Anda di halaman 1dari 17

MODUL

PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN


SUMBER DAYA MANUSIA

(EBM502)

MODUL SESI 09

PEMBERDAYAAN KARYAWAN

DISUSUN OLEH
RINA ANINDITA
6097

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 17
Kebutuhan masyarakat yang semaikin beragam dan kompleks membawa
konsekuensi pada organisasi untuk kerja keras mengerahkan segala strategi,
metode, teknik dan segala upaya lain agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi
secara memuaskan. Pergeseran teknologi yang digunakan dari hard automation ke
smart technology yang dikuasai oleh masyarakatpun membawa konsekuensi bagi
organisasi memiliki kualitas pekerja tertentu untuk dapat mengoperasikan
teknologi tersebut secara efektif agar menghasilkan aded value bagi
masyarakat/customers. Organisasi sudah semestinya memiliki human resource
yang mumpuni dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan
kualitas custumer yang senantiasa meningkat. Human resource inilah yang disebut
dengan knowledge workers. Hanya knowledge workers yang mampu menjadikan
smart technology produktif untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customers
secara lebih baik.
Knowledge workers adalah pekerja yang memiliki keterampilan,
pengetahuan dengan kompetensi yang sesuai; yang diperoleh dari pendidikan
formal, dan kemampuan untuk belajar serta untuk memperoleh tambahan
pengetahuan. Knowledge workers memanfaatkan pengetahuannya untuk
menciptakan produk dan jasa dengan menggunakan smart technology.
Karakteristik smart technology tersebut memerlukan pemberdayaan karyawan
sebagai pendekatan pengelolaan sumber daya manusia yang pas dengan teknologi
tersebut. Pemberdayaan karyawan (employee empowerment) merupakan
pendekatan pengelolaan terhadap sumber daya manusia yang pas dengan
karakteristik pekerjaan dan pekerja jaman teknologi informasi yang bertujuan
menghasilkan value bagi customers, dengan memanfaatkan smart technology
secara optimum.
Pendekatan pemberdayaan karyawan dapat memanfaatkan secara optimum
kemampuan smart technology dan kemampuan karyawan (dengan knowledge
yang dikuasai mereka) untuk menyediakan produk dan jasa bagi customers.
Dengan knowledge yang dikuasai oleh karyawan, organisasi memberian
kesempatan kepada karyawan untuk memampukan dirinya sendiri dalam
merencanakan dan mengendalikan implementasi rencana pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab nya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 17
Apakah Pemberdayaan Itu?
Richard Carver (Clutterbuck 2003:3), managing director coverdale
Organization, mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan
memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas
upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Hal itu
menuntut diciptakannya suatu budaya yang mendorong orang-orang di semua
tingkat untuk merasa mereka bisa menghasilkan perubahan dan membantu mereka
mendapatkan kpercayaan diri dan ketrampilan-ketrampilan untuk menghasilkan
perubahan-perubahan itu.
Bowen dan Lawler dalam artikelnya “The empowerment of service
workers:what, why, how, and when,”Sloan Management Review, Spring 1992,
volume 33 no.3., menyebut bahwa pemberdayaan bukanlah :

1.Delegasi.
David Oates menggariskan perbedaan antara delegasi dan
pemberdayaan. ”Delegasi,” katanya, ” dilakukan oleh manajer. Pemberdayaan,
jika berjalan dengan baik, dilakukan oleh bawahan.”
Jack Furrer, direktur pendidikan manajemen di perusahaan farmasi
multinasional Ciba-Geigy di Swiss itu, sependapat : ”seringkali delegasi sama
dengan dumping. Kadang-kadang ia lebih positif dan berupa suatu
keseimbangan antara pengarahan dan otonomi. Tetapi biasanya ia masih tidak
memiliki unsur dukungan seperti yang dilibatkan oleh pemberdayaan.”

