kombinasi 7 : 1.2 DL + 0.5 LL - 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 8 : 1.2 DL + 0.5 LL - 0.3 EX -1.0 EY
 Kombinasi 9 : 0.9 DL + 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 10 : 0.9 DL + 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 11 : 0.9 DL - 1.0 EX + 0.3 EY
 Kombinasi 12 : 0.9 DL - 1.0 EX - 0.3 EY
 Kombinasi 13 : 0.9 DL + 0.3 EX +1.0 EY
 Kombinasi 14 : 0.9 DL + 0.3 EX -1.0 EY
 Kombinasi 15 : 0.9 DL - 0.3 EX +1.0 EY

II - 33
 Kombinasi 16 : 0.9 DL - 0.3 EX -1.0 EY
 (ENVELOPE) = Gabungan dari seluruh kombinasi
Dan kombinasi yang digunakan di lapangan :
 U = 1.2 DL + 1.6 LL
 U = 0.75 (1.2 DL + 1.6 LL + 1.6 W )
 U = 0.9 DL + 1.3 LL
 U = 1.05 ( DL + Lr + E )
 U = 1.2 DL + 1.6 LL + 1.6 LL

II - 34

Anda mungkin juga menyukai