Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MENONTON FILM HUI NENG

MATA KULIAH : MAHAYANA I

NAMA MAHASISWA
1. LIANA 20111004
2. WAI MIN 20111007
3. LAW WIWI 20111012
4. LINDAWATY 20111005
5. CHRISTINE 20111002
6. TONY KIEN HIE 20111009
7. BUDIMAN 20111001
8. FIORENTINA 20111015
9. Ricky Khosasih 20111016
10. LISIA 20111006

SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA BODHI DHARMA


DELI SERDANG
2022
Nama : Liana
NIM : 20.111.004
1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng
Jawaban :
Kisah tersebut terjadi pada masa dinasti Tang (唐朝), ayahnya bermarga Lu (
盧) bernama xing tao (行瑫), ibunya bermarga Li (李). Kedua orang tuanya
adalah keturunan pejabat didaerah Fan Yang (范陽) yang sekarang lebih
dikenal sebagai kabupaten Xin Xing didaerah He Bei (今河北省宛平縣), namun
karena sang ayah diturunkan jabatannya pada masa itu maka mereka
kemudian pindah kedaerah Ling Nan (嶺南) yang saat ini dikenal sebagai
kabupaten XIn Xing daerah Guang Dong (今廣東省新興縣).
Suatu hari sang istri bermimpi melihat bunga yang tumbuh dihalaman depan
rumahnya tiba-tiba mekar, dua ekor burung merpati putih terbang bersama,
aroma wangi terasa meyelimuti seluruh isi rumahnya kemudian dia merasakan
bahwa dia telah mengandung. Kemudian setelah hari tersebut dia tekun
menjalankan sila, dan setelah mengandung sang anak selama 6 tahun,
akhirnya pada tahun 638 bulan 2 hari ke 8 lahirlah seorang anak laki-laki yang
kemudian dinamai Hui Neng (惠能) yang kemudian selanjutnya beliau adalah
generasi ke-5 zen dari Tanah Timur (東土) atau Tiongkok.
Setelah kelahirannya, master Hui Neng tidak pernah meminum susu ibunya
karena setiap malam hari ada dewa yang datang memberinya air suci amerta
(甘露水), sehingga selama masa kecil dia tetap sehat seperti anak-anak pada
umumnya. Namun, sangat menyedihkan saat berusia 3 tahun sang ayah
meninggal, akhirnya bersama sang ibu dia pindah tempat tinggal kedaerah Nan
Hai. Hui Neng saat mulai beranjak dewasa bekerja sendiri dengan menjual
kayu bakar dari hutan untuk menghidupi kehidupannya bersama sang ibu.
Setiap hari mencari kayu bakar kemudian mengantarkannya kepada para
pembeli dirumahnya masing-masing. Namun kemudian datanglah seorang
pelanggan yang sedang membacakan sutra intan yang dibimbing oleh master
bikkhu zen ke-5, yang membuat Hui Neng kemudian memiliki niat untuk
memulai perjalanannya sebagai seorang master bikkhu.
2. Apa yang anda dapatkan dari cerita master Hui neng
- Bertekad kuat dalam mencapai sesuatu
- Terus bekerja keras agar dapat mencapai hasil yang memuaskan

3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan praktekan
dalam hidup sehari hari
- Bekerja dengan mengikat sebongkah batu ditubuhnya, agar dapat
menggiling beras dengan berat yang agar dengan mudah
menghancurkannya menjadi tepung

4. Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas


Hui Neng yang ingin menjadi seorang master bikkhu memutuskan untuk
meninggalkan kehidupan berumah tangganya (kampung halaman) dan
merantau ke Dong Chan monastery untuk menjadi Buddha. Meskipun
perjalanan untuk menjadi seorang Buddha sangat sulit, tetapi Hui Neng tetap
berusaha keras agar dapat menjadi seorang bikkhu. Hui Neng bekerja tanpa
lelah di belakang vihara selama lebih dari 8 bulan. Setiap hari hanya membelah
kayu dan menumbuk padi. Sampai akhirnya datanglah master Hong Ren
mengunjungi Hui Neng di kebun belakang vihara. Master Hong Ren kemudian
mengumumkan bahwa ia akan mewariskan penerus zen ke-6 kepada siapapun
yang menunjukkan pencerahan dari gatha yang dibuatnya. Hui Neng kemudian
mencoba untuk membuat gatha yang kemudian mencapai pencerahan dan
mendapatkan jubah zen dari Master Hong Ren.
NAMA : WAI MIN (20.111.007)
MATKUL : MAHAYANA

TUGAS NONTON FILM MASTER HUI NENG (大 鉴 惠 能)

1. SINOPSIS
Kisah yang terjadi pada masa dinasti Tang (唐朝), Huineng (惠能) terlahir di keluarga
pejabat di daerah Fan Yang (范陽),sekarang kabupaten Xin Xing daerah He Bei (今河
北省宛平縣), yang kemudian pindah ke daerah Ling Nan (嶺南),sekarang kabupaten
Xin Xing, daerah Guang Dong (今廣東省新興縣).Beliau lahir pada tahun 638 SM.
Ketika beliau lahir datang dua orang bhiksu yang mengunjungi orang tuanya secara
misterius dan memberi selamat kepada ayahnya. Kedua bhiksu tersebut memberikan
nama kepada sang bayi dengan nama Hui Neng (惠能). Hui berarti suatu saat dengan
dharma yang agung akan menolong semua makhluk. Neng berarti mampu
mengajarkan dharma kepada siapapun.
Ketika berusia 3 tahun, Hui Neng kehilangan ayahnya, dan akhirnya ia dan ibunya
pindah ke tempat tinggal di daerah Nan Hai. Hui Neng mencari nafkah dengan menjual
kayu bakar.
Suatu hari ketika ia menjual kayu bakar, ia mendengar seseorang melafalkan sutra
Intan (金剛經), meskipun tidak mengerti beliau merasakan seperti ada sesuatu yang
tercerahkan dalam dirinya. Ia bertanya kepada orang tersebut sutra apa yang
dilafalkan, orang tersebut menjawab ini sutra Vajracideka prajna paramita (金剛般若
波羅蜜經). Orang tersebut mengetahui sutra ini dari Sesepuh Kelima Hong Ren (禪宗
五祖弘忍大師)yang tinggal di kuil Dong Chan daerah Qi Zhou (蘄州黃梅縣東禪寺).
Guru Hong Ren memiliki ribuan murid, beliau selalu mengajarkan untuk selalu
membaca dan merenungkan sutra ini, karena manfaatnya sangat besar yaitu mampu
menghancurkan kebodohan batin kemudian mampu memperlihatkan sifat asli
kebuddhaan kita, sehingga mampu menjadi Buddha.
Mendengar penjelasan dari orang tersebut, maka Hui Neng yakin bahwa semua ini
terjadi karena karma kehidupan sebelumnya. Sehingga beliau memutuskan
meninggalkan ibunya dan berangkat ke Huang Mei. Hui Neng menempuh perjalanan
selama lebih dari 30 hari ke tujuannya kuil Dong Chan.
Sesampainya di kuil Dong Chan, Hui Neng bertemu dengan guru Hong Ren. Beliau
bertanya kepada Hui Neng dari mana asalnya dan apa tujuannya. Hui Neng menjawab
bahwa ia berasal dari daerah Ling Nan dengan tujuan belajar dari master untuk
menjadi Buddha. Kembali Hong Ren mengujinya dengan mengatakan bahwa Hui
Neng seorang Barbar, bagaimana bisa menjadi Buddha. Namun Hui Neng menjawab,
“Meskipun manusia dibedakan antara utara dan selatan, namun benih kebuddhaan
apakah mungkin juga dibedakan? Meskipun tubuh suku barbar ini berbeda dengan
guru, namun benih kebuddhaan apakah juga dibedakan?” Hong Ren mendengarnya
dan mengetahui bahwa kebijaksanaan Hui Neng memang sangat dalam dan dialah
orang yang memiliki bakat. Hong Ren bermaksud meneruskan percakapan tersebut,
namun melihat banyak orang di dekatnya. Beliau memilih diam dan memerintahkan
Hui Neng pergi dan bekerja sebagai pemotong kayu dan penggiling padi.
Hui Neng bekerja di belakang vihara selama lebih dari 8 bulan. Semua ia lakukan
dengan hati yang tulus tanpa perasaan lelah dan benci. Suatu hari Hong Ren
mengunjungi Hui Neng di kebun belakang vihara. Hong Ren menjelaskan bahwa
beliau memahami tingkat pencerahan dan pengertian Hui Neng, serta alasan
mengapa beliau tidak banyak berbicara kepadanya. Hui Neng menjawab bahwa ia
mengerti dan memahami maksud guru agar tidak ada omongan yang tidak baik
tentang dirinya.
Suatu hari, guru Hong Ren memanggil semua muridnya dan beliau mengumumkan
“Kehidupan samsara, hanya kematianlah yang menjadi masalah terbesar! Kalian
semua jika dalam kehidupan ini hanya melatih karma baik untuk mendapatkan berkah
tanpa pernah berlatih untuk menjadi yang sempurna maka selamanya tidak akan
terselamatkan! Diri sendiri tidak pernah berlatih agar dapat terlepas dari samsara.
Harus menyadari jika diri sendiri masih tersesat didunia, bagaimana bisa
mendapatkan ladang karma baik yang tak terhingga? Sekarang saya perintahkan
kalian semua setiap orang untuk kembali kekamar masing-masing, renungkanlah
sampai dimana kebijaksanaan yang telah kalian miliki. Kemudian setelah itu buatlah
sebuah gatha pencerahan yang menjadi bukti hasil pelatihan diri kalian semua.
Jangan berpikir panjang karena tidak ada waktu lagi. Jika pencerahan sudah dimiliki
maka dari gatha yang dibuat akan telihat, dan jika memang telah menunjukkan
pencerahan maka aku akan mewariskan jubah dan patra zen kepadanya yang
kemudian sebagai penerus zen ke-6!”
Setelah mendengar kata-kata dari sang guru semua orang menjadi ragu. Senior Shen
Xiu (神秀) saat melihat semua orang demikian pesimis dan iapun berpikir bahwa
mereka mengganggap dirinya sebagai senior dan contoh teladan, sehingga tak
seorangpun berniat menuliskan gatha, hingga ia harus menuliskan gatha agar
gurunya dapat menilai sampai dimana tingkat pencerahannya.
Shen Xiu telah selesai membuat gatha pencerahan namun karena tidak yakin akan
pelatihan yang telah dia lakukan, maka hatinya selalu bimbang. Ia keluar masuk aula
sang guru namun tetap saja tidak mampu menyerahkannya karena tidak percaya diri.
Akhirnya beliau memutuskan menulisnya di tembok, maka pada malam tersebut pukul
3 pagi Shen Xiu dengan tangan kiri membawa lampion, tangan kanan membawa kuas,
dan akhirnya menulis gatha tersebut di dinding:
身是菩提樹。心如明鏡臺。 Shēn shì pú tí shù xīn rú míng jìng tái
時時勤拂拭。勿使惹塵埃。 shí shí qín fú shì wù shǐ rě chén āi
Nb : Tubuh adalah pohon bodhi, hati bagaikan bingkai cermin yang jernih. Jika rajin
membersihkannya maka tidak akan ada debu yang melekat.

Pagi hari, para samanera berkumpul dan melafalkan gatha tersebut. Guru Hong Ren
melihat tulisan tersebut dan menasehati para murid agar selalu melafalkan gatha
tersebut. Guru Hong Ren memanggil Shen Xiu dan bertanya apakah dia yang menulis
gatha tersebut. Shen Xiu mengakuinya bahwa dia tidak bermaksud membuatnya
hanya untuk mendapatkan gelar master Zen. Guru Hong Ren memberitahunya bahwa
gatha tersebut belum mampu mencapai kebuddhaan dan hanya mencapai pintu
gerbang saja. Guru memerintahkannya untuk membuat ulang sebuah gatha lagi dan
bila mampu memasuki pintu pelatihan diri tanpa batas maka guru akan mewariskan
jubah kepadanya.
Suatu hari beberapa samanera berjalan melewati dapur sambil melafalkan身是菩提
樹。心如明鏡臺… Ia bertanya kepada samanera tersebut siapa yang membuatnya
dan ia meminta samanera untuk membawanya ke depan vihara. Pada saat itu juga
ada seorang pejabat dari daerah Jiang Zhou (江州今江西九江等縣) bernama Zhang
Ri Yong (張日用). Hui Neng meminta pejabat tersebut untuk membacanya dan
membantunya menulis, tapi pejabat tersebut kaget dan tidak percaya. Hui Neng
mengetahui pejabat tersebut sedang merendahkannya, lalu beliau berkata,”Semua
orang memiliki benih kebodohan, jika ingin belajar dharma yang tiada batas maka
tidak semestinya merendahkan seorang pemula. Karena sifat kebodhian tidak lahir
karena adanya karma baik, juga melampaui kata-kata dan tulisan, maka seorang
rendahan juga mungkin mempunyai kebijaksanaan tinggi. Namun orang-orang
berkedudukan tinggi kadang justru tidak mempunyai kebijaksanaan yang dalam.”
Pejabat tersebut akhirnya bersedia menuliskan gatha tanpa merendahkan Hui Neng
lagi. Maka Hui Neng membacakannya dan Zhang Ri Yong menulisnya
菩提本無樹。明鏡亦非臺。Pú tí běn wú shù míng jìng yì fēi tái
本來無一物。何處惹塵埃。Běn lái wú yī wù hé chù rě chén āi
Nb : bodhi pada awalnya tidak berpohon, cermin yang terang juga tidak berbingkai,
sesungguhnya tidak ada apapun , maka darimana bisa terkotori oleh debu.
Saat itu semua murid Hong Ren terkaget melihat gatha tersebut, sungguh benar-
benar Bodhisattva yang hidup didunia, benar-benar tidak boleh melihat orang hanya
dari penampilan, ibarat laut juga tidak bisa diukur hanya dari gelombangnya saja.
Berita tersebut terdengar sampai telinga master Hong Ren, maka sang guru segera
keluar melihat gatha tersebut, kemudian dengan menggunakan sepatunya beliau
segera menghapus tulisan gatha yang masih basah tersebut.“Tidak tercerahkan,
cepat hapus!!!”
Hari berikutnya, guru Hong Ren berjalan ke penggilingan beras tempat Hui Neng
bekerja dengan mengikat sebongkah batu ditubuhnya. Kemudian guru Hong Ren
bertanya, ”Apakah berasmu sudah matang ??”Hui Neng menjawab: ”Sudah lama
matang , hanya saja belum pernah disaring.” Master Hong Ren mendengar
jawabannya yang benar, kemudian mengetuk tanah dengan tongkat Xi Zhang nya
sebanyak 3 kali, dan pergi meninggalkan Hui Neng.
Hui Neng akhirnya mendapat bimbingan dari sang guru, pada saat malam hari pukul
3 pagi, diam-diam berjalan menuju aula gurunya. Kemudian guru Hong Ren
membabarkan Sutra Intan (Cin Kang Cing) kepada Hui Neng seorang diri. Guru Hong
Ren menyerahkan jubah dan mangkuk pindapata, maka Hui Neng menjadi pewaris
ke 6 . Lalu ia pun bertanya kembali kepada gurunya dalam sutra Intan terdapat kata
,” 應無所住而生其心” yìng wú suǒ zhù ér shēng qí xīn” (karena semua abstrak, baru
muncul pikiran). Kenapa kita masih harus menggunakan jubah dan mangkok

pindapata?为什么我们 还要有衣和钵?

Hong Ren berkata: ”Dahulu leluhur bodhidharma saat pertama kali datang ke tanah
ini (Tiong Kok) tidak seorangpun percaya dengan apa yang dia katakan, maka hanya
dengan jubah inilah yang menjadi barang bukti untuk kemudian diwariskan turun
temurun. Makna sesungguhnya adalah dharma yang diwariskan dari hati ke hati,
semuanya harus dicapai oleh diri sendiri kemudian mengembangkannya. Sejak
zaman para Buddha yang lampau, para guru mewariskan ajaran dharma melalui hati.
Jubah hanya akan menimbulkan perselisihan saja, sampai pada giliranmu jangan lagi
diwariskan karena akan menimbulkan perselisihan dan perebutan dharma, dharma
dan ajaranku juga tidak pasti dapat dipertahankan. Sekarang cepatlah kamu pergi!
Terlalu lama disini bisa membuatmu celaka!”
Guru Hong Ren mengantar Hui Neng sampai ke pinggir sungai Jiu Jiang Yi (九江驛).
Beliau berkata, “Sekarang pergilah keselatan jika waktunya belum sampai, jangan
pernah memberikan dharma ini kepada siapapun, kalau tidak Buddha dharma akan
sukar tumbuh.” Kemudian guru Hong Ren memberikan kata-kata bijak kepada Hui
Neng:
有情來下種 因地果還生 Yǒuqíng lái xià zhǒng yīn dì guǒ hái shēng
無情亦無種 無性亦無生 wúqíng yì wú zhǒng wú xìng yì wú shēng
Nb : makhluk hidup datang untuk menanam benih (karma), karena adanya tanah
(kesadaran) maka akan menumbuhkan buah, sesungguhnya tidak ada kehidupan
juga tidak ada benih, juga tidak ada sifat kebuddhaan dan kehidupan.
Dua bulan kemudian Hui Neng baru mencapai daerah Yǔ Lǐng (庾嶺). Setelah
mengantarkan Hui Neng, guru Hong Ren kembali ke vihara dan berdiskusi dengan
Shen Xiu. Pada saat itu semua murid merasa kuatir dan curiga, mereka bersama-
sama menemui Shen Xiu untuk mengetahui siapa yang menjadi pewaris jubah dan
mangkuk pindapata. Salah seorang samenera yang bernama Chen Hui Ming (陳惠明
) merasa tidak senang karena yang mendapatkannya adalah Hui Neng. Ia dan
samanera lainnya mengejar Hui Neng untuk merebut kembali jubah dan mangkuk
pindapata.
Hui Ming bertemu dengan Hui Neng di hutan, ia meminta agar jubah dan mangkuk
diserahkan kepadanya. Hui Neng meletakkan jubah dan mangkuk tersebut di atas
bebatuan. Hui Ming mencoba mengambilnya namun tidak berhasil. Dia sadar Hui
Neng yang berhak atas jubah dan mangkuk tersebut.
Hui Neng melanjutkan perjalanannya dan beliau bertemu dengan penjahat yang
hendak merebut harta warisan jubah dan mangkuknya. Ia dipukul hingga terjatuh dari
jurang dan tak sadarkan diri. Sepasang ayah dan anak pemburu menolongnya,
membawanya ke tempat tinggal mereka serta merawatnya. Sejak itu Hui Neng tinggal
bersama pemburu. Para pemburu tersebut menggantungkan hidup dari hasil
buruannya dan menggunakan hasil buruan sebagai bahan makanannya. Setiap hari
Hui Neng memasak untuk para pemburu tersebut, namun ia hanya memakan sayur
seorang diri setelah memisahkan dagingnya.

Hui Neng merasa waktu untuk membabarkan dharmanya sudah sampai, , dan tidak
mungkin beliau hanya bersembunyi saja selamanya. Maka beliau segera berjalan
menuju daerah Guang Zhou dan sampai di Fa Xing Monastery (广州法性寺) , sungguh
sangat tidak terduga pada saat itu sedang ada pesamuan dharma besar membahas

tentang Parinirvana Suta (涅槃经) yang dipimpin oleh master Yin Zong (印宗法師) .

Pada saat sampai divihara, di depan ruangan Dharmasala beliau bertemu dengan dua
orang bhiksu yang sedang berdebat tentang masalah Angin dan Bendera. Salah satu
dari mereka berkata: ”Angin yang sedang bergerak!” Dan yang lain berkata: ”Bendera
yang bergerak!” Mereka berdua berdebat tidak ada habisnya, kemudian master Hui
Neng dari samping berkata: “Bukan angin, bukan juga bendera yang bergerak, namun
hati yang mulialah yang sedang bergerak!” Kata kata tersebut membuat dua orang
tersebut terkaget.
Guru Yin Zong mendengarnya kemudian menghampiri Hui Neng dan bertanya, ”Anda
adalah seorang yang luar biasa, berbeda dari orang pada umumnya. Hamba telah
lama mendengar bahwa generasi penerus zen ke-6 dari Huang Mei Shan sedang
menuju kearah selatan, apa beliau adalah Anda?” Hui Neng dengan rendah hati
mengakuinya. Guru Yin Zong memohon kepadanya agar bersedia memperlihatkan
jubah warisan dari guru Hong Ren pewaris ke 5. Guru Yin Zong mengatakan bahwa
telah tiba waktunya Hui Neng untuk mencukur rambutnya.
Pada bulan pertama (Imlek) hari ke – 15, guru Yin Zong melakukan upacara
pentahbisan dengan mencukur rambut Hui Neng. Sejak saat itu guru Hui Neng
memberikan pembabaran dharma di kuil Bao Lin kepada umat Buddha.
Pada hari kelima belas bulan pertama tahun pertama Shenlong (705 M), Wu Zetian
dan Kaisar Tang Li Xian dari dinasti Tang secara pribadi mengeluarkan dekrit yang
mengundang Huineng untuk memasuki Beijing. Namun beliau tidak mengindahkan
dekrit kaisar, dan menolak untuk memasuki Beijing menemui kaisar.
Pada hari ketiga bulan kedelapan tahun kedua bawaan (713 M), Huineng duduk
dengan damai di ruang meditasi setelah mandi di Kuil Guoen, dan meminta murid-
muridnya untuk duduk sesuai dengan posisi mereka, dan kemudian memberikan
wejangan terakhir. Pada pukul tiga, dia tiba-tiba berkata kepada murid-muridnya, "Aku
pergi." Dia meninggal dengan damai, dan Huineng berusia 76 tahun. Pada saat itu,
ruangan Zen penuh dengan keharuman, pelangi putih menghubungkan langit dan
bumi, pepohonan memutih, dan burung-burung serta binatang buas membuat
tangisan sedih.
2.YANG SAYA DAPATKAN DARI CERITA MASTER HUINENG
Yang saya dapatkan adalah
• semua manusia mempunyai sifat kebuddhaan tanpa membedakan ras, suku,
agama, status social dan lainnya.
• Menjaga pikiran yang tidak tergoyahkan sehingga pikiran tidak akan
diperbudak oleh hal-hal negative/ duniawi
• Ketekunan dalam belajar dharma
3.BAGIAN DHARMA
Saat kejadian tentang angin dan bendera yang bergerak. Dimana pikiran yang
dipenuhi keserakahan, kebencian dan kebodohan akan menghalangi kita mencapai
kebuddhaan, maka kita harus melatih pikiran kita dengan welas asih dan cinta kasih.
4. KESIMPULAN
Setiap orang memiliki sifat kebuddhaan, namun tertutupi oleh pikiran yang diliputi
keserakahan, kebencian dan kebodohan. Maka kita perlu berlatih dan mawas diri
terhadap apa yang kita pikirkan, yang diucapkan dan yang kita perbuat.
NAMA : LAW WI WI
NIM : 20.111.012

1.Tuliskan sinopsis cerita movie Master Hui Neng


Jawaban:
Film ini mengisahkan perjalanan Master Hui Neng yang masih berstatus umat awam
yang baru saja memperoleh jubah dan mangkok sebagai penerus Tradisi Chan ke-
enam dari Sesepuh ke-lima, Master Hong Ren, hidup di Daerah Selatan.
Selama perjalannnya di daerah Selatan, Master Hui Neng banyak terlibat persoalan-
persoalan duniawi dengan kelompok dimana ia hidup. Namun Master Hui Neng tetap
mampu menjaga kualitas latih dirinya dengan tetap sabar dengan gejolak-gejolak
yang ia alami. Ia juga tetap mempertahankan rahasia bahwa dirinya adalah penerus
dari Tradisi Chan ke-enam, sampai akhirnya ia terpaksa harus membongkar
identitasnya sebagai pewaris Tradisi Chan sebelum ia meninggalkan daerah Selatan
dan kemudian menjadi biksu dan mengajarkan Dharma kepada umat Buddha sampai
ia meninggal dunia (maha parinirvana).

2.Apa yang ada dapatkan dari cerita Master Hui Neng


Jawaban:
Saya memperoleh banyak hal dari film ini, terutama bagaimana Master Hui Neng
mampu menjaga dirinya, baik dari ucapan, pikiran hingga perbuatan.
Master Hui Neng dapat mempertahan kemurnian dari bathin sebagai manusia sejati
yang bebas dari kebencian, keserakahan, dan kebodohan. Berkali-kali ia disakiti
namun ia tetap mampu menjaga kemurnian itu dan juga tetap mengembangkan
Bodhicitta dalam diriNya. Master Hui Neng berkeyakinan bahwa semua orang pada
dasarnya adalah baik, namun kebaikan itu tertutup oleh selubung hawa nafsu
sehingga manusia menjadi seolah makhluk yang jahat.
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan praktekan
dalam hidup sehari hari
Jawaban:
Adalah Praktik kesabaran dan welas asih yang harus dilatih terus-menerus sehingga
kita dapat memahami sifat dasar alami manusia yang sesungguhnya memiliki benih
ke-Buddha-an.
4.Apa kesimpulan dari movie Master Hui Neng diatas
Jawaban:
Meskipun Master Hui Neng merupakan sosok yang tercerahkan dan telah terpilih
sebagai Penerus Silsilah Tradisi Chan ke-enam, sebagai penerima jubah dan
mangkok, bukan berarti Master Hui Neng berhenti berlatih. Master Hui Neng tetap
terus berlatih di tengah lingkungan yang penuh gejolak yang penuh masalah yang
sangat berat untuk dihadapi. Namun Master Hui Neng tetap disiplin dalam menjaga
kemurnian pikiran, ucapan, dan perbuatannya serta mengembangkan praktik welas
asih dalam diriNya. Sehingga dengan kemurnian tersebut, orang-orang yang tadinya
berniat tidak baik terhadap dirinya, juga akhirnya menerima kemurnian tersebut. Ia
laksana teratai yang tak ternoda.
Begitu Master Hui Neng menjadi biksu, Ia konsisten untuk menyebarkan ajaran
Buddha kepada seluruh umat. Ia menekankan untuk selalu menjaga kemurnian agar
kita dapat kembali kepada sifat dasar manusia yang sejati. Ia tidak bergeming pada
kuasa dan harta sehingga Master Hui Neng dihormati dan disegani.Master Hui Neng
tetap memberikan gerakan penyadaran akan pentingnya menjaga kemurnian pikiran
sampai akhir hidupnya.
Nama : Lindawaty Mulyadi
NIM : 20.111.005
Mata Kuliah : Mahayana 1
___________________________________________________________________
1. Sinopsis cerita Master Hui Neng :
Pada Tahun 638 M di provinsi Guang dong, Hui Neng lahir dalam Keluarga Lu.
Nama beliau diberikan oleh kedua orang Bhiksu yang datang ke rumah mereka yang
bertepatan saat Hui neng lahir. Nama Hui Neng itu sendiri merupakan Nama yang
diberikan oleh kedua Bhiksu tersebut ketika Huineng lahir.
Ayahnya meninggal ketika Huineng masih kecil, sehingga beliau tidaklah
mempunyai kesempatan untuk belajar membaca maupun menulis dikarenakan
kondisi keluarganya yang kurang mampu. Ketika beliau beranjak dewasa, beliau ingin
menjalani kehidupan bagaikan seorang Bhiksu untuk mempraktekkan Dharma. Dan
pada suatu hari, ketika ia melakukan perjalanan dengan tujuan mengantarkan kayu
bakar ke penginapan, beliau tidak sengaja mendengar seorang umat awam
membacakan Sutra Intan.
2. Yang saya dapatkan dari cerita Master Hui Neng:
- Kedua Bhiksu itu memberikan nama Hui Neng, Hui (慧)yang berarti kepandaian /
kebijaksanaan, dengan tujuan memberikan kepandaian / kebijaksanaan kepada
masyarakat. Neng (能), yang berarti dapat mengajarkan ajaran Buddha. Kemudian
Bhiksu tersebut mengatakan kepada ayahnya bahwa Hui neng memiliki jodoh dengan
Buddha.
- Sejak kecil ia memiliki rasa cinta kasih terhadap semua makhluk hidup. Sebagai
contohnya ketika Seekor burung ditembak oleh temannya, Hui neng dapat merasakan
rasa sakit.
- Ketika mengantarkan Kayu kepada salah seorang paman, paman tersebut sedang
membacakan Sutra Intan (金剛經), inilah pertama kalinya Huineng mendengar
Sutra tersebut dan bertanya kepada paman, 應無所住,而生其心 Karena tidak nyata
sehingga muncul di pikiran, setelah mendengar kalimat tersebut muncul
kebijaksanaan dalam hati Hui Neng.
- Walaupun tidak mengenal tulisan, Huineng mempunyai ketekadan yang kuat untuk
menuju ke Vihara sebelah timur Huang Mei untuk bertemu dengan Master Hong ren
(Patria / sesepuh ke 5)
- Meskipun Ibunda Hui Neng merasa berat untuk melepas kepergian Hui Neng untuk
mendapatkan Dharma, tetapi Sang Ibu tetap memberikan restu dan mendukung Hui
Neng untuk menjalani dan mempraktekkan Dharma. Memakan waktu sekitar 30 hari
lamanya Hui neng melakukan perjalanan ke Vihara Dong Chan
- Master Hong ren yang memiliki ribuan murid, beliau tetap memberi arahan kepada
muridnya agar selalu merenungkan dan memahami Sutra Intan agar mendapatkan
manfaat yaitu dapat melenyapkan kegelapan batin yang sehingga dapat
memunculkan benih-benih KeBuddhaan dalam diri dan pada akhirnya mencapai
Anuttara Samma Sambodhi.
- Setelah sampai ke Vihara Dong Chan Hui Neng diuji oleh Master Hong ren dengan
mengatakan bahwa Hui neng adalah seseorang yang kasar, dapatkah mencapai
KeBuddhaan dengan menjadi seorang Buddha? Huineng dengan keyakinan diri
menjawab : “Meskipun adanya perbedaan antara sesame manusia, apakah
kemungkinan terjadi perbedaan antar benih KeBuddhaan dalam diri? Setelah
mendengar yang dikatakan Hui Neng, Maha Guru telah mengetahui kebijaksanaan
dan pemahaman yang didapat oleh Hui neng sangatlah mendalam serta seseorang
yang memiliki bakat dalam mempraktekkan Buddha Dharma. Pada akhirnya Master
Hong ren yang memahami ini, beliau hanya berdiam tidak mengatakan apapun dan
memerintahkan Hui neng untuk menuju ke bagian belakang Vihara bekerja sebagai
pemotong kayu dan menumbuk padi untuk setiap harinya.
- Selama Hui Neng bekerja, ia melakukannya atas dasar ketulusan hati, walaupun
kadang murid lainnya menjelekkan dan mengatai dia. Seiringnya waktu ketika Hui
neng sedang bekerja menumbuk padi, Master Hong ren datang melihat
perkembangan Hui Neng. Master Hong ren yang sebagai sosok seorang guru
menjelaskan kepada Hui Neng bahwa beliau memahami tingkat pemahamannya
dalam Buddha Dharma. Dengan demikianlah beliau tidak berbicara secara banyak
kepadanya. Sebaliknya Huineng juga menjawab kepada gurunya ia mengerti akan hal
itu.
- Pada suatu ketika, Master Hong ren mengumpulkan seluruh muridnya di ruang
Bhaktisala serta memberitahukan kepada mereka “kehidupan bagaikan samsara, jika
pada kehidupan ini hanya melaksanakan diri dengan melakukan perbuatan atau
karma baik demi mendapatkan berkah dan pahala, apabila tidak berusaha berlatih
untuk mencapai kesempurnaan, maka dengan demikian tidaklah menyelamatkan diri
sendiri dari samsara.
- Kemudian Master Hong ren memberitahukan kepada seluruh muridnya untuk
menuliskan Gatha (偈云)untuk menerangkan dan menunjukkan pencerahan. Jika
Gatha tersebut dapat tersirat makna tersebut, maka Master Hong ren akan
mewariskan jubah dan Patta tersebut dan menujukkan bahwa ialah sebagai generasi
penerus untuk patria / sesepuh ke 6.
- Dari sekian banyak murid Master Hong ren, mereka mengakui bahwa siswa yang
bernama Shen Xiu yang mempunyai pemahaman yang mendalam. Sehingga pada
akhirnya Shen Xiu menuliskan Gatha :
身是菩提樹。心如明鏡臺。
時時勤拂拭。勿使惹塵埃。
Arti Gatha di atas :
Tubuh adalah pohon Bodhi, hati bagaikan bingkai cermin yang jernih.
Apabila rajin membersihkannya, dengan demikian tidak akan adanya debu
yang melekat.
Keesokan paginya para siswa berkumpul sambil melafalkan Gatha tersebut. Hal
tersebut diketahui oleh Master Hong ren dan berpendapat bahwa Gatha tersebut
belumlah dapat mencapai tingkat KeBuddhaan dan hanya merupakan kulit luarnya
saja.
- Berjalannya waktu, ada beberapa siswa yang berjalan menuju ke ruangan
dimana Hui neng bekerja sambil melafalkan Gatha yang ditulis oleh Shen Xiu. Hui
neng lalu bertanya siapa yang menuliskan Gatha tersebut dan meminta siswa tersebut
untuk mengantarkan dia ke tempat yang bertuliskan Gatha ini.
- Hui neng meminta bantuan kepada mereka untuk menulis, tetapi mereka
mempunyai perasaan merendahkan Hui neng yang tidak mengenal tulisan. Kemudian
Hui neng meyakinkan mereka dengan berkata : “Setiap orang memiliki benih
KeBuddhaan, jika ingin mempelajari dan memahami Buddha Dharma tidak
seharusnya merendahkan orang lain. Bodhicitta tidak akan muncul karena adanya
Karma baik, seseorang yang tidak mengenal tulisan maupun tidak berpendidikan akan
adanya kemungkinan mempunyai kebijaksanaan yang mendalam.”
- Pada akhirnya mereka bersedia membantu Hui neng untuk menuliskan Gatha
yang diucapkannya. Gatha tersebut berbunyi :
菩提本無樹。明鏡亦非臺。
本來無一物。何處惹塵埃。
Gatha tersebut mempunyai arti sebagai berikut :
Bodhi pada dasarnya tidak berpohon, cermin yang jernih dan terang tidaklah
berbingkai.
Pada sesungguhnya tidak adanya sesuatu, darimana dapat tercemari oleh debu.
Setelah melihat Gatha dari Hui neng para murid merasa kagum dan memuji
sungguh benar adanya Bodhisattva yang hidup di dunia ini. Kemudian mereka semua
menyadari bahwa tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja.
Hal tersebut dengan cepat telah terdengar sampai ke telinga guru mereka yaitu Master
Hong ren. Sang Guru langsung keluar dan melihat Gatha tersebut. Tetapi setelah
melihatnya guru segera menghapus tulisan tersebut dan mengatakan Gatha tersebut
tidak tercerahkan.
Keesokan harinya Master Hong ren berjalan ke tempat Hui neng bekerja dan melihat
sosok Hui neng yang mengikat sebongkah batu ditubuhnya untuk menumbuk padi.
Kemudian guru Hong Ren bertanya, ”Apakah berasmu sudah matang ??” Hui Neng
menjawab: ” Sudah lama matang , hanya saja belum pernah disaring.” Master Hong
Ren mendengar jawabannya yang benar, kemudian mengetuk tanah dengan tongkat
Xi Zhang nya sebanyak 3 kali, dan pergi meninggalkan Hui Neng.
- Dalam keadaan Samadhi Hui neng mendapatkan Dharma tentang Sutra Intan
金剛經 yang diajarkan oleh Master Hong ren. Setelah mengajarkan Dharma Sutra
Intan, Master Hong ren mewariskan jubah dan patta kepada Hui neng sebagai
penerus Patria ke 6.

3. Dharma yang dapat diambil dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari :


- Mengembangkan Metta
- Selalu melatih diri untuk mencapai kebahagiaan tertinggi
- Melatih keseimbangan batin
- Memurnikan batin dan pikiran
- Tidak adanya perbedaan dalam mempelajai Buddha Dharma

4. Kesimpulan dari cerita Master Hui Neng :


- Pikiran adalah pelopor pembentuk segalanya. Maka dengan demikian kita
senantiasa harus selalu mengingatkan diri sendiri untuk memurnikan batin dan pikiran
kita. 應無所住,而生其心 Karena tidak nyata sehingga muncul di pikiran
- Dapat mempelajari Buddha Dharma adalah sesuatu hal menakjubkan, karena dapat
mengarahkan kita untuk mencapai Anuttara Samma Sambodhi.
- Seseorang yang tidak mengenal tulisan juga dapat mempelajari dan memahami
Buddha Dharma asalkan adanya ketekadan, keyakinan dan mengembangkan benih
Ke Buddhaan.
¬-菩提本無樹。明鏡亦非臺。
本來無一物。何處惹塵埃。
Gatha tersebut mempunyai arti sebagai berikut :
Bodhi pada dasarnya tidak berpohon, cermin yang jernih dan terang tidaklah
berbingkai.
Pada sesungguhnya tidak adanya sesuatu, darimana dapat tercemari oleh debu.
Gatha diatas dapat dijadikan sebagai bahan peenungan dalam kehidupan kita sehari-
hari.
Nama : Christine Japar
NIM : 20.111.002

Tugas menonton movie


1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng!
Jawab :
12 tahun setelah masehi tahun 638 disebuah desa tang zhen daerah ling nan sin zho
lahir seorang bodhisattva yang diberi nama oleh dua orang bhiksu, beliau diberi nama
HUI NENG yang berarti hui (pandai) memberikan kepandaian kepada masyarakat,
dan neng (bisa) berarti bisa mengajar ajaran buddha. Hui neng melewati masa kecil
dengan penuh cinta kasih kepada banyak makhluk termasuk hewan. Setelah
kepergiaan ayahnya, hui neng tinggal Bersama ibunya, kelak setelah dewasa hui neng
meminta ijin kepada ibunya untuk belajar agama buddha setelah secara tidak sengaja
mendengarkan dharma dari seorang bhiksu diwihara. Setelah mendapatkan ijin dari
ibunya, hui neng pergi mencari guru zen generasi ke lima, disana beliau banyak
mendapatkan perlakuan yang kurang pantas oleh biksu biksu lain disana karena
beliau dianggap orang yang tidak dapat mengenal huruf dan dianggap kasta yang
rendah,yang tidak pantas belajar dharma. Dengan kegigihannya, akhirnya hui neng
diakui oleh guru zen generasi kelima sebagai murid sang buddha. Hui neng kemudian
diangkat menjadi penerus zen generasi keenam, dengan mendapatkan jubah dan
mangkuk pindapata beserta sutra xing. Setelah mendapatkan warisan tersebut, hui
neng meninggalkan wihara tersebut dan pergi berkelana. Namun tak sampai disitu
saja, banyak anak murid dari bhiksu zen generasi kelima yang masih tidak menerima
bahwa warisan diberikan kepada hui neng, mereka mengejar hui neng untuk
mengambil Kembali warisan yang didapat sampai mebuat hui neng terjatuh kedalam
jurang. Karena kekuatan dari kitab tersebut, hui neng diselamatkan oleh beberapa
kelompok pemburu. Disana pun hhui neng banyak mengalami masalah, ada seorang
pemburu yang tidak menyukai hui neng. Pemburu tersebut selalu mencari cara untuk
menyingkirkan hui neng. Pemburu tersebut bahkan memaksa hui neng untuk
menyantap daging yang seharusnya tidak bisa dimakan oleh hui neng. Suatu hari,saat
hui neng sedang mencari sayuran untuk dimakan, pemburu tersebut menjebak hui
neng hingga jatuh di lumpur hidup. Namun karena kebijaksanaan dan pencapaian
penerangan sempurna hui neng berhasil selamat dari kejadian naas tersebut. Suatu
saat ada seekor harimau yang terjatuh di dalam jebakan, hui neng menolong harimau
itu dan membiarkannya lepas. Para pemburu yang merasa tidak senang mengadu
pada keua pemburu dan hui neng mendapat hukuman digantung dipohon yang tinggi
selama 3malam. Setelah melewati hukuman tersebut, hui neng Kembali ke tempat
pemburu,ternyata disaat yang sama para pemburu dirampok oleh sekelompok
perampok, saat hui neng tiba disana, ia mengeluarkan jubah bhiksunya untuk
menghentikan pembunuhan antar perampok dan pemburu. Setelah para perampok
pergi, hui neng juga ijin pamit untuk menjadi seorang bhiksu. Setelah ditahbiskan
menjadi seorang bhiksu, hui neng mambabarkan dharma kepada banyak bhiksu lain
juga kepada banyak umat buddha. Saat akan parinibana, hui neng mengumpulkan
seluruh muridnya untuk berpamitan dan membabarkan ajaran sang buddha untuk
yang keterakhir kalinya.
2. Apa yang anda dapatkan dari cerita master Hui neng
Jawab :
Saya mendapat inspirasi dengan menonton cerita master hui neng. Karena
keteladanan master hui neng yang luar biasa serta ketekunan dalam mempelajari
ajaran sang Buddha dengan segala keterbatasan yang dimilikinya hingga beliau dapat
mencapai penerangan sempurna. Karena keteladanan nya menginsiprasi saya untuk
lebih berusaha mempelajari dharma yang amat sangat indah serta banyak yang masih
belum saya ketahui.
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan praktekan
dalam hidup sehari hari
Jawab :
Saya pribadi terinspirasi oleh ketekunan dari master hui neng, setelah menonton video
tersebut, saya bertekad ingin lebih tekun dalam segala kegiatan yang saya lakukan
dalam kehidupan sehari hari saya. Misalnya lebih tekun dalam belajar dharma, lebih
tekun dalam belajar membina rumah tangga dan belajar lebih tekun dalam mendidik
anak saya agar kelak mereka dapat menjadi anak anak yang mengerti ajaran buddha
serta dapat berguna bagi orang lain.

4. Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas


Jawab :
Semua orang dapat menjadi buddha jika dapat mengerti dasar dari sifat diri sendiri,
tekun dan rajin bersamadhi serta melafalkan nama buddha, maka kita dapat mencapai
penerangan sempurna.
Nama : Tony Kien Hie
NIM : 20.111.009

1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng


Jawaban :
Kisah tersebut terjadi pada masa dinasti Tang (唐朝), ayahnya bermarga Lu (
盧) bernama xing tao (行瑫), ibunya bermarga Li (李). Kedua orang tuanya
adalah keturunan pejabat didaerah Fan Yang (范陽) yang sekarang lebih
dikenal sebagai kabupaten Xin Xing didaerah He Bei (今河北省宛平縣), namun
karena sang ayah diturunkan jabatannya pada masa itu maka mereka
kemudian pindah kedaerah Ling Nan (嶺南) yang saat ini dikenal sebagai
kabupaten XIn Xing daerah Guang Dong (今廣東省新興縣).
Suatu hari sang istri bermimpi melihat bunga yang tumbuh dihalaman depan
rumahnya tiba-tiba mekar, dua ekor burung merpati putih terbang bersama,
aroma wangi terasa meyelimuti seluruh isi rumahnya kemudian dia merasakan
bahwa dia telah mengandung. Kemudian setelah hari tersebut dia tekun
menjalankan sila, dan setelah mengandung sang anak selama 6 tahun,
akhirnya pada tahun 638 bulan 2 hari ke 8 lahirlah seorang anak laki-laki yang
kemudian dinamai Hui Neng (惠能) yang kemudian selanjutnya beliau adalah
generasi ke-5 zen dari Tanah Timur (東土) atau Tiongkok.
Setelah kelahirannya, master Hui Neng tidak pernah meminum susu ibunya
karena setiap malam hari ada dewa yang datang memberinya air suci amerta
(甘露水), sehingga selama masa kecil dia tetap sehat seperti anak-anak pada
umumnya. Namun, sangat menyedihkan saat berusia 3 tahun sang ayah
meninggal, akhirnya bersama sang ibu dia pindah tempat tinggal kedaerah Nan
Hai. Hui Neng saat mulai beranjak dewasa bekerja sendiri dengan menjual
kayu bakar dari hutan untuk menghidupi kehidupannya bersama sang ibu.
Setiap hari mencari kayu bakar kemudian mengantarkannya kepada para
pembeli dirumahnya masing-masing. Namun kemudian datanglah seorang
pelanggan yang sedang membacakan sutra intan yang dibimbing oleh master
bikkhu zen ke-5, yang membuat Hui Neng kemudian memiliki niat untuk
memulai perjalanannya sebagai seorang master bikkhu.
2. Yang dapat saya petik dari kisah Hui Neng adalah :
Adalah sikap keteladanan yang harus di contohkan didalam kehidupan sehari-
hari seperti tekad dan keinginan mencapai penerangan sempurna, latihan diri
yang secara terus menerus. Berdasarkan kisah inilah seseorang harus
terinspirasi dalam mencapai pencerahan.
3. Dharma yang dapat diambil dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari :
- Mengembangkan Metta
- Selalu melatih diri untuk mencapai kebahagiaan tertinggi
- Melatih keseimbangan batin
- Memurnikan batin dan pikiran
- Tidak adanya perbedaan dalam mempelajai Buddha Dharma
4. Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas
Hui Neng yang ingin menjadi seorang master bikkhu memutuskan untuk
meninggalkan kehidupan berumah tangganya (kampung halaman) dan merantau ke
Dong Chan monastery untuk menjadi Buddha. Meskipun perjalanan untuk menjadi
seorang Buddha sangat sulit, tetapi Hui Neng tetap berusaha keras agar dapat
menjadi seorang bikkhu. Hui Neng bekerja tanpa lelah di belakang vihara selama lebih
dari 8 bulan. Setiap hari hanya membelah kayu dan menumbuk padi. Sampai akhirnya
datanglah master Hong Ren mengunjungi Hui Neng di kebun belakang vihara. Master
Hong Ren kemudian mengumumkan bahwa ia akan mewariskan penerus zen ke-6
kepada siapapun yang menunjukkan pencerahan dari gatha yang dibuatnya. Hui
Neng kemudian mencoba untuk membuat gatha yang kemudian mencapai
pencerahan dan mendapatkan jubah zen dari Master Hong Ren.
Nama : Budiman Rakasidih Soetanto
NIM : 20111001

1. Sinopsis atau ringkasan Cerita Kisah Sesepuh Ke-enam Buddhisme Mahayana


China
ayah Hui-neng adalah penduduk asli Fan-yang, tetapi setelah diturunkan
jabatannya dari kantor pemerintahan, dia menjadi penduduk Hsin-chou.
Ayahnya meninggal dunia ketika Hui-neng masih muda. Hui-neng dan ibunya
pindah ke Nan-hai. Mereka sangat miskin. Hui-neng menjual kayu bakar di
kota. Pada suatu hari seorang pelanggannya memesan cukup banyak kayu
bakar dan meminta Hui-neng untuk mengangkutnya ke gudangnya.
Setelah memperoleh kayu bakarnya, pedagang tersebut membayar Hui-neng.
Ketika Hui-neng keluar dari gudang, ia melihat seseorang sedang melafal sutra.
Saat Hui-neng mendengarkannya, ia mengalami pencerahan. Hui-neng
menanyakan kepada orang tersebut, "Apa nama dari Sutra ini?" Orang tersebut
menjawab, "Ini adalah Sutra Intan (Cin-Kang-Cing/Vajracchedika Sutra)." Hui-
neng menanyakan lebih lanjut, "Darimanakah Anda berasal, sehingga dapat
memperoleh sutra ini?" Orang tersebut berkata, "Saya belajar dari Sesepuh
Kelima Hung-jen, di Gunung Feng-mu wilayah Huang-mei daerah Ch'i-chou.
Terdapat sekitar seribu murid di sana. Sewaktu saya di sana, saya mengetahui
bahwa Guru Agung selalu memacu para bhikshu dan umat awam untuk
mempelajari Sutra Intan, sehingga mereka akan mengenali Hakekat Sejati
dirinya sendiri dan dapat segera mencapai Kebuddhaan."

Setelah mendengarkan penjelasan orang tersebut, maka Hui-neng yakin


bahwa semua ini terjadi karena buah karma kehidupan sebelumnya. Sehingga
diapun memutuskan meninggalkan ibunya, dan berangkat ke Huang-mei untuk
menjadi murid Sesepuh Ke-Lima Hung-jen. Hui-neng meninggalkan cukup
banyak uang kepada tetangganya agar dapat merawat ibunya selama dia
melakukan perjalanan.

Sesampainya di depan Master Hung-jen, beliau menanyakan Hui-neng,


"Darimana asal Anda, dan apa yang kamu harapkan dari saya?" Hui-neng
menjawab, "Saya datang dari Hsin-chou di Ling-nan. Saya telah melakukan
perjalanan jauh untuk menyampaikan rasa hormat . Tujuan saya tiada lain
hanyalah agar dapat mencapai Kebuddhaan." Guru Hung-jen menjawab,
"Anda berasal dari Ling-nan (desa terbelakang di China Selatan), jadi Anda
adalah seorang yang biadab. Bagaimana engkau bisa mencapai
Kebuddhaan?" Hui-neng berkata, "Bagi manusia, terdapat Utara dan Selatan.
Tetapi bagi sifat Kebuddhaan, tiada Utara ataupun Selatan. Tubuh orang
biadab ini bisa saja berbeda dengan tubuh Guru. Tetapi apakah terdapat
perbedaan dalam sifat Kebuddhaan mereka?" Guru Hung-jen bermaksud
meneruskan percakapan tersebut, tetapi melihat banyak orang di dekatnya,
beliau akhirnya memilih diam saja. Kemudian beliau memerintahkan Hui-neng
pergi dan bekerja dengan umat awam lainnya. Seorang umat awam
mengantarkan Hui-neng ke gudang dan Hui-neng bekerja di bagian
penggilingan padi selama delapan bulan.

Suatu hari, Guru Hung-jen memanggil semua muridnya untuk datang ke


tempatnya dan beliau berkata, "Dengarkanlah kalian semuanya. Hidup dan
mati adalah masalah yang serius bagi sifat kemanusiaan. Murid-murid sekalian
hanya mencari berkah sepanjang hari, dan kalian tidak mencari suatu jalan
keluar dari lautan pahit hidup dan mati. Jika Hakekat Sejati kalian sendiri suram
adanya, bagaimana mungkin dengan berkah tersebut dapat menyelamatkan
Anda? Kembalilah ke ruangan kalian masing-masing dan lihatlah ke dalam diri
Anda sendiri. Gunakanlah Kebijaksanaan yang berasal dari hakekat sejati
Anda sendiri, tuangkanlah dalam suatu gatha (semacam puisi), dan
persembahkan kepada saya. Ia yang menyadari akan inti Ajaran Buddha akan
diwarisi Jubah dan Dharma, dan akan diangkat sebagai Sesepuh Ke-Enam.
Silahkah bergegas!"

Setelah menerima perintah tersebut, murid-muridnya kembali ke ruangan


masing-masing. Mereka saling berbicara, "Percuma saja kita menyucikan
pikiran dan berusaha mengarang gatha untuk dipersembahkan kepada Guru.
Kepala bhikshu, Shen-hsiu adalah instruktur kita. Setelah beliau mendapatkan
jubah kita dapat bergantung kepadanya. Jadi tidak perlu mengarang gatha."
Mereka membebaskan pikiran, dan tidak ada satupun yang berani mengarang
gatha. Pada waktu itu terdapat tiga koridor di depan aula Guru Hung-jen.
Dinding masing-masing koridor dilukis dengan berbagai gambar berdasarkan
cerita dari Sutra Lankavatara (Leng Cia Cing) dan serangkaian gambar yang
menunjukkan keberhasilan Sesepuh Ke-Lima untuk dijadikan sebagai suatu
sumber informasi bagi penerus berikutnya. Seniman Lu-chen telah juga
memeriksa dinding yang akan dipergunakan untuk pekerjaannya pada hari
berikutnya.

Kepala Bhikshu Shen-hsiu berpikir, "Orang-orang ini tidak mau mengarang


gatha karena saya adalah instruktur mereka. Sehingga saya harus
mempersembahkan suatu gatha di hadapan Guru. Jika saya tidak
melakukannya, bagaimana Guru dapat mengetahui dalam atau dangkalnya
pengetahuan saya? Niat dari penyajian gatha tersebut akan merupakan suatu
hal yang tepat, jika dilakukan berdasarkan Dharma. Tetapi akan salah jika
dilakukan berdasarkan tampuk pimpinan Sesepuh, karena akan seperti
kebanyakan orang pada umumnya yang merebut tampuk pimpinan suci. Jika
saya tidak menyajikan gatha, saya tidak akan meneruskan tampuk pimpinan
Sesepuh. Benar-benar suatu perkara yang pelik!" Setelah berpikir panjang
lebar dan dengan berbagai keraguan, ia berkata pada dirinya sendiri,
"Bagaimana kalau saya menuliskan gatha tersebut di dinding koridor selatan,
pada tengah malam dimana tiada seorangpun di sekitar tempat tersebut, dan
membiarkan Guru melihatnya sendiri? Jika Guru melihatnya dan berkata
bahwa gatha tersebut tidak bagus, maka hal ini dapat dianggap sebagai
berbuahnya karma buruk saya di masa lampau, dan saya tidaklah tepat untuk
memperoleh posisi sebagai Sesepuh." Sehingga pada tengah malam, Shen-
hsiu pergi ke koridor selatan dan dengan memegang sebatang lilin, ia
menuliskan gatha berikut di dinding untuk mengekspresikan pengetahuannya.

Gathanya berbunyi demikian:


Tubuh adalah pohon pencerahan
Pikiran adalah seperti tempat berdirinya cermin kemilau
Setiap hari membersihkannya dengan rajin
Tidak membiarkan setitik debu menempel
Setelah menyelesaikan gatha tersebut, Shen-hsiu kembali ke ruangannya.
Tiada yang melihatnya. Pagi berikutnya, Guru Hung-jen memanggil seniman
Lu-chen untuk datang ke koridor selatan guna melukiskan gambaran sejarah
dari Sutra Lankavatara. Guru Hung-jen melihat puisi tersebut. Ia berkata
kepada Lu, "Saya menghargai Anda atas lukisan agung yang telah Anda bawa
dari jauh. Tetapi kita tidak akan melukiskan gambarnya. Dalam Sutra Intan
[Cing Kang Cing] dikatakan, Segala sesuatu yang memiliki bentuk [fa'n sou' yu'
hsiang'] Adalah tidak nyata dan khayalan belaka [ci'e shi' zh'i wang] Ada
baiknya juga gatha ini dibiarkan di sini sehingga orang-orang dapat melafalnya.
Jika orang mempelajari sesuai gatha ini, mereka tidak akan jatuh ke jalan yang
salah dan mereka akan memperoleh manfaat yang besar." Kemudian Guru
Hung-jen memerintahkan muridnya menancapkan dupa di depan gatha
tersebut dan memujanya. Ia berkata, "Kalian semua dapat melafalkannya. Jika
kamu lakukan maka kamu akan melihat Hakekat Sejati Diri Anda." Semua
orang melafalkan gatha tersebut dan memujinya "Luar biasa!" Kemudian, Guru
Hung-jen memanggil Kepala Bhikshu Shen-hsiu ke dalam aula dan
menanyakannya, "Apakah engkau yang menulis gatha tersebut?" Shen-hsiu
menjawab, "Ya, memang saya yang tulis. Tetapi saya bukan bermaksud untuk
mengejar tampuk pimpinan Sesepuh. Mohon Guru berbaik hati
memberitahukan apakah murid memiliki sejumlah kecil kebijaksanaan." Guru
Hung-jen menjawab, "Gatha yang engkau tuliskan ini memperlihatkan bahwa
engkau belumlah menemukan Hakekat Sejati Dirimu sendiri. Engkau telah
sampai di depan pintu, tetapi engkau masih belum masuk ke dalamnya. Jika
engkau mencari Pencerahan Agung dengan pandangan demikian, engkau
tidak akan berhasil. Engkau harus memasuki pintu tersebut, dan melihat
Hakekat Sejati Dirimu. Kembalilah dan pikirkan dalam waktu satu dua hari ini.
Karanglah gatha lainnya dan persembahkan kepada saya. Jika engkau telah
memasuki pintu tersebut, aku akan serahkan Jubah dan Dharma."

Seorang pemuda yang kebetulan melewati gudang, melafal gatha tersebut.


Segera setelah Hui-neng mendengarkan gatha itu, ia mengetahui bahwa
pengarang gatha itu sama sekali belum menemukan Hakekat Sejati Dirinya.
Hui-neng menanyakan pemuda tersebut, "Gatha apa yang lagi Anda lafalkan?"
Pemuda tersebut menimpalinya, "Anda tidak mengetahuinya? Guru
mengatakan bahwa hidup dan mati adalah masalah serius dan bahwa beliau
bermaksud untuk menyerahkan Jubah dan Dharma. Beliau telah
memerintahkan murid-muridnya untuk mengarang suatu gatha dan
mempersembahkan kepada beliau. Ia yang telah sadar akan inti Ajaran Buddha
akan diserahkan Jubah dan Dharma, dan akan diangkat sebagai Sesepuh Ke-
Enam. Kepala Bhikshu Shen-Hsiu menuliskan suatu gatha tanpa bentuk di
dinding koridor selatan. Guru memerintahkan semua murid untuk melafal gatha
tersebut. Beliau berkata bahwa mereka yang telah berlatih sesuai dengan
gatha tersebut tidak akan jatuh ke jalan yang salah." Hui-neng berkata, "Saya
telah menggiling padi selama delapan bulan di sini, dan tidak pernah ke aula.
Dapatkah Anda mengatarkan saya ke koridor sehingga saya dapat membaca
gatha tersebut dan memujanya. Saya juga bermaksud melafalkan gatha
tersebut sehingga saya juga dapat menciptakan karma baik untuk kehidupan
saya berikutnya dan dilahirkan di tanah suci Buddha." Pemuda tersebut
kemudian mengantarkan Hui-neng ke koridor, dan Hui-neng memuja di depan
gatha tersebut. Karena dia buta huruf, Hui-neng meminta seseorang
membacakan untuknya. Setelah mendengarkan gatha tersebut, Hui-neng
kemudian berkata bahwa ia juga telah mengarang suatu gatha, dan meminta
seseorang menuliskannya di dinding. Gatha Hui-neng berbunyi:

”Pada hakikatnya tiada pohon pencerahan


Cermin berkilau juga tidak memiliki tempat berdiri
Sifat Kebuddhaan selalu bersih dan suci
Darimana adanya debu?”

Semua orang kagum akan gatha tersebut. Guru Hung-jen khawatir orang-
orang akan terhasut, dan beliau berkata, "Gatha ini juga tidaklah sempurna."

Menjelang tengah malam, Guru Hung-jen memanggil Hui-neng ke aula, dan


membabarkan Sutra Intan. Setelah mendengarkan Sutra Intan, Hui-neng
memperoleh Pencerahan. Malam itu juga, Guru Hung-jen menyerahkan Jubah
dan Dharma, dan tiada seorangpun yang mengetahuinya. Setelah Guru Hung-
jen menyerahkan Jubah dan Dharma Pencerahan Seketika, beliau berkata,
"Engkau sekarang adalah Sesepuh Ke-Enam. Jubah ini adalah merupakan
suatu bukti kepercayaan, dan telah diserahkan dari Sesepuh yang satu ke
Sesepuh lainnya. Dharma diberikan dari pikiran ke pikiran, jadi engkau harus
merealisasikannya ke dalam dirimu sendiri." Guru Hung-jen melanjutkan,
"Engkau harus pergi segera. Jika kamu tinggal di sini, akan ada yang
mencederaimu."

Setelah diberikan Jubah dan Dharma, Hui-neng pergi pada tengah malamnya.
Guru Hung-jen mengantarkannya ke dermaga Chiu-chiang dimana beliau
mengarahkannya ke sebuah perahu dan berkata, "Pergilah sekarang, arahkan
ke sebelah selatan. Jangan menyebarkan Dharma terlalu cepat. Dharma
tidaklah mudah disebarkan." Setelah mengucapkan selamat tinggal, Hui-neng
memulai perjalanannya ke arah selatan.

Dalam waktu dua bulan, Hui-neng telah mencapai Gunung Ta-yu. Banyak
orang mengubernya untuk merebut kembali Jubahnya. Diantara mereka
terdapat seorang bhikshu yang bernama Ch'en Hui-ming, seorang bekas
jenderal dan sangat kasar sifatnya. Dia sempat menangkap Hui-neng, dan Hui-
neng menyerahkan Jubah tersebut. Tetapi, dengan alasan tertentu, Ch'en tidak
sanggup menerima Jubah tersebut. Ia berkata, "Saya kemari untuk Dharma.
Saya bukan menghendaki Jubah." Hui-neng kemudian membabarkan Dharma.
Setelah mendengarkan ceramah tersebut, Ch'en mencapai Pencerahan. Dan
bersujud kepada Hui-neng sebagai Gurunya. Ch'en kemudian pergi ke arah
utara.

Selama 16 tahun lamanya, Hui-neng bersembunyi di pegunungan. Akhirnya, ia


muncul dan ditahbiskan sebagai bhikshu dan diberi nama Hui-neng oleh Guru
Dharma Yin-tsung di vihara Fa-hsing daerah Kanton. Menurut cerita pada saat
Hui-neng muncul di vihara Fa-hsing, kebetulan sedang berlangsung
pembabaran Su.tra Parinirvana oleh Guru Dharma Yin-tsung. Pada saat
tersebut terdapat dua bhikshu muda yang sedang bertengkar mengenai
apakah bendera atau angin yang bergerak. Hui-neng yang mendengarkan
pertengkaran tersebut, kemudian menengahi dengan menjawab, "Bukanlah
angin yang bergerak. Bukan pula bendera yang bergerak. Pikiran kalianlah
yang bergerak!" Mendengar jawaban Hui-neng tersebut, Yin-tsung
mengundangnya naik ke panggung untuk bertukar pikiran mengenai Dharma,
yang kemudian Yin-tsung menyadari bahwa Hui-neng adalah penerima Jubah
Sesepuh Kelima. Kemudian Yin-tsung menahbiskan Hui-neng sebagai
bhikshu, dan ia sendiri juga menjadi murid Hui-neng. Tahun berikutnya,
Sesepuh Ke-Enam Hui-neng datang ke vihara Pao-lin di Ts'ao-chi dimana
beliau tinggal selama beberapa tahun lamanya dan secara aktif menyebarkan
Dharma. Suatu saat, Ketua vihara, Wei-ch'u di Shao-chou secara resmi
mengundangnya membabarkan Dharma di vihara Ta-fan di Shao-chou. Ketua
vihara kemudian meminta Fa-hai, salah seorang murid Sesepuh, untuk
mencatatkan semua perkataannya.

Ajaran utama Hui-neng menekankan non-dualitas dan segala sesuatu


bersumber dari suatu Hakekat Sejati. Hui-neng menjadi Guru Ch'an (Zen) yang
paling terkenal dalam sejarah Buddhisme di Tiongkok. Setelah beliau
meninggal dunia, karya-karyanya dikumpulkan dan diakui sebagai satu-
satunya sutra Buddhis yang berasal dari Tiongkok, yang disebut Sutra Sesepuh
Ke-Enam. Sekte yang didirikannya terkenal sebagai sekte Pencerahan
Langsung atau Zen Aliran Selatan yang kemudian menjadi lebih terkenal dari
sekte Zen yang didirikan oleh Shen-Hsiu yang tekenal sebagai sekte
Pencerahan Bertahap.

Hal yang terpenting dalam ajaran Ch'an adalah pada perenungan Hakekat Diri,
yang berarti menghidupkan cahaya diri sendiri dan memantulkannya ke dalam
batin kita. Sebagai gambaran, dapat kita ambil contoh suatu lampu. Kita
mengetahui bahwa cahaya dari suatu lampu apabila dibalut oleh suatu
halangan, akan memantul ke dalam dengan pancarannya yang berpusat pada
lampu tersebut. Sedangkan sinar dari suatu lampu yang tidak terhalang akan
memancar ke luar.

Jalan Kebenaran Zen menuju Kebijaksanaan adalah merupakan suatu


pemahaman Dharma dari pikiran ke pikiran. Kitab Suci hanyalah merupakan
suatu alat untuk tercapainya tujuan. Bagaimanapun sempurnanya seorang
guru, ia tak akan bisa memberikan pencerahan bagi orang lain. Perannya
hanyalah seperti juru-rawat yang membantu seorang bayi pada saat kritis.
Kebijaksanaan dan pengetahuan bukanlah suatu hal yang sama. Intelektual
tidak dapat membawa seseorang pada suatu tataran Kebijaksanaan Sejati.
Seseorang haruslah memfungsikan seluruh keberadaannya untuk
berhubungan dengan Kebenaran. Pikiran adalah bahasa tanpa kata-kata,
sedangkan kata-kata adalah simbol bahasa. Ketika pikiran dan kata-kata
tumpang tindih, maka akan menjadi halangan bagi jalan menuju
Kebijaksanaan. Hui-neng mengajarkan bahwa seseorang itu mesti menjaga
pikirannya agar tidak terpengaruh dan terusik oleh berbagai fenomena yang
ada di sekeliling kita. Jika pikiran tak tergoyahkan lagi, maka pikiran tidak akan
diperbudak oleh hal-hal duniawi. Pisahkan diri kita dari pencerahan ataupun
khayalan dan biarkanlah Kebijaksanaan selalu bangkit, dan dengan hilangnya
kebenaran ataupun kepalsuaan, maka kita akan menemukan Buddha Sejati
atau Hakekat Sejati dalam diri kita sendiri.
2. Hal-hal yang bisa diambil dan dijadikan pedoman dalam kehidupan adalah :
Untuk mencapai pencerahan tidak hanya menunggu dan diberikan atau
diturunkan begitu saja tetapi juga melalui usaha keras dan kerja keras. Tekad
dan niat sangat diperlukan dalam menjalani usaha tersebut. Hal tersebut
menginspirasi agar terus belajar dan mencari ilmu.
3. Yang bisa dipetik dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah :
Bukanlah angin yang bergerak. Bukan pula bendera yang bergerak. Pikiran
kalianlah yang bergerak! Artinya, semua kondisi dan masalah yang ada di
dunia bersumber dari pikiran, bila kita menjaga dan mengontrol maka semua
aktifitas dan kegiatan serta persepsi yang lain akan tidak berkondisi lagi dan
terbebas dari Samsara.
4. Kisah ini berkisah tentang sesepuh ke-enam Bhiksu Hui Neng, yang akhirnya
menjadi sesepuh keenam setelah melalui banyak proses. Proses tersebut
seperti melalui pelatihan dengan menjadi seorang pembantu/petugas di dapur
yang akhirnya tercerahkan. Tetapi, harus meninggalkan kuil di sebabkan
banyaknya kecemburuan-kecemburuan dikalangan Bhiksu lain.
Bhiksu Hui Neng akhirnya menjalani dan mengasingkan diri di suatu gua
dipegunungan. Bhiksu Hui Neng mengajarkan tentang nondualitas yang pada
masa itu berkembang aliran utara dan selatan.Hingga sekarang karya dan
pemikiran beliau masih banyak di bahas dalam pembelajaran Buddhisme
Tiongkok.
Nama : Ricky Khosasi
NIM : 20.111.016

Film Master Hui Neng


1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng!
= menceritakan tentang kehidupan sesepuh keenam Zen, Dajian Huineng yang
platform sutranya adalah salah satu teks sentral dari tradisi Zen. film ini punya
dua bagian bagian pertama mengikuti kisah yang dikisahkan oleh huineng
dalam sutra, dan menceritakan tentang kelahiran, pengasuhan dan
hubungannya dengan Dharma. Setelah itu dia melakukan perjalanan untuk
bertemu dengan sesepuh ke-5

2. Apa yang anda dapatkan dari cerita master Hui neng


= pelajaran yang saya dapatkan dasri cerita tersebut adalah semangat dari
master hui neng yang ingin mendalami ajaran Budddha dengan segala
keterbatasannya.

3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= Tekat belajar dharma yang begitu besar dalam keterbatasan

4. Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas


= Keterbatasan , lingkungan tidak akan bisa menghalangi mu dalam mencapai
tujuan mu jika kamu memiliki tekat
Nama : Fiorentina
NIM : 20.111.015

Film Master Hui Neng


1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng!
= menceritakan tentang kehidupan sesepuh keenam Zen, dajian huineng yang
platform sutranya adalah salah satu teks sentral dari tradisi Zen. film ini pada
dasarnya punya dua bagian dimana bagian pertama mengikuti kisah yang
dikisahkan oleh huineng dalam sutra, dan menceritakan tentang kelahiran,
asuhan dan kontaknya dengan Dharma. Setelah itu dia melakukan perjalanan
untuk bertemu dengan sesepuh ke-5 , Daman Hongren, yang menurut tradisi
mwmilih Dajian Huineng dariapad apenggantinya yang diharapkan, Heze
Shenhui, sebagai pemegang silsilah berikutnya.

2. Apa yang anda dapatkan dari cerita master Hui neng


= pelajaran yang saya dapatkan dasri cerita tersebut adalah semangat dari
master hui neng yang ingin mendalami ajaran Budddha dengan segala
keterbatasanny , ia juga tetap bersemangat walaupun dia mendapat ancaman
dan perlakuan tidak enak dari Bhikkhu – Bhikkhu lainnya.

3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= hal yang dapat saya ambil dan praktekan dalam hidup sehari hari adalah
semangat dan kemauan kerasnya dalam belajar ajaran Buddha , dimana tidak
ada satu hal pun yang bisa menghalanginya dalam belajar agama Buddha ,
yang ia alami kemungkinan terjadi juga di dalam kehidupan nyata dimana ia
yang memiliki keterbatasan namun berhasil dalam mendalami ajaran Buddha.
Ia juga bertemu dengan orang orang yang memperlakukan dia secara tidak
baik namun itu tidak menghentikannya dalam menempuh ajaran Buddha.

4. Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas


= Keterbatasan , lingkungan tidak akan bisa menghalangi mu dalam mencapai
harapanmu
Semangat dan bekerja keraslah untuk mencapai harapan yang kita impikan.
Nama : Lisia
NIM : 20111006
Film Master Hui Neng
1. Tuliskan sinopsis cerita movie master Hui neng!
= menceritakan kehidupan sesepuh keenam Zen, dajian huineng yang platform
sutranya adalah salah satu teks sentral dari tradisi Zen. film ini pada dasarnya
punya dua bagian dimana bagian pertama mengikuti kisah yang dikisahkan
oleh huineng dalam sutra, dan menceritakan tentang kelahiran, asuhan dan
kontaknya dengan Dharma. Setelah itu dia melakukan perjalanan untuk
bertemu dengan sesepuh ke-5

2. Apa yang anda dapatkan dari cerita master Hui neng


= semangat dari master hui neng yang ingin mendalami ajaran Budddha
dengan segala keterbatasanny , ia juga tetap bersemangat walaupun dia
mendapat ancaman dan perlakuan tidak enak dari Bhikkhu lainnya.

3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= yang dapat saya embil dan prakterkan adalah tekat dan semagangat untuk
memperlajari huddha dharma,dan tidak ada hal apa pun yang bisa
menghalanginya dalam belajar agama Buddha , yang ia alami kemungkinan
terjadi juga di dalam kehidupan nyata dimana ia yang memiliki keterbatasan
namun berhasil dalam mendalami ajaran Buddha.

4.Apa kesimpulan dari movie master Hui neng diatas


= Keterbatasan , lingkungan tidak akan bisa menghalangi mu dalam mencapai
harapanmu
Semangat dan bekerja keraslah untuk mencapai harapan yang kita impikan.

Anda mungkin juga menyukai