Anda di halaman 1dari 34

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA PASIEN MYALGIA TRAPEZIUS


DI RSU GMIM BETHESDA TOMOHON

Makalah Praktek Klinik Fisioterapi Komprehensif

Milita Familya Supit


18163067

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Myalgia di RSU GMIM

Bethesda Tomohon” ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui

tindakan fisioterapi pada pasien dengan myalgia. Selain itu, makalah ini juga

bertujuan untuk menambah wawasan tentang penatalaksanaan fisioterapi Pada

kasus tersebut. Rasa terima kasih saya tidak terkirakan kepada semua pihak yang

telah mendukung dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa saya sebutkan

satu persatu.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan

karena keterbatasan pengetahuan saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik

dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Tomohon, Agustus 2021 

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halama
n
Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi, dan Biomekanik................................... 3
B. Myalgia................................................................................ 5
C. Problematik Fisioterapi........................................................ 9
D. Teknologi Intervensi Fisioterapi ......................................... 11
BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS............................................ 19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................... 28
B. Saran .................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 29
Lampiran

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap pekerjaan selalu berpotensi resiko bahaya dalam bentuk kecelakaan

kerja. Keluhan pada muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot skeletal yang

dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan

sampai nyeri yang sangat berat. Otot yang menerima beban secara berulang-ulang

dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada

sendi, ligamen dan tendon (Tarwaka, 2004). Salah satunya adalah nyeri otot atau

Myalgia yang dapat terjadi saat membaca, bekerja dan mengendarai mobil.

Trapezius myalgia atau nyeri otot trapezius, merupakan gejala dari

beberapa penyakit maupun kelainan yang terletak pada leher, kedua bahu, dan

lainnya melekat di tulang punggung. Penyebab pada kejadian trapezius myalgia

adalah penggunaan berlebih atau over stretching pada otot trapezius. Nyeri

tersebut berhubungan dengan stress atau strain otot trapezius, tendon dan ligamen

yang biasanya terjadi bila melakukan aktivitas sehari-hari secara berlebihan,

seperti mengangkat benda berat dengan cara yang salah. Nyeri otot trapezius

menjalar di sepanjang punggung atas dan leher, dibelakang telinga serta di pelipis

(Sugijanto & Bimantoro, 2008).

Menurut salah seorang peneliti, di salah satu Puskesmas di daerah

Surakarta myalgia merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting.

Berdasarkan data yang telah terkumpul myalgia menduduki peringkat keeempat

(7,34%) dari 10 penyakit setelah influenza (7,34%), hipertensi esensial/ primer

1
2

(9,59%) dan nasopharingitis akut (8,15%) pada Puskesmas Surakarta tahun 2014

(DepkesRI,2014).

Masalah yang dapat timbul akibat myalgia seperti adanya nyeri, spasme

otot, keterbatasan gerak atau hipomobility, imbalance muscle dan ganguan postur

akan menimbulkan disabilitas pada penderitanya. Disabilitas adalah ganguan pada

fungsi tubuh atau strukturnya, keterbatasan aktivitas dalam melaksanakan tugas

atau tindakan dan pembatasan partisipasi dalam situasi kehidupan. Pada kasus

myalgia ini disabilitas yang di temukan adalah nyeri saat melakukan perawatan

diri, mengangkat, membaca, bekerja, mengemudikan mobil, sakit kepala, sulit

berkonsentrasi, dan ganguan tidur.

Terapi pada kondisi myalgia dapat dibagi menjadi terapi farmakologik dan

nonfarmakologik. Pada terapi farmakologi biasanya dokter akan memberikan obat

pereda nyeri, obat anti inflamasi dan muscle 6 relaxants . Sedangkan pada terapi

nonfarmakologi biasanya diberikan tindakan fisioterapi. Fisioterapi memberikan

terapi dengan teknik manual maupun elektroterapi. Pada kasus myalgia ini,

intervensi yang dipakai yaitu massage. Modalitas yang digunakan adalah

ultrasound.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi, Fisiologi dan Biomekanik

1. Otot Upper Trapezius

Otot trapezius adalah otot terbesar dan terletak superfisial pada

daerah punggung atas. Otot trapezius meliputi bagian leher, tepatnya di

posterolateral occiput memanjang ke arah lateral melewati scapula dan

berujung pada bagian superior dari otot latissimus dorsi. Otot ini di

inervasi oleh akar saraf C5-T1. Menurut arah serabutnya, otot trapezius

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : upper fiber, middle fiber, dan lower

fiber (Cael, 2010).

Origo : Otot menempel pada sepertiga medial garis nuchal

superior; tonjolan oksipital eksternal, ligamen nuchal, dan proses spinosus

vertebra C7 - T12. Insersio : Otot berinsersi pada sepertiga lateral

klavikula, akromion, dan tulang belakang skapula. Pasokan saraf : Akar

spinal saraf aksesori (CN XI) (motor) dan saraf serviks (C3 dan C4) (nyeri

dan propriosepsi. Suplai darah dari otot ini yaitu arteri servikal melintang

(truncus servikodorsal).

2. Fisiologi dan Biomekanik Otot Upper Trapezius

Adapun fungsi dari otot upper trapezius adalah pada saat gerakan

elevasi dan abduksi scapula. Pada saat otot ini melakukan kontraksi

konsentrik bersama dengan otot levator scapula akan terjadi gerak elevasi

3
4

scapula. Apabila otot upper trapezius berkontraksi secara unilateral maka

akan terjadi gerakan lateral flexi neck, sedangkan bila dilakukan bilateral

maka akan menghasilkan gerakan ekstensi kepala (Vizniak, 2010).

Gambar 1
Anatomi Trapezius Muscle (Lipper, 2011)

Ketika semua serabut otot trapezius bekerja bersama, scapula

akan terfiksasi pada sangkar thoraks, memberikan bantuan yang kuat

selama aktivitas weight-bearing dan mendorong. Ketika ekstremitas

atas tidak terfiksasi, serabut pada trapezius akan bekerja dengan otot

yang lain sesuai fungsinya. Meskipun serabut otot trapezius memiliki

kemampuan untuk bekerja bersama sebagai satu kesatuan, serabut

bawah (lower fiber) sering mengalami kelemahan dan jarang

digunakan. Sedangkan serabut atas (upper fiber) sering mengalami

ketegangan akibat sering digunakan saat bekerja (Cael, 2010)


5

B. Myalgia

1. Definisi

Myalgia atau disebut juga nyeri otot merupakan gejala dari banyak

penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah

penggunaan otot yang salah atau otot yang terlalu tegang. Myalgia yang

terjadi tanpa riwayat trauma mungkin disebabkan oleh infeksi virus.

Myalgia yang berlangsung dalam waktu yang lama menunjukan myopati

metabolic, defisiensi nutrisi atau sindrom fatigue kronik (Wahyudi, 2013).

Myalgia merupakan suatu bentuk respon tubuh terhadap berbagai

kemungkinan kondisi. Myalgia yang parah dan berlangsung selama lebih 2

dari dua minggu dapat mengindikasikan bahwa tubuh sedang menghadapi

suatu keadaan yang serius, terutama jika gejala myalgia tersebut tidak

dapat dihubungkan secara pasti dengan cedera atau penyakit yang baru

dialami, juga jika disertai dengan gejala lainnya (Wahyudi, 2013).

2. Etiologi

Penyebab paling umum adalah stres, penggunaan berlebihan atau

kerusakan fisik otot akibat latihan kompulsif, dan memilukan ligamen atau

pekerjaan fisik yang berat. Fibromyalgia juga menyebabkan nyeri luas

pada otot dan ligamen disertai dengan kelelahan dan nyeri bahkan setelah

sedikit menyentuh poin tender. (Wahyudi G, 2013). Berdasarkan

pathogenesis dari myalgia dapat dibagi menjadi empat yaitu fibromyalgia,

myofascial pain, nyeri otot pasca latihan (post exercise injury).


6

Adapun penyebab myalgia, yaitu :

a. Myalgia yang disebabkan karena gangguan tidur, individu yang

mengalami gangguan tidur sering kali mengalami nyeri otot.

Gangguan tidur dan nyeri otot yang menyertainya mungkin

disebabkan oleh ansietas temporer akibat situasi yang

menimbulkan stress, atau bisa juga karena kebisingan.

b. Ketidakseimbangan hormone terjadi manakala salah satu hormone

reproduktif tidak lagi bekerja secara fungsional. Akibatnya, tubuh

beralih menggunakan persediaan high-test hormonny, adrenalin,

yang biasanya dipakai “flight or fight” pada situasi darurat.

Penyalahgunaan adrenalin secara kronis oleh tubuh akan mengarah

kepada berbagai gangguan seperti nyeri otot persistent yang disebut

fibrimyalgia kronis.

c. Defisiensi vitamin juga dapat menyebabkan myalgia, vitamin D

yang secara alami dapat diperoleh dalam jumlah melimpah dengan

berjemur disinar matahari pagi, turut berperan dalam pembentukan

absorbs kalsium. Vitamin B12 berperan dalam produksi sel darah

merah, perkembangan saraf, dan metabolism karbohidrat, lemak

serta protein.

d. Myalgia akibat penyakit autoimun, penyakit autoimun seperti

rheumatoid arthritis dan lupus merupakan kondisi dimana system

imun menyerang jaringan/organ tubuh. Selain myalgia, penyakit


7

autoimun umumnya disertai gejala berupa nyeri tekan pada otot,

kehilangan massa otot dan ruam (Wahyudi, 2013).

3. Tanda dan gejala

Gejala khas myalgia adalah:

a. Timbulnya rasa sakit secara tiba-tiba

b. Kekakuan dan kejang otot

c. Ketatnya kompleks leher-bahu

d. Kepala terasa berat dan sakit kepala oksipital

e. Kelembutan area trapezius atas

Gejala lainnya: Suasana hati yang buruk, kecemasan dan parestesia (De

Meulemeester, 2017)

4. Patologi

Mekanisme terjadinya Myalgia yaitu karena otot sering digunakan

berulang (repetitif) dalam waktu yang lama juga akibat penggunaan

dengan kekuatan yang besar seperti mengangkat barang yang berat. Akibat

adanya aktifitas yang tidak tepat tersebut menyebabkan terjadinya

kerusakan otot yang secara mikroskopik tampak berupa robekan jaringan

disertai adanya proses peradangan, dan karena penggunaannya yang terus

menerus maka tidak ada waktu bagi otot tersebut untuk memperbaiki diri

(recorvery) (Wahyudi G, 2013).


8

5. Komplikasi

Trapezius Myalgia dapat didiagnosis ketika ada nyeri leher,

ketegangan otot, dan titik pemicu, tetapi sindrom leher tegang atau

sindrom serviks tidak ada.

Patologi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa adalah:

a. Cervical spondylosis

b. Cervical osteoarthritis. Osteoarthritis tulang belakang leher

dapat didefinisikan sebagai gangguan degeneratif C1-C7, oleh

reaksi inflamasi. Ini adalah penyakit yang sangat kompleks

dengan berbagai penyebab yang mempengaruhi cakram

intervertebralis, badan vertebral, ligamen intervertebralis, tulang

rawan hialin, tulang di bawahnya, kapsul sendi dan sendi

zygoapophyseal.

c. Cervical radiculopathy. Mengacu pada kompresi pada sumsum

tulang belakang leher. Setiap lesi yang menempati ruang dalam

tulang belakang leher dengan potensi untuk menekan sumsum

tulang belakang dapat menyebabkan mielopati serviks.

d. Thoracic Outlet Syndrome. Istilah Thoracic Outlet Syndrome

menggambarkan kompresi struktur neurovaskular saat mereka

keluar melalui outlet toraks.

e. Shoulder pathology - including rotator cuff pathology and

shoulder osteoarthritis

f. Polymyaglia rheumatica
9

C. Problematik Fisioterapi

1. Impairment

Impairment  merupakan kelemahan atau kondisi tidak normal secara

fisiologi atau secara struktur dan fungsi anatomi dari tubuh manusia.

Misalnya adanyanyeri serta keterbatasan LGS.

a. Nyeri

1) Definisi

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan

akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri digolongkan

ke dalam tanda vital ke 5, dapat memberikan perubahan fisiologi,

ekonomi, sosial, dan emosional yang berkepanjangan sehingga

perlu dikelola secara baik.

2) Mekanisme Nyeri

Pembebanan otot statis dan berulang mengakibatkan aliran darah

yang mengangkut oksigen jadi terganggu, sehingga terjadi

akumulasi kekurangan oksigen. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya metabolisme anaerobik yang akan terus menghasilkan

asam laktat dan panas tubuh yang mana akan menimbulkan

kelelahan otot skeletal yang dirasakan sebagai bentuk nyeri pada

otot (Tarwaka, 2004).


10

b. Keterbatasan LGS

1) Definisi

Keterbatasan LGS adalah istilah yang berarti bahwa sendi

atau bagian tubuh tidak dapat bergerak melalui rentang gerak

normalnya. Keterbatasan LGS mengacu pada sendi yang

mengalami penurunan kemampuannya untuk bergerak. Gerakan

mungkin terbatas karena masalah di dalam sendi, pembengkakan

jaringan di sekitar sendi, kekakuan otot, atau nyeri (Magee DJ,

2014).

2) Mekanisme Keterbatasan LGS

Masalah penurunan lingkup gerak sendi pada tubuh

manusia salah satunya sering terjadi pada otot upper trapezius

karena otot ini sering ditemukan mengalami gangguan (Lestari,

2010). Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau tonik dan juga

merupakan otot postural yang berfungsi melakukan gerakan

elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi servikal. Kelainan yang

terjadi pada tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu

sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka

waktu lama, maka jaringan ototnya menjadi tegang, timbul nyeri

dan dalam waktu lama mengakibatkan penurunan lingkup gerak

sendi. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat dengan

adanya postur yang buruk, mikro dan makro trauma (Makmuriyah

& Sugijanto, 2013).


11

2. Functional Limitation

Functional Limitation atau keterbatasan fungsional adalah sebutan

untuk memperjelas keadaan dimana seseorang mengalami keterbatasan

pada fungsinya, sehingga tidak dapat melakukan aktifitas normal.

Ketidakmampuan atau kekurangan tersebut merupakan hasil

dari impairment.

3. Participation Retriction

Participation Rectriction yaitu ketidakmampuan menjalankan

aktivitas atau kegitan-kegitan tertentu dalam lingkungan sosial.

D. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red (IR)

a. Definisi

Sinar infra red (IR) merupakan pancaran gelombang elektromagnet

dengan panjang gelombang 7700-4jt A0. (Singh, 2005).

b. Tujuan Pemberian Infra Red

Tujuan pemasangan infra red antara lain untuk pemanasan struktur

musculoskeletal yang berada pada superfisial dengan daya penetrasi

0.8-1 mm.

c. Efek Infra Red

1) Efek Fisiologis

Efek fisiologis dari sinar infra red, jika sinar infra red diabsorbsi

oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat dimana sinar tadi
12

diabsorbsi. Dengan kenaikan temperature tersebut, maka akan

berpengaruh pada system tubuh. Pengaruh tersebut antara lain :

peningkatan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah,

pigmentasi, pengaruh terhadap saraf sensoris, berpengaruh

terhadap jaringan otot, destruksi jaringan, kenaikan temperatur

tubuh dan mengaktifkan kerja kelenjar keringat (Aras, D., &

Ahsaniyah, B. 2017)

2) Efek Terapeutik

Efek terapeutik dari sinar infra red, sebagai berikut : a)  Relief of

pain (mengurangi/menghilangkan rasa sakit), b)  Muscle relaxation

(relaksasi otot), c) Increased blood suplay (meningkatkan suplai

darah), d) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme (Aras, D., &

Ahsaniyah, B. 2017)

d. Indikasi dan Kontraindikasi Infra Red

Indikasi pemberian infra red yaitu (1) Nyeri otot, sendi serta

jaringan lunak sekitar sendi, (2) Kekakuan sendi atau keterbatasan

gerak sendi, (3) Ketegangan atau spasme otot, (4) Peradangan kronik

dan pembengkakan, (5) Penyembuhan luka di kulit. Sedangkan,

kontraindikasi pemberian infra red yaitu luka terbuka, isufisiensi

peredaran darah, anestesi kulit, diabetes tingkat lanjut, serta fenomena

Raynaud ( arteri kecil mengalami kejang) (Dr. Agung Permadi, 2018).


13

e. Jenis Lampu Infra Red

Generator infra red terbagi menjadi 2 macam yaitu: non-luminous

dan luminous, faktor pemisah kedua bentuk generator ini adalah jenis

lampu pada masing-masing generator. Generator non-luminous

merupakan bentuk generator yang mengandung sinar infra red, jenis

pengaplikasian dengan bentuk inisering disebut dengan istilah "infra

red radiation". Di sisi lain, generator luminous merupakan generator

yang selain berisi infra red, juga memiliki sinar UV. sehingga,

penanganan dengan generator ini disebut sebagai radiant heating

(Aras, D., & Ahsaniyah, B. 2017).

f. Prosedur Pelaksanaan

Posisi pasien tidur terlentang atau supine lying. Hidupkan tombol

ON pada infra red, sinar IR diarahkan tegak lurus menghadap area

yang akan disinari, tidak boleh ada pakaian atau benda logam di area

tersebut yang dapat menghalangi sinar untuk berpenetrasi terhadap

kulit pasien. Jaraknya disesuaikan sekitar 45 cm dan waktu pemberian

IR selama 10-15 menit. Jika pasien merasa terlalu panas, maka infra

red bisa digeser untuk menambah jarak agak menjauh. Selama

pengobatan, selalu kontrol kondisi pasien. Setelah selesai matikan alat

dan rapikan (Aras, D., & Ahsaniyah, B. 2017).

g. Dosis
14

1) Pada penggunaan lampu luminous jarak antara 45-60 cm, sinar

diusahakan tegak lurus dengan daerah yang diobati serta waktunya

antara 10-30 menit.

2) Pada penggunaan lampu non luminous  jarak 35-45 cm, sinar

diarahkan tegak lurus serta waktu antara 10-30 menit menyesuaikan

dengan kondisi penyakitnya (Aras, D., & Ahsaniyah, B. 2017).

2. Ultra Sound Therapy

a. Definisi

US merupakan salah satu metode pengobatan dengan

menggunakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 20 kHz dan

panjang gelombangnya sebesar 1,5 mm. Teraputik dan pengobatan

salah satu dari beberapa tujuan US. (Hayes & Hall, 2018).

b. Tujuan pemberian Ultra Sound

Tujuan dari pemberian Ultra sound yaitu untuk micromassage

pada jaringan tubuh, untuk mempercepat penyembuhan jaringan

kolagen, mengurangi ketegangan otot, untuk mengurangi rasa nyeri.

(Hall & Hayes, 2015)

c. Efek Ultra Sound

1) Efek mekanis

Ultra sound dapat menimbulkan efek micromassage,

vasodilatasi pada pembuluh darah dan dapat menyebabkan

inflamasi. (Hall & Hayes, 2015). Micromassage merupakan

gerakan oscillator dari sel jaringan dan menyebabkan efek non


15

thermal sedangkan vasodilatasi pembuluh darah merupakan

kondisi dimana pembuluh darah mengalami pelebaran.

2) Thermal

Beberapa Ultra sound ada yang dapat menyebabkan efek

hangat pada transduser lebih kecil, panas yang dihasilkan biasanya

panas ringan sampai kedalaman 5cm dan lebih dominan jika

kontinu. (Hall & Hayes, 2015)

3) Piezoelectric

Ultra sound juga dapat mengakibatkan terubahnya muatan

membran dan terjadi suatu proses kimiawi pada jaringan disekitar

jaringan yang sedang diterapi. (Hall & Hayes, 2015)

4) Biologis

Untuk efek ultra sound secara biologis, ultra sound dapat

meningkatkan sirkulasi pada pembuluh darah, dapat

mengakibatkan peningkatan pada pembuluh darah, dapat

meregenerasi jaringan dan meningkatkan permeabilitas serta

rileksasikan otot sehingga dapat menurunkan nyeri. (Hall & Hayes,

2015)

d. Indikasi dan Kontraindikasi Ultra Sound

Untuk indikasi Ultra sound biasanya fisioterapis memberikan pada

keadaan pasien yang mengalami kelainan pada jaringan tulang, nyeri

pada sendi dan otot, rheumatoid arthitis pada stadiium tak aktif,
16

kelainan atau penyakit pada sirkulasi darah, serta untuk penyakit pada

organ dalam dan luka terbuka. (Hall &Hayes,2015).

Sedangkan untuk kondisi hilangnya sensibilitas, tumor, post

traumatic, septis inflammation dan diabetes mellitus, pada aera mata,

uterus wanita hamil dan epiphyseal plates merupakan kontradiksi dari

ultra sound. (Hall & Hayes,2015).

e. Prosedur Pelaksanaan

Sebelum terapi dimulai pasien diberikan edukasi seputar proses

terapi yang nantinya akan diberikan. Bebaskan area dari baju maupun

benda lain yang menempel setepat mungkin. Atur parameter pada ultra

sound dengan frekuensi 3 Mhz atau 3000hz, dengan jenis energi

kontinous, gerakan transduser teratur dan fisioterapis selalu

menanyakan kepada pasien apa yang dirasakan selama terapi

berlangsung. (Hall & Hayes, 2015).

f. Dosis

Adapun dosis dari ultra sound yaitu dengan mengatur intensitas

dan frekuensi. Intensitas terapi dari ultra sound yang disarankan yaitu :

(1) kontinyu; intensitas rendah <0,3 W/cm2, ( 2 ) intensitas sedang;

0,3 – 1,2 W/cm2, ( 3 ) intensitas kuat; 1,2 – 3 W/cm2,, (4) untuk efek

teraupetik; 0,7 – 3 MHz. Dan Frekuensi terapi dari ultra sound yang

disarankan yaitu : (1) pada kondisi subakut waktu 3 menit, dengan

diulang 1 x 1 hari, sehari 10x, (2) kronis waktu 5–10menit, dengan

diulang sebanyak 1x1hari atau 1 x 2 hari. (Sudarsini, 2017).


17

3. Massage

a. Definisi

Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan

manipulasi tertentu dari jaringan lunak tubuh. Manipulasi tersebut

sebagian besar efektif dibentuk dengan tangan diatur guna tujuan

untuk mempengaruhi saraf, otot, sistem pernapasan, peredaran darah

dan limphe yang bersifat setempat dan menyeluruh (Alimah, 2012).

b. Tujuan

Penggunaan massage pada kulit dapat meningkatkan temperatur

dalam kulit, karena adanya efek mekanik yang dihasilkan dari

massage. Dari efek tersebut akan meningkatkan suhu dan menurunkan

resistensi kulit, efek massage terhadap otot dan jaringan lunak yaitu

dapat menjaga otot dalam keadaan terbaik, fleksibilitas dan vitalitas

setelah mengalami trauma. Massage tidak dapat meningkatkan massa

otot, tetapi akan meningkatkan tonus otot (Prentice, 2012).

c. Indikasi dan Kontraindikasi Massage

Menurut (Alimah, 2012) indikasi dari massage effleurage adalah

sebagai berikut: 1) Kelelahan yang sangat 2) Otot kaku, lengket, tebal

dan nyeri 3) Ganggguan atau ketegangan saraf 4) Kelayuhan atau

kelemahan otot. Sedangkan kontraindikasi dari massage effleurage

adalah sebagai berikut (Alimah, 2012): 1) Cidera yang bersifat akut 2)

Demam 3) Edema 4) Penyakit kulit 5) Pengapuran pembuluh darah

arteri 6) Luka bakar 7) Patah tulang (fraktur).


18

d. Teknik Massage

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal,

effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu pengembalian

kandungan getah bening dan pembuluh darah di dalam ekstremitas

tersebut. Effleurage juga digunakan untuk memeriksa dan

mengevaluasi area nyeri dan ketidakteraturan jaringan lunak atau

peregangan kelompok otot yang spesifik (Alimah, 2012).


19

BAB III
PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Data – data Medis di Rumah Sakit / Puskesmas

1. Diagnosis Medis :

Myalgia

2. Catatan Klinis :

3. Obat - Obatan :

Asam Mefenamat ( menghilangkan nyeri)

B. Pemeriksaan / Pengkajian Fisioterapi


1. Anamnesis
Nama : Ny. F R

Umur : 28 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Pekerjaan : Pegawai Bank

Alamat : Tomohon

a. Keluhan Utama :

Nyeri pada leher sampai dengan punggung atas.

b. Riwayat Keluhan dan Terapi :

Pasien mengeluhkan nyeri pada leher sampai bahu setelah ± 4 hari

sesudah melahirkan. Nyeri yang dirasakan hilang timbul dan seperti


20

ditusuk-tusuk. Rasa nyeri pasien muncul saat pasien menggerakkan

kepalanya. Pasien merasakan nyeri sudah ±3 minggu. Sebelumnya,

pada tanggal 8 Mei 2021 pasien sudah berkonsultasi dengan dokter

saraf dan dirujuk ke fisioterapi. Penyebabnya, kontraksi otot

berlebihan saat proses persalinan dan kemungkinan dipengaruhi oleh

aktivitas pasien sebelumnya yang sering duduk mengakibatkan

ketegangan otot bahu dan leher. Factor yang memperberat keluhan

yaitu saat pasien ingin menoleh ke samping dan belakang, sedangkan

yang memperingan saat pasien tidak bergerak.

c. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta :

Tidak ada

d. Riwayat Keluarga dan Status Sosial :

Pasien merupakan seorang pegawai bank.

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda – Tanda Vital

a) Tekanan Darah : 115/82 mmhg

b) Denyut Nadi : 92x/menit

c) Pernapasan : 19x/menit

d) Temperatur : 36 °C

b. Inspeksi :

Statis : Leher pasien dalam posisi sedikit fleksi.

Dinamis : Saat berjalan, pasien terlihat menahan nyeri. Saat dipanggil,

pasien memutar seluruh badannya untuk menoleh.


21

c. Palpasi :

Terdapat nyeri tekan dan spasme otot upper trapezius dan otot

sternocleidomastoideus.

3. Pemeriksaan gerak dasar

a. Gerak Aktif :

Pasien dapat melakukan gerakan fleksi cervical, lateral fleksi kiri dan

kanan serta rotasi tapi tidak full LGS karena adanya nyeri.

b. Gerak Pasif :

Gerakan pasif yang dilakukan fisioterapis tidak full LGS karena

pasien merasakan nyeri. Terdapat springy end feel pada lateral fleksi

kiri dan kanan, flexi serta ekstensi cervical akibat spasme otot.

c. Gerak Isometrik Melawan Tahanan :

Pasien merasakan nyeri pada otot SCM

4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal

Kognitif : Pasien dapat mengetahui orientasi waktu dan tempat serta

memori yang baik.

Intrapersonal : Pasien memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh.

Interpersonal : Pasien mampu berkomunikasi dengan keluarga dan

fisioterapis dengan baik.


22

5. Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas


Table 1
Neck Disability Index
No Bagian Hasil
1 Intensitas nyeri 4
2 Perawatan diri 2
3 Aktivitas mengangkat 2
4 Aktivitas membaca 1
5 Sakit kepala 2
6 Konsentrasi 1
7 Aktivitas kerja 4
8 Mengemudi 0
9 Tidur 3
10 Rekreasi 1
Tota 20
l
Keterangan penilaian :

0 = Tidak ada keluhan

1 = Ada keluhan tetapi bersifat ringan

2 = Ada keluhan tetapi bersifat sedang

3 = Ada keluhan tetapi bersifat moderat

4 = Ada keluhan tetapi bersifat moderat saat beraktivitas

5 = Ada ketergantungan penuh saat beraktivitas

Kategori penilaian :

0-4 = Tidak ada keterbatasan atau normal

5-14 = Ada keterbatasan dalam beraktivitas ringan

15-24 = Ada keterbatasan beraktivitas sedang


23

35-50 = Tidak mampu beraktivitas

6. Pemeriksaan spesifik

a. Pemeriksaan LGS

Table 2

Pemeriksaan LGS

Gerakan Posisi awal Selisih

Flexi cervical 13 cm - 11 cm 2

Extensi cervical 13 cm - 15 cm 2

Lateral flexi kiri 18 cm - 17 cm 1

Lateral flexi kanan 18 cm - 16 cm 2

b. Pemeriksaan Nyeri

Nyeri Diam : 3 (Nyeri Ringan)

Nyeri Gerak : 6 (Nyeri Berat)

Nyeri Tekan : 4 (Nyeri Tidak Begitu Berat)

c. Pemeriksaan Tambahan

1) Spurling Test

Prosedur : Pasien duduk, kepala tegak kemudian fisioterapis

mengerakan kepala lateral flexi dengan memberikan sedikit

kompresi pada kepala.

Interpretasi : + jika ada nyeri menjalar pada bagian leher

- jika tidak ada nyeri menjalar.

Hasil : +
24

2) Tes Distraksi

Prosedur : pasien duduk tegak, kemudian kedua tangan

fisioterapis berada pada occipitalis, lalu ditraksi kearah atas.

Interpretasi : + jika nyeri berkurang

- adanya nyeri/tidak berkurang

Hasil : -

3) Tes Kompresi

Prosedur : pasien duduk tegak, fisioterapis berada di belakang

pasien. Posisi tangan pada atas kepala kemudian dilakukan

penekanan kea rah bawah.

Interpretasi : + adanya nyeri local dan menjalar

Hasil : +

C. Problematik / Diagnosa Fisioterapi

1. Impairment :

Adanya nyeri, keterbatasan LGS dan spasme otot.

2. Functional Limitation :

Pasien kesulitasn untuk menoleh ke belakang saat dipanggil dan pasien

kesulitan untuk melihat kearah atas.

3. Participation Restriction :

Pasien masih dapat beraktivitas sosial.


25

D. Program Fisioterapi

1. Tujuan

Jangka pendek : Mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot dan

meningkatkan LGS.

Jangka panjang : Meningkatkan kemampuan fungsional.

2. Rencana evaluasi

a. Evaluasi nyeri dengan VDS

b. Evaluasi LGS dengan Midline

3. Prognosis

Qua ad Vitam : Baik

Qua ad Sanam : Baik

Qua ad Fungsionam : Baik

Qua ad Cosmeticam : Baik

4. Edukasi & Homeprogram

Menyarankan pasien untuk sering menggerakkan leher agar tidak kaku.

E. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. INFRA RED

a. Persiapan Alat : Terapis memeriksa bohlam lampu, memeriksa kabel

kemudian terapis mengatur waktu 15 menit. Pastikan kabel tidak kontak

dengan pasien dan tidak saling bersilangan.

b. Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk membelakangi IR dan bebaskan

area terapi dengan benda logam serta baju.


26

c. Menjelaskan kepada pasien rasa yang akan dirasakan selama terapi.

d. Pelaksanaan : Hidupkan infra red dan arahkan tegak lurus menghadap

lengan atas dan tungkai bawah pasien, jaraknya ± 45 cm selama 15

menit.

e. Monitoring Terapi : Jika pasien merasa terlalu panas, maka infra red

bisa digeser untuk menambah jarak. Selama terapi, terapis selalu

mengontrol kondisi pasien. Setelah selesai, matikan alat dan rapikan.

2. Ultra Sound Therapy

a. Persiapan Alat : Terapis memeriksa bohlam lampu, memeriksa kabel

kemudian terapis mengatur waktu 15 menit. Pastikan kabel tidak kontak

dengan pasien dan tidak saling bersilangan.

b. Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk di kursi, pakaian dilepas agar

tidak mengganggu area yang diterapi.

c. Menjelaskan kepada pasien rasa yang akan dirasakan selama terapi.

d. Pelaksanaan : Berikan gel pada daerah bahu kiri dan kanan, leher dan

ratakan gel dengan transduser. Teknik yang digunakan yaitu gerakan

pararel dengan intensitas 1,2 w/cm2 selama 4 menit setiap sisi kiri dan

kanan punggung atas.

e. Monitoring Terapi : Jika pasien merasa tidak nyaman, maka alat bisa

dimatikan atau intensitas diturunkan. Selama terapi, terapis selalu

mengontrol kondisi pasien. Setelah selesai, matikan alat dan rapikan.

3. Massage

a. Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk di kursi.


27

b. Posisi Fisioterapis : Di belakang pasien.

c. Pelaksanaan : Massage sekitar bahu dan leher serta punggung atas

dengan teknik massage efflurage and friction selama ± 10 menit.

F. Evaluasi

Table 3
Evaluasi
T1 T2 T3 T4
8 Mei 2021 15 Mei 2021 17 Mei 2021 20 Mei 2021
Nyeri (VDS) N. Diam : 3 N. Diam : 3 N. Diam : 2 N. Diam : 2
N. Gerak : 6 N. Gerak : 6 N. Gerak : 5 N. Gerak : 5
N. Tekan : 4 N. Tekan : 4 N. Tekan : 3 N. Tekan : 2
LGS (midline) Flexi cervical : Flexi cervical :
13cm-11cm=2cm 13cm-9cm=4cm
Exstensi cervical : Exstensi cervical :
13cm-15cm=2cm 13cm-16cm=3cm
Lateral flexi kiri : Lateral flexi kiri :
18cm-17cm=1cm 18cm-15cm=3cm
Lateral F kanan : Lateral F kanan :
18cm-16cm=2cm 18cm-15cm=3cm

Setelah mendapatkan 4x penanganan dari fisioterapi dengan

menggunakan modalitas infra red, ultra sound dan massage, pasien

dengan impairment adanya nyeri dan keterbatasan LGS melalui evaluasi

setelah 4x diterapi rasa nyeri pasien berkurang dan pasien mengalami

peningkatan LGS.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Myalgia atau disebut juga nyeri otot merupakan gejala dari banyak

penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah

penggunaan otot yang salah atau otot yang terlalu tegang. Myalgia yang

terjadi tanpa riwayat trauma mungkin akan disebabkan oleh infeksi virus.

Myalgia yang berlangsung dalam waktu yang lama menunjukan myopati

metabolic, defisiensi nutrisi atau sindrom fatigue kronik.

B. Saran

1. Kepada Fisioterapis. Dalam pemberian pelayanan harus memiliki rasa

kemanusiaan dan tanggung jawab. Penanganan yang dilakukan harus

sistematis dimulai dari anamnesis, pemeriksaan, tujuan serta evaluasi

dilakukan secara teliti dan hati-hati.

2. Kepada keluarga pasien. Keluarga pasien dianjurkan untuk melakukan

menyemangati pasien agar cepat sembuh.

3. Kepada masyarakat dihimbau agar ketika menjumpai kondisi seperti ini

diharapkan agar dapat memeriksakan diri atau orang lain kepada tenaga

medis agar segera mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kondisi

jika tidak mendapat penanganan yang sesuai maka akan dapat

memperberat kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Alimah, S. (2012). Massage Exercise Therapy, Ed 1. Akademi Fisioterapi


Surakarta.
Aras, D., & Ahsaniyah, B. 2017. Sumber Fisis. Physio Sakti: Makassar.
Cael, C. (2010). Functional Anatomy. Wolters Kluwer Health Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia.
De Meulemeester K, Calders P, De Pauw R, Grymonpon I, Govaerts A,
Cagnie B. Morphological and physiological differences in the upper
trapezius muscle in patients with work-related trapezius myalgia
compared to healthy controls: A systematic review . Musculoskeletal
Science and Practice. 2017 Jun 1;29:43-51.
Hayes, Karen W & Hall, Kathy D. (2015). Agens Modalitas Untuk Praktik
Fisioterapi. Jakarta. EGC
Magee DJ. Primary care assessment. 2014 In: Magee DJ, ed. Orthopedic Physical
Assessment. 6th ed. St Louis, MO: Elsevier Saunders;:chap 17 ''Limited
range of motion
Makmuriyah & Sugijanto. 2013. Iontophoresis Diclofenac Lebih Efektif
Dibandingkan Ultrasound terhadap Pengurangan Nyeri pada Myofascial
Syndrome Musculus Upper Trapezius. Jurnal Fisioterapi, Vol. 13, No. 1.
Jakarta: Universitas Esa Unggul.
Prentice, William E. (2012). Therapeutic Modalities in Rehabilitation. MC Graw
Hill, New York
Singh & Jagmohan, 2005. Texbook of Electrotherapy. New Delhi. : Jaype
Brothers Medical Publishe
Sjörs, A., Larsson, B., Persson, A. L., & Gerdle, B. (2011). An increased
response to experimental muscle pain is related to psychological status
in women with chronic non-traumatic neck-shoulder pain. BMC
Musculoskeletal Disorders, 12(1).
Sudarsini. (2017). Fisioterapi. Malang : Gunung Samudra
Sugijanto, Bimantoro Ardhi. (2008). Perbedaan Pengaruh Pemberian Ultrasound
dan Manual Longitudinal Muscle Stretching dengan Ultrasound dan Auto
Stretching Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Kondisi Sindroma Miofasial
Otot Upper Trapezius. Jakarta : Universitas Indonusa Esa Unggul.
Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
30

Vizniak, N. A. 2010. Quick Reference Evidence-Based Physical Medicine. third


edition. Canada: Profesional Health Systems.
Waling K, Sundelin G, Ahlgren C, Järvholm B. Perceived pain before and
after three exercise programs–a controlled clinical trial of women with
work-related trapezius myalgia.  Pain. 2000 Mar 1;85(1-2):201-7.
Prentice, William E. (2012). Therapeutic Modalities in Rehabilitation. MC Graw
Hill, New York.
https://www.physio-pedia.com/Trapezius_Myalgia
31

Lampiran Laporan Status Klinik

Anda mungkin juga menyukai