2. Tanggung Jawab.
Tanggung awab sendiri bukanlah pemberdayaan, kata Paul Evans, profesor
perilaku organisasional di sekolah bisnis Perancis INSEAD. ” pemberdayaan
bukanlah sekedar masalah menyodorkan tanggung jawab lebih besar di suatu
organisasi,” katanya. ” adalah goblok dan gila untuk melakukan hal itu pada
orang-orang yang tidak memiliki ketrampilan-ketrampilan dan kompetensi-
kompetensi untuk memegang kendali atas pekerjaan mereka.” John Nevin,
CEO Firestone, ”Jika Anda ingin membuat gila seseorang, cara paling mudah
untuk melakukannya adalah dengan memberi rasa tanggung jawab yang dalam,
tetapi tanpa otoritas.”

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 17
Meskipun demikian, Evans dari INSEAD lebih menyukai istilah
Perancis ”Responsabilization” daripada ”empowerment.” yang disebut
belakangan itu, katanya, ”mengandung ciri keamerika-amerikaan yang paling
jelek. Jika orang harus menggunakan istilah itu, saya lebih suka menggunakan
istilah Perancisnya, yang tidak begitu emotif dan menerumuskan.”

3. Trik Pemangkasan ongkos.


”Apakah orang-orang diberdayakan untuk mengembangkan bisnisnya atau
mereka diminta untuk memangkas ongkos-ongkos dan membuahkan
keuntungan-keuntungan jangka pendek?” tanya Bernard Taylor dari Henley
Management College. ”Orang-orang tidak bodoh,” katanya:
Mereka membutuhkan suatu visi mengenai masa depan dan suatu jaminan
bahwa pekerjaannya masih akan tetap ada dalam beberapa tahun mendatang.
Ini menuntut komitmen untuk mengembangkan bisnis. Tetapi sekarang ini
perusahaan-perusahaan mengalami masalah besar dalam memotivasi
karyawan mereka dan membujuk mereka agar membangun komitmen. Itu
terjadi karena serikat-serikat buruh sudah dibuat tidak berdaya, restrukturisasi
besar-besaran telah mengakibatkan PHK besar-besaran, perusahaan-
perusahaan diperdagangkan seperti komoditas, dan para manajer serta
karyawan tidak tahu dari menit yang satu ke menit berikutnya apakah mereka
masih memiliki pekerjaan. Pemberdayaan seringkali diperkenalkan dalam
konteks mentalitas pendudukan masa perang.

Mengapa Pemberdayaan Sekarang Ini Penting?


Meski istilah ”empeworment”dalam konteks manajemen relatif belum
lama dikenal, tetapi embrio lahirnya empowerment dalam teori manajemen sudah
lama dikenalkan. Eksperimen Hawthorne di Westinghouse tahun 1920an,
misalnya, ditunjukkan bahwa produktivitas meningkatkan ketika staf merasa
bahwa mereka diberi perhatian. Setelah perang dunia II, tentara-tentara
pendudukan memasang para direktur di perusahaan-perusahaan Jerman, tetapi
mengecam keras gagasan untuk melakukan hal yan sama di negeri mereka sendiri.
Lebih jauh Kernaghan (2003:17) menyebut bahwa baru pada 1960-an, dan
yang merupakn tamparan yang bisa dimengerti terhadap pendekatan waktu dan
gerak yang populer dalam dekade sebelumnya, gagasan tentang keterlibatan kerja

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 17
yang lebih besar benar-benar mengemuka. Pada titik itulah sejumlah ilmuwan
manajemen, terutama Smith dan McGregor, Drucker, dan Likert, mulai
mempertanyakan peranan orang-orang di tempat kerja baru yang serba otomatis
itu. Hal itu mengarah pada konsep job enrichment bahwa suatu peran kerja yang
lebih bervariasi bisa membuahkan motivasi dan produktivitas yang lebih besar,
meskipun gerak-gerak repetitif mungkin merupakan cara kerja yang secara teknis
paling efisien.
Di Skandinavia selama 1960-an dan 1970-an Einar Torsrud yang
berpikiran merdeka itu beserta kolega-koleganya di Arbedspsykologisk Institute
di Oslo mendorong perusahaan-perusahaan untuk bereksperimen dengan
kelompok-kelompok kerja semi otonom. Pada 1970-an, kemajuan-kamajuan
teknis dalam peralatan mesin mementingkan untuk mempromosikan konsep-
konsep seperti group technology, dimana produksi difokuskan pada ”sel-sel” di
mana tugas-tugas besar ditangani oleh para operator yang mempunyai aneka
ketrampilan. Pada saat yang sama, sejumlah wiraswastawan radikal Eropa,
misalnya Houni yang dari Jerman itu, memberi para karyawan hak untuk
menyeleksi manajer-manajer mereka sendiri dan, akhirnya, kepemilikan atas
usaha-usaha mereka sendiri.
Lingkaran-lingkaran kualitas, yang diimpor dari Jepang itu, membuka
mata orang-orang barat terhadap sumbangan potensial yang bisa diberikan oleh
orang-orang di tingkat operator, dan wawasan ini dipertegas oleh popularitas Total
Quality Management.
Pemberdayaan, dalam segala bentuknya, berkembang pelan dari semua ide
ini. Meskipun demikian, dalam 1980-an trend-trend di dunia bisnis mulai
menegaskan pentingnya melakukan pendelegasian secara lebih luas dan
mendelegasikan pekerjaan yng lebih bernilai. Telah muncul kebutuhan untuk:
• Membuat orgaisasi-organisasi lebih tanggap terhadap pasar.

• Men-delayer(memangkas tingkat-tingkat struktural) organisasi-organisasi untuk


mejadikan mereka lebih responsif dan cost effective.

• Mengusahakan agar karyawan-karyawan dari berbagai disiplin berkolaborasi


dengan supervisi yang minimal dengan jalan berkomunikasi secara horizontal.
Bukannya secara vertikal hierarki

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 17
• Mengusahakan agar para CEO dan manajemen puncak, melangkah surut dan
melakukan pekerjaan yang lebih bersifat strategis

• Menyadap semua sumber-sumber yang bisa membantu mencapai dan


meningkatkan competitiveness

• Memenuhi harapan-harapan yang lebih tinggi dari angkatan kerja yang


pendidikannya semakin membaik
Michael Osbaldeston, chief executive Ashridge Management College,
menegaskan di depan peserta konferensi tahun 1993 mengapa ia menganggap
pemberdayaan telah menjadi begitu penting akhir-akhir ini:

• Kecepatan perubahan yang semakin tinggi, turbulensi lingkungan, cepatnya


respon persaingan dan akselerasi permintaan-permintaan pelanggan menuntut
kecepatan dan fleksibilitas tanggapan yang tidak sudah tidak cocok dengan cara
kerja organisasi dengan model kontrol dan komando gaya lama itu.

• Organisasi-organisasi sendiri tengah berubah. Akibat dari


downsizing(perampingan), delayering(pemangkasan hierarki struktural), dan
desentralisasi berarti bahwa metode-metode kuno pencapaian koordinasi dan
kontrol tidak lagi sesuai. Upaya mencapai kinerja dalam situasi dan kondisi baru
ini menuntut agar staff mengemban tanggung jawab yang jauh lebih besar.

• Organisasi-organisasi menuntut kerja yang lebih lintas fungsi(cross functional),


kerja sama lebih padu di antara bidang-bidang, integrasi lebih baik dalam
proses-proses jika organisasi yang bersangkutan ingin memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pelanggan. Kerja sama seperti itu bisa dicapai lewat pemberdayaan.

• Bakat manajerial yang benar-benar bagus semakin dipandang langka dan mahal.
Menggunakannya untuk supervisi langsung terhadap staff yang mampu
mengelola diri sendiri justru menambah kesulitan-keslitan yang sudah ada. Di
pihak lain, pemberdayaan memungkinkan bakat manajerial untuk lebih
difokuskan pada tantangan-tantangan eksternal dan bukan pada problem solving
internal.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 17
• Pemberdayaan bisa mengungkapkan sumber-sumber bakat manajerial, yang
dulunya tidak dikenali, dengan menciptakan situasi dan kondisi dimana bakat
bisa tumbuh subur.
• Staff tidak lagi disiapkan untuk menerima sistem-sistem kontrol dan komando
yang kuno itu. Semakin luasnya ketersediaan pendidikan, penekanan lebih besar
pada pengembangan sepanjang hidup, dan tujuan kepastian keamanan kerja dan
peningkatan yang mantap telah menyumbang pada situasi di mana pekerjaan
dinilai berdasarkan kesempatan-kesempatan pengembangan yang ditawarkan,
bukan sebagai pekerjaan itu sendiri. Organisasi-organisasi yang gagal
memenuhi aspirasi-aspirasi ini tidak akan memperoleh kinerja yang mereka
tuntut dan staf terbaik mereka akan terus-menerus dibuat tak berdaya.

Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan difokuskan ke karyawan, tingkat terbawah dalam
setiap organisasi. Jika dalam organisasi tradisional, karyawan tidak
diperhitungkan dalam pembagian kekuasaan (power distribution), dengan
pemberdayaan karyawan, kekuasaan justru digali dari dalam diri karyawan
Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang kepada karyawan
untuk merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara
eksplisit dari manajer di atasnya. Jika di dalam pendelegasian wewenang,
kekuasaan diberikan oleh manajemen puncak kepada para manajer di bawahnya
(bukan kepada karyawan), dalam pemberdayaan karyawan, kekuasaan digali dari
dalam diri setiap karyawan melalui proses pemberdayaan karyawan (employee
empowerment). Pemberian wewenang oleh manajemen kepada karyawan
dilandasi oleh keberdayaan karyawan yang dihasilkan dari proses pemberdayaan
yang dilaksanakan oleh manajemen terhadap karyawan.
Oleh karena pemberdayaan karyawan dilaksanakan dengan menggali
potensi yang terdapat di dalam diri karyawan, maka pemberdayaan berarti
pengembangan kekuasaan, bukan sekadar pendistribusian kekuasaan yang telah
ada dan yang telah dimiliki oleh manajemen. Dengan kata lain, pemberdayaan
karyawan memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk melakukan
perencanaan dan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 17
jawab mereka. Sedangkan pendelegasian wewenang memberikan kekuasaan yang
telah dimiliki oleh manajemen tingkat atas untuk didistribusikan ke manajemen di
bawahnya.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan pelepasan atau pembebasan,
bukan pengendalian energi manusia sebagaimana yang dilaksanakan dalam
pendelegasian wewenang.
Keyakinan Dasar yang Melandasi Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika dilandasi oleh tiga
keyakinan dasar berikut ini:
a. Subsidarity. Prinsip subsidiarity mengajarkan bahwa badan yang lebih
tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat
dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah.
Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu
kesalahan karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak
terampil.
b. Karyawan pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah
keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Pemberdayaan karyawan
dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan,
manajer tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi, dan
mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Manajer
melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi
yang memadai kepada karyawan, memberikan arah yang benar, dan
membiarkan karyawan untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan
oleh mereka.
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari keyakinan bahwa
orang pada dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer tidak
perlu lagi menerapkan metode guna membujuk karyawan untuk
mengerahkan usaha mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan
memiliki pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan
mereka, dan manajer harus mendukung usaha karyawan dengan
menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya kinerja
unggul.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 17
c. Trust-based relationship. Pemberdayaan karyawan menekankan aspek
kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada karyawan. Dari
pemberdayaan karyawan, hubungan yang tercipta antara manajemen
dengan karyawan adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based
relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada karyawan, atau
sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh karyawan melalui kinerjanya.
Dalam pendelegasian wewenang, manajer tingkat atas memiliki wewenang karena
posisinya (position-based power) dan kemudian mendelegasikan sebagian
wewenangnya kepada manajer yang lebih rendah posisinya. Manajer yang lebih
rendah ini juga menerima wewenang karena posisinya, sehingga dia pun
memperoleh position-based power. Sedangkan di dalam pemberdayaan karyawan,
karyawan memperoleh wewenang bukan berdasarkan posisinya, namun karena
kinerjanya (performance-based power). Tanpa kinerja, karyawan tidak akan
mampu menumbuhkan kepercayaan dalam diri manajemen, sehingga trust-based
relationship tidak akan dapat terwujud.

1.Pemberdayaan dari Sudut Pandang Manajer


Di dalam organisasi masa depan, yang di dalamnya knowledge workers
dominan dalam penciptaan produk dan jasa dengan menggunakan smart
technology, manajer perlu memandang karyawan sebagai sumber daya yang
secara optimum mampu memberikan kontribusi di dalam perwujudan visi
organisasi. Agar dapat optimum, manajer perlu mengubah mindset mereka di
dalam memandang karyawan, agar pas dengan smart technology yang digunakan
oleh organisasi, serta karakteristik pekerja dan pekerjaan mereka.
Menurut Mulyadi (2001: 162) Keyakinan dasar yang perlu dimiliki oleh
para manajer untuk mewujudkan mindset pemberdayaan karyawan adalah:

a. Karyawan adalah manusia. Manajer harus memandang sisi manusia dalam diri
karyawan, bukan hanya dari sisi pekerjaannya, karena karyawan adalah orang
yang usahanya sangat menentukan sukses suatu perusahaan yang membuat
produk dan menyediakan jasa bagi customers. Setiap orang dipandang memiliki
kemampuan untuk memahami dan memberikan kontribusi dalam mewujudkan
visi perusahaan. Manajer harus memandang karyawannya sebagai orang dewasa
yang pantas untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar atas pekerjaannya,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 17
atas pekerjaan kelompoknya, dan akhirnya atas sukses perusahaan secara
keseluruhan.

b. Orang pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah keyakinan


bahwa orang pada dasarnya baik. Sebagai manusia yang berakal sehat dan
makhluk yang berpikir, orang memiliki kecenderungan alami untuk berhasil
dalam pekerjaannya. Manajer melakukan pemberdayaan dengan memberikan
pelatihan dan teknologi yang memadai kepada karyawan, memberikan arah
yang benar, dan membiarkan karyawan untuk mengerjakan semua yang dapat
dikerjakan oleh mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memiliki
pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan ia
harus mendukung usaha karyawan dengan menghilangkan hambatan apa pun
yang mencegah terwujudnya kinerja unggul.

c. Birokrasi membunuh inisiatif. Satu aspek organisasi yang paling merusak


pemberdayaan adalah berjenjangnya tingkat manajerial. Dalam pemberdayaan
karyawan, tanggung jawab atas pekerjaan dikembalikan ke tangan karyawan.
Dengan demikian karyawan memperoleh motivasi yang lebih besar terhadap
pekerjaan mereka, karena mereka bertanggung jawab atas pekerjaan mereka,
dan organisasi memperoleh penghematan signifikan dengan penghilangan
jenjang manajemen yang tidak menambah nilai bagi customer. Manajer harus
mengidentifikasi aspek organisasi meskipun kelihatannya efisien, mengajari
karyawan untuk tidak mengerjakan, tidak mencoba, dan tidak peduli tentang
pekerjaan mereka.

d. Tugas manajer adalah menyediakan pelatihan, teknologi, dan dukungan


bagi karyawan. Manajer harus melihat karyawan yang memiliki kesempatan
yang harus dikembangkan dan diperluas untuk tujuan pemberian layanan kepada
customers”. Manajer bertanggung jawab untuk menyediakan teknologi memadai
dan pelatihan bagi karyawan untuk memungkinkan mereka mengerjakan apa
yang dapat mereka kerjakan. Di samping itu, manajer harus memberikan
dukungan selama proses perubahan karyawan dalam memikul tanggung jawab
baru ini. Jika manajer tidak memiliki kesediaan untuk menerima kesalahan dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 17
kegagalan, karyawan akan cenderung kembali ke cara kerja lama yang telah
dikenal sebelumnya.
Dalam banyak hal boleh jadi pemberdayaan adalah suatu hal yang dirasa
sulit oleh suatu organisasi. Pemberdayaan karyawan tentunya dapat menimbulkan
suatu perubahan secara besar –besaran dalam struktur yang telah diterapkan
selama ini. Organisasi harus bisa menghilangkan kendala –kendala yang dapat
mencegah macetnya pemberdayaan, seperti birokrasi yang bertele – tele serta
pengambilan keputusan yang kurang pas. Sebuah pemberdayaan adalah upaya
membongkar dan membangun kembali struktur suatu oraganisasi ataupun
perusahaan mulai dari nol.
Clutterbuck (2003:47) terdapat struktur – struktur pemberdayaan yang pas
untuk dibangun yaitu:
1. The Bull’s Eye
Menempatkan pelanggan di tengah dan membangun organisasi diseputar
kebutuhan – kebutuhan mereka. Mengesampingkan gagasan tentang hirarki,
dan sebagai gantinya menempatkan peran-peran sesuai dengan arti pentingnya
bagi custumer.

2. The Amoeba
Secara konstan mengubah bentuk eksternal dengan membelah diri menjadi
unit – unit kecil yang baru.

3. The Star
Teradopsi oleh organisasi – organisasi yang melayani sejumlah kecil
pelanggan yang sangat penting. Organisasi ini seakan menjadi organisasi
klien/custumer mereka, seringkali bekerja di tempat custumer dan membangun
organisasi-organisasi mereka di seputar kebutuhan-kebutuhan custumer.

4. Organisasi Boundaryless (Nirbatas)


Organisasi begitu responsive kepada pelanggan. Begitu responsivnya seakan
batas-batas antara custumer dan organisasi menjadi begitu kabur sampai tidak
ada artinya.

5. Organisasi Chemical Soup

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 17
Dalam struktur yang relatif masih langka ini, tim-tim berevolusi untuk proyek-
proyek spesifik, kemudian luruh menjadi kombinasi-kombinasi baru sesuai
dengan kebutuhan.

Snyder (1994:112) menyebut bahwa untuk mewujudkan paradigma


pemberdayaan karyawan, perlu ditanamkan personal values dalam diri para
manajer yang pas dengan paradigma tersebut, dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai:

a. Kejujuran.
Manajer dan karyawan harus mengatakan keadaan dan kondisi yang
sebenarnya antar kedua belah pihak. Manajer juga harus memberikan
informasi yang dimilikinya kepada karyawan untuk memungkinkan karyawan
mengambil keputusan secara efektif. Dalam pemberdayaan karyawan,
karyawanlah yang diberi tanggung jawab untuk pengambilan keputusan.
Dengan menggunakan akses ke data yang sama, menggunakan alat analisis
yang sama, dan melakukan analisis yang sama sehingga keputusan bisa di
ambil. Hal ini sangat berbeda dengan manajemen tradisional. Pengambilan
keputusan serta pemikiran dilaksanakan oleh manajer, pembicaraan
dilaksanakan oleh supervisor, dan pelaksanaan dilakukan oleh karyawan

b. Kerendahan hati.
Pemberdayaan karyawan berarti pemberian tanggung jawab lebih besar
kepada karyawan untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, dapat
terjadi inisiatif karyawan jauh lebih baik dibandingkan yang dilakukan oleh
manajer. Kerendahan hati untuk mengakui kinerja karyawan harus merupakan
suatu nilai yang dijunjung tinggi oleh manajer, jika pemberdayaan karyawan
dikehendaki berhasil dalam suatu organisasi. Tugas manajer adalah membuat
karyawan yang berada di bawah wewenangnya menjadi terkenal karena
kinerjanya. Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh manajer yang memiliki
kerendahan hati.
Gambar di bawah ini melukiskan building blocks kultur organisasi yang
dilandasi paradigma pemberdayaan karyawan ditinjau dari sudut pandang manajer.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 17
Perilaku yang
Dirancang Melalui Tampak Luar
Sistem Manajemen

Keyakinan Dasar :
(1) karyawan adalah manusia,
(2) orang pada dasarnya adalah baik Employee
(3) birokrasi membunuh inisiatif Empowerement
(4) tugas manajer adalah menyediakan Mindset
pelatihan, teknologi, dan dukungan
bagi karyawan

Nilai Dasar
Kejujuran dan Kerendahan Hati

Paradigma Pemberdayaan Karyawan

Building Block yang Membentuk Employee Empowerement Mindset


Ditinjau dari Sudut Pandang Manajer Snyder (1994),dalam Mulyadi(2003:151)

2. Pemberdayaan Karyawan Dari sudut Pandang karyawan.


Dari sudut karyawan, pemberdayaan karyawan berkaitan dengan
bagaimana karyawan dipercaya oleh manajer untuk mengambil keputusan tentang
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan. Gambar di bawah ini
melukiskan building blocks kultur organisasi yang berlandaskan pada mindset
pemberdayaan karyawan ditinjau dari sudut pandang karyawan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 17
Perilaku yang
Tampak Luar
Dirancang Melalui
Sistem

Keyakinan Dasar :
(1) Pemberdayaan didasarkan pada
kepercayaan manajer atas Employee
karyawan Empowerement
(2) Kepercayaan didasarkan Mindset
atas kompetensi dan karakter

Nilai Dasar :
(1) kejujuran, (2) keberanian,
(3) integritas, (4) mental berlimpah,
dan (5) kesabaran

Paradigma Pemberdayaan Karyawan

Gambar 9.2 Building Block yang Membentuk Employee Empowerement Mindset


Ditinjau dari Sudut Pandang Karyawan Snyder (1994),dalam Mulyadi(2003:165)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 17
Selanjutnya Snyder (1994:104) menyebut bahwa untuk dapat dipercaya
oleh manajer, perlu dibangun keyakinan dasar dan nilai dasar dalam diri karyawan,
yaitu:

a. Kepercayaan (trust) yang tumbuh dalam diri manajer terhadap karyawan.


Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika karyawan dapat
dipercaya oleh manajer. Oleh karena itu, karyawan perlu menanamkan
keyakinan dalam dirinya bahwa ia dapat merencanakan,
mengimplementasikan rencana, dan mengendalikan implementasi rencana
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau tanggung jawab
kelompoknya jika manajer mempercayai (trust) karyawan.

b. Kepercayaan manajer terhadap karyawan tumbuh karena kompetensi dan


karakter yang dibangun dalam diri karyawan.
Kompetensi dimiliki oleh karyawan jika ia berkemampuan untuk
menggunakan knowledge. Keunggulan suatu bisnis dibandingkan dengan
bisnis lainnya terletak pada knowledge atau kemampuan sumber daya
manusianya dalam menerapkan informasi yang berkaitan dengan sain
(science), teknik, sosial, ekonomi, dan manajerial ke dalam pekerjaan dan
kinerja mereka knowledge bukan merupakan sumber daya bisnis, namun
merupakan sumber daya sosial, yang tidak dapat dipertahankan
kerahasiaannya untuk jangka panjang. Oleh karena itu, personel harus
senantiasa meng-up date dan meningkatkan knowledge mereka agar organisasi
tempat mereka bekerja memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaingnya.
Dengan demikian, untuk mempertahankan posisi unggul organisasi mereka,
personel harus menjadi life-long learners.
Sedangkan nilai dasar yang perlu dijunjung tinggi oleh karyawan agar ia
dapat dipercaya oleh manajer dan teman sekerja lain dalam tim kerja adalah:

a. Kejujuran. Kejujuran adalah kemampuan orang untuk mengatakan suatu


kenyataan sebagaimana adanya, yang membutuhkan keberanian jiwa, karena
seringkali adanya dampak yang tidak menguntungkan bagi karyawan. Untuk
membangun kepercayaan dengan manajer dan teman sekerja, kejujuran
merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 17
b Keberanian. Keberanian adalah keteguhan hati dalam mempertahankan
pendirian, keyakinan, prinsip, visinya. Nilai keberanian perlu dijunjung tinggi
karyawan untuk memacu karyawan dalam mengemban tanggung jawab
pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Di
samping itu, kreativitas penerapan pengetahuan memerlukan nilai keberanian
dalam diri karyawan untuk mengungkapkan dan mengimplementasikannya.
c. Integritas. Integritas adalah kemampuan orang untuk mewujudkan apa yang
telah diucapkan atau janjikan oleh orang tersebut menjadi suatu kenyataan, dalam
situasi apa pun. Karyawan perlu menjunjung tinggi integritas, dengan cara
mewujudkan semua komitmen yang telah mereka sanggupi ke dalam tindakan
nyata.
Jika karyawan telah menjanjikan sesuatu kepada customer, dan meskipun untuk
merealisasikan komitmen kepada customer tersebut, ia harus mengorbankan
sumber daya tertentu, dan ia tetap teguh dengan komitmen yang telah dijanjikan
kepada customer, terlepas dari sumber daya yang harus dikorbankan, ia adalah
karyawan yang menjunjung tinggi integritas dalam memenuhi komitmennya
kepada customer. Customer akan memilih berhubungan dengan perusahaan yang
karyawannya menjunjung tinggi integritas, karena hanya orang yang berintegritas
pantas dijadikan partner dalam bekerja

d.Mental berlimpah. Mental berlimpah (abundant mentality) adalah kemampuan


jiwa seseorang dalam menerima keberhasilan, kelebihan, keberuntungan, dan
penghargaan yang diperoleh orang lain. Mental berlimpah sangat diperlukan,
karena karyawan bekerja dalam tim kerja (teamwork), yang bersama dengan
karyawan lain bahu-membahu memenuhi kebutuhan customer. Perwujudah nilai
mental berlimpah antara lain: (1) ringan hati untuk memberikan selamat atas
keberhasilan rekan sekerja, (2) menghindarkan diri dari sikap merendahkan
prestasi kerja rekan sekerja, (3) membiasakan diri melihat “the bright side of
everyone and everything”.\

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 17
e.Kesabaran dalam mewujudkan visi. Kesabaran adalah kekuatan hati orang
untuk menerima kelainan yang terjadi terhadap dirinya dalam jangka waktu
panjang, menyalurkan semangat secara ajeg dan tekun sampai terwujudnya visi
yang telah dirumuskan. Kesabaran dalam mewujudkan visi merupakan nilai yang
perlu dijunjung tinggi oleh karyawan.

\\

Reference:
Setyawan, Johny.,Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba
Empat, 2001

Clutterbuck, David., The Power of Empowerment. Kogan Page, 2003.

Reynolds, Larry., The Trust Effect: Creating the High Trust, High Performance
Organization. London: Nicholas Brealey Publishing, 1997

Snyder, Neil H., James D.Dowd, Jr., Dianne. ,Vision, Values, and Courage:
Leadership for Quality Management. New York: The Free Press, 1994

Oates, D., Leadership: The Art of Delegation, Century Bussiness Books: London,
1993.
“Empowerment, a leap of faith?”Management Training, Agustus, 1993

Bowen, D.E. dan Lawler, E.E.,”The Empowerment of Service Workers:What,


Why, How, and When,”Sloan Management Review,Spring ,1992, Volume
33,no. 3.

Frey, R.,”Empowermrnt or else,.”Harvard Bussiness Review,September-Oktober,


1993

Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of


Bussiness The Ohio State University, Pearson Prentce Hall, 2005

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 17

Anda mungkin juga menyukai