Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu: Hilda Hidayat, SKM, M.Kes

Oleh Kelompok 2:
1. Yasmin Amelda (2110070160001)
2. Nazura Afikha Maharani (2110070160005)
3. Yurmanelis (2110070160023)

JURUSAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengambilan Keputusan” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas kelompok dari dosen pengampu ibu Hilda Hidayat, SKM, M.Kes.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Permasalahan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Identifikasi Masalah dan Peluang 6
2.2 Berpikir Rasional 7
2.3 Perbedaan Kepentingan Individu dan Organisasi 9
2.4 Berpikir Kreatif 9
BAB III 13
PENUTUP 13
3.1 Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membuat keputusan merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari baik secara
individu ataupun secara kelompok, terutama dalam suatu organisasi. Pengambilan keputusan
merupakan kegiatan pemimpin yang dapat dijumpai pada semua tingkatan dan semua bidang
manajemen. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka menyelesaikan/memecahkan
permasalahan atau persoalan (problem solving). Sebagian besar kegiatan analisis masalah dan
hasil pemecahan masalah dianalisis melalui teknik-teknik kuantitatif.
Pengambilan keputusan yang tepat akan menghasilkan suatu perubahan terhadap
organisasi ke arah yang lebih baik, namun sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan
berdampak buruk pada roda organisasi dan administrasinya. Pembuat keputusan harus mampu
melakukan proses pengambilan keputusan, dan bisa melakukan proses delegasi wewenang secara
baik. Pengambilan keputusan membutuhkan keterampilan mulai dari proses pengumpulan
informasi, pencarian alternatif keputusan, memilih keputusan, hingga mengelola akibat ataupun
konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.
Keputusan (decision) secara harfiah berarti pilihan (choice). Pilihan yang dimaksud di
sini adalah pilihan dari dua atau lebih kemungkinan, atau dapat dikatakan pula sebagai keputusan
dicapai setelah dilakukan pertimbangan dengan memilih satu kemungkinan pilihan. Siagian
(1986), pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu
masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Kusnadi (2005) menjelaskan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan adalah penetapan
atau pemilihan suatu alternatif dari beberapa alternatif yang tersedia, dengan memperhatikan
kondisi internal maupun eksternal yang ada. Dalam Depdiknas (2002) Konklusi yang diperoleh
mengenai pengambilan keputusan adalah: tujuan pengambilan keputusan itu bersifat tunggal,
dalam arti bahwa sekali diputuskan, tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain, kemungkinan
kedua adalah tujuan pengambilan keputusan dapat juga bersifat ganda (multiple objective) dalam
arti bahwa satu keputusan yang diambilanya itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih
yang sifatnya kontradiktif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Identifikasi masalah dan peluang
2. Berpikir rasional
3. Perbedaan kepentingan individu dan organisasi
4. Berpikir kreatif
1.3 Tujuan Permasalahan
1. Untuk mengetahui identifikasi masalah dan peluang
2. Untuk mengetahui berpikir rasional
3. Untuk mengetahui perbedaan kepentingan individu dan organisasi
4. Untuk mengetahui berpikir kreatif
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Masalah dan Peluang


Pengambilan keputusan terjadi sebagai respon terhadap adanya masalah ataupun peluang.
Masalah (problem) adalah kesenjangan antara apa yang terjadi saat ini dengan apa yang
sesungguhnya diharapkan. Peluang (opportunity) adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan
saat ini dengan situasi yang lebih baik yang tidak direncanakan ataupun diharapkan sebelumnya.
Thohiron (2013) menjelaskan proses pengambilan keputusan meliputi sebagai berikut:
1. Perumusan Masalah
Dalam hal ini pemimpin diharapkan mampu merumuskan masalah yang ada di dalam
suatu organisasi. Suatu masalah hadir karena:
a) Adanya gap atau kesenjangan antara kenyataan, titik berangkat, dengan tujuan
yang ingin diraih atau standar yang ingin dicapai.
b) Adanya halangan dan kesulitan untuk menjembatani kesenjangan itu.
c) Adanya kemungkinan penyelesaian masalah bila perumusannya benar.
Perumusan masalah dimulai dengan mengkaji fakta-fakta yang ada. Masalah yang sering
muncul dalam pengkajian fakta adalah pemimpin dan orang yang ada disekitarnya sering
membaurkan fakta dengan tafsiran tentang fakta tersebut.
2. Pengumpulan dan Penganalisis Data
Pemimpin diharapkan dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat membantu
memecahkan masalah yang ada. Adapun proses pemecahan masalah dalam pengambilan
keputusan yaitu:
a) Fase pengumpulan fakta, meliputi kegiatan mendefinisikan masalah serta
mengumpulkan masalah serta menganalisis data yang penting. Satu cara untuk
meningkatkan kemampuan pengumpulan data adalah dengan mulai dulu melihat
masalah yang ada secara luas dan kemudian melanjutkannya dengan menentukan
sub masalah yang ada. Dalam hal ini, diperlukan kemampuan untuk membedakan
antara gejala dari masalah yang sebenarnya.
b) Fase penemuan ide, meliputi kegiatan pengumpulan ide-ide yang mungkin
dipakai dan kemudian mencari ide yang terbaik.
c) Fase penemuan solusi, meliputi kegiatan mengidentifikasi dan mengevaluasi
pemecahan yang mungkin dilakukan dan bagaimana cara melakukan. Kegiatan
dalam fase ini meliputi penentuan pendapat, analisis dan penerimaan/pemberian
kritik. Setiap ide yang ada diberi nilai/bobot masing- masing.
3. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan
Setelah masalah dirinci dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara
pemecahannya. Cara pemecahan ini hendaknya selalu diusahakan adanya alternatif-
alternatif beserta konsekuensinya, baik positif maupun negatif.
4. Pemilihan salah satu alternatif terbaik
Pemilihan satu alternatif yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah tertentu
dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang atau rekomendasi. Dalam pemilihan satu
alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini menentukan alternatif yang dipakai
akan berhasil atau sebaliknya. Pengambilan keputusan oleh pimpinan, kaitannya dengan
pemilihan alternatif pemecahan masalah, akan melibatkan semua pihak yang terlibat
dalam lembaga pendidikan. Hal ini karena kekuasaan pimpinan tidak dapat
dioperasionalkan apabila tidak didukung dan dibantu oleh seluruh personal yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda.
5. Pelaksanaan keputusan
Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang pemimpin harus mampu menerima dampak
yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak yang negatif, pemimpin harus juga
mempunyai alternatif yang lain. Pelaksanaan pengambilan keputusan sering menjadi
masalah karena keputusan yang mesti ditanggapi oleh banyak orang malah ditangani oleh
sedikit orang.
6. Pemantauan dan Pengevaluasian Hasil Pelaksanaan
Setelah keputusan dijalankan seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak dari
keputusan yang telah dibuat. Penilaian ulang perlu diadakan. Faktor-faktor penentu yang
akan dinilai harus diputuskan sejak awal dan tidak setelah pelaksanaan berjalan. Dengan
cara ini memang akan mudah terjadi debat yang hangat, namun akurasi akan lebih
terjamin.

2.2 Berpikir Rasional


Berpikir adalah suatu aktivitas psikis yang intensional, dimana dalam upaya memecahkan
masalah tersebut, orang menghubungkan suatu hal (objek) dengan hal (objek) lainnya (Walgito
1994). Kata rasional identik dengan suatu pemikiran yang dimiliki atau dikemukakan oleh
seseorang. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rasional berarti menurut pikiran
dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, atau cocok dengan akal sehat. Suatu
pemikiran yang rasional dapat diperoleh dengan mempelajari kecakapan berpikir dengan logika.
Sebab, rasional sesuai dengan penalaran atau sama dengan logika manusia.
Beberapa ahli turut mengemukakan pendapatnya terkait apa itu rasional, di antaranya
Max Weber dan John Dewey.
1. Max Weber
Max Weber mengemukakan dua jenis rasionalitas manusia, yaitu rasionalitas tujuan dan
rasionalitas nilai. Rasionalitas tujuan mengakibatkan seorang atau sekumpulan orang
dalam satu tindakan berorientasi tujuan, cara mewujudkannya, dan akibat-akibatnya.
Jenis ini bersifat formal karena mengutamakan tujuan dan cenderung mengabaikan nilai.
Sementara itu rasionalitas nilai mempertimbangkan nilai-nilai atau berbagai etika dalam
mengambil langkah untuk mencapai tujuan.
2. John Dewey
John Dewey mengartikan rasional sebagai ide-ide yang diuraikan dalam larutan rasional
lewat pembentukan implikasi mengumpulkan dan memperkuat bukti, kemudian
menyimpulkannya melalui kesaksian atau percobaan.

Secara umum, terdapat tiga tipe rasionalitas, yaitu rasionalitas praktis, teoritis, dan substantif.
1. Rasionalitas praktis, tipe ini merupakan jalan hidup yang memandang dan menilai
berbagai kesibukan duniawi dalam hubungannya dengan kebutuhan individu yang murni
pragmatis dan egoistis.
2. Rasionalitas teoritis, tipe ini menggiring orang lain untuk melihat kenyataan keseharian
dalam upayanya mengerti dunia sebagai sesuatu yang mengandung arti.
3. Rasionalitas substantif, tipe ini mirip dengan rasionalitas praktis. Bedanya tipe ini
melibatkan penentuan fasilitas untuk mewujudkan tujuan.

Menurut profesor Ilmu Politik Universitas Negeri New York, Paul Diesing, terdapat beberapa
bentuk rasionalitas, yaitu:
1. Rasionalitas teknis: rasionalitas teknis merupakan karakteristik pilihan yang bernalar
meliputi perbandingan alternatif atas dasar kemampuan masing-masing.
2. Rasionalitas ekonomis: karakteristik pilihan yang bernalar dengan membandingkan
alternatif atas dasar kemampuan untuk menemukan pemecahan masalah.
3. Rasionalitas legal: karakteristik pilihan bernalar yang meliputi perbandingan alternatif
berdasarkan kesesuaian hukumnya.
4. Rasionalitas sosial: karakteristik pilihan yang menyangkut perbandingan alternatif
menurut kemampuannya dalam mempertahankan atau meningkatkan institusi-institusi
sosial yang bernilai.
5. Rasionalitas substantif: karakteristik pilihan yang menyangkut perbandingan berbagai
bentuk rasionalitas, baik teknis, ekonomis, legal, maupun sosial, dengan maksud agar
dapat dibuat pilihan yang paling layak berdasarkan kondisi yang ada.

Ada beberapa ciri yang menunjukan seseorang berpikir dengan rasional, di antaranya:
1. Berpikir tentang masa depan lebih dari masa lalu.
2. Melakukan sesuatu sesuai rencana yang sudah dibuat.
3. Selalu menanyakan alasan terlebih dahulu.
4. Perihal mencapai target dipandang sebagai sesuatu yang tidak sulit.
5. Selalu memastikan sebab dan akibat.
6. Jarang membuang waktu untuk memikirkan suatu hal terlalu lama.
7. Mudah mendapat informasi.
8. Tidak membiarkan emosi membutakan penilaian.

2.3 Perbedaan Kepentingan Individu dan Organisasi


1. Kepentingan Individu
Setiap manusia adalah individu unik karena tidak pernah ada kesamaan mutlak
antara seseorang dengan orang lain. Dari perbedaan watak, sikap. perilaku ataupun bal
lainnya dari setiap individu di dunia ini maka muncullah sebuah kepentingan setiap orang
atau biasa disebut juga kepentingan individu.
Salah satu contoh dari kepentingan individu yaitu, melakukan korupsi demi kepuasan
pribadi. Tentu hal ini sangat akan merugikan bagi banyak orang. Contoh lain adalah
Sebagai contoh adalah pesta musik yang dilakukan pada malam hari di sebuah kampung.
Sebagian individu akan terhibur dengan pesta musik tersebut. Namun, anggota
masyarakat lain, yang mungkin memiliki bayi kecil atau yang hanya punya waktu
istirahat pada malam hari, bisa saja berpendapat berbeda.
2. Kepentingan Kelompok/Organisasi
Kepentingan kelompok adalah kepentingan sebuah sekumpulan orang
(komunitas/kelompok) yang kepentingannya bertujuan untuk, mensejahterakan hidup
anggota kelompok lainnya. Kepentingan kelompok terjadi apabila dalam sebuah
komunitas/kelompok ada satu hal yang dibutuhkan menjaga, untuk atau
mempertahankan, bahkan memperkuat hubungan kelompoknya tersebut.
Adapun contoh dari kepentingan kelompok adalah kepentingan kelompok bersenjata
Papua yang menuntut untuk kebebasan mereka, yaitu Papua Merdeka Namun dengan
kepentingan tersebut, mereka bahkan tega melukai warga sipil, masyarakat sekitar dan
memberontak dengan membakar dan menghancurkan fasilitas-fasilitas umum seperti
rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya.

2.4 Berpikir Kreatif


Maxwell (2004) mengemukakan bahwa berpikir dapat didefinisikan sebagai proses
mental yang dapat menghasilkan pengetahuan. Berpikir merupakan suatu kegiatan akal untuk
mengolah pengetahuan yang telah diperoleh melalui indra dan ditujukan untuk mencapai
kebenaran. Tujuan berpikir untuk mengambil keputusan (decision making), membantu
merumuskan atau memecahkan masalah (problem solving), dan menciptakan gagasan baru
(create ideals).
Kreatif adalah suatu kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik
berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dengan
hal-hal yang sudah ada, yang belum pernah ada sebelumnya. Kreativitas adalah proses seseorang
untuk menghasilkan inovasi. Dengan kata lain bahwa, kreativitas adalah hasil dari proses kreatif
yang menghasilkan inovasi.
Maxwell (2004), berpikir kreatif adalah suatu kemampuan seseorang untuk menciptakan
ide atau gagasan baru sehingga membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai
tujuan dalam hidupnya. Johnson (2002); Krulik & Rudnick (1996) mengemukakan berpikir
kreatif, menggunakan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau
hasil yang asli (orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, dan
menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi
dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir.
Adapun ciri-ciri kemampuan dari berpikir kreatif yaitu Menurut Susanto (2016, hlm. 102)
ciri-ciri peserta didik yang kreatif dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek kognitif dan efektif,
yakni sebagai berikut.
1. Aspek Kognitif
Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif atau divergen,
yang ditandai dengan adanya beberapa keterampilan tertentu, seperti: keterampilan
berpikir lancar, berpikir luwes/fleksibel, berpikir orisinal, keterampilan merinci, dan
keterampilan menilai. Makin kreatif seseorang, maka ciri-ciri ini makin melekat pada
dirinya.
2. Aspek Afektif
Ciri-ciri kreatif yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang, yang ditandai
dengan berbagai perasaan tertentu, seperti: rasa ingin tahu, bersifat imajinatif/fantasi,
sifat berani mengambil resiko, sifat menghargai, percaya diri, keterbukaan terhadap
pengalaman baru.

Menurut Guilford (dalam Munandar, 2014) indikator berpikir kreatif adalah sebagai berikut.
1. Kelancaran berpikir (fluency of thinking),
yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang
secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan
kualitas.
2. Keluwesan berpikir (flexibility),
yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-
pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu
menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara
berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
3. Elaborasi (elaboration),
yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci
detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
4. Originalitas (originality),
yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan
gagasan asli.

Menurut Uno & Mohamad (2017, hlm. 154-156) ada beberapa faktor pendorong dan
penghambat kreativitas yang meliputi:
1. Kepekaan dalam melihat lingkungan;
2. Kebebasan dalam melihat lingkungan/bertindak;
3. Komitmen kuat untuk maju dan berhasil;
4. Optimis dan berani ambil resiko, termasuk risiko yang paling buruk;
5. Ketekunan untuk berlatih;
6. Hadapi masalah sebagai tantangan;
7. Lingkungan yang kondusif, tidak kaku, dan otoriter.

Sementara itu, beberapa faktor penghambat kreativitas meliputi:


1. Malas berpikir, bertindak, berusaha, dan melakukan sesuatu;
2. Impulsif;
3. Anggap remeh karya orang lain;
4. Mudah putus asa, cepat bosan, tidak tahan uji;
5. Terlalu cepat puas;
6. Tak berani tanggung risiko;
7. Tidak percaya diri.

Menurut Shallcross (dalam Aulia, 2018, hlm. 38) faktor penghambat kreativitas terbagi menjadi
beberapa aspek sebagai berikut.
1. Kendala Historis
Kendala historis mengacu pada suatu periode dalam sejarah yang merupakan puncak
keberhasilan kreatif seseorang dalam hidup, sebaliknya ada juga periode yang tidak
membantu atau bahkan menghalang pertumbuhan kreativitas pribadi dan kelompok.
2. Kendala Biologis
Pada sudut pandang biologis (genetik), sebagian ahli menekankan bahwa kreativitas
adalah sifat genetik, sementara para ahli yang lainnya berkeyakinan bahwa lingkungan
yakni penentu utama. Perlu dinyatakan bahwa gen genetik berfungsi saat menetapkan
batas kecerdasan, tetapi biasanya dalam kasus kecerdasan kreatif, pewaris lebih banyak
dipergunakan menjadi alasan dari pada realitas.
3. Kendala Fisiologis
Seseorang dikatakan mendapati kendala fisiologis dikarenakan ada terjadinya kerusakan
indra yang disebabkan oleh penyakit ataupun terjadinya kecelakaan. Bila salah satu
seseorang memiliki kepastian fisik tersebut kemungkinan terjadinya penghambatan
kreativitasnya tersebut.
4. Kendala Sosiologis
Lingkungan sosial memiliki pengaruh pada ekspresi kreativitas. Lingkungan sosial yakni
bagian terbaik yang memastikan apakah kita dapat mewujudkan kapasitas kreatif kita dan
mengekspresikan keunikan kita. Ekspresi kreatif melibatkan risiko pribadi. Biasanya
seseorang menarik diri dari pernyataan pemikiran atau pendapat agar merasa diterima di
lingkungan tersebut.
5. Kendala Psikologis
Sebagian besar kendala yang diangkat selama ini meliputi faktor eksternal. Kebanyakan
dari mereka dipergunakan menjadi sebab untuk tidak kreatif. Bahkan, sebagian orang
beranggapan bahwa faktor eksternal menghalangi untuk memiliki jalan meningkatkan
kreativitasnya. Maka dari itu cara mengatasinya, kita tidak perlu mendengarkan hal-hal
yang berbau negatif baik itu dari masyarakat maupun orang lain.
6. Kendala Diri sendiri
Kendala Diri Sendiri atau Kendala Internal yang mengacu dari kerutinan, pandangan
terhadap orang lain, sedikitnya berusaha, serta malas. Menimbulkan tidak terbiasa untuk
berpikir kreatif. Maka dari itu kendala internal dapat diatasi dengan melawan kebiasaan
tersebut seperti melakukan kegiatan positif yang dapat mengasah kemampuan berpikir
serta menambah wawasan tentang hal yang baru.

Menurut Wallas (dalam Munandar, 2014) terbagi 4 tahapan proses berpikir kreatif, yaitu sebagai
berikut:
1. Persiapan
Pada tahap ini individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Individu mencoba memikirkan alternatif pemecahan masalah
yang dihadapi dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu
mencoba menjajaki jalan yang mungkin ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut.
Namun, pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun telah mampu untuk
mengeksplorasikan berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi
Pada tahap ini, proses pemecahan masalah dierami dalam alam prasadar, individu seakan-
akan melupakannya. Jadi pada tahap ini individu seakan akan melepaskan diri dari
masalah yang dihadapinya untuk sementara waktu, dalam artian tidak memikirkan secara
sadar melainkan mengedepankan dalam alam prasadar. Proses ini bisa lama, bisa pula
sebentar sampai kemudian inspirasi untuk pemecahan masalah muncul.
3. Iluminasi
Pada tahap ini telah timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses
psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Proses
Hal ini timbul setelah diendapkan dalam waktu tertentu.
4. Verifikasi
Pada tahap ini, gagasan yang timbul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta
dihadapkan pada realitas. Pada tahap ini, pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh
pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara spontan juga harus diikuti oleh
pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kehati-hatian
dan imajinasi diikuti oleh pengujian yang realistis.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu
masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Ada
beberapa proses pengambilan keputusan yaitu: perumusan masalah, pengumpulan dan
penganalisis data, pembuatan alternatif-alternatif kebijakan, pemilihan salah satu alternatif
terbaik, pelaksanaan keputusan, pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA
https://serupa.id/berpikir-kreatif-creative-thinking-pengertian-indikator-tahap-dsb/

https://hermananis.com/berpikir-kreatif-pengertian-indikator-ciri-ciri-dan-cara-berpikir-kreatif/

Anda mungkin juga menyukai