Menurut Wullur (2017), menyatakan rotifera memiliki organ reproduksi yang
terpisah antara organ reproduksi jantan dan betina yang disebut dengan sistem reproduksi yang bersifat dioesis. Namun rotifera betina dapat melakukan reproduksi tanpa terjadinya pembuahan dari porifera jantan. Rotifera betina memiliki organ reproduksi yang terdiri atas ovari dan kelenjar vitelium yang membentuk struktur syncytial tunggal. Syncytial ini terletak menghadap pada saluran telur dan kloaka. Pada umumnya rotifera jantan memiliki organ reproduksi testis dan saluran sperma tunggal yang terhubung dengan prostate yang berada pada ujung posterior. Sistem reproduksi yang dimiliki oleh rotifera adalah aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual pada rotifera dapat terjadi dalam bentuk parthenogenesis yaitu dimana rotifera betina dapat menghasilkan sel telur yang kemudian akan berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Rotifera juga dapat melakukan reproduksi secara seksual dengan mengubah pola reproduksinya menjadi reproduk seksual dengan memproduksi individu-individu jantan haploid sehingga dapat meningkatkan potensi kemungkinan terjadinya reproduksi seksual yang pada akhirnya akan memproduksi telur-telur dorman. Perubahan pola reproduksi rotifer ini dapat dipicu oleh adanya faktor lingkungan, vitamin E serta perubahan fotoperiod.
Menurut Redjeki (1999), menyatakan rotifera memiliki sistem reproduksi
biseksual yaitu, kelamin yang terpisah namun rotifera betina melakukan reproduksi secara parthenogenesis. Organ reproduksi rotifera betina disebut dengan ovum dan rotifera jantan disebut dengan testis untuk menghasilkan spermatozoa. Rotifera jantan dapat berkopulasi dengan optimal setelah satu jam telur menetas. Hal tersebut didukung oleh Rimper et al (2008), menyatakan rotifera bereproduksi dengan cara parthenogenesis atau tanpa fertilisasi. Namun jika kondisi lingkungan pada rotifera mengalami perubahan rotifera akan mengalamin perubahan ke reproduksi seksual. Rotifera dapat mengubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual dengan diawali dari adanya stimulus dari luar. Pada kondisi yang optimal rotifera dapat melepaskan sel telur antara 10-24 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk menetas sekitar 1-2 hari. DAFTAR PUSTAKA
Rimper, J. R. T., R. Kaswadji., B. Widigido dan N. Sugiri. 2008. Bioekologi Rotifera
Dari Perairan Pantai Dan Estuari Sulawesi Utara. Pascasarjana., 31(1): 59-68.
Redjeki, S. 1999. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Oseana., 24(2): 27-43.
Wullur, S. 2017. Rotifera Dalam Perspektif Marikultur. LPPM UNSRAT PRESS,