Anda di halaman 1dari 32

STASE VIII BAYI BALITA PRASEKOLAH

DENGAN BAYI .......... IMUNISASI CAMPAK BOSTER


DI PUSKESMAS SIDANG JAYA KABUPATEN TANGERANG

Disusun oleh
DEWI SITI NURJANAH S.Tr.Keb
NIM : 52223188

POLITEKNIK TIARA BUNDA


Jalan Cinere Raya Blok M No 17 Cinere, Depok
Telp (021) 7541172 Fax: (021) 7541172
E-mail: poltektiarabunda@gmail.com
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

STASE VIII BAYI BALITA PRASEKOLAH


DENGAN BAYI .......... IMUNISASI CAMPAK BOSTER
DI PUSKESMAS SIDANG JAYA KABUPATEN TANGERANG
TUGAS MATA KULIAH STASE VIII BAYI BALITA PRASEKOLAH

Depok, 06 April 2023


Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Aninditya Azis, M.Tr.Keb


LEMBAR PENGESAHAN

STASE VIII BAYI BALITA PRASEKOLAH


DENGAN BAYI .......... IMUNISASI CAMPAK BOSTER
DI PUSKESMAS SIDANG JAYA KABUPATEN TANGERANG
TUGAS MATA KULIAH STASE VIII BAYI BALITA PRASEKOLAH

Depok, 06 April 2023


Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Aninditya Azis, M.Tr.Keb

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Stase Viii Bayi Balita
Prasekolah Dengan Bayi .......... Imunisasi Campak Boster Di Puskesmas Sidang Jaya Kabupaten Tangerang

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Tugas Mata Stase Viii Bayi Balita
Prasekolah Akademi Kebidanan Politeknik Tiara Bunda
Penyusun menyadari terwujudnya makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dan pengarahan
dari semua pihak yang telah membimbing. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. H.Eko Budi Santoso, SE., MM sebagai Ketua Yayasan Cerdas Mutiara Bangsa
2. Lusy Pratiwi, S.Tr.Keb., M.K.M sebagai Direktur Politeknik Tiara Bunda
3. Rut Yohana Girsang, S.SiT., M.Tr.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan
4. Aninditya Azis, M.Tr.Keb Selaku Dosen Pembimbing Lahan.

5. Teman-teman satu angkatan dan keluarga yang sudah mendukung kelancaran kuliah prodi
pendidikan profesi bidan.
yang bersifat membangun demi mengevaluasi peningkatan makalah ini, agar selanjutnya menjadi
lebih baik. Harapan penulis semoga makalah ini dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Depok, 06 April 2023

Penyusun

4
DAFTAR ISI

5
BAB I
PENDAHULUN

I. Latar Belakang
Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin
telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap
tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa
negara maju seperti Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi dan masih
masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun
(Balita) akan tatapi campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih
banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan
penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini.
Penyakit campak adalah penyakit menular saluran pernapasan akut yang diakibatkan virus
campak. Dalam kliniknya termanifestasi pada gejala demam, radang saluran pernafasan atas, radang
selaput mata, bintik selaput lendir campak dan bintul kulit.
Hepatitis adalah peradangan pada jaringan hati. Salah satu serangan penyakit hepatitis adalah warna
mata dan kulit penderita tampak kuning (ikterik). Oleh karena itu, hepatitis sering juga di sebut orang
sakit kuning. Ikterik ini disebabkan karena terbendungnya saluran empedu oleh pembekakan jaringan
hati.
Poliomyelitis adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh suatu kelompok virus neurutropik
(tipe I, II, III). Penyakit ini menyerang system saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan total.
Penyakit polio hanya dapat menyerang balita dan penyebarannya dari manusia lewat mulut dengan
perantara makanan, air dan kotoran.
Didaerah Gorontalo berdasarkan data mengenai jumlah kasus penyakit campak yang di peroleh
dari Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo selama tiga tahun terakhir yaitu tahun 2003 dengan jumlah
330 kasus, tahun 2004 dengan jumlah 442 kasus dan tahun 2005 dari bulan januari sampai mei dengan
jumlah kasus 55 kasus (Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo 1995).
Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB hasil pemeriksaan sampel darah dan urine
penderita campak pada saat KLB menunjukkan logam positif sekitar 70% - 100%.
Masalah hepatitis B meningkat, prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi antar
daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2%. Bila rata – rata 5% penduduk Indonesia adalah carier hepatitis
B maka di perkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan semakin menyebar
kemasyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAG>8% dihimbau oleh WHO untuk menyertakan
hepatitis B kedalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari
hepatitis B sebesar 50% dari ibu hamil pengidap hepatitis B akan menularkan penyakit tersebut kepada
bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita hepatitis B (10%)
menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20%nya menjadi hepatoma, dan kemungkinan
6
akan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak – anak balita karena respon imun pada mereka
belum sepenuhnya berkembang sempurna.
Menurut Prof.Dr.Umar Fahmi, hasil penyelidikan di Kabupaten Lebak provinsi Banten ditemukan
kasus AFP yang mengelompok (clustering). Data yang dikumpulkan oleh Tim Pusat (Surveilans dan
WHO) menyatakan ditemukan 31 kasus AFP dari 6 kecamatan yaitu Cipanas 17, Sajira 7, Rangkas
Bitung 4, Cimarga 4, Sobang 1, dan Warungunung 1. hasil pemeriksaan dari laboratorium Litbangkes
Depkes Jakarta bahwa diketahui 2 kasus positif VPL.
Ada beberapa pencegahan yang dapat di lakukan di antaranya adalah memberikan imunisasi polio
pada semua anak sebanyak empat kali sebelum usia satu tahun sebagai bagian imunisasi rutin untuk
mencegah tujuh penyakit utama anak. Lewat pekan imunisasi nasional semua anak di bawah usia lima
tahun di beri dua dosis vaksin polio dengan tenggang waktu satu bulan. Yang dilakukan saat ini untuk
mencegah penyakit polio adalah melindungi semua anak dan balita dengan memastikan bahwa mereka
memperoleh 2 tetes vaksin polio OPV pada pekan imunisasi nasional pada imunisasi rutin lainnya.

II. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyakit Campak
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi penyakit campak ?
b. Untuk mengetahui besarnya masalah campak ?
c. Untuk mengetahui tingkat keganasan campak ?
d. Untuk mengetahui intensitas vaksin campak ?
e. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit campak ?
f. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak ?
g. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular yang di tandai dengan demam, batuk,
konjungtivis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruam kulit. Penularan infeksi terjadi
karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam
waktu 2 – 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Sebelum vaksinasi campak
di gunakan secara meluas. Wabah campak terjadi setiap 2 – 3 tahun, terutama pada anak – anak usia
prasekolah dan anak – anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia
akan kebal terhadap penyakit ini.
Penyakit campak adalah penyakit menular saluran pernapasan akut yang diakibatkan virus campak.
Dalam kliniknya termanifestasi pada gejala demam, radang saluran pernafasan atas, radang selaput
mata, bintik selaput lendir campak dan bintul kulit.
Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut
yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak.
Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a.
stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi. Campak adalah suatu penyakit akut
menular, ditandai oleh tiga stadium:
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan
sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh,
lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam dan
terjadi hiperpigmentasi.

B. Riwayat Alamiah Penyakit Campak


Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap prepatogensis
b. Tahap Patogenesis
c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
1. Tahap Prepatogensis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya
peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility).
Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih
ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap
menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan
tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit
penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan
perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.
2. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap Lanjut,
dan -Tahap Akhir.
 Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu masih belum

8
merasakan bahwa dirinya sakit.
 Tahap Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
➢ Panas badan
➢ nyeri tenggorokan
➢ hidung meler ( Coryza )
➢ batuk ( Cough )
➢ Bercak Koplik
➢ nyeri otot
➢ mata merah ( conjuctivitis )

 Tahap Lanjut
munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil dan jarang
kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul
pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada, punggung, perut
serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak mencapai puncaknya
(bisa mencapai 40 derajad Celsius), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat,
tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.
3. Tahap Akhir/ Pasca Patogenesis
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima pilihan keadaan,
yaitu:
➢ Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat
kembali.
➢ Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada,
tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen
berupa cacat.
➢ Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam
tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
➢ Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
➢ Berakhir dengan kematian.

C. Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak


 Etiologi
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus.
Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan
dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang- kurangnya 34 jam dalam
suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera
rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan
inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama
masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum
diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9- 10 sesudah
pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan
melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7
sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans
dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat
9
imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70
persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-
Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999:
dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan
dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang
cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai
kontribusi besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia,
seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak
sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-
rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti
besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari
15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa
FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada
kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 1998–1999 juga
menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila dibandingkan
kelompok umur lebih tua (10–14 tahun).
 Patofisiologi
Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan saluran cerna
dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks.
Pada kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik
pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi
sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan
medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi
korteks dan substansia alba.
 Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3
stadium, yaitu:
Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,
malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal
yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.

Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum
dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk
10
makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal.
Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada
kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan
menghilang sesuai urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah
leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.
Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai
dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau
hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain
itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal
kecuali bila ada komplikasi.
 Diagnosis
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa
multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan
jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada
penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit
kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah
patognomonis untuk rubeola/campak.
 Komplikasi
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti :
a. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh
pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti
tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu
perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi,
afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.
c. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka
kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah
1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili
hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan
saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti
kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis
11
lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul
gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi.
Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun.
SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah
vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus
morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita
penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul
sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE
setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan
setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.
e. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi
imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan
imunosupresif.
 Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi4.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai
tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian
demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir
2000 dari populasi total tanpa memandang umur.

D. Pencegahan Penyakit Campak


a. Pencegahan
 Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan
lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan
menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili
tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak
tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak
tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke
atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja
pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan
pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini
tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati,
penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
 Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan
pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum
dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan
tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan
penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.
 Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak
dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama
20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.
b. Pengobatan
12
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki
keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul.
Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang
cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia.
Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai
secara individual.

E. Campak di Indonesia
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada
tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah
dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%.
Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama
tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok
umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk
mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit
maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat,
kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih
perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau
Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak
(RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara
lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996
menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu- satunya pejamu
(host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang
cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15
tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam
pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai
UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan
dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita
dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST).
Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB
campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan
kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada
tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan
interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan
tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval
terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan
daerah- daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya.
Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang
dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi
tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah
memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia
berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB

F. Tujuan Reduksi Campak


Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka
13
kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan.
Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan
kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

G. Strategi Reduksi Campak


Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum
dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium

H. Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.

Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio.
Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang
masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak
pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas,
belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan
bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif
surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi
pemberantasannya di setiap daerah.

I. Angka Insidens

Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan
Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata
Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada
kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).

Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens
rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi
KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan
imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut.
Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar:
rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian
imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.

Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan
Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih
cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum
mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak
berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan
(W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999
yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan
pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan
Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB
campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang
dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih
baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah
dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan,
namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 –
1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB
campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
14
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta
mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada
kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak
tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9
tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.

Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine
untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel
serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun
1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM
positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak
dilapangan pada saat KLB berlangsung.

Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB
terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing- masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% –
2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan
koprehensive.

Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung
menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur

J. Besarnya Masalah Campak


Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius
sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak
disebabkan oleh paramiksovirus (virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung,
mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10-14 hari
sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada
seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan
terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi -
remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun,
terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak,
maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.

K. Tingkat Keganasan Campak


Pada penyakit campak, bercak merah timbul biasanya pada demam hari ke III-V, kemudian akan
berkurang pada minggu keII dan menimbulkan bekas terkelupas dan bercak kehitaman. Penyakit
campak harus diawali dengan keluhan pilek dan batuk mulai demam pada hari pertama
Dalam perjalan penyakit pada campak di tandai dengan tiga periode dengan keluhan yang khas pada
seorang penderita :
 Stadium Pertama
Stadium masa tunas, di perkirakan berlangsung 10 – 12 hari. Pada stadium pertama ini,
seorang anak belum memperlihatkan gejala –gejala penyakit tapi virus penyebab sudah berada
dalam tubuh penderita.
 Stadium Prodromal
Pada stdium ini sudah tampak gejala berupa demam salesma, hidung berair, batuk pilek,
mata yang merah dan berair (konjungtiva), fotofobia (mata mudah silau) dan sukar menelan.
 StadiumErupsi
Ditandai dengan gejala khas berupa demam yang tinggi diikuti dengan keluarnya bercak
atau bintik warna merah yang khas (koplik spot). Bintik merah ini mula – mula keluar di bagian
belakang telinga. Seterusnya, bintik – bintik ini akan menjalar kewajah, leher, dada, perut, kaki
hingga merebak keseluruh badan. Ruam kulit merupakan bintik berwarna merah muda, ketika
penyakit bertambah berat ruam kulit dapat saling bersambungan dan menunjukkan warna merah
tua.

15
Komplikasi pada anak yang sehat dan gizinya cukup campak jarang berakibat serius.
Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak adalah infeksi bakteri, pneumonia, infeksi
telinga tengah. Kadang terjadi penurunan trombosit sehingga penderita mudah memar dan
mudah mengalami perdarahan ensefalitis (infeksi otak).
Penyakit campak berakibat buruk terhadap saluran pernafsan dan paru – paru. Pada
saluran pernafasan terjadi infeksi pada laring yaitu yang di sebut dengan laryngitis. Pada jaringan
paru – paru dapat terjadi radang paru – paru yang di sebut Bronkopneumonia. Jika terjadi
laryngitis, anak akan memperlihatkan keluhan sesak nafas, suara mengorok atau suara serak.
Keluhan panas badan tetap ada dan dapat menghilang pelan – pelan sejalan dengan
penyembuhan penyakit. Peradangan paru – paru pada penyakit campak ini dapat disebabkan
langsung oleh virus campak (morbilivirus) atau oleh adanya kuman lainnya. Jika terjadi
peradangan paru – paru beberapa penyakit akan muncul.
Gejala – gejala penyakit itu berupa : batuk, sesak nafas yang berat. Anak tampak sangat
kesulitan dalam bernafas. Bersamaan dengan munculnya komplikasi terhadap paru – paru ini,
keluhan panas badan tetap tinggi. Jika panas badan sangat tinggi, tidak jarang anak yang
menderita peradangan paru – paru ini akan mengalami kejang. Dapat di perkirakan apakah
peradangan paru – paru disebabkan langsung oleh virus campak atau akibat bakteri lain. Cara
yang mudah adalah dengan melihat pola demam sejalan dengan penyembuhan penyakit campak.
Sejalan dengan penyembuhan penyakit, panas badan langsung menghilang. Akan tetapi, jika
kuman lain sebagai penyebabnya, suhu tubuh tetap tidak turun walaupun tanda – tanda penyakit
campak telah menghilang, artinya peradangan paru – paru sebagai infeksi sekunder oleh bakteri
lain.

L. Intensitas Vaksin Campak


1. Anak saya sudah diimunisasi Campak pada usia 9 bulan, tapi ketika usia 5 tahun dia mendapat penyakit
Campak, kenapa hal ini bisa terjadi ? Vaksinasi yang diberikan pada usia di bawah 1 tahun tidak akan
memberikan proteksi yang lama, sehingga harus disusulkan dengan pemberian second opportunity
(booster). Di Indonesia anjuran imunisasi Campak adalah pada usia 9 bulan, karena di Indonesia
kejadian penyakit Campak masih tinggi, sedangkan kematian lebih banyak terjadi pada anak di bawah 1
tahun, sehingga walaupun tidak memberikan proteksi yang lama, pemberian imunisasi campak pada
bayi usia 9 bulan diharapkan dapat menurunkan angka kematian. Disamping itu, ada beberapa penyakit
yang mempunyai gejala mirip dengan penyakit Campak. Sehingga akan lebih baik bila menderita gejala
seperti penyakit Campak dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, sebagai diagnosa
pasti.
2. Anak saya sudah pernah mendapat penyakit Campak, apakah perlu diimunisasi lagi ? Ada beberapa
penyakit dengan gejala yang mirip dengan penyakit Campak. Bila ada konfirmasi laboratorium bahwa
saat itu anak anda menderita penyakit Campak, maka tidak perlu dilakukan imunisasi Campak. Tapi bila
anda tidak yakin dengan hal tersebut, sebaiknya tetap dilakukan imunisasi.
a. Macam Vaksin
Macam vaksin yang digunakan untuk imunisasi:
1. Vaksin yang dilemahkan. Daya infeksi kuman atau virus dilemahkan namun mampu menumbuhkan
respon imun. Vaksin ini dapat berasal dari keseluruhan organisme atau bagian dari organisme contoh
vaksin polio oral.
2. Vaksin yang telah dimatikan (bakteri, virus atau riketsia). Berasal dari mikroorganisme yang telah
dimatikan. Respon imun yang timbul lebih lemah daripada vaksin hidup sehingga biasanya
memerlukan imunisasi ulang, contohnya kolera, pertusis.
3. Vaksin Subunit. Berasal dari bagian organisme misalnya komponen kapsul bakteri (streptococcus
pneumoniae). Keuntungan vaksin ini aman diberikan pada anak, menghindari vaksin yang virulen.
4. Vaksin toksoid, dibuat dari bahan toksin bakteri. Meski tidak toksis namun dapat merangsang
pembuatan antibodi, contoh vaksin tetanus, dan difteri.
5. Vaksin konyugat. Vaksin polisakarida murni ini kurang imunogenik untuk anak di bawah usia 2
tahun. Untuk meningkatkan imunogenitas, polisakarida dikonyugasikan dengan protein karier.

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

17
BAB 1V
PEMBAHASAN

18
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Salah satu penyakit yang sering menyerang anak – anak adalah campak. Campak merupakan penyakit
yang mudah menular. Campak di sebabkan pelh virus yang di sebut paramyxovirus. Virus ini memasuki
tubuh melalui saluran pernafasan bagian atas. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan penderita atau melalui udara. Virus campak mudah menyerang anak dengan sistem
kekebalan tubuh yang menurun. Daya tahan tubuh anak yang lemah dan kondisi tubuh kekurangan gizi
menyebabkan anak – anak mudah terserang campak. Inkubasi virus penyebab campak kedalam tubuh
terjadi dalam waktu 10 – 14 hari. Gejala – gejala penyakit ini akan tampak setelah inkubasi virus tersebut.
Gejala – gejala campak antara lain :
Demam dan menggigil, hidung dan mata berair
Batuk – batuk
Perasaan lemah dan lelah
Sensitif terhadap cahaya
Nafsu makan turun
Konjungtivitis (mata membengkak)
Setelah tiga hari, ruam – ruam besar berwarna kelihatan di kulit muka, leher dan juga
pada selaput lendir mulut. Ruam ini menyebabkan rasa gatal kulit.
Dalam keadaan parah, suhu badan naik sampai 40% celcius atau lebih sehingga penderita
merasa sakit.
Campak sangat mudah tertular sewaktu periode prodormal. Pada akhir dari fase prodormla
terdapat bintik yang di sebut dengan bintik koplik. Bintik kecil, biru kecokelatan yang di lingkari warna
merah. Kelihatan di dalam mulut pada pipi yang berlawanan dengan geraham dan kadang – kadang
terjadi perdarahan. Sesudah 3 hari erbentuk bintik koplik, temperatur badan mulai meningkat, bintik
mulai menghilang dan timbul ruam yang gatal. Ruam ini mulai dari kecil, rata pada bagian belakang
telinga, leher dan pipi. Dari ukuran kecil ruam akan membesar berwarna merah dan menimbulkan rasa
gatal di kulit. Kondisi tersebut membuat tubuh menjadi tidak nyaman.
Untuk mencegah penyakit campak sebaiknya pada usia tertentu, anak diberikan vaksinasi
anticampak. Vaksinasi anti campak biasanya di berikan pada waktu bayi berumur 9 bulan dan cukup
satu kali saja.
Selain melakukan vaksinasi anticampak, untuk mencegah terjadinya penyakit campak sebaiknya
adalah hidup sehat, menjaga kebersihan lingkungan, pakaian dan badan. Linkungan buruk dengan
sanitasi rendah merupakan sumber penyakit dan mempermudah penularannnya.
Penyakit campak menyerang tubuh dengan kondisi kurang gizi. Kekurangan gizi menyebabkan
metabolisme tubuh terganggu pertumbuhan dan perkembangan terhambat, sistem imunitas tubuh pun
merupakan sistem penangkal kuman penyakit yang memasuki tubuh juga menyebabkan tubuh tidak
dapat merespons untuk membentuk antibody yang akan menangkis serangan kuman penyakit. Oleh
karena itu kita perlu menjaga mutu makanan yang kita konsumsi.
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab utama
kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili
paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah
dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data
rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur.
Penurunan paling tajam pada kelompok umur

5.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan
19
memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan
pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.


2. Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 18 januari 2010. 20.30
3. Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 18 januari 2010.
20.40
4. Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 19 januari 2010. 01.00
5. Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 19 januari 2010. 02.46

21
LAMPIRAN

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai