Anda di halaman 1dari 86

KUMPULAN MAKALAH KAJIAN KURIKULUM

Dosen Pengampu : Dr. Dafid Slamet Setiana, M.Pd.

Disusun Oleh :
Rose Ajeng Ika Pertiwi ( 2016004087 )

“PENGERTIAN KURIKULUM”
A. Pengertian Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani
yaitu curir yang artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat berpacu”. Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman
Romawi Kuno di Yunani.
Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti
berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari
dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah
dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran
(courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti
SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun). SMA/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
Dengan demikian, istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah.

Kelemahan: istilah kurikulum (dalam pendidikan) tidak hanya sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah,
tetapi berisi berbagai macam indikator yang bertujuan untuk mengarahkan
pengajar (guru/dosen) dan si pembelajar (siswa/mahasiswa) dalam melakukan
aktivitas akademisnya.

B. Pengertian Kurikulum secara Terminologi


Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan istilah diartikan
sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish
untuk memeroleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan
ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah”.

Kelemahan : pengertian kurikulum tidak hanya sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah,
tetapi berisi berbagai macam indikator yang bertujuan untuk mengarahkan
pengajar (guru/dosen) dan si pembelajar (siswa/mahasiswa) dalam melakukan
aktivitas akademisnya.

C. Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003


Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).

D. Pengertian Kurikulum Secara Epistemologi


Beberapa pengertian kurikulum menurut para ahli (Epistemologi) :
1. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning For Better
Teaching And Learning (1956)
Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut, “ the curriculum is the sum total of
school’s efforts to influence learning, whether in the clasroom, on the play ground or
out of school ” jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah
dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.
Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kulikuler.
Kelemahan : pengertian kurikulum tersebut kurang disebutkan secara lengkap, jadi
terbatas pada tujuan sekolah untuk mempengaruhi anak dalam belajar dan kegiatan
ekstra-kulikuler saja.
2. Harlold B. Albertycs dalam Reoganizing The High-School curriculum (1965)
Memandang kurikulum sebagai “ all of the activities that are provided for students by
the school” seperti halnya dengan definisi saylor dan alexander kurikulum tidak
terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain di
dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah. Definisi
melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaraan tradisional.
Kelemahan : pengertian kurikulum tersebut kurang disebutkan secara lengkap, jadi
terbatas pada kegiatan-kegiatan yang berada di dalam dan di luar kelas.
3. Othanel smith, W.O stanley dan J Harlan Shores
Memandang kurikulum sebagai “ a sequence of potential experiences set up in the
school for the purpouse of disciplining childern and youth in group ways of thinging
and acting” . Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara
potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan
berbuat sesuai dengan masyarakat.
Kelemahan : Pengalaman yang dimaksudkan tidak terlalu jelas, perlu penjelasan
apakah terdiri dari pengalaman individu atau kelompok.
4. William B ragam dalam buku Moderen Elemntery Curiculum (1966)
Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “ the tendency in recent decades has been
to use the term in broder sense to the whole life and program of the school, the term is
used.” Ragam menggunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh
program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah
tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi
meliputi seluruh kehidupan dalam kelas, jadi hubungan sosial antara guru dan murid,
metode mengajar, dan cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5. J Liyord Trump dan Delmes F millers dalam buku Secondary School Improvement
(1973)
J Liyord Trump dan Delmes F millers dalam buku Secondary School Improvement
(1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam
kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan
seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi
dan adminstratif dan hal hal setruktural yang mengenai waktu, jumlah ruang serta
kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan
fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan perbaikan.
Kelemahan : Apabila kurikulum kurang efektif setelah dijalankan, maka perlu
adanya perbaikan.

6. (Crow and Crow)


Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun
secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.
Kelemahan : pengertian kurikulum tidak hanya berisi rancangan pengajaran atau
sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu
program untuk memperoleh ijazah, tetapi berisi berbagai macam indikator yang
bertujuan untuk mengarahkan pengajar (guru/dosen) dan si pembelajar
(siswa/mahasiswa) dalam melakukan aktivitas akademisnya.
7. (Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru.
Kelemahan : jika hanya pengalaman, lalu bagaimana dengan aturan-aturan yang
telah ditetapkan oleh suatu lembaga/pemerintahan dengan berlangsungnya pendidikan
di daerah tersebut.
8. (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik.
9. (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7)
Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program
belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi.

“DIMENSI KURIKULUM”
A. Dimensi-Dimensi Kurikulum
Setiap pengertian kurikulum bukan hanya menunjukan rumusan definisi dalam bentuk
pernyataan atau pertanyaan tanpa makna, tetapi juga menggambarkan scope and squences isi
kurikulum, komponen-komponen kurikulum dan aspek-aspek kegiatan kurikulum. William H.
Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu “kurikulum
sebagai content atau subject matter, kurikulum sebagai program planned activities,
kurikulum sebagai intended learning outcomes, kurikulum sebagai cultural reproduction,
kurikulum sebagai experience, kurikulum sebagai discrete tasks and concepts, kurikulum
sebagai agenda for social reconstruction, dan kurikulum sebagai currere”.

George A. Beauchamp (1975) mengemukakan, “in my opinion, there are three ways in
which the term curriculum is most legitimately used. An individual, for instance, may
legitimately speak of a curriculum…refer to a curriculum system…to identify a field of
study”. Said Hamid Hasan (1988), berpendapat bahwa ada empat dimensi kurikulum yang
saling berhubungan, yaitu “ kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai
suatu hasil belajar”.
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi,
yaitu “ Kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”.
Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang
kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya
dengan sistem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur,
jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana
diungkap beragam rencanadan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifst
menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain, terdapat desain
berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, kebutuhan siswa.
R. Ibrahim (2005) mengelompokkan Kurikulum menjadi 3 dimensi, yaitu kurikulum
sebagai substansi, kurikulum sebagai system, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi
pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di Sekolah atau
sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga menunjuk pada
suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar,
jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis
sebagai hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan
pendidikan dan masyarakat.

Dimensi kedua memandang kurikulum sebagai bagian dari system persekolahan, system
pendidikan dan bahkan system masyarakat. Suatu system kurikulum mencakup struktur
personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi dan menyempurnakan. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu
kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi yaitu bidang studi kurikulum.
Hal ini merupakan kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum,
melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka
menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada enam dimensi kurikulum,
yaitu :
1. Kurikulum sebagai Suatu Ide
Ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran
seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, seperti kepala dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan
orang tua. Ketika orang berpikir tentang tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan
kepada peserta didik, kegiatan yang dilakukan oleh guru, orang tua, dan peserta didik, objek
evaluasi, maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi. Paling tidak itulah
konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi kurikulum setiap orang tentu berbeda,
sekalipun orang-orang tersebut berada dalam satu keluarga. Perbedaan ide dari orang-orang
tersebut sangat penting untuk dianalisis bahkan dapat dijadikan landasan pengembangan
kurikulum.
Dimensi kurikulum sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal pengembangan
kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide yang
berkembang dalam studi tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan ide-ide mana yang
dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai dengan visi-misi dan tujuan
pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah
pertemuan konsultatif berdasarkan tingkat pengambilan keputusan yang tinggi. Di Indonesia,
pengambil keputusan yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai
penentu kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang
begitu kuat dan besar, serta memiliki kedudukan yang strategis, maka tim pengembang
kurikulum biasanya akan mengacu pada ide atau konsep kurikulum menurut menteri tersebut.
Selanjutnya, ide-ide Mendiknas dituangkan dalam sebuah kebijakan umum sampai menjadi
dimensi kurikulum sebagai rencana.
2. Kurikulum sebagai Suatu Rencana Tertulis
Dimensi kurikulum sebagai rencana biasanya dituangkan dalam suatu dokumen tertulis.
Dimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca
dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realisasi dari dimensi
kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas, antara lain :
mengembangkan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan pengalaman
belajar, organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar, dan sistem evaluasi.
Kurikulum sebagai suatu ide harus mengikuti pola dan ketentuan-ketentuan kurikulum
sedagai rencana. Dalam praktiknya, seringkali kurikulum sebagai rencana banyak mengalami
kesulitan, karena ide-ide yang ingin disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak
dimengerti oleh para pelaksana kurikulum.
3. Kurikulum sebagai Suatu Kegiatan
Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di
lapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide,
tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Antara ide dan
pengalaman mungkin sejalan, tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum yang masih
mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah suatu kegiatan termasuk kurikulum atau
bukan. Misalnya , MacDonald (1965), Johnson (1971), Popham dan Baker (1970), Inlow
(1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi
Beauchamp, Kurikulum adalah a written document yang masuk dalam dimensi rencana,
sedangkan ahli lainnya melihat kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Meskipun demikian,
banyak juga ahli kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk
kurikulum, seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980),
Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
Kurikulum harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak
termasuk kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah (seperti program
latihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak termasuk kurikulum. Dengan demikian,
hasil belajar peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah merupakan refleksi dan realisasi
dari dimensi kurikulum sebagai rencana tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik di kelas
juga merupakan implementasi kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan
kurikulum sebagai kegiatan (proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan,
suatu kesatuan yang utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai
suatu kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah maupun di luar
sekolah atas tanggung jawab sekolah merupakan bagian dari kurikulum.
4. Kurikulum sebagai Hasil belajar
Hasil belajar adalah kurikulum, tetapi kurikulum bukan hasil dari belajar. Pernyataan ini
perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian
dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga orang tidak tahu
bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil belajar, karena memang tidak
dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika dilakukan evaluasi secara formal tentang
kurikulum, pada umumnya orang selalu mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun,
evaluasi kurikulum sebenar jauh lebih luas dari pada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil
belajar bukan satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Meskipun demikian, hasil belajar dapat
dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum ditunjukan
untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan fungsinya adalah untuk
memperbaiki, menyempurnakan atau mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana.
Hasil belajar sebagai bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai domain, seperti
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil belajar tersebut
dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus bersatu. Hasil belajar juga
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor guru, peserta didik, sumber
belajar, dan lingkungan. Kurikulum sebagai hasil belajar merupakan kelanjutan dan
dipengaruhi oleh kurikulum sebagai kegiatan serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal
Arifin (2009) hasil belajar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “ sebagai indikator kualitas
dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai lambang pemuasan
hasrat ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, sebagai indikator intern
dan ekstern dari suatu institusi pendidikan, dan dapat dijadikan indikator terhadap daya serap
(kecerdasan) peserta didik”.
5. Kurikulum sebagai Suatu Disiplin Ilmu
Sebagai suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi,
dan teori yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum, guru
atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya yang ingin
mempelajari tentang kurikulum. Di Indonesia, pada tingkat sekolah menengah pernah ada
Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Atas, Pendidikan Guru Agama (PGA) dan
lain-lain. Pada tingkat Universitas ada juga program studi pengembangan kurikulum, baik
dijenjang S.1 (sarjana), S.2 (magister), maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib
mempelajari tentang kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6. Kurikulum sebagai Suatu Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai tujuan.
Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem
persekolahan, dan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum di sekolah merupakan sistem
tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan. Lebih
jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan
kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi
kurikulum, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem juga
menggambarkan tentang komponen-komponen kurikulum.

“KOMPONEN KURIKULUM”
A. Komponen Kurikulum

Dilihat dari uraian structural kurikulum, ada 4 komponen utama yakni:


1.   Tujuan
2.   Isi atau materi
3.   Strategi pelaksanaan atau proses
4.   Evaluasi
Ke empat komponen tersebut saling berkaitan satu sama lainnya sehingga merefleksikan
satu kesatuan yang utuh sebagai program pendidikan. Berikut ini uraian tentang keempat
komponen tersebut :

1.      Komponen Tujuan
Pada hakikatnya tujuan kurikulum merupakan tujuan dari setiap program pendidikan
yang akan diberikan kepada anak didik, karena kurikulum adalah alat untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan secara umum dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni pancasila.
Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Makna tujuan
umum pendidikan tersebut pada hakikatnya membentuk manusia Indonesia yang
mandiri dalam konteks kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara,
serta berkehidupan sebagai makhluk yang berketuhanan yang maha esa.
Berdasarkan hakikat dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan menjadi tujuan
kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran
atau bidang studi sampai kepada tujuan instruksional. Sebelum menetapkan dan
menyusun isi kurikulum, strategi pelaksanaan dan evaluasi kurikulum, terlebih
dahulu harus ditetapkan rumusan tujuannya, sebab:
a.  Tujuan berfungsi menentukan arah dan corak kegiatan pendidikan
b.  Tujuan menjadi indikator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan, dan
c.  Tujuan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari pelaksana
pendidikan.

Tujuan kelembagaaan pendidikan dinamakan dengan tujuan institusional,


sebagaimana diuraikan berikut ini:

1. Tujuan Institusional
Yang dimaksud dengan tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
suatu lembaga pendidikan, artinya apa yang seharusnya dimiliki siswa telah
menamatkan lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu tujuan institusioanal
merupakan kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki siswa (anak didik) setelah
mereka menyelesaikan program studinya pada lembaga tersebut.

2. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional atau
kelembagaan terdahulu, dan tujuan kurikuler ini bersifat lebih khusus
dibandingkan dengan tujuan institusional. Tujuan kurikuler adalah tujuan bidang
studi atau mata pelajaran sehingga harus mencerminkan hakikat keilmuan yang
ada didalam bidang studi itu. Bila dilihat secara operasional, maka tujuan
kurikuler adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik
setelah menyelesaikan atau mempelajari satu bidang studi atau mata pelajaran
tersebut.

3. Tujuan Instruksional
Sebagaimana dikatakan bahwa tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan
institusional, mak atujuan instruksioanl ini merupakan penjabaran dari tujuan
kurikuler. Tujuan instruksioanal ini merupakan yang paling langsung dihadapakan
kepada anak didik dalam proses belajar mengajar. Setiap bahan atau materi yang
disampaikan dalam jam-jam tertentu memiliki tujuan masing-masing, dan harus
menggambarkan kemampuan apa yang akan dicapai siswa setelah mereka
mempelajari materi yang disajikan tersebut.

Hilda Taba mengemukakan sumber tujuan itu adalah “ kebudayaan, masyarakat,


individu, mata pelajaran, dan disiplin ilmu”. Fungsi pendidikan dapat dipandang
sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar peserta didik menjadi anggota
masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah bangsa dan negara.

Kurikulum harus mengutamakan anak sebagai sumber utama dalam


pengembangan tujuan dalam bentuk kurikulum yang “child centered” . Antara anak
dan masyarakat selalu terdapat interaksi, karena anak hidup dalam masyarakat dan
memperoleh tujuan hidupnya dari masyarakat. Aspek pengetahuan masih tetap
merupakan tujuan utama yang diperoleh melalui berbagai mata pelajaran. Aspek
inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

2. Isi dan Struktur Kurikulum

Isi berkaitan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus
diberikan kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk
menentukan isi kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan tingkat dan jenjang
pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, disamping juga tidak terlepas dari kaitannya dengan
kondisi peserta didik (psikologi anak) pada setiap jenjang pendidikan tersebut.
Kriteria pemilihan isi kurikulum dapat mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Sesuai tujuan yang ingin dicapai
b. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
c. Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara baik untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
d. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Logika, yaitu pengetahuan tentang benar – salah, berdasarkan prosedur keilmuan
b. Etika, yaitu pengetahuan tentang baik – buruk, nilai, dan moral
c. Estetika, yaitu pengetahuan tentang indah – jelek, yang ada nilai seni

Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi


kurikulum harus disuusn berdasarkan prinsip – prinsip sebagai berikut :
a. Mengandung bahan kajian atau topik – topik yang dapat dipelajari peserta didik
dalam proses pembelajaran.
b. Berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata pelajaran,
dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

Di samping prinsip – prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya juga


memperhatikan aspek – aspek yang ada dalam isi kurikulum yaitu :
a. Teori, yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan
b. Konsep, yaitu suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kehususan –
kehususan
c. Generalisasi, yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal – hal yang khusus,
bersumber dari hasil analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian
d. Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep
e. Prosedur, yaitu serangkaian langkah – langkah yang berurutan yang ada dalam
materi pelajaran dan harus dilakukan oleh siswa
f. Fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang mempunyai
kedudukan penting
g. Istilah, yaitu kata – kata pembendaharaan yang baru dan khusus, yang
diperkenalkan dalam materi
h. Contoh/Ilustrasi, yaitu sesuatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas, sehingga suatu urian/ pendapat menjadi lebih jelas dan mudah
dimengerti oleh pihak lain
i. Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal, suatu
kata dalam garis besarnya
j. Preposisi, yaitu suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi

Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut :
a. Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan
mutakhir
b. Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik
lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan – perubahan yang
terjadi
c. Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman
d. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan
e. Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik
f. Materi harus sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik

Ronald C.Doll (1978) mengemukakan beberapa kriteria pemilihan materi kurikulum


yaitu :
a. Validitas dan signifikan materi
b. Adanya keseimbangan materi
c. Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid
d. Kemantapan materi, dalam arti tidak cepat usang
e. Hubungan antara materi dengan ide pokok dan konsep – konsep
f. Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi
g. Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari displin lain

Ada beberapa jenis struktur kurikulum, yaitu :


 Pendidikan umum (general educatian), yaitu program pendidikan yang bertujuan
membina mahasiswa agar menjadi warga negara yang baik. Sifat pendidikan
umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa paada semua lembaga pendidikan
dan tingkatannya. Bidang stuidi-bidang studi yang termasuk dalam kelompok
pendidikan umum, misalnya Pendidikan Agama, PPKN, Olah Raga-Kesehatan,
Kesenian, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
 Pendidikan akademik (academic education), yaitu program pendidikan yang
ditunjukan untuk mengembangkan kemampuan intelektual sehingga diharapkan
diharapkan peserta didik memperoleh kualifikasi pengetahuan yang fungsional
menurut tuntutan disiplin ilmu masing-masing. Tujuannya adalah untuk
memberikan bekal kepada lulusan agar dapat menjutkan studi ke lembaga
pendidikan yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik ini adalah permanen dan
menggambarkan pola berpikir menurut disiplin ilmu masing-masing. Bidang studi
yang termasuk kelompok pendidikan akademik, antara lain IPA, IPS, Matematika,
dan Bahasa Inggris.
 Pendidikan kecakapan hidup (life skill education), program pendidikan yang
bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu, sebagai bekal
hidup peserta didik di masyarakat. Sifat pendidikan ini temporer, artinya sewaktu-
waktu dapat diubah sesuai dengan keperluan. Demikian juga sifat elektif, artinya
setiap peserta dapat memilih jalur keterampilan yang diinginkannya, seperti
keterampilan di bidang jasa, pertanian, perikanan, perbengkelan.
 Pendidikan kejujuran (vocational education), yaitu program yang mempersiapkan
peserta didik untuk memperoleh keahlian atau pekerjaan tertentu sesuai dengan
jenis sekolah yang ditempuhnya. Pendidikan kejujuran ini lazimnya terdapat pada
sekolah-sekolah kejujuran, bukan pada sekolah umum (SMP Dan SMA).
Misalnya, untuk SMK ada kelompok bidang studi ekonomi dan kelompok bidang-
bidang teknik. Kadar bobot setiap struktur kurikulum untuk setiap lembaga
pendidikan tidak sama, baik dalam hal jumlah pelajaran maupun dalam juml;ah
mata pelajaran atau bidang studinya.

Selanjutnya, M.D.Gall (1981) mengemukakan langkah-langkah pengembangan isi


kurikulum sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan
b. Merumuskan misi kurikulum
c. Menentukan anggaran biaya
d. Membentuk tim pengembang
e. Menyusun ruang lingkup dan urutan bahan
f. Menganalisis bahan
g. Menilai bahan
h. Mengadopsi bahan, dan
i. Memdistribusikan , menggunakan dan mengawasi penggunaan bahan.

3. Strategi pelaksanaan kurikulum

Strategi pembelajaran dalam pelakasanaan suatu kurikulum adalah cara yang


digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran mengandung pengertian terlaksananya
kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Mutu proses itu
banyak sekali bergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan
mengaplikasikan teori-teori keilmuan pendidikan.

Oleh karena itu kemampuan strategi pelaksanaannya memegang peranan penting.


Bagaimana baiknya perencanaan kurikulum, tanpa diwujudkan implementasinya
secara maksimal tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Guru harus mampu
memilih pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan
pemebelajaran.

Metode menempati fungsi penting dalam implementasi kurikulum, karena memuat


tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa dan guru.

Dalam hubungannya dengan pendekatan pembelajaran, ada tiga alternatif yang dapat
digunakan, yakni:
a. Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran (matter center).
Penyampaian dilakukan melalui komunikasi antara guru dan siswa. Dalam
rangkaian komunikasi tersebut dapat digunakan berbagai metode mengajar.
b. Pendekatan  yang berpusat pada siswa (student center).
c. Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat (social center).

Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi,
siswa dan komponen lain dalam pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar
berjalan efektif.

Ada beberapa unsur dalam  strategi pembelajaran untuk melakasanakan suatu


kurikulum, yakni:
 Tingkat dan jenjang pendidikan
Dalam sistem pendidikan kita dewasa ini ada tiga ketegori pendidikan foramal
yakni pendidikan dasar, pendidikan menengah (pertama dan atas) dan pendidikan
tinggi.

Adanya perbedaan kategori jenis sekolah menyebabkan adanya perbedaan dalam


hal komponen kurikulum. Misalnya perbedaan tujuan institusional, perbedaan isi
dan strukutur pendidikan, perbedaan strategi pelaksanaan kurikulum, perbedaan
sarana kurikulum, perbedaan system evaluasi dan lain sebagainya.

 Proses belajar mengajar

Pada hakekatnya pelaksaan kurikulum berfungsi untuk mempengaruhi anak didik


untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan
kegiatan nyata mempengaruhi anak didik dalam suatu situasi yang memungkinkan
terjadinya interaksi antara anak didik denagn guru siswa dan siswa serta sisiwa
dengan lingkungan beljaranya.

Komponen-komponen yang harus dipenuhi dalam kegiatan belajra-mengajar


mencapai tujuan pembelajaran adalah bahan pengajaran atau isi
pengajaran,metode mengajar dan alat bantu pengajaran serta penilaian dan
evaluasi.

 Bimbingan penyuluhan
Proses belajar mengajar sebagai operasionalisasi dari kurikulum tidak semulus
seperti yang diharapkan. Siswa sering tidak menguasai materi sehingga tujuan
pendidikan tidak tercapai, maka upaya mengatsi kendala dengan diadakan
kegiatan dinamakan bimbingan penyuluhan yang ditangani oleh counselor.

 Adminisrtasi dan supervise

Pelaksanaan kurikulum menuntut adanya upaya kerjasama yang terencana, terpola


dan terprogram agar tujuan pendidikan dapat tercapai optimal. Upaya tersebut
berkenaan dengan administrasi. Wujud operasional kegiatan ini mencakup bidang
pengajaran, bidang keuangan, hubungan sekolah dengan masyarakat.

Sisi lain yang erat dengan administrasi pendidikan ada;ah supervisi. Supevisi
adalah bantuan yang diberikan kepada seluruh staf, khususnya guru untuk
mengembangkan proses belajar mengajar yang efeektif dan efisien.

 Sarana kurikuler

Saran walaupun bersifat teknis namun mempunyai kontribusi yang tinngi terhadap
kurikulum. Sarana kurikuler yang menunjang pelaksanaan kurikulum antara lain
adalah sarana instruksional, sarana material, sarana personil.

 Evaluasi atau penilaian

Penilaian berfungsi sebagai control terhadap keberhasilan pembelajaran. Karena


dari evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan tujuan pengajaran oleh siswa
dalam hasil belajar yang dicapainya.

4.      Evaluasi kurikulum

Evaluasi secara etimologis berasal dari kata “evaluation” berarti “penilaian terhadap


sesuatu”.  Evaluasi  menurut B.S. Bloom seperti yang dikutip Dryanto adalah
pengumpulan fakta secara sistematis untuk menetapkan bahwa telah terjadi
perubahan dalam diri siswa dan menetapkan tingkat perubahan tersebut.  Evaluasi 
ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai
proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian
tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Secara umum evaluasi dibedakan
menjadi dua yaitu:

a)  Evaluasi hasil belajar


Dalam lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi
formatif dan sumatif.
1)   Evaluasi Formatif
Ditujukan untuk menilai pengusaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar atau
kompetensi dasar dalam jangka waktu yang relative pendek. Dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif digunakan untuk
menilai penguasaan siswa setelah siswa mempelajari satu pokok bahasan.
2)    Evaluasi Sumatif
Ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan atau
kompetensi yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu
yang cukup lama. Seperti satu semester, satu tahun atau selama jenjang
pendidikan.

b)  Evaluasi Proses Pembelajaran


Komponen yang dievaluasi dalam pembelajaran bukan hanya hasil belajar
mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan program pembelajaran, metode, media
serta komponen evaluasi pembelajaran.
Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan
hanya digunakan tes, tetapi digunakan bentuk-bentuk non tes seperti observasi, studi
documenter, angket dan lain-lain.

Ada beberapa prinsip evaluasi pendidikan yang harus diperhatikan oleh evaluator
dalam menjalankan tugasnya. Prinsip tersebut adalah:

  Evaluasi harus mengacu pada tujuan pembelajaran


  Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
  Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif atau menyeluruh
  Evaluasi harus dilaksakan secara terus menerus (kontinyu)
Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah, berikut
penjelasannya: a.) Penilaian yang dilakukan oleh pendidik dilaksanakan secara
kontinyu yang dimaksudkan untuk memantau proses, kemajuan dan hasil belajar
siswa. Bentuk penilaian tersebut bisa berupa ulangan harian, ujian tengah semester,
ujian akhir semester, dan ujian kenaikan kelas. b.) Penilaian yang dilakukan oleh
satuan pendidikan bertujuan untuk menilai standar kompetensi lulusan untuk semua
mata pelajaran. c.) penilaian yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional terhadap beberapa mata pelajaran
dalam bentuk ujian akhir nasional berstandar nasional (UASBN).

“PERANAN KURIKULUM”
A. Peranan Kurikulum
Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan,
yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna
‘dapat hidup’ di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan dengan
kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai dengan norma-
norma masyarakat akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang pemberian
pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan
bakat mereka. Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan
komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan
arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimilki setiap siswa
serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Apabila dianalisis sifat dari masyarakat dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai
institusi sosial dalam melaksanakan operasinya, maka dapat ditentukan paling tidak tiga
peranan kurikulum yang sangat penting. Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah
atau madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting yaitu:
a. Peranan Konservatif
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana utuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya yang dianggap masih relevan dengan
masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. salah satu tanggung jawab
kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada generasi
muda. Dengan demikian , sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi
dan membina tingkah laku para siswa dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Karena
pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula menjembatani antara siswa
dengan orang dewasa di dalam proses pembudayaan yang semakin berkembang
menjadi lebih kompleks, dan disinilah peranan kurikulum turut membantu proses
tersebut. Oleh karenanya, dalam kerangka ini fungsi kurikulum menjadi teramat
penting, karena ikut membantu proses tersebut. Romine mengatakan bahwa :

"In sense the conservative role provides what may be called 'social cement'. It
contributes to like - mindedness and provides for behavior which is consistant with
values already accepted. It deals with what is sometimes known as the core of
'relative universals'"

“Dengan adanya peranan konservatif ini, maka sesungguhnya kurikulum itu


berorientasi pada masa lampau. Meskipun demikian, peranan ini sangat mendasar
sifatnya.”

Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti
budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat
penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal
berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga
‘keajegan’ dan identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.

b. Peranan Kreatif
Apakah tugas dan tangung jawab sekolah hanya sebatas pada mewariskan
nilai-nilai lama? Ternyata juga tidak. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam
mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman. Sebab, pada
kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu
mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif.
Dalam peran kreatifnya, Mengapa kurikulum harus berperan kreatif? Sebab,
manakala kurikulum tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan
selamanya akan tertinggal, yang berarti apa yang diberikan di sekolah pada akhirnya
akan kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
sosial masyarakat.
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan
sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-
kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum
melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti mencipta dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa yang
akan datang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu mengembangkan
semua potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran,
pengalaman, cara berpikir, kemampuan dan keterampilan yang baru yang dapat
bermanfaat bagi masyarakat.

c. Peranan kritis dan evaluatif


Apakah setiap nilai dan budaya lama harus diwariskan kepada setiap anak
didik? Apakah setiap nilai dan budaya baru sesuai dengan perkembangan zaman juga
harus dimiliki oleh setiap anak didik ? Tentu tidak. Peranan ini dilatarbelakangi oleh
adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat
senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa
lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
kebudayaan senantiasa berubah dan sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan
yang ada, melainkan juga menilai, memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan
diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial
dan menekankan pada unsur berpikir kritis. Nilai – nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi dan
perbaikan, sehingga kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar
kriteria tertentu. Dengan demikian kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan
budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau buadaya baru yang mana yang
harus dimiliki anak didik.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran di atas harus berjalan
secara seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran konservatifnya
cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan oleh kemajuan zaman; sebaliknya
kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat membuat hilangnya nilai-
nilai budaya masyarakat
B. Fungsi Kurikulum
Sesuai dengan peran yang harus ”dimainkan” kurikulum sebagai alat dan
pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan pendidikan itu
sendiri. Mengapa demikian? Sebab, tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan pada
dasarnya ‘mengkristal’ dalam pelaksanaan perannya itu sendiri. Bagi siswa itu sendiri,
kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Melalui kurikulum siswa akan memahami
apa yang harus dicapai, isi atau bahan pelajaran apa yang harus dikuasai, dan pengalaman
belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Berkaitan dengan fungsi
kurikulum, Alexander Inglis (dalam Hamalik, 2011: 13-14)) mengemukakan enam fungsi
kurikulum untuk siswa:

1. Fungsi Penyesuaian (the adjustive of adaptive function)


Yang dimaksud dengan fungsi penyesuaian adalah bahwa kurikulum harus dapat
mengantarkan siswa agar mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial
masyarakat. Mengapa kurikulum harus memiliki fungsi penyesuaian? Oleh sebab
kehidupan masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis, artinya kehidupan
masyarakat selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.
Oleh sebab itu, siswa harus dapat beradaptasi dalam kehidupan masyarakat yang
cepat berubah itu. Dalam rangka inilah fungsi penyeseuaian kurikulum diperlukan.
2. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi dimaksudkan bahwa kurikulum harus dapat mengembangkan
pribadi siswa secara utuh. Kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor harus
berkembang secara terintegrasi. Mengapa demikian? Sebab, kurikulum bukan hanya
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan intelektual atau kecerdasasan saja,
akan tetapi juga harus dapat membentuk sikap sesuai dengan sisitem nilai yang
berlaku di masyarakat, serta dapat memberikan keterampilan untuk dapat hidup di
lingkungan masyarakatnya.
3. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Yang dimaksud dengan fungsi deferensiasi adalah, bahwa kurikulum harus
dapat melayani setiap siswa dengan segala keunikannya. Mengapa demikian?
Sebab siswa adalah organisma yang unik, yakni memiliki perbedaan-perbedaan,
baik perbedaan minat, bakat maupun perbedaan kemampuan. Dapat dipastikan di
dunia ini tidak akan ada manusia yang sama. Walaupun keadaan fisik mungkin
ada yang sama, akan tetapi belum tentu dilihat dari faktor psikologisnya juga
sama.

4. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)


Fungsi persiapan mengandung makna, bahwa kurikulum harus dapat
memberikan pengalaman belajar bagi anak baik untuk melanjutkan penddikan ke
jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk kehidupan di masyarakat. Bagi anak
yang memiliki potensi untuk belajar pada jenjang yang lebih tinggi, maka
kurikulum harus membekali mereka dengan berbagai pengetahuan yang
diperlukan agar mereka dapat mengikuti pelajaran pada level pendidikan di
atasnya; namun bukan itu saja, kurikulum juga harus membekali mereka agar
dapat belajar di masyarat, bagi mereka yang tidak memiliki potensi untuk
melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan adalah fungsi kurikulum yang dapat memberikan kesempatan
kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya. Kurikulum
harus bersifat fleksibel, artinya menyediakan berbagai pilihan program pendidikan
yang dapat dipelajari. Hal ini sangat penting, sebab seperti yang telah
dikemukakan di atas, siswa memiliki perbedaan-perbedaan, dan kurikulum harus
melayani setiap perbedaan siswa.
6. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi diagnostik, adalah fungsi untuk mengenal berbagai kelemahan dan
kekuatan siswa. Melalui fungsi ini kurikulum berperan untuk menemukan
kesulitan-kesulitan dan kelemahan yang dimiliki siswa, disamping mengeksplorasi
berbagai kekuatan-kekuatan sehingga melalui pengenalan itu siswa dapat
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
“TAHAP PENYUSUNAN KURIKULUM”
A. Tahapan Penyusunan Kurikulum
Kurikulum kerap kali berisi panduan bagi pendidik untuk mengajarkan materi dan
berbagai keahlian. Ada kurikulum yang berupa peta jalan bersifat umum, ada pula yang
cukup terperinci dan memiliki instruksi untuk pembelajaran dari hari ke hari. Penyusunan
kurikulum bisa menjadi tugas yang cukup menantang, terutama jika cakupan ekspektasinya
cukup luas. Apa pun situasinya, penting untuk memulai dengan topik yang umum dan
memasukkan lebih banyak perincian pada tahap berikutnya. Terakhir, evaluasi hasil kerja
jika ada perubahan yang harus dilakukan.
Adapun tahap-tahap penyusunan kurikulum meliputi hal-hal berikut ini:
1. Penentuan Tujuan Umum
Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus merupakan sesuatu yang akan dicapai
dalam semua program kegiatan pendidikan.
Tujuan kurikulum bertalian erat dengan nilai-nilai, aliran-aliran, dan kekuatan-
kekuatan dalam masyarakat. Sering tujuan umum ditentukan oleh pemerintah, untuk
menilainya diperlukan bantuan para ahli sosiologi, ekonomi, antropologi, psikologi
dan ahli ilmu sosial lainnya yang lebih mampu mengungkapkan fakta-fakta tentang
kecenderungan demografi, kebutuhan tenaga kerja, perubahan ekonomi dan nilai-nilai
budaya di dalam masyarakat. Mereka akan menggunakan data statistik yang ada pada
pemerintah. Jadi yang perlu dipandang ialah apakah tujuan kurikulum telah sesuai
dengan nilai-nilai bangsa, politik pemerintah dalam pembangunan negara,
perkembangan zaman, aspirasi masyarakat akan tetapi juga kebutuhan anak dalam
menghadapi hidupnya di masa mendatang.
Adapun kriteria tujuan kurikulum yang meliputi sebagai berikut:
a. Tujuan harus selalu konsisten dengan tujuan tingkat diatasnya (Pratt: 185).
Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran dari suatu tujuan yang lebih tinggi
jenjangnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang diisyaratkan
oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan instruksional yang dijabarkan langsung dari
tujuan kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu, karena seperti
dikatakan di atas, kumulasi pencapaian tujuan instruksional itulah yang
diharapkan dapat memenuhi terget pencapaian tujuan kurikuler.
b. Tujuan harus tepat, seksama, dan teliti. Tujuan hanya berguna jika ia
dirumuskan secara teliti dan tepat sehingga memungkinkan orang mempunyai
kesamaan pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat akan
memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan penuh kepastian. Sebaliknya,
tujuan yang bersifat ambigu akan menyulitkan, kurang bermanfaat atau sangat
terbatas kegunaannya. Prinsip umum tentang ketelitian perumusan tujuan ialah
nyatakan tujuan dengan seteliti mungkin untuk dapat menggambarkan secara
jelas keluaran belajar dan memberi petunjuk kepada pembuat desain, guru, dan
penilai hasil (Pratt: 185).
c. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang menggambarkan
keluaran belajar yang dimaksudkan. Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk
pada pengertian keluaran daripada kegiatan. Tujuan yang dimulai dengan kalimat
“Murid akan mempelajari tentang ..... ” menyarankan pada kegiatan yang
dilakukan siswa selama instruksi berlangsung daripada keluaran belajar. Tujuan
yang menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa mungkin
merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika ia tidak pernah
mengidentifikasi keluarannya, ia bukanlah tujuan kurikulum yang kualitatif (Pratt:
184).
d. Tujuan bersifat relevan (Davies: 17) dan berfungsi {Pratt: 186). Masalah
kerelevansian berhubungan dengan personal dan sosial, atau masalah praktis yang
dihadapi individu maupun masyarakat. Jadi kerelevansian itu berkaitan dengan
pengertian untuk siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun harus berfungsi
personal maupun sosial. Suatu tujuan dikatakan berfungsi personal jika ia
memberi manfaat bagi individu yang belajar untuk masa kini maupun mendatang,
dan berfungsi sosial jika ia memberi manfaat bagi masyarakat di samping pelajar.
Kadang-kadang terdapat tujuan yang berfungsi personal, tetapi tidak untuk
kepentingan sosial, ataupun sebaliknya.
e. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai. Tujuan yang
dirumuskan harus memungkinkan orang, pelaksana kurikulum untuk mencapainya
sesuai dengan kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu dapat berkaitan
dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana, skope materi, fasilitas yang
tersedia, dan sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk (karena terasa
lebih ideal) dan melupakan faktor kemampuan atau realitas hanya akan berakibat
tujuan itu tidak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan efektif jika hasil yang
dicapai dapat sesuai, atau paling tidak, tidak jauh berbeda dengan perencanaan.
Sebaliknya, suatu program kegiatan dikatakan tidak efektif jika tujuan yang terlalu
muluk atau terlalu banyak sehingga tidak dapat dicapai seluruhnya dengan
perencanaan.
f. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan (worthwhilness). Pengertian
“Pantas” menyarankan pada kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih
memiliki potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai daripada tujuan-tujuan lain
yang tidak. Memang sulit untuk menentukan tujuan yang lebih “Pantas” karena
orang bisa mengalami perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum, boleh
mengatakan pantas atau tidaknya jika didasarkan pada pertimbangan objektif.
Dalam hal ini Profesor Peter (Davies, ibid) menyarankan tiga kriteria keobjektifan
tersebut yaitu:
1) Aktivitas harus berfungsi dari waktu ke waktu,
2) Aktivitas harus bersifat selaras dan seimbang daripada bersaing, mengarah
keharmonisam secara keseluruhan,
3) Aktivitas harus bernilai dan sungguh-sungguh khususnya yang menunjang
dan memajukan keseluruhan kualitas hidup.

Demikianlah antara lain kriteria yang perlu dipertimbangkan dan sekaligus


dipenuhi dalam kegiatan perencanaan dan perumusan tujuan. Sudah tentu masih ada
pertimbangan-pertimbangan lain yang juga menuntut perhatian yang belum
tercakup diatas. Jika kita perhatikan keenam kriteria di atas, akan nampak bahwa
tiga kriteria yang pertama berkaitan dengan penjabaran dan pengidentifikasian
secara khusus tujuan-tujuan. Sedangkan tiga kriteria yang terakhir lebih
berhubungan dengan masalah nilai-nilai. Baik tiga kriteria yang pertama maupun
yang kedua sama-sama berperan penting dalam “membentuk” keluaran pendidikan
yang diharapkan, maka tidak pada tempatnya jika dikesampingkan salah satunya.

2. Perencanaan
Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan harus diterjemahkan ke dalam
kegiatan-kegiatan (intrakulikuler, ekstrakulikuler, maupun kokurikuler) yang lebih
terinci, dalam bentuk mata pelajaran, bahan tertentu, proses belajar mengajar, dan
sebagainya. Prinsip utama dalam perencanaan yaitu:
a. Semua materi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan
kemajuan IPTEK,
b. Proses pembelajaran harus serasi dan tepat sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai,
c. Sistem penilaian yang digunakan harus menggambarkan profil kemampuan
peserta didik yang sesungguhnya.

Selain itu harus pula dipertimbangkan soal biaya pelaksanaan kurikulum itu
secara nasional. Perencanaan yang baik akan dapat menghemat biaya uji-coba
selanjutnya.

3. Uji Coba dan Revisi


Tujuan umum uji coba adalah untuk menguji perencanaan yang telah disusun
sesuai dengan situasi dan kondisi objektif di lapangan sehingga perencanaan tersebut
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan khusus uji coba yang dilakukan
secara terbatas ini adalah untuk melihat kelemahan atau kekurangan dari perencanaan,
sehingga dapat dilakukan perbaikan (revisi). Berbagai alat formatif diperlukan untuk
itu di samping mengobservasi proses belajar-mengajar yang berlangsung di dalam
kelas yang dituangkan dalam bentuk laporan. Berdasarkan uji coba itu diadakan revisi
dan perubahan program pelajaran yang masih dapat lagi diuji-cobakan.

4. Uji Lapangan

Dengan adanya hasil uji coba terbatas tadi kita bisa memperoleh kelemahan-
kelemahan apa saja yang harus diperbaiki dan kemudian dilakukan kenmbali uji
lapangan yang lebih luas, yang hampir mirip dengan situasi yang sebenarnya.
Tujuannya adalah untuk menganalisis kondisi-kondisi pelaksanaan kurikulum agar
diperoleh hasil yang lebih memadai dan sempurna.

Bila uji coba dilakukan untuk menemukan kelemahan-kelemahan program,


maka pada uji lapangan dipelajari kondisi-kondisi dimana kurikulum itu dapat
dijalankan agar berhasil baik. Diperhatikan misalnya kesiapan tenaga pengajar,
administrasi, murid, keadaan dan lokasi sekolah di kota atau pedesaan, besar sekolah,
fasilitas, keadaan sosial-ekonomi, dan sebagainya. Makin besar heterogenitas populasi
sekolah makin besar pula sampel yang diperlukan.

5. Pelaksanaan Kurikulum

Setelah kurikulum dilakukan uji lapangan, kemudian diberikan pelatihan-


pelatihan kepada kepala sekolah, guru-guru secara bertahap dan kontinu, maka
selanjutnya kurikulum siap dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah dalam
negara itu secara uniform. Meskipun demikian, bukan berarti pada tahap ini tidak ada
penilaian. Tim penyusun kurikulum dan para pakar akan terus melakukan evaluasi,
sehingga dapat dilakukan perubahan dan penyesuaian. Semua pihak yang terkait
(pengawas, kepala sekolah, guru, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya) harus
bekerja sama untuk membantu pelaksanaan kurikulum.

6. Pengawasan Mutu Kurikulum

Suatu program yang baik pada mulanya dapat mengalami kemerosotan sebagian
atau secara keseluruhan, setelah dipakai selama beberapa tahun. Ada kemungkinan
jika bahannya telah ketinggalan zaman dan perlu diperbaharui.

Kurikulum bukan benda mati akan tetapi harus turut berubah mengikuti
perkembangan zaman. Bila kurikulum itu banyak kelemahannya dan tidak memenuhi
tuntutan zaman maka tibalah waktunya untuk mengadakan inovasi atau pembaharuan
kurikulum. Untuk itu, pengawan mutu kurikulum merupakan tahap penting yang harus
dilakukan.

B. Tahapan Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyusun kurikulum adalah dengan
melakukan analisis SWOT dan Tracer Study serta Labor Market Signals, seperti
tergambar dalam skema proses penyusunan kurikulum dibawah ini.
Dalam penyusunan kurikulum yang sering dilakukan setelah didapat hasil dari
analisis hal-hal tersebut adalah menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah
yang kemudian dilengkapi dengan bahan ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah.
Sejumlah mata kuliah ini disusun ke dalam semester-semester. Penyusunan mata kuliah ke
dalam semester biasanya didasarkan pada struktur atau logika urutan sebuah IPTEKS
dipelajari, berdasarkan urutan tingkat kerumitan dan kesulitan ilmu yang dipelajari.
Kurikulum semacam ini sering disebut kurikulum berbasis isi (content based curriculum).
Dalam hal ini jarang dipertimbangkan apakah lulusannya nanti relevan dengan
kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (stakeholders) atau tidak.

1. Penetapan profil lulusan


Yang dimaksud dengan profil adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan
oleh lulusan program studi masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome
pendidikan yang akan dituju. Dengan menetapka profil, perguruan tinggi dapat
memberikan jaminan pada calon mahasiswa akan bisa berperan menjadi apa saja
setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di program studinya. Untuk
menetapkan profil lulusan dapat dimulai dengan, menjawab pertanyaan: “Setelah lulus
nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini?”
2. Perumusan kompetensi lulusan
Untuk menetapkan kompetensi lulusan, dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan: “ Untuk menjadi profil (.......yang ditetapkan) lulusan harus mampu
melakukan apa saja?”
Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi
lulusan dengan lengkap. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga
unsur yaitu nilai-nilai yang dicanangkan oleh perguruan tinggi (university values), visi
keilmuan dari program studinya (scientific vision), dan kebutuhan masyarakat
pemangku kepentingan (need assesment).
Kompetensi ini terbagi dalam tiga katagori yaitu kompetensi utama; kompetensi
pendukung dan kompetensi lainnya, yang kesemuanya akhirnya menjadi rumusan
kompetensi lulusan.

3. Pengkajian kandungan elemen kompetensi


Setelah semua kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah
mengkajiapakah kompetensi tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi
seperti yang diwajibkan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen
kompetensi tersebut adalah :
a. landasan kepribadian,
b. penguasaan ilmu dan keterampilan,
c. kemampuan berkarya,
d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu
dan keterampilan yang dikuasai,
e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian
dalam berkarya.
Setiap kompetensi lulusan dianalisis apakah mengandung satu atau lebih
elemen-elemen kompetensi tersebut. Untuk menganalisis adanya muatan elemen
kompetensi di setiap kompetensi, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan
mengecek kemungkinan strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai
kompetensi tersebut.
- Jika kompetensi mengandung elemen (a) landasan kepribadian yang lebih bersifat
softskills, nantinya bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum.
- Jika kompetensi tersebut mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan
ketrampilan , maka bisa diajarkan dalam bentuk mata kuliah.
- Jika kompetensi mengandung elemen (c) kemampuan berkarya, maka kompetensi
tersebut bisa ditempuh dengan praktek kerja tertentu, dan
- Bila kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan perilaku dalam
berkarya, maka di dalam praktik kerja tersebut harus bermuatan sikap dan
perilaku.
- Terakhir, bila kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman kaidah
berkehidupan bermasyarakat, maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan
strategi praktik kerja di masyarakat.
Pemeriksaan keterkaitan rumusan kompetensi lulusan dengan elemen
kompetensi ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kurikulum yang kita susun
telah mempertimbangkan unsur-unsur dasar dari kurikulum yang disarankan oleh
UNESCO (learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (landasan kepribadian).
Agar dapat lebih mudah dalam menganalisis elemen kompetensi ini dapat
digunakan matriks pada tabel 4 di bawah ini.

4. Pemilihan bahan kajian


Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni , obyek yang
dipelajari, yang menunjukkan ciri cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain
menunjukkan bidang kajian atau inti keilmuan suatu program studi. Bahan kajian
dapat pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan ,
keilmuan yang sangat potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang.
Pilihan bahan kajian ini sangat dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang
bersangkutan, yang biasanya dapat diambil dari program pengembangan program
studi (misalnya diambil dari pohon penelitian program studi). Tingkat keluasan ,
kerincian, dan kedalaman bahan kajian ini merupakan pilihan otonom masyarakat
ilmiah di program studi tersebut. Bahan kajian bukan merupakan mata kuliah.
5. Perkiraan dan penetapan beban (sks) dan pembentukan mata kuliah
Berdasarkan kurikulum berbasis isi (KBI), serta kegiatannya lebih banyak berupa
kuliah/ceramah (TCL)
a. Pengertian 1 sks mata kuliah yang dilakukan dengan perkuliahan (ceramah):
diartikan tiga macam kegiatan, yaitu kegiatan tatap muka selama 50 menit,
kegiatan belajar terstruktur selama 60 menit, dan kegiatan belajar mandiri
selama 60-100 menit, semuanya dalam satuan perminggu, persemester.
Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah sks terkait dengan kompetensi
yang harus dicapai.
Pengertian sks tetap berkaitan dengan waktu , hanya perkiraan besarnya sks
sebuah mata kuliah atau suatu pengalaman belajar yang direncanakan,
dilakukan dengan menganalisis secara simultan beberapa variabel, yaitu:
- tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai;
- tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari ;
- cara/strategi pembelajaran yang akan diterapkan;
- posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran dilakukan; dan
- perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu semester .
KBK yang lebih menitik beratkan pada kemampuan/kompetensi
mahasiswanya, secara prinsip pengertian sks harus dipahami sebagai : waktu
yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu,
dengan melalui suatu bentuk pembelajaran dan bahan kajian tertentu.
Untuk itu diperlukan pemetaan hubungan kompetensi dan bahan kajian,
seperti pada tabel 6 dibawah ini.
6. Pembentukan mata kuliah
Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan
untuk analisis pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan
menganalisis keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian
kompetensi bila beberapa bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan
strategi atau pendekatan pembelajaran yang tepat,
- seperti contoh pada tabel 7 berikut ini.

Dari contoh pembentukan mata kuliah seperti diatas, merangkai beberapa


bahan kajian menjadi suatu mata kuliah dapat melalui beberapa pertimbangan yaitu :
1. adanya keterkaitan yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara
terintergrasi diperkirakan akan lebih baik hasilnya;
2. adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya mahasiswa akan menguasai suatu
makna keilmuan dalam konteks tertentu;
3. Adanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian
kompetensi lebih efektif dan efisien serta berdampak positif pada mahasiswa bila
suatu bahan kajian dipelajari secara komprehensif dan terintegrasi.
Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibilitas yang
tinggi, sehingga satu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan
jenis mata kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah
bungkus serangkai bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.
7. Menyusun struktur kurikulum
Penyajian mata kuliah dalam semester ini sering dikenal sebagai struktur
kurikulum. Secara teoritis terdapat dua macam pendekatan struktur kurikulum, yaitu :
a. Pendekatan Serial
Pendekatan serial adalah pendekatan yang menyusun mata kuliah berdasarkan
logika atau struktur keilmuannya. Pada pendekatan serial ini, mata kuliah
disusun dari yang paling dasar (berdasarkan logika keilmuannya) sampai di
semester akhir yang merupakan mata kuliah lanjutan (advanced).
b. Pendekatan Parallel
Pendekatan parallel adalah pendekatan dimana baik sistem lama dan baru
beroperasi secara serentak untuk beberapa periode waktu.
“STRUKTUR KURIKULUM”
A. Pengertian Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk
mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata
pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar
per minggu untuk setiap siswa. Menurut Maunah (2009: 87) struktur kurikulum adalah
gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang peserta didik
dalam menyelesaikan pembelajaran disuatu jenjang pendidikan. Mulyasa ( 2008 : 50)
mengatakan bahwa struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan Abdul Majid
( 2014 : 25 ) memaparkan struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten
kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum,
distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata
pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum adalah gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum
mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau
jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai
posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata
pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada
siswa untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata
pelajaran dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan.
Dari beberapa pengertian di atas, menurut kelompok kami struktur kurikulum
merupakan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa dalam menyelesaikan
seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur atau kurikulum juga memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan mata pelajaran.
B. Struktur Kurikulum SD/MI
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar
selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34
sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar
SD/MI adalah 35 menit.

Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:


ALOKASI WAKTU
BELAJAR
MATA PELAJARAN PER MINGGU
I II III IV V VI
Kelompok A
1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4
.
2 Pendidikan Pancasila dan 5 6 6 4 4 4
. Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia 8 8 10 7 7 7
.
4 Matematika 5 6 6 6 6 6
.
5 Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
.
6 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3
.
Kelompok B
1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5
.
2 Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan 4 4 4 4 4 4
. Kesehatan
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 30 32 34 36 36 36
= Pembelajaran Tematik Integratif

Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat Bahasa Daerah.

Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum


diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain Pramuka (Wajib), Usaha
Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya
dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni
Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok
mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten
lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan
kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari
konten Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III.
Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan
kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.

C. Struktur Kurikulum SMP/MTs


Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari
semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX.
Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.

Struktur Kurikulum SMP/MTS adalah sebagai berikut:


ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN BELAJAR PER MINGGU
VII VIII IX
Kelompok A
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 3 3
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
7. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
1. Seni Budaya 3 3 3
2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 38 38 38

Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum
diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka (Wajib),
Organisasi Siswa Intra Sekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya
dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal
yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan
kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan
integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai
pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar,
rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada
pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas
masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga ditujukan
untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai
keunggulan wilayah nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, teater.
Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih
aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan
itu.
Prakarya terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan
pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan
menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai dengan
kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan itu.

D. Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK)


Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
1. Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik.
2. Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya.
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan dimaksudkan
untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/MA dan SMK/MAK. Mata pelajaran
wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 24 jam per minggu.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA terdiri atas 18 jam per minggu untuk kelas
X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan XII. Kelompok mata pelajaran peminatan
SMK/MAK masing-masing 24 jam per kelas. Kelompok mata pelajaran peminatan
SMA/MA bersifat akademik, sedangkan untuk SMK/MAK bersifat vokasional. Struktur ini
menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki
hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.

1. Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib dan


peminatan:
ALOKASI WAKTU
BELAJAR
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
3 3 3
9. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu 24 24 24
Kelompok C (Peminatan)
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA) 18 20 20
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh per Minggu 42 44 44

Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya


dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran
Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah
kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Beban belajar di SMA/MA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam
belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit. Kurikulum SMA/MA dirancang
untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka.
Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk
pilihan Kelompok Peminatan, pilihan Lintas Minat, dan/atau pilihan Pendalaman Minat.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan
kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
2. Struktur Kurikulum SMA/MA
Kelas
MATA PELAJARAN
X XI XII
Kelompok A dan B (Wajib) 24 24 24
C. Kelompok Peminatan
Peminatan Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam
I 1 Matematika 3 4 4
2 Biologi 3 4 4
3 Fisika 3 4 4
4 Kimia 3 4 4
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial
II 1 Geografi 3 4 4
2 Sejarah 3 4 4
3 Sosiologi 3 4 4
4 Ekonomi 3 4 4
Peminatan Ilmu-Ilmu Bahasa dan Budaya
III 1 Bahasa dan Sastra Indonesia 3 4 4
2 Bahasa dan Sastra Inggris 3 4 4
3 Bahasa dan Sastra Asing Lainnya 3 4 4
4 Antropologi 3 4 4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
Pilihan Lintas Minat dan/atau
6 4 4
Pendalaman Minat
Jumlah jam pelajaran yang tersedia per minggu 66 76 76
Jumlah jam pelajaran yang harus ditempuh per
42 44 44
minggu
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum
di atas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMA/MA/SMK/MAK antara lain Pramuka
(Wajib), Organisasi Siswa Intra Sekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah
Remaja.
Mata pelajaran Kelompok A dan C adalah kelompok mata pelajaran yang
kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal
yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam,
Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya. Sejak kelas
X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang akan dimasuki.
Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/MTs dan/atau nilai UN SMP/MTs
dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement
test) ketika mendaftar di SMA/MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau
rekomendasi guru BK di SMA/MA. Pada akhir minggu ketiga semester pertama peserta
didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan rekomendasi para
guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah yang mampu menyediakan layanan
khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah
pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan tersebut ditambah dengan
Kelompok Peminatan Keagamaan.
Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu Kelompok Peminatan yang
dipilih peserta didik harus diikuti. Setiap Kelompok Peminatan terdiri atas 4 (empat)
mata pelajaran dan masing-masing mata pelajaran berdurasi 3 jam pelajaran untuk kelas
X, dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.
Setiap peserta didik memiliki beban belajar per semester selama 42 jam pelajaran
untuk kelas X dan 44 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Beban belajar ini terdiri atas
Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok
Mata Pelajaran Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam
pelajaran untuk kelas XI dan XII.

3. Struktur Kurikulum SMK/MAK


Mata pelajaran kelompok A adalah mata pelajaran wajib, mata pelajaran
kelompok B adala mata pelajaran muatan kewilayahan, dan mata pelajaran kelompok C
adalah mata pelajaran peminatan kejuruan. Mata pelajaran Kelompok A dan C adalah
kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran
Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat
dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Setiap
peserta didik memiliki beban belajar per semester selama 46 jam pelajaran untuk kelas X
dan 48 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.
“KURIKULUM MATEMATIKA SD”
A. Tujuan Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan 
matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
6)   Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.
7) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan 
matematika.
8) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
9) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
10) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.

D. Ruang Lingkup
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek
sebagai berikut.
1) Bilangan
2) Geometri dan pengukuran
3) Pengolahan data

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Satuan Pendidikan : SDN


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas /Semester : III /Ganjil
Tahun Pelajaran : 2016/2017
Materi Pokok : Sifat operasi hitung pada bilangan cacah
Alokasi Waktu : 18 JP (6 Pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran
Selama dan setelah mengikuti proses pembelajaran mengamati, menanya, mengeksplorasi,
menganalisis dan mengkomunikasikan peserta didik diharapkan dapat
 Menjelaskan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan
 Memahami Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan dan perkalian bilangan cacah
 Memahami Sifat Asosiatif (Pengelompokan) pada Penjumlahan dan perkalian bilangan cacah
 Distributif ( Penyebrangan ) bilangan cacah

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)


Kompetensi Dasar (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
3.1 Menjelaskan sifat-sifat operasi 3.1.1 Menganalisis sifat oprasi hitung pada bilangan cacah
hitung pada bilangan cacah 3.1.2 Mengidentifikasi Sifat komutatif ( Pertukaran) pada
penjumlahan bilangan cacah
3.1.3 Mengidentifikasi Sifat komutatif ( Pertukaran) pada
perkalian bilangan cacah
3.1.4 Mengidentifikasi Sifat Asosiatif (Pengelompokan) pada
Penjumlahan bilangan cacah
3.1.5 Mengidentifikasi Sifat Asosiatif (Pengelompokan) pada
Perkalian bilangan cacah
3.1.6 Mengidentifikasi Sifat Distributif ( Penyebrangan )
bilangan cacah
4.1 Menyelesaikan masalah yang 4.1.1 Menyajikan penyelesaian masalah sehari-hari yang
melibatkan pengunaan sifat-sifat melibatkan pengunaan sifat-sifat operasi pada bilangan
operasi hitung pada bilangan cacah
cacah

C. Materi Pembelajaran
1. Fakta:
 Pertukaran (Komutatif)
 Pengelompokan (Asosiatif)
 Penyebaran (Distributif)
2. Konsep
 Sifat komutatif adalah penjumlahan atau perkalian dua bilangan, dan kedua bilangan
ditukarkan hasilnya akan tetap sama. Sifat Komutatif juga disebut dengan sifat pertukaran.
Sifat Komutatif tidak berlaku untuk Pengurangan dan Pembagian karna hasilnya tidak sama.
 Sifat Asosiatif adalah penjumlahan atau perkalian tiga buah bilangan yang dikelompokkan
secara berbeda. Namun hasil operasinya akan tetap sama. Sifat Asosiatif dinamakan dengan
Sifat Pengelompokan.
 Sifat Distributif adalah menggabungkan dengan cara mengkombinasikan bilangan. Sifat
distributif juga di sebut dengan sifat penyebaran.
3. Prinsip
 Rumus Komutatif
a+b=b+a
Dimana : a dan b bilangan bulat
(a x b = b x a)
 Rumus Assosiatif
(a + b) + c = a + (b + c) dan
(a x b) x c = a x (b x c)
 Rumus Distributif
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
a × (b – c) = (a × b) – (a × c)
4. Prosedur
 Menyajikan penyelesaian masalah sehari-hari yang melibatkan pengunaan sifat-sifat operasi
pada bilangan cacah

D. Metode Pembelajaran
1. Pendekatan : Scientific Learning
2. Model Pembelajaran : Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)

E. Media Pembelajaran
1. Media LCD projector,
2. Laptop,
3. Bahan Tayang

F. Sumber Belajar
1. Buku Mata Pelajaran Matematika Kelas III SD Kurikulum 2013
2. Modul/bahan ajar,
3. Internet,
4. Sumber lain yang relevan

G. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Pertemuan Ke-1 (3 x 35 menit ) Waktu
Kegiatan Pendahuluan
Guru :
Orientasi
 Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk memulai
pembelajaran
 Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
 Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan pembelajaran.
Apersepsi
 Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman
peserta didik dengan materi/tema/kegiatan sebelumnya,
 Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya.
 Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang akan
dilakukan.
15
Motivasi
menit
 Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang akan dipelajari.
 Apabila materi/tema/projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh ini dikuasai dengan
baik, maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan tentang:
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung
 Mengajukan pertanyaan.
Pemberian Acuan
 Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan saat itu.
 Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan KKM pada
pertemuan yang berlangsung
 Pembagian kelompok belajar
 Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran.
Kegiatan Inti 75
Sintak menit
Kegiatan Pembelajaran
Model Pembelajaran
Orientasi peserta didik Mengamati
kepada masalah Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan
perhatian pada topik
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
dengan cara :
 Melihat (tanpa atau dengan alat)
Menayangkan gambar/foto/tabel berikut ini
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Mengamati
lembar kerja, pemberian contoh-contoh materi/soal untuk
dapat dikembangkan peserta didik, dari media interaktif, dsb
yang berhubungan dengan:
 Hasil penjumlahan dua bilangan cacah tidak berubah,
walaupun urutan letak kedua bilangan itu dipertukarkan.
misal : 2 + 4 = 4 + 2
a + b = b + a, untuk semua bilangan cacah yang diwakili
oleh a dan b
1. Pertemuan Ke-1 (3 x 35 menit ) Waktu
 Membaca (dilakukan di rumah sebelum kegiatan
pembelajaran berlangsung), materi dari buku paket atau
buku-buku penunjang lain, dari internet/materi yang
berhubungan dengan
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Mendengar
pemberian materi oleh guru yang berkaitan dengan
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Menyimak,
penjelasan pengantar kegiatan/materi secara garis
besar/global tentang materi pelajaran mengenai :
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan.
untuk melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Mengorganisasikan Menanya
peserta didik Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin pertanyaan yang berkaitan
dengan gambar yang disajikan dan akan dijawab melalui kegiatan
belajar, contohnya :
 Mengajukan pertanyaan tentang :
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang
diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik) untuk mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk
hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Misalnya :

Membimbing Mengumpulkan informasi
penyelidikan individu Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk
dan kelompok menjawab pertanyan yang telah diidentifikasi melalui kegiatan:
 Mengamati obyek/kejadian,
 Membaca sumber lain selain buku teks,
mengunjungi laboratorium komputer perpustakaan sekolah
untuk mencari dan membaca artikel tentang
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Mengumpulkan informasi
Mengumpulkan data/informasi melalui diskusi kelompok atau
kegiatan lain guna menemukan solusimasalah terkait materi
pokok yaitu
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Aktivitas
 Peserta didik diminta untuk mengamati Sifat komutatif
( Pertukaran) pada penjumlahan
 Peserta didik diminta untuk mengamati contoh tentang
Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Peserta didik diminta untuk mengisi beberapa soal yang
telah guru sajikan
 Mempraktikan
 Mendiskusikan
 Saling tukar informasi tentang :
1. Pertemuan Ke-1 (3 x 35 menit ) Waktu
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok
lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang
dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian,
dengan menggunakan metode ilmiah yang terdapat pada buku
pegangan peserta didik atau pada lembar kerja yang
disediakan dengan cermat untuk mengembangkan sikap teliti,
jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat.
Mengembangkan dan Mengkomunikasikan
menyajikan hasil karya Peserta didik berdiskusi untuk menyimpulkan
 Menyampaikan hasil diskusi berupa kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya untuk
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan sopan
 Mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara klasikal
tentang :
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan dan
ditanggapi oleh kelompok yang mempresentasikan
 Bertanya atas presentasi yang dilakukan dan peserta didik lain
diberi kesempatan untuk menjawabnya.
 Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul
dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan berupa :
Laporan hasil pengamatan secara tertulis tentang
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Menjawab pertanyaan yang terdapat pada buku pegangan
peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan.
 Bertanya tentang hal yang belum dipahami, atau guru
melemparkan beberapa pertanyaan kepada siswa.
 Menyelesaikan uji kompetensi yang terdapat pada buku
pegangan peserta didik atau pada lembar lerja yang telah
disediakan secara individu untuk mengecek penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran
Menganalisa & Mengasosiasikan
mengevaluasi proses Peserta didik menganalisa masukan, tanggapan dan koreksi dari
pemecahan masalah guru terkait pembelajaran tentang:
 Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dari hasil
kegiatan/pertemuan sebelumnya maupun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi yang
sedang berlangsung dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan
pada lembar kerja.
 Peserta didik mengerjakan beberapa soal mengenai
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
 Menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada
pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada yang bertentangan untuk mengembangkan
1. Pertemuan Ke-1 (3 x 35 menit ) Waktu
sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam membuktikan :
 Sifat komutatif ( Pertukaran) pada penjumlahan
Catatan :
Selama pembelajaran berlangsung, guru mengamati sikap siswa dalam pembelajaran
yang meliputi sikap: disiplin, rasa percaya diri, berperilaku jujur, tangguh menghadapi
masalah tanggungjawab, rasa ingin tahu, peduli lingkungan)
Kegiatan Penutup
Peserta didik :
 Membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul
dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.
 Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Guru :
 Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung diperiksa. Peserta didik yang
15
selesai mengerjakan projek dengan benar diberi paraf serta diberi nomor urut peringkat,
menit
untuk penilaian projek.
 Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja dan kerjasama yang
baik
 Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk tugas kelompok/ perseorangan (jika
diperlukan).
 Mengagendakan pekerjaan rumah.
 Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya

H. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan


1. Teknik Penilaian
a. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
1) Tes Tertulis
a) Pilihan ganda-
b) Uraian/esai
2) Tes Lisan
b. Penilaian Kompetensi Keterampilan
1) Proyek, pengamatan, wawancara’
 Mempelajari buku teks dan sumber lain tentang materi pokok
 Menyimak tayangan/demo tentang materi pokok
 Menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan pengamatan dan eksplorasi
2) Portofolio / unjuk kerja
 Laporan tertulis individu/ kelompok
3) Produk,
2. Instrumen Penilaian
a. Pertemuan Pertama (Terlampir)
b. Pertemuan Kedua (Terlampir)
c. Pertemuan Ketiga (Terlampir)
d. Pertemuan Keempat (Terlampir)
e.

3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan


a. Remedial
 Remedial dapat diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai KKM maupun
kepada peserta didik yang sudah melampui KKM. Remidial terdiri atas dua bagian :
remedial karena belum mencapai KKM dan remedial karena belum mencapai
Kompetensi Dasar
 Guru memberi semangat kepada peserta didik yang belum mencapai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal). Guru akan memberikan tugas bagi peserta didik yang belum
mencapai KKM (Kriterian Ketuntasan Minimal), misalnya sebagai berikut.
 Peserta didik yang belum menguasai materi akan dijelaskan kembali oleh guru
materi Guru akan melakukan penilaian kembali dengan soal yang sejenis. Remedial
dilaksanakan pada waktu dan hari tertentu yang disesuaikan contoh: pada saat jam
belajar, apabila masih ada waktu, atau di luar jam pelajaran (30 menit setelah jam
pelajaran selesai).

b. Pengayaan
 Pengayaan diberikan untuk menambah wawasan peserta didik mengenai materi
pembelajaran yang dapat diberikan kepada peserta didik yang telah tuntas mencapai
KKM atau mencapai Kompetensi Dasar.
 Pengayaan dapat ditagihkan atau tidak ditagihkan, sesuai kesepakatan dengan peserta
didik.
 Direncanakan berdasarkan IPK atau materi pembelajaran yang membutuhkan
pengembangan lebih luas misalnya
 Peserta didik yang sudah menguasai materi mengerjakan soal pengayaan yang telah
disiapkan oleh guru berupa pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda dalam buku
panduan guru. Guru mencatat dan memberikan tambahan nilai bagi peserta didik
yang berhasil dalam pengayaan.

……………, 25 Juli 2016

Mengetahui
Kepala SDN Guru Mata Pelajaran

…………………………………… …………………………………….
NIP/NRK. NIP/NRK.
B. PEMBELAJARAN TEMATIK

Pembelajaran Tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat


diterapkan pada siswa kelas rendah (yaitu: siswa kelas I, II dan III) di Sekolah Dasar.
Konsep pembelajaran tematik telah tercantum di dalam KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan pendidikan). Di dalam KTSP tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran tematik
adalah pendekatan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Oleh karena itu, guru perlu mempelajarinya terlebih
dahulu sehingga dapat memperoleh pemahaman baik secara konseptual maupun
praktikal (Sukayati, 2004:8).

Menurut Siskandar (2003:45) bagi guru SD kelas rendah (kelas I, II, dan III)
yang peserta didiknya masih berperilaku dan berpikir konkret, pembelajaran
sebaiknya dirancang secara terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu
kegiatan pembelajaran. Dengan cara ini maka pembelajaran untuk siswa kelas I, II,
dan III menjadi lebih bermakna, lebih utuh dan sangat kontekstual dengan dunia
anak-anak.

Dalam kaitan ini penulis akan mencoba menerapkan pembelajaran tematik


pada mata pelajaran Matematika. Dengan menerapkan pembelajaran tematik pada
mata pelajaran Matematika diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman
langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Pembelajaran
Matematika Terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik. Misalnya tema
lingkungan dapat dibahas dari sudut Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS.

Kriteria keberhasilan tindakan berdasarkan partisipasi aktif belajar yakni


peserta didik memperoleh nilai Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) 60 (Kunandar,
2007:407). Jika prestasi belajar peserta didik kurang dari < 60 (dinyatakan kurang
berhasil) maka dilakukan refleksi pada akhir siklus untuk menemukan kelemahan dan
diperbaiki pada tindakan siklus berikutnya.
RPP Tematik :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

A. Identitas Mata Pelajaran

Kelas : III

Tema : Peristiwa Alam

Sub tema : Kekayaan Alam

Bidang studi : Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan (PKn), Matematika

dan IPA

Alokasi Waktu : 6 x 35 Menit

B. Kompetensi Dasar :
Memberikan tanggapan sederhana tentang cerita pengalaman teman yang didengarnya.
Menceritakan peristiwa yang pernah dialami dilihat atau didengar
Menjawab dan atau mengajukan pertanyaan isi teks agak panjang (150-200 kata) yang dibaca secara intensif
Mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut
Mengenal kekhasan bangsa Indonesia seperti kebhinekaan, kekayaan alam dan keramah
tamahan Mendeskripsikan kenampakan permukaan bumi di lingkungan

C. Indikator dan Tujuan Pembelajaran:


Mendengarkan cerita pengalaman teman
Bercerita tentang peristiwa yang pernah dialami dengan kalimat dan pilihan kata yang tepat dan
runtut Menjelaskan arti kata-kata sulit dari teks agak panjang
Menjawab pertanyaan sesuai isi teks
Mengajukan pertanyaan sesuai isi teks
Membuat puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang
menarik Mengurutkan besar sudut menurut ukurannya
Mengenal dan menentukan jenis-jenis sudut
Mengidentifikasi berbagai kekayaan alam
Menjelaskan melalui pengamatan model bahwa sebagian permukaan bumi terdiri atas air

D. Materi Pokok
Mendengarkan teks bacaan dan bercerita
Membuat puisi berdasarkan gambar
Menentukan sudut pada benda
Kekayaan alam Indonesia
Mengenal permukaan bumi

E. Langkah Pembelajaran
No Kegiatan Fokus
1. Tahap pemanasan pembelajaran
a. Pemanasan Pembelajaran Pemberian motivasi untuk
Guru membimbing berdoa bersama, salam dan belajar melalui permainan yang
mengecek kehadiran siswa. Guru melakukan permainan menyenangkan
senam sudut dengan bernyanyi dan menari bersama.
b. Orientasi Tema Penggalian tema dan
Guru menjelaskan arti permainan yang baru dimainkan penyampaian tujuan melalui
dengan tema dan sub tema yang akan dipelajari. tanya jawab sebagai pemberian
Penyampaian tujuan pembelajaran dan manfaatnya bagi pengetahuan awal
siswa.
2. Tahap Inti
a. Pengajuan Masalah Melakukan tanya jawab
Guru meminta siswa berpasangan mengulangi tarian Membuka kesempatan kepada
sudut secara perlahan dan mengamati sudut apa yang siswa untuk berpendapat dan
terbentuk dari tarian tersebut dan mengurutkannya dari mengungkapkan perasaannya
mulai yang terkecil. Menyampaikan materi, tugas
Guru mengambil salah satu bentuk sudut yang dan memperagakan permainan
menyerupai gunung dan meminta siswa menebak cara pencarian informasi.
mengaitkan dengan permukaan bumi. Kemudian
menanyakan peristiwa alam apa yang terjadi.
Guru memberikan teks dan gambar tentang “Tanah
Longsor di Lereng Gunung” dan menjelaskan lembar
kerja yang harus dikerjakan secara berkelompok yang
berkaitan dengan teks, selain itu siswa juga diminta
membuat puisi berdasarkan gambar yang ada dalam
lembar kerja.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil (5 orang)
secara heterogen untuk menyelesaikan lembar kerja
yang telah tersedia.

b. Pencarian Informasi
Siswa dalam kelompok mencari informasi untuk
menyelesaikan permasalahan, pertanyaan dan membuat Pencarian informasi melalui
puisi dalam lembar kerja. Guru membimbing pencarian latihan terbimbing dan latihan
informasi dengan memberikan contoh cara berpendapat, bebas
mengumpulkan pendapat dan memilih pendapat yang
terbaik dalam kelompok.
Pencarian informasi dapat melalui majalah dan buku-
buku yang telah disediakan di kelas.

c. Diskusi/pembahasan
Siswa mendiskusikan informasi yang telah didapatkan,
kemudian menyimpulkan jawaban sebagai hasil dari
kelompok dan memilih salah satu puisi terbaik dalam
kelompok untuk tampil mewakili kelompok. Guru Kemampuan bertanya,
membahas hasil dari tiap-tiap kelompok di kelas dengan berpendapat, mengkritik dan
mengajak siswa menanggapi hasil dari tiap-tiap pengampilan keputusan
kelompok dan meminta perwakilan kelompok
membacakan puisi sebagai akhir dari kegiatan inti.

3. Tahap kesimpulan/penutup
Melakukan tarian sudut bersama. Siswa diminta untuk menilai Penyimpulan materi
puisi terbaik dan memajangnya di kelas. Guru memberi
kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan dan
menyampaikan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan
materi yang disampaikan

F. Sarana dan Sumber Belajar


Buku pelajaran, lembar materi dan tugas hasil pengembangan, gambar

G. Evalausi
Bentuk evaluasi tugas sekolah (LKS dan pengamatan selama pembelajaran)
Jenis penilaian produk, tes tertulis, lisan dan performansi
C. Keunggulan kurikulum 2013
1) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan
masalah yang mereka hadapi di sekolah.
2) Adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya
didapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi,
praktek, sikap dan lain-lain.
3) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah
diintegrasikan ke dalam semua program studi.
4) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional.Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistic domain
sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
5) Banyak kompetensi yang dibutuhkan sesuai perkembangan seperti pendidikan
karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard
skills, kewirausahaan.
6) Hal yang paling menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap
fenomena dan perubahan sosial. Hal ini mulai dari perubahan sosial yang terjadi
pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
7) Standar penilaian mengarahkan kepada penilaian berbasis kompetensi seperti
sikap, ketrampilan dan pengetahuan secara proporsional.
8) Mengharuskan adanya remediasi secara berkala.
9) Sifat pembelajaran sangat kontekstual.
10) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi,
pedagogi, sosial dan personal.
11) Ada rambu-rambu yang jelas bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran (buku induk)
12) Guru berperan sebagai fasilitator
13) Diharapkan kreatifitas guru akan semakin meningkat
14) Efisiensi dalam manajemen sekolah contohnya dalam pengadaan buku, dimana
buku sudah disiapkan dari pusat
15) Sekolah dapat memperoleh pendampingan dari pusat dan memperoleh
koordinasi dan supervise dari daerah
16) Pembelajaran berpusat pada siswa dan kontekstual dengan metode pembelajaran
yang lebih bervariasi
17) Penilaian meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik sesuai proporsi
18) Ekstrakurikuler wajib Pramuka meningkatkan karakter siswa terutama dalam
kedisiplinan, kerjasama, saling menghargai, cinta tanah air dan lain-lain.
D. Kelemahan kurikulum 2013
1) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru
tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata
pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
2) Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013
ini, karena kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada kenyataannya sangat
sedikit para guru yang seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang
agar bisa membuka cakrawala berfikir guru, dan salah satunya dengan pelatihan-
pelatihan dan pendidikan agar merubah paradigm guru sebagai pemberi materi
menjadi guru yang dapat memotivasi siswa agar kreatif.
3) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific.
4) Kurangnya ketrampilan guru merancang RPP.
5) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.
6) Tugas menganalisis SKL, KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya
dikerjakan oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat dalam
kasus ini.
7) Tidak pernahnya guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan
kurikulum 2013, karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa
mempunyai kapasitas yang sama.
8) Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil
dalam kurikulum 2013 karena UN masih menjadi factor penghambat.
9) Terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi
bisa tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang
berdedikasi terhadap mata pelajaran yang dia ampu.
10) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di
sekolah terlalu lama.
11) Timbulnya kecemasan khususnya guru mata pelajaran yang dihapus yaitu
KPPI, IPA dan Kewirausahaan dan terancam sertifikasiya dicabut.
12) Sebagian besar guru masih terbiasa menggunakan cara konvensional.
13) Penguasaan teknologi dan informasi untuk pembelajaran masih terbatas.
14) Guru tidak tiap dengan perubahan.
15) Kurangnya kekmampaun guru dalam proses penilaian sikap, ketrampilan
dan pengetahuan secara holistic.
16) Kreatifitas dalam pengembangan silabus berkurang.
17) Otonomi sekolah dalam pengembangan kurikulum berkurang.
18) Sekolah tidak mandiri dalam menyikapi kurikulum.
19) Tingkat keaktifan siswa belum merata.
20) KBM umumnya saat ini mash konvensional.
21) Belum semua guru memahami sistem penilaian sikap dan
ketrampilan.Menambah beban kerja guru.
22) Citra sekolah dan guru akan menurun jika tidak berhasil menjalankan
kurikulum 2013
“KURIKULUM MATEMATIKA SMP”
A. Organisasi Kompetensi, Tujuan Satuan Pendidikan, Dan Struktur Kurikulum 2013
1. Organisasi Kompetensi

Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari Kompetensi Dasar. Untuk kurikulum
SMP/MTs, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan
kesinambungan antarkelas dan keharmonisan antarmata pelajaran yang diikat dengan
Kompetensi Inti. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata
pelajaran sehingga Struktur Kurikulum SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata
pelajaran dan jumlah materi berkurang. Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan
dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Sedangkan Prakarya merupakan mata pelajaran yang berdiri
sendiri.

2. Tujuan Satuan Pendidikan


Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang:
1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
3) sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
4) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
3. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar
1) Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata


pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam
semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk
setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian
konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.
Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan
datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.

Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai


posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan.
Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa
yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur
ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan.
Struktur Kurikulum SMP/MTs adalah sebagai berikut:

ALOKASI WAKTU BELAJAR PER


MATA PELAJARAN MINGGU
VII VIII IX
Kelompok A
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 3 3

3. Bahasa Indonesia 6 6 6

4. Matematika 5 5 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7. Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B
1. Seni Budaya 3 3 3

2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan 3 3 3


Kesehatan

3. Prakarya 2 2 2

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 38 38 38


Keterangan:

Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.

Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas,
terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka (Wajib), Organisasi Siswa
Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.

Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya


dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang
dikembangkan oleh pemerintah daerah. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per
minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut. Satuan
pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik
pada satuan pendidikan tersebut.

2) Beban Belajar

Beban belajar di SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per
minggu. Jam belajar SMP/MTs adalah 40 menit.

Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari
semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX.
Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.

Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar,
guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi
siswa aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari
proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan
pengamatan, menanya, asosiasi, menyaji, dan komunikasi. Proses pembelajaran yang
dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena
mereka belum terbiasa.Selain itu, bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan
penilaian proses dan hasil belajar.
B. Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Matematika SMP
1) Kompetensi Inti

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas
yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element)Kompetensi


Dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi
vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang
berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata
pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi
proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan
dengan sikap keagamaan (Kompetensi Inti 1), sikap sosial (Kompetensi Inti 2), pengetahuan
(Kompetensi Inti 3), dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Keempat kelompok itu
menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial
dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar
tentang pengetahuan (Kompetensi Inti 3) dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti
4).Kompetensi Inti Matematika SMP/MTs adalah sebagai berikut:

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI


KELAS VII KELAS VIII KELAS IX
1. Menghargai dan 1. Menghargai dan 1. Menghargai dan
menghayati ajaran menghayati ajaran menghayati ajaran
agama yang dianutnya agama yang dianutnya agama yang dianutnya

2. Menghargai dan 2. Menghargai dan 2. Menghargai dan


menghayati perilaku menghayati perilaku menghayati perilaku
jujur, disiplin, jujur, disiplin, jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli tanggungjawab, peduli tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong (toleransi, gotong (toleransi, gotong
royong), santun, percaya royong), santun, percaya royong), santun, percaya
diri, dalam berinteraksi diri, dalam berinteraksi diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan secara efektif dengan secara efektif dengan
lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan alam dalam jangkauan alam dalam jangkauan
pergaulan dan pergaulan dan pergaulan dan
keberadaannya keberadaannya keberadaannya

3. Memahami pengetahuan 3. Memahami dan 3. Memahami dan


(faktual, konseptual, dan menerapkan menerapkan
prosedural) berdasarkan pengetahuan (faktual, pengetahuan (faktual,
rasa ingin tahunya konseptual, dan konseptual, dan
tentang ilmu prosedural) berdasarkan prosedural) berdasarkan
pengetahuan, teknologi, rasa ingin tahunya rasa ingin tahunya
seni, budaya terkait tentang ilmu tentang ilmu
fenomena dan kejadian pengetahuan, teknologi, pengetahuan, teknologi,
tampak mata seni, budaya terkait seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian fenomena dan kejadian
tampak mata tampak mata

4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji, dan


dan menyaji dalam menalar dalam ranah menalar dalam ranah
ranah konkret konkret (menggunakan, konkret (menggunakan,
(menggunakan, mengurai, merangkai, mengurai, merangkai,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan memodifikasi, dan
memodifikasi, dan membuat) dan ranah membuat) dan ranah
membuat) dan ranah abstrak (menulis, abstrak (menulis,
abstrak (menulis, membaca, menghitung, membaca, menghitung,
membaca, menghitung, menggambar, dan menggambar, dan
menggambar, dan mengarang) sesuai mengarang) sesuai
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari dengan yang dipelajari
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber di sekolah dan sumber
di sekolah dan sumber lain yang sama dalam lain yang sama dalam
lain yang sama dalam sudut pandang/teori sudut pandang/teori
sudut pandang/teori

2) Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang
harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata
pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak
selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi
esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut
filosofi rekonstruksi sosial, progresifisme, atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut
dalam kurikulum adalah eklektik seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi, maka
nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak
perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme. Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar Matematika Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang
merupakan satu kesatuan ide masing-masing mata pelajaran dimuat dalam tabel-tabel berikut
ini:
“KURIKULUM MATEMATIKA SMA”
A. Pembelajaran Matematika K-13 di SMA
Pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan saintifik yang dapat diperkuat
dengan model-model pembelajaran, antara lain: Model Pembelajaran Kooperatif;
Pembelajaran Kontekstual; Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing; Project Based
Learning; dan Problem Based Learning. Pelaksanaan pembelajaran didahului dengan
penyiapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru baik
secara individual maupun kelompok yang mengacu pada silabus.
Pada proses pembelajaran langsung, pendekatan saintifik disesuaikan dengan materi
yang ada pada mata pelajaran matematika dimana peserta didik mengembangkan
pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi
langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-
kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan
kegiatan belajar mengamati kejadian, peristwa, situasi, pola, fenomena yang terkait dengan
matematika dan mulai dikenalkan pemodelan matematika dalam berbagai bentuk; menanya
atau mempertanyakan mengapa atau bagaimana fenomena bisa terjadi; mengumpulkan atau
menggali informasi melalui mencoba, percobaan, mengkaji, mendiskusikan untuk
mendalami konsep yang terkait dengan fenomena tersebut; serta melakukan asosiasi atau
menganalisis secara kritis dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan,
memanfaatkan dan memilih prosedur/algoritma yang sesuai, menyusun penalaran dan
generalisasi, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan
analisis.
Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung
atau yang disebut dengan instructional effect. Pada pembelajaran tidak langsung yang
terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus.
Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda
dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran
langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan
moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang
terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Dalam pembelajaran matematika hal yang perlu ditekankan.
a. Aktivitas belajar di bawah bimbingan guru maupun mandiri dengan
menggunakan konsep dan prosedur secara benar dan sistematis dengan
mementingkan pemahaman daripada hanya mengingat prosedur.
b. Melatih kemampuan berpikir untuk membuat generalisasi dari fakta, data,
fenomena yang ada.
c. Melatih keterampilan melakukan manipulasi matematika untuk menyelesaikan
masalah.
d. Melatih keterampilan penalaran matematika.
e. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah.

B. Penilaian Matematika K-13 di SMA


Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi atau data
mengenai proses dan hasil belajar peserta didik. Strategi penilaian disiapkan untuk
memfasilitasi guru dalam mengembangkan pendekatan, teknik, dan instrumen penilaian
hasil belajar dengan pendekatan penilaian otentik yang memungkinkan para pendidik
menerapkan program remedial bagi peserta didik yang tergolong pebelajar lambat dan
program pengayaan bagi peserta didik yang termasuk kategori pebelajar cepat. Penilaian
dilakukan dengan cara menganalisis dan menafsirkan data hasil pengukuran capaian
kompetensi peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan
pembelajaran berbasis aktivitas yang bertujuan memfasilitasi peserta didik memperoleh
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian sikap digunakan sebagai pertimbangan
guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut sesuai dengan kondisi dan
karakteristik peserta didik. Implementasi Kurikulum 2013 menghendaki agar penilaian
hasil belajar peserta didik mencakup penilaian kompetensi ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang pelaksanaannya terintegrasi dengan proses pembelajaran dan
menjadikan portofolio sebagi instrumen utama. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses penilaian pada pembelajaran dengan Kurikulum 2013, yaitu: (1) mengukur
tingkat berpikir peserta didik mulai dari rendah sampai tinggi, (2) menekankan pada
pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar hafalan), (3)
mengukur proses kerjasama, bukan hanya hasil kerja, (4) menggunakan portofolio
pembelajaran peserta didik.
Dengan demikian kompetensi peserta didik yang dinilai pada tiap ranah kompetensi
disesuaikan dengan aktivitas yang ditempuh peserta didik dalam proses pembelajaran.
Terkait hal itu perlu diingat, dalam Standar Proses dinyatakan bahwa sasaran pembelajaran
mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi
untuk setiap satuan pendidikan. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
“mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi”. Keterampilan
diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mencipta”. Aktivitas-aktivitas pada tiap ranah kompetensi tersebut bergradasi.
Penilaian otentik dalam pembelajaran matematika menekankan pada:
a. Beorientasi pada proses maupun hasil dalam menyelesaikan masalah.
b. Aspek penalaran untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berpikir
logis, kritis, analitis, dan kreatif.
Pendidik diharapkan menggunakan berbagai metode dan teknik penilaian. Pembuatan
instrumen penilaian dalam mata pelajaran Matematika SMA/SMK/MA/MAK perlu
mempertimbangkan aspek-aspek penalaran matematika dan pemecahan masalah yang
meliputi empat aspek sebagai berikut :
1. Penilaian pemahaman
Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan untuk menangkap arti materi
pelajaran yang dapat berupa kata, angka, simbol, atau menjelaskan sebab-akibat.
Contoh pada jenjang pemahaman adalah memberikan ilustrasi lain dari yang telah
diilustrasikan, menjelaskan kembali dengan menggunakan kalimat yang disusun
peserta didik sendiri, menggunakan penerapan pada kasus lain, atau menjelaskan
hubungan antar unsur.
2. Penilaian representasi dan penafsiran
Penilaian dalam aspek representasi melibatkan kemampuan untuk menyajikan
kembali suatu permasalahan atau obyek matematika melalui hal-hal berikut:
memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar,
diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan
sehingga menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan
menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model
matematika dari suatu situasi.
3. Penilaian penalaran dan pembuktian
Penilaian aspek penalaran dan bukti dengan mengidentifikasi contoh dan bukan
contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan
hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh dan bukan contoh, membuat
kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis,
menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.
4. Penilaian pemecahan masalah
Memecahkan masalah dalam matematika merupakan proses menerapkan
pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru
yang belum dikenal, baik dalam konteks matematika maupun di luar matematika.
Masalah dalam matematika dapat berupa masalah rutin dan masalah non rutin.
Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada dan sering disebut
sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat langsung
diterjemahkan dari kata-kata menjadi kalimat-kalimat matematika. Masalah nonrutin
tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin sehingga peserta didik harus
menyusun sendiri strategi untuk memecahkan masalah tersebut.
“ANALISIS KURIKULUM 1947”

A. Sejarah kurikulum 1947


Kurikulum pertama yang lahir pada setelah Indonesia merdeka disebut rencana
pelajaran atau dalam bahasa Belanda leer pland. Perubahan orientasi pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda pada kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan intelektual.
Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit
merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pendidikan pembentukan
karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan
kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatin terhadap pendidikan, kesenian, dan
pendidikan jasmani. Rencana pelajaran 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-
sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok: daftar mata
pelajaran dan jam pelajarannya, disertai garis-garis besar pengajaran.
Lahirnya kurikulum 1947 tidak terlepas dari perubahan situasi politik saat itu. Sistem
Pendidikan yang pada awalnya berbasis pada penjajah, baik Belanda maupun Jepang,
berubah menjadi sistem pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan bangsa Indonesia.
Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang mendasar,
yaitu perubahan yang menyangkut landasan idil, tujuan pendidikan, sistem persekolahan dan
kesempatan belajar bagi rakyat Indonesia.

B. Landasan Yuridis Kurikulum 1947


Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang diciptakan oleh bangsa Indonesia
dengan dasar landasan hukum yang berlaku Indonesia. Dengan menteri pertama adalah Mr
Suwandi yang digantikan oleh Mr Ali Sastro Amidjojo mencoba meneruskan usaha yang
telah dilakukan oleh  Mr Suwandi bersama BPKNIP. Tugas pokok dari badan ini adalah
menyususn RUUPP dengan mempergunakan bahan yang pernah diperbincangkan dalam
kongres Pendidikan Nasioanl. Setah itu menteri pendidikan diganti oleh Ki Hajar
Dewantara. Pada tahun itu pula RUUPP dapat diselesaikan dan diajukan  ke Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia pusat namun belum sempat dibahas karena kota Yogyakarta saat
itu diduduki oleh Belanda.

C. Tujuan Kurikulum 1947


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan,
kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan
di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga
hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan
sebagai development conformism bertujuan untuk membentuk karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini (development
conformism). Dan juga mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.

D. Proses Belajar Mengajar pada Kurikulum 1947


Proses pembelajaran yang dilakukan saat itu lebih ditekankan pada pemahaman materi
yang berpusat pada wilayah Indonsis. Materi-materi pelajaran yang sebelumnya berkiblat
pada penjajah diubah menjadi berpusat pada Indonesia yang berorentasi pada tercapainya
tujuan pendidikan nasional

1. Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947). Hal ini mengacu pada


pemberian mata pelajaran yang antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya tidak
ada keterkaitan sama sekali.
2. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah.
3. Jumlah mata pelajaran: Sekolah Rakyat (SR) — 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi
dan SMA jurusan 19 bidang studi.

E. Bahan Pelajaran pada Kurikulum 1947


Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan
Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah:

1. Bahasa Indonesia 5. Ilmu Hayat 10. Seni Suara 14. Kebersihan dan
2. Bahasa Daerah 6. Ilmu Bumi 11. Pekerjaan Tangan Kesehatan
3. Berhitung 7. Sejarah 12. Pekerjaan Keputrian 15. Didikan Budi Pekerti
4. Ilmu Alam 8. Menggambar 13. Gerak Badan 16. Pendidikan Agama.
9. Menulis
Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga
di ajarkan sejak kelas 1.

F. Isi dan Struktur Kurikulum


1. Isi kurikulum 1947
Semua isi pelajaran kurikulum pada masa panjajahan diubah haluan dan berpusat pada
negara Indonesia sendiri. Dengan 16 mata pelajaran.
Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok :
1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya.
2. Garis-garis besar pengajaran.
Rencana pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif,
namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku, meliputi :
1. Kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
2. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
3. Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Struktur kurikulum 1947
Struktur kurikulum SMP tahun 1947 mengalami perubahan jika dibandingkan dengan
struktur kurikulum SMP yang berlaku pada zaman jepang tahun 1942. Perubahan yang
terjadi adalah sekolah menengah hasil ciptaan Jepang diubah menjadi SMP dengan masa
studi 3 tahun. Mereka yang menempuh tiga tahun dan lulus berhak melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi. Pada kelas tiga akan adanya pembagian jurusan. Bagian A,
jurusan Bahasa dan Pengetahuan sosial sedangkan bagian B, jurusan ilmu pasti dan
pengetahuan Alam.

Berikut ini adalah struktur kurikulum 1947 yang disebut Rencana Pembelajran

No. Jumlah jam pelajaran dalam satu


Mata Pelajaran minggu

I II III IV

1. Bahasa Indonesia 6 6 6 5

2 Bahasa Daerah 2 2 3 2

3 Bahasa Inggris 3 3 4 2

4 Berhitung 4 4 2 4

5 Ilmu Ukur 3 3 - 3

6 Ilmu Alam 2 2 2 5

7 Ilmu Hayat 2 2 2 2

8 Ilmu Bumi 2 2 3 2

9 Sejarah Tatanegara 2 - 3 2

10 Pengetahuan Dagang - 1 2 -

11 Seni Suara 1 1 1 1

12 Menggambar 1 1 1 2

13 Pekerjaan Tanggan 1 1 1 1

14 Pendidikan Jasmani 3 3 3 3

15 Budi Pekerti - - - -

16 Agama 2 2 2 2

Jumlah 32 36 35 37
G. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Pada Kurikulum 1947
Pembelajaran matematika pada tahun 1947 merupakan matematika tradisional yang
dimana dimulai dari awal munculnya Kurikulum 1947 (Rentjana Pembelajaran 1947) hingga
tahun 1974 sebelum diterapkannya kurikulum 1975. Ciri khas dari pembelajaran matematika
tradisional adalah pembelajaran lebih menekankan hafalan daripada pengertian, menekankan
bagaimana suatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih
mengutamakan pada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang
digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Kelemahan pembelajaran matematika pada kurikulum 1947 adalah siswa tidak diajarkan
untuk memahami konsep tetapi hanya dituntut untuk menghafalkan langkah-langkah dalam
mengerjakannya, rasa ingin tahu siswa terhadap langkah-langkah pengerjaan berhitung
tersebut diabaikan saja sehingga siswa tidak mempunyai minat yang tinggi untuk
mempelajarinya. Selain itu siswa tidak diberikan penjelasan mengapa pengerjaan hitungan
tersebut harus seperti langkah-langkah yang disampaikan, oleh karena itu berhitung lama
lebih mementingkan hafalan daripada konsep/pengertian. Sedangkan kelebihan
pembelajaran matematika kurikulum 1947 adalah pembelajaran matematika lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain.

H. Evaluasi pada Masa Berlakunya Kurikulum 1947


Sistematika pendidikan pada masa berlakunya Kurikulum 1947 tidak dijelaskan secara
rinci karena implementasinya dilaksanakan pada 1950. Evaluasi terhadap pencapaian hasil
pendidikan lebih diarahkan pada ketentuan mengenai kelulusan seseorang dari suatu unit
atau lembaga pendidikan tertentu. Kualitas yang harus dikuasai oleh peserta didik tidak
didasarkan pada tujuan pendidikan nasional sehingga alat evaluasinya pun tidak
dikembangkan untuk mengumpulkan informasi mengenai pencapaian tujuan pendidikan.
Soal-soal yang dikembangkan untuk Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) adalah untuk
menentukan kelulusan seorang siswa, bukan untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan
nasional.

Hubungan Ideologi Pada Masa Berlakunya Kurikulum 1947 dengan Susunan


Kurikulum yang bersangkutan. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis yaitu
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran
1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga
disebut kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok yaitu:

a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya


b. Garis-garis besar pengajarannya (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Sehingga pada masa itu,
kurikulum pendidikan 1947 mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan
cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-
cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-
hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat
besi berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari. Pada perkembangannya,
rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana
Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya sangat jelas. Seorang guru mengajar satu
mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus bagi
lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak
mampu sekolah ke jenjang SMP bisa langsung bekerja

I. Penilaian
Penilain hasil belajar dilakukan beberapa kali, melalui ulangan harian, ulangan umum
catur wulan, dan ujian penghabisan. Ujian penghabisan digunakan untuk menentukan
kelulusan dan harus mencapai nilai minimal 6. Ujian pengahabisan diselenggarakan oleh
rayon dengan soal yang dibuat oleh pusat (Inspeksi pusat SMP, Jawatan pengajaran,
kementerian pengajaran dan kebudayaan).
J. Kelebihan Kurikulum 1947
Adapun kelebihan dari kurikulum 1947 antara lain sbb:
1. Mencerminkan kesadaran sebagai bangsa yang berdaulat, dan mendudukkan pendidikan
sebagai faktor penting dalam memperkokoh berdirinya negara Indonesia melalui
persatuan dan kesatuan untuk mengusir penjajah.
2. Memiliki fungsi strategis dalam mempersatukan bangsa Indonesia melalui pendidikan
3. Kurikulum 1947 mengadopsi dari pengalaman pendidikan Indonesia yang telah lalu
dimas penjajahan, sehingga memudahkan dalam penyusunannya.

K. Kelemahan Kurikulum 1947


Adapun kelemahan dari kurikulum 1947 antara lain sbb:
1. Dibayang-bayangi pendidikan jaman penjajahan, sehingga mengarah pada pola
pengajaran penjajah.
2. Belum memiliki orientasi ranah kognitif dan psikomotor namun lebih dominan ranah
afektif.
3. Belum diterapkan di sekolah-sekolah sehingga belum memberikan dampak pada
terlaksananya pendidikan dan terbentuknya bangsa Indonesia hingga secara resmi
dilaksanakan pada tahun 1950.
“ANALISIS KURIKULUM 1952”
A. Sejarah Kurikulum 1952
Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum 1947, dimana kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran. Karena itu,
kurikulum 1952 lebih dikenal sebagai Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran sudah digunakan pada masa tersebut.
Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947, bahkan
dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947.
Dikatakan demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang
pendidikan yang berlaku sebagai landasan operasionalnya. Hal ini terjadi sampai tahun
1949. Baru setelah tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-
undang No. 4 Tahun 1950 dapat dirampungkan. Selanjutnya undang-undang itu disahkan
pada tahun 1954 sebagai UU No. 12 Tahun 1954. Dari situlah dikenal undang-undang
pendidikan yang pertama kali, yaitu UU No. 4 Tahun 1950 dan UU No. 12 Tahun 1954.
Namun undang-undang itu tidak memberlakukan pelaksanaan Kurikulum 1947.
Seiring dengan berlakunya UU pendidikan No. 4 Tahun 1950 yang baru dilaksanakan
pada tahun 1954, kurikulum yang berlaku bukan lagi kurikulum 1947, tetapi kurikulum
tahun 1952. Dengan kata lain, kurikulum 1952 merupakan kurikulum pertama yang
memiliki dasar hukum operasional.
Landasan yuridis kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan
idiilnya adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan
konstitusionalnya adalah UUD 1945. Landasan operasional kurikulum 1952 adalah UU No.
4 Tahun 1950. Undang-undang itu telah dirancang sebelum tahun 1950. Rancangan undang-
undang itu yang awalnya dibahas oleh BPKNIP tahun 1948 tidak dapat dilakukan karena
terjadinya clash II. Baru pada tanggal 29 Oktober 1949, RUU itu diterima oleh BPKNIP dan
disahkan oleh pemerintah RI pada tanggal 2 April 1950. Pada tahun ini, menteri PP dan K
yang pada waktu itu dijabat oleh Mr. Soewandi melakukan usaha untuk mengubah sistem
pendidikan dan pengajaran sehingga akan lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa
Indonesia pada waktu itu.
Kemudian dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran dalam rangka mengubah sistem
pendidikan kolonial kedalam sistem pendidikan Nasional. Perubahan sistem tersebut
memiliki konsekuensi logis yaitu semua kurikulum pada semua tingkat pendidikan
mengalami perubahan sehingga yang semula diorientasikan pada kepentingan kolonial
diubah menjadi kebutuhan bangsa yang merdeka.
Salah satu hasil dari panitia tersebut adalah menyangkut kurikulum rencana pelajaran
pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pendidikan pikiran harus dikurangi
2. Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
3. Pendidikan watak
4. Pendidikan jasmani
5. Kewarganegaraan dan masyarakat

B. Rencana Pelajaran Terurai Kurikulum 1952


Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya sangat jelas, seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu sekolah
khusus bagi lulusan Sekolah Rakyat 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas
masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Pada kurikulum SMP, isi kurikulum 1952 jauh lebih rinci dibandingkan kurikulum
1947. Oleh karena itu kurikulum 1952 disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Berikut ini
rincian isi kurikulum 1952.
 Kelompok Bahasa  Kelompok Pengetahuan Alam
1. Bahasa Indonesia 1. Ilmu Alam/kimia
2. Bahasa Inggris 2. Ilmu Hayat
3. Bahasa Daerah  Kelompok Pengetahuan Sosial
 Kelompok Ilmu Pasti 1. Ilmu Bumi
1. Berhitung dan aljabar 2. Sejarah
2. Ilmu ukur  Kelompok Ekonomi
1. Hitung dagang 3. Pekerjaan tangan/kerajinan wanita
2. Pengetahuan dagang  Pendidikan jasmani
 Kelompok ekspresi  Budi pekerti*
1. Seni suara  Agama*
2. Menggambar
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan mata pelajaran bahasa dan agama,
sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 4 tahun 1950 Bab IV pasal 5 ayat 1 dan 2, di
antaranya:
Ayat 1:
“Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar di sekolah-sekolah
seluruh Indonesia”.
Ayat 2:
“Di taman kanak-kanak dan tiga kelas yang terendah di sekolah rendah, bahasa daerah boleh
dipergunakan sebagai bahasa pengantar”.
Berkaitan dengan pelajaran agama, dalam struktur kurikulum pelajaran agama memang
diberi jam khusus namun dalam pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing orang tua.
Hal itu dipertegas pada UU No. 4 tahun 1950 Bab XII pasal 20 ayat 1 dan 2 sebagai
berikut:
Ayat 1:
“Dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut”.
Ayat 2:
“Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah Negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama
Menteri Agama”.
Dari petikan dua ayat itu tersirat maksud bahwa pelajaran agama merupakan pilihan. Apabila
si murid masih kanak-kanak, keikut sertaan murid ditentukan atas seizin orang tua. Orang tua
memiliki hak untuk membolehkan atau melarang ikut pelajaran agama. Apabila siswa telah
dewasa, dia boleh menetapkan ikut dan tidaknya pelajaran agama.
Pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan moral sudah diangkat sebagai mata pelajaran di
kurikulum 1952. Namun, mata pelajaran budi pekerti yang berisi pendidikan moral itu masih
menjadi mata pelajaran yang bersifat pilihan. Oleh karena itu dalam struktur kurikulum
belum disediakan jumlah jam pelajaran secara khusus diperuntukkan bagi pendidikan budi
pekerti.

Tabel Struktur Kurikulum SMP 1952 adalah sebagai berikut:


Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
No Mata Pelajaran
I II III A III B
I Kelompok Bahasa
1.      Bahasa Indonesa 5 5 6 5
2.      Bahasa Inggris 4 4 4 4
3.      Bahasa Daerah 2 2 2 1
Sub Jumlah 11 11 12 10
II Kelompok Ilmu Pasti
1.      Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4
2.      Ilmu Ukur 4 3 - 4
Sub Jumlah 8 6 2 8
III Kelompok Penget. Alam
1.      Ilmu Alam / Kimia 2 3 2 2
2.      Ilmu Hayat 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 5 4 4
IV Kelompok Penget. Sosial
1.      Ilmu Bumi 2 2 3 3
2.      Sejarah 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 4 5 5
V Kelompok Pel. Ekonomi
I.        Hitung Dagang - 1 2 -
II.      Pengetahuan Dagang - - 2 -
Sub Jumlah - 1 4 -
VI Kelompok Pel. Ekspresi
1.      Seni Suara 1 1 1 1
2.      Menggambar 2 2 2 2
3.      Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2
Sub Jumlah 5 5 5 5
VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3
VIII Budi Pekerti - - - -
IX Agama 2 2 2 2
Jumlah 37 37 37 37

Sistem Penilaian pada kurikulum 1952 hampir sama dengan kurikulum 1947, yakni
dilakukan melalui ulangan harian, ulangan umum catur wulan, dan ujian Negara. Ulangan harian
dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah seorang siswa
naik atau tinggal kelas.
Ujian penghabisan yang kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara pada sekitar tahun
1958 digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika
memiliki maksimal nilai 5 sebanyak 4 mata pelajaran atau equivalennya (nilai 4 equivalen
dengan dua nilai 5, nilai 3 equivalen dengan nilai angka 5).

C. Pembelajaran Matematika Pada Kurikulum 1952


Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran
matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi
seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi
konsensus maka ketika urutan diubah sedikit saja, protes dan penentangan dari masyarakat
begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang
selisihnya positif dan lain sebagainya. Selain itu pembelajaran matematika di Indonesia juga
mempunyai ciri seperti materinya materi lama, lebih mengutamakan hafalan daripada
pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, menekankan kepada bagaimana
sesuatu itu dihitung daripada kepada mengapa sesuatu itu dihitung demikian, lebih
mengutamakan kepada melatih otak daripada kegunaannya, bahasa/ istilah/ simbol yang
dipergunakan tidak jelas (ambiguous), urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain-
lain.
Contoh : 1. Hafal fakta dasar perkalian lima
1 × 5 = 5 4 × 5 = 20 7 × 5 = 35
2 × 5 = 10 5 × 5 = 25 8 × 5 = 40
3 × 5 = 15 6 × 5 = 30 9 × 5 = 45
Hasil perkalian langsung dihafal tanpa dijelaskan konsep, sifat atau cara untuk memperoleh
hasil perkalian tersebut.
Siswa akan menghafal hasil pembagian seperti pada suku kanan tanpa memberikan
langkah untuk memperoleh hasil pembagian tersebut. Materi pembelajaran matematika
merupakan materi lama (berhitung). Bilangan yang diajarkan hanya bilangan positif
sehingga jika 5 – 7, jawabannya 5 – 7 tidak dapat diselesaikan. Agar siswa terampil
berhitung, maka siswa harus hafal fakta dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian. Hafal cara mencari akar suatu bilangan, hafal ciri-ciri bilangan habis dibagi 2, 3,
5 dan sebagainya. Latihan hafal tersebut dilakukan berulang-ulang dalam kegiatan
pembelajaran matematika sehari-hari.
D. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum 1952
 Kelebihan kurikulum 1952
1. Kurikulum 1952 telah mengarah pada sistem pendidikan nasional, walaupun belum
merata pada seluruh wilayah di Indonesia, namun dapat mencerminkan suatu
pemahaman dan cita-cita para praktisi pendidikan akan pentingnya pemerataan
pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia.
2. Pada Kurikulum 1952, materi pelajaran sudah berorientasi pada kebutuhan hidup para
siswa, sehingga hasil pembelajaran dapat berguna ketika ditengah masyarakat.
3. Karena setiap guru mengajar satu mata pelajaran, maka memiliki keuntungan untuk lebih
menguasai bidang  pengajarannya dengan lebih baik, daripada mengajar berbagai mata
pelajaran. 

 Kelemahan kurikulum 1952 adalah sebagai berikut:


1. Karena kurikulum 1952 baru mengarah pada sistem pendidikan nasional, maka belum
mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
2. Materi pelajaran  belum orientasi masa depan, karena yang diajarkan berorientasi
kebutuhan  untuk hidup dimasyarakat saat itu, dengan demikian belum memiliki visi
kebutuhan dimasa mendatang.
3. Kurang membangkitkan kreatifitas dan inovasi guru, karena setiap mata pelajaran sudah
terinci dalam rencana pelajaran  terurai, hal ini mempersempit kreatifitas dan inovasi
guru baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun menentukan sumber materi
pelajaran.
4. Kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral
dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan
diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar keberhasilan
siswa dalam proses pendidikan.
E. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika, moral,
nilai, dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan-santun, dan jiwa
nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan sekolah yang
tegas. Sayangnya proses belajar mengajar berpusat pada guru. Siswa ditempatkan sebagai
objek yang menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru.
“ANALISIS KURIKULUM 1964”
A. Dasar Pengembangan Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-
pokok pikiran kurikulum yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang sekolah dasar sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistic, keprigelan dan jasmani.
Konsekuensi Panca Wardhana dalam dunia pendidikan sangat jelas.
Kurikulum harus diarahkan untuk mengembangkan kualitas yang dinyatakan dalam Panca
Wardhana dalam semangat Manipol-USDEK. Tujuan pendidikan berubah dari
menghasilkan manusia yang susila dan demokratis menjadi manusia susila yang sosialis dan
pelopor dalam membela Manipol-USDEK. Perubahan yang sangat menonjol dalam
kurikulum adalah adanya mata pelajaran Civics diarahkan untuk pembentukan warganegara
yag bercirikan Manipol-USDEK. Liberalisme dan individualisme menjadi musuh dan harus
dibersihkan dalam pelajaran Civics karena bertentangan dengan jiwa dan semangat.
Manipol-USDEK. Civics menjadi mata pelajaran yang mengemban pendidikan ideology
bangsa dan ini merