NAMA MAHASISWA
1. LIANA 20111004
2. WAI MIN 20111007
3. LAW WIWI 20111012
4. LINDAWATY 20111005
5. CHRISTINE 20111002
6. TONY KIEN HIE 20111009
7. BUDIMAN 20111001
8. FIORENTINA 20111015
9. Ricky Khosasih 20111016
10. LISIA 20111006
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan praktekan
dalam hidup sehari hari
- Bekerja dengan mengikat sebongkah batu ditubuhnya, agar dapat
menggiling beras dengan berat yang agar dengan mudah
menghancurkannya menjadi tepung
1. SINOPSIS
Kisah yang terjadi pada masa dinasti Tang (唐朝), Huineng (惠能) terlahir di keluarga
pejabat di daerah Fan Yang (范陽),sekarang kabupaten Xin Xing daerah He Bei (今河
北省宛平縣), yang kemudian pindah ke daerah Ling Nan (嶺南),sekarang kabupaten
Xin Xing, daerah Guang Dong (今廣東省新興縣).Beliau lahir pada tahun 638 SM.
Ketika beliau lahir datang dua orang bhiksu yang mengunjungi orang tuanya secara
misterius dan memberi selamat kepada ayahnya. Kedua bhiksu tersebut memberikan
nama kepada sang bayi dengan nama Hui Neng (惠能). Hui berarti suatu saat dengan
dharma yang agung akan menolong semua makhluk. Neng berarti mampu
mengajarkan dharma kepada siapapun.
Ketika berusia 3 tahun, Hui Neng kehilangan ayahnya, dan akhirnya ia dan ibunya
pindah ke tempat tinggal di daerah Nan Hai. Hui Neng mencari nafkah dengan menjual
kayu bakar.
Suatu hari ketika ia menjual kayu bakar, ia mendengar seseorang melafalkan sutra
Intan (金剛經), meskipun tidak mengerti beliau merasakan seperti ada sesuatu yang
tercerahkan dalam dirinya. Ia bertanya kepada orang tersebut sutra apa yang
dilafalkan, orang tersebut menjawab ini sutra Vajracideka prajna paramita (金剛般若
波羅蜜經). Orang tersebut mengetahui sutra ini dari Sesepuh Kelima Hong Ren (禪宗
五祖弘忍大師)yang tinggal di kuil Dong Chan daerah Qi Zhou (蘄州黃梅縣東禪寺).
Guru Hong Ren memiliki ribuan murid, beliau selalu mengajarkan untuk selalu
membaca dan merenungkan sutra ini, karena manfaatnya sangat besar yaitu mampu
menghancurkan kebodohan batin kemudian mampu memperlihatkan sifat asli
kebuddhaan kita, sehingga mampu menjadi Buddha.
Mendengar penjelasan dari orang tersebut, maka Hui Neng yakin bahwa semua ini
terjadi karena karma kehidupan sebelumnya. Sehingga beliau memutuskan
meninggalkan ibunya dan berangkat ke Huang Mei. Hui Neng menempuh perjalanan
selama lebih dari 30 hari ke tujuannya kuil Dong Chan.
Sesampainya di kuil Dong Chan, Hui Neng bertemu dengan guru Hong Ren. Beliau
bertanya kepada Hui Neng dari mana asalnya dan apa tujuannya. Hui Neng menjawab
bahwa ia berasal dari daerah Ling Nan dengan tujuan belajar dari master untuk
menjadi Buddha. Kembali Hong Ren mengujinya dengan mengatakan bahwa Hui
Neng seorang Barbar, bagaimana bisa menjadi Buddha. Namun Hui Neng menjawab,
“Meskipun manusia dibedakan antara utara dan selatan, namun benih kebuddhaan
apakah mungkin juga dibedakan? Meskipun tubuh suku barbar ini berbeda dengan
guru, namun benih kebuddhaan apakah juga dibedakan?” Hong Ren mendengarnya
dan mengetahui bahwa kebijaksanaan Hui Neng memang sangat dalam dan dialah
orang yang memiliki bakat. Hong Ren bermaksud meneruskan percakapan tersebut,
namun melihat banyak orang di dekatnya. Beliau memilih diam dan memerintahkan
Hui Neng pergi dan bekerja sebagai pemotong kayu dan penggiling padi.
Hui Neng bekerja di belakang vihara selama lebih dari 8 bulan. Semua ia lakukan
dengan hati yang tulus tanpa perasaan lelah dan benci. Suatu hari Hong Ren
mengunjungi Hui Neng di kebun belakang vihara. Hong Ren menjelaskan bahwa
beliau memahami tingkat pencerahan dan pengertian Hui Neng, serta alasan
mengapa beliau tidak banyak berbicara kepadanya. Hui Neng menjawab bahwa ia
mengerti dan memahami maksud guru agar tidak ada omongan yang tidak baik
tentang dirinya.
Suatu hari, guru Hong Ren memanggil semua muridnya dan beliau mengumumkan
“Kehidupan samsara, hanya kematianlah yang menjadi masalah terbesar! Kalian
semua jika dalam kehidupan ini hanya melatih karma baik untuk mendapatkan berkah
tanpa pernah berlatih untuk menjadi yang sempurna maka selamanya tidak akan
terselamatkan! Diri sendiri tidak pernah berlatih agar dapat terlepas dari samsara.
Harus menyadari jika diri sendiri masih tersesat didunia, bagaimana bisa
mendapatkan ladang karma baik yang tak terhingga? Sekarang saya perintahkan
kalian semua setiap orang untuk kembali kekamar masing-masing, renungkanlah
sampai dimana kebijaksanaan yang telah kalian miliki. Kemudian setelah itu buatlah
sebuah gatha pencerahan yang menjadi bukti hasil pelatihan diri kalian semua.
Jangan berpikir panjang karena tidak ada waktu lagi. Jika pencerahan sudah dimiliki
maka dari gatha yang dibuat akan telihat, dan jika memang telah menunjukkan
pencerahan maka aku akan mewariskan jubah dan patra zen kepadanya yang
kemudian sebagai penerus zen ke-6!”
Setelah mendengar kata-kata dari sang guru semua orang menjadi ragu. Senior Shen
Xiu (神秀) saat melihat semua orang demikian pesimis dan iapun berpikir bahwa
mereka mengganggap dirinya sebagai senior dan contoh teladan, sehingga tak
seorangpun berniat menuliskan gatha, hingga ia harus menuliskan gatha agar
gurunya dapat menilai sampai dimana tingkat pencerahannya.
Shen Xiu telah selesai membuat gatha pencerahan namun karena tidak yakin akan
pelatihan yang telah dia lakukan, maka hatinya selalu bimbang. Ia keluar masuk aula
sang guru namun tetap saja tidak mampu menyerahkannya karena tidak percaya diri.
Akhirnya beliau memutuskan menulisnya di tembok, maka pada malam tersebut pukul
3 pagi Shen Xiu dengan tangan kiri membawa lampion, tangan kanan membawa kuas,
dan akhirnya menulis gatha tersebut di dinding:
身是菩提樹。心如明鏡臺。 Shēn shì pú tí shù xīn rú míng jìng tái
時時勤拂拭。勿使惹塵埃。 shí shí qín fú shì wù shǐ rě chén āi
Nb : Tubuh adalah pohon bodhi, hati bagaikan bingkai cermin yang jernih. Jika rajin
membersihkannya maka tidak akan ada debu yang melekat.
Pagi hari, para samanera berkumpul dan melafalkan gatha tersebut. Guru Hong Ren
melihat tulisan tersebut dan menasehati para murid agar selalu melafalkan gatha
tersebut. Guru Hong Ren memanggil Shen Xiu dan bertanya apakah dia yang menulis
gatha tersebut. Shen Xiu mengakuinya bahwa dia tidak bermaksud membuatnya
hanya untuk mendapatkan gelar master Zen. Guru Hong Ren memberitahunya bahwa
gatha tersebut belum mampu mencapai kebuddhaan dan hanya mencapai pintu
gerbang saja. Guru memerintahkannya untuk membuat ulang sebuah gatha lagi dan
bila mampu memasuki pintu pelatihan diri tanpa batas maka guru akan mewariskan
jubah kepadanya.
Suatu hari beberapa samanera berjalan melewati dapur sambil melafalkan身是菩提
樹。心如明鏡臺… Ia bertanya kepada samanera tersebut siapa yang membuatnya
dan ia meminta samanera untuk membawanya ke depan vihara. Pada saat itu juga
ada seorang pejabat dari daerah Jiang Zhou (江州今江西九江等縣) bernama Zhang
Ri Yong (張日用). Hui Neng meminta pejabat tersebut untuk membacanya dan
membantunya menulis, tapi pejabat tersebut kaget dan tidak percaya. Hui Neng
mengetahui pejabat tersebut sedang merendahkannya, lalu beliau berkata,”Semua
orang memiliki benih kebodohan, jika ingin belajar dharma yang tiada batas maka
tidak semestinya merendahkan seorang pemula. Karena sifat kebodhian tidak lahir
karena adanya karma baik, juga melampaui kata-kata dan tulisan, maka seorang
rendahan juga mungkin mempunyai kebijaksanaan tinggi. Namun orang-orang
berkedudukan tinggi kadang justru tidak mempunyai kebijaksanaan yang dalam.”
Pejabat tersebut akhirnya bersedia menuliskan gatha tanpa merendahkan Hui Neng
lagi. Maka Hui Neng membacakannya dan Zhang Ri Yong menulisnya
菩提本無樹。明鏡亦非臺。Pú tí běn wú shù míng jìng yì fēi tái
本來無一物。何處惹塵埃。Běn lái wú yī wù hé chù rě chén āi
Nb : bodhi pada awalnya tidak berpohon, cermin yang terang juga tidak berbingkai,
sesungguhnya tidak ada apapun , maka darimana bisa terkotori oleh debu.
Saat itu semua murid Hong Ren terkaget melihat gatha tersebut, sungguh benar-
benar Bodhisattva yang hidup didunia, benar-benar tidak boleh melihat orang hanya
dari penampilan, ibarat laut juga tidak bisa diukur hanya dari gelombangnya saja.
Berita tersebut terdengar sampai telinga master Hong Ren, maka sang guru segera
keluar melihat gatha tersebut, kemudian dengan menggunakan sepatunya beliau
segera menghapus tulisan gatha yang masih basah tersebut.“Tidak tercerahkan,
cepat hapus!!!”
Hari berikutnya, guru Hong Ren berjalan ke penggilingan beras tempat Hui Neng
bekerja dengan mengikat sebongkah batu ditubuhnya. Kemudian guru Hong Ren
bertanya, ”Apakah berasmu sudah matang ??”Hui Neng menjawab: ”Sudah lama
matang , hanya saja belum pernah disaring.” Master Hong Ren mendengar
jawabannya yang benar, kemudian mengetuk tanah dengan tongkat Xi Zhang nya
sebanyak 3 kali, dan pergi meninggalkan Hui Neng.
Hui Neng akhirnya mendapat bimbingan dari sang guru, pada saat malam hari pukul
3 pagi, diam-diam berjalan menuju aula gurunya. Kemudian guru Hong Ren
membabarkan Sutra Intan (Cin Kang Cing) kepada Hui Neng seorang diri. Guru Hong
Ren menyerahkan jubah dan mangkuk pindapata, maka Hui Neng menjadi pewaris
ke 6 . Lalu ia pun bertanya kembali kepada gurunya dalam sutra Intan terdapat kata
,” 應無所住而生其心” yìng wú suǒ zhù ér shēng qí xīn” (karena semua abstrak, baru
muncul pikiran). Kenapa kita masih harus menggunakan jubah dan mangkok
pindapata?为什么我们 还要有衣和钵?
Hong Ren berkata: ”Dahulu leluhur bodhidharma saat pertama kali datang ke tanah
ini (Tiong Kok) tidak seorangpun percaya dengan apa yang dia katakan, maka hanya
dengan jubah inilah yang menjadi barang bukti untuk kemudian diwariskan turun
temurun. Makna sesungguhnya adalah dharma yang diwariskan dari hati ke hati,
semuanya harus dicapai oleh diri sendiri kemudian mengembangkannya. Sejak
zaman para Buddha yang lampau, para guru mewariskan ajaran dharma melalui hati.
Jubah hanya akan menimbulkan perselisihan saja, sampai pada giliranmu jangan lagi
diwariskan karena akan menimbulkan perselisihan dan perebutan dharma, dharma
dan ajaranku juga tidak pasti dapat dipertahankan. Sekarang cepatlah kamu pergi!
Terlalu lama disini bisa membuatmu celaka!”
Guru Hong Ren mengantar Hui Neng sampai ke pinggir sungai Jiu Jiang Yi (九江驛).
Beliau berkata, “Sekarang pergilah keselatan jika waktunya belum sampai, jangan
pernah memberikan dharma ini kepada siapapun, kalau tidak Buddha dharma akan
sukar tumbuh.” Kemudian guru Hong Ren memberikan kata-kata bijak kepada Hui
Neng:
有情來下種 因地果還生 Yǒuqíng lái xià zhǒng yīn dì guǒ hái shēng
無情亦無種 無性亦無生 wúqíng yì wú zhǒng wú xìng yì wú shēng
Nb : makhluk hidup datang untuk menanam benih (karma), karena adanya tanah
(kesadaran) maka akan menumbuhkan buah, sesungguhnya tidak ada kehidupan
juga tidak ada benih, juga tidak ada sifat kebuddhaan dan kehidupan.
Dua bulan kemudian Hui Neng baru mencapai daerah Yǔ Lǐng (庾嶺). Setelah
mengantarkan Hui Neng, guru Hong Ren kembali ke vihara dan berdiskusi dengan
Shen Xiu. Pada saat itu semua murid merasa kuatir dan curiga, mereka bersama-
sama menemui Shen Xiu untuk mengetahui siapa yang menjadi pewaris jubah dan
mangkuk pindapata. Salah seorang samenera yang bernama Chen Hui Ming (陳惠明
) merasa tidak senang karena yang mendapatkannya adalah Hui Neng. Ia dan
samanera lainnya mengejar Hui Neng untuk merebut kembali jubah dan mangkuk
pindapata.
Hui Ming bertemu dengan Hui Neng di hutan, ia meminta agar jubah dan mangkuk
diserahkan kepadanya. Hui Neng meletakkan jubah dan mangkuk tersebut di atas
bebatuan. Hui Ming mencoba mengambilnya namun tidak berhasil. Dia sadar Hui
Neng yang berhak atas jubah dan mangkuk tersebut.
Hui Neng melanjutkan perjalanannya dan beliau bertemu dengan penjahat yang
hendak merebut harta warisan jubah dan mangkuknya. Ia dipukul hingga terjatuh dari
jurang dan tak sadarkan diri. Sepasang ayah dan anak pemburu menolongnya,
membawanya ke tempat tinggal mereka serta merawatnya. Sejak itu Hui Neng tinggal
bersama pemburu. Para pemburu tersebut menggantungkan hidup dari hasil
buruannya dan menggunakan hasil buruan sebagai bahan makanannya. Setiap hari
Hui Neng memasak untuk para pemburu tersebut, namun ia hanya memakan sayur
seorang diri setelah memisahkan dagingnya.
Hui Neng merasa waktu untuk membabarkan dharmanya sudah sampai, , dan tidak
mungkin beliau hanya bersembunyi saja selamanya. Maka beliau segera berjalan
menuju daerah Guang Zhou dan sampai di Fa Xing Monastery (广州法性寺) , sungguh
sangat tidak terduga pada saat itu sedang ada pesamuan dharma besar membahas
tentang Parinirvana Suta (涅槃经) yang dipimpin oleh master Yin Zong (印宗法師) .
Pada saat sampai divihara, di depan ruangan Dharmasala beliau bertemu dengan dua
orang bhiksu yang sedang berdebat tentang masalah Angin dan Bendera. Salah satu
dari mereka berkata: ”Angin yang sedang bergerak!” Dan yang lain berkata: ”Bendera
yang bergerak!” Mereka berdua berdebat tidak ada habisnya, kemudian master Hui
Neng dari samping berkata: “Bukan angin, bukan juga bendera yang bergerak, namun
hati yang mulialah yang sedang bergerak!” Kata kata tersebut membuat dua orang
tersebut terkaget.
Guru Yin Zong mendengarnya kemudian menghampiri Hui Neng dan bertanya, ”Anda
adalah seorang yang luar biasa, berbeda dari orang pada umumnya. Hamba telah
lama mendengar bahwa generasi penerus zen ke-6 dari Huang Mei Shan sedang
menuju kearah selatan, apa beliau adalah Anda?” Hui Neng dengan rendah hati
mengakuinya. Guru Yin Zong memohon kepadanya agar bersedia memperlihatkan
jubah warisan dari guru Hong Ren pewaris ke 5. Guru Yin Zong mengatakan bahwa
telah tiba waktunya Hui Neng untuk mencukur rambutnya.
Pada bulan pertama (Imlek) hari ke – 15, guru Yin Zong melakukan upacara
pentahbisan dengan mencukur rambut Hui Neng. Sejak saat itu guru Hui Neng
memberikan pembabaran dharma di kuil Bao Lin kepada umat Buddha.
Pada hari kelima belas bulan pertama tahun pertama Shenlong (705 M), Wu Zetian
dan Kaisar Tang Li Xian dari dinasti Tang secara pribadi mengeluarkan dekrit yang
mengundang Huineng untuk memasuki Beijing. Namun beliau tidak mengindahkan
dekrit kaisar, dan menolak untuk memasuki Beijing menemui kaisar.
Pada hari ketiga bulan kedelapan tahun kedua bawaan (713 M), Huineng duduk
dengan damai di ruang meditasi setelah mandi di Kuil Guoen, dan meminta murid-
muridnya untuk duduk sesuai dengan posisi mereka, dan kemudian memberikan
wejangan terakhir. Pada pukul tiga, dia tiba-tiba berkata kepada murid-muridnya, "Aku
pergi." Dia meninggal dengan damai, dan Huineng berusia 76 tahun. Pada saat itu,
ruangan Zen penuh dengan keharuman, pelangi putih menghubungkan langit dan
bumi, pepohonan memutih, dan burung-burung serta binatang buas membuat
tangisan sedih.
2.YANG SAYA DAPATKAN DARI CERITA MASTER HUINENG
Yang saya dapatkan adalah
• semua manusia mempunyai sifat kebuddhaan tanpa membedakan ras, suku,
agama, status social dan lainnya.
• Menjaga pikiran yang tidak tergoyahkan sehingga pikiran tidak akan
diperbudak oleh hal-hal negative/ duniawi
• Ketekunan dalam belajar dharma
3.BAGIAN DHARMA
Saat kejadian tentang angin dan bendera yang bergerak. Dimana pikiran yang
dipenuhi keserakahan, kebencian dan kebodohan akan menghalangi kita mencapai
kebuddhaan, maka kita harus melatih pikiran kita dengan welas asih dan cinta kasih.
4. KESIMPULAN
Setiap orang memiliki sifat kebuddhaan, namun tertutupi oleh pikiran yang diliputi
keserakahan, kebencian dan kebodohan. Maka kita perlu berlatih dan mawas diri
terhadap apa yang kita pikirkan, yang diucapkan dan yang kita perbuat.
NAMA : LAW WI WI
NIM : 20.111.012
Semua orang kagum akan gatha tersebut. Guru Hung-jen khawatir orang-
orang akan terhasut, dan beliau berkata, "Gatha ini juga tidaklah sempurna."
Setelah diberikan Jubah dan Dharma, Hui-neng pergi pada tengah malamnya.
Guru Hung-jen mengantarkannya ke dermaga Chiu-chiang dimana beliau
mengarahkannya ke sebuah perahu dan berkata, "Pergilah sekarang, arahkan
ke sebelah selatan. Jangan menyebarkan Dharma terlalu cepat. Dharma
tidaklah mudah disebarkan." Setelah mengucapkan selamat tinggal, Hui-neng
memulai perjalanannya ke arah selatan.
Dalam waktu dua bulan, Hui-neng telah mencapai Gunung Ta-yu. Banyak
orang mengubernya untuk merebut kembali Jubahnya. Diantara mereka
terdapat seorang bhikshu yang bernama Ch'en Hui-ming, seorang bekas
jenderal dan sangat kasar sifatnya. Dia sempat menangkap Hui-neng, dan Hui-
neng menyerahkan Jubah tersebut. Tetapi, dengan alasan tertentu, Ch'en tidak
sanggup menerima Jubah tersebut. Ia berkata, "Saya kemari untuk Dharma.
Saya bukan menghendaki Jubah." Hui-neng kemudian membabarkan Dharma.
Setelah mendengarkan ceramah tersebut, Ch'en mencapai Pencerahan. Dan
bersujud kepada Hui-neng sebagai Gurunya. Ch'en kemudian pergi ke arah
utara.
Hal yang terpenting dalam ajaran Ch'an adalah pada perenungan Hakekat Diri,
yang berarti menghidupkan cahaya diri sendiri dan memantulkannya ke dalam
batin kita. Sebagai gambaran, dapat kita ambil contoh suatu lampu. Kita
mengetahui bahwa cahaya dari suatu lampu apabila dibalut oleh suatu
halangan, akan memantul ke dalam dengan pancarannya yang berpusat pada
lampu tersebut. Sedangkan sinar dari suatu lampu yang tidak terhalang akan
memancar ke luar.
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= Tekat belajar dharma yang begitu besar dalam keterbatasan
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= hal yang dapat saya ambil dan praktekan dalam hidup sehari hari adalah
semangat dan kemauan kerasnya dalam belajar ajaran Buddha , dimana tidak
ada satu hal pun yang bisa menghalanginya dalam belajar agama Buddha ,
yang ia alami kemungkinan terjadi juga di dalam kehidupan nyata dimana ia
yang memiliki keterbatasan namun berhasil dalam mendalami ajaran Buddha.
Ia juga bertemu dengan orang orang yang memperlakukan dia secara tidak
baik namun itu tidak menghentikannya dalam menempuh ajaran Buddha.
3. Apa bagian Dharma dalam movie diatas yang bisa anda ambil dan
praktekan dalam hidup sehari hari
= yang dapat saya embil dan prakterkan adalah tekat dan semagangat untuk
memperlajari huddha dharma,dan tidak ada hal apa pun yang bisa
menghalanginya dalam belajar agama Buddha , yang ia alami kemungkinan
terjadi juga di dalam kehidupan nyata dimana ia yang memiliki keterbatasan
namun berhasil dalam mendalami ajaran Buddha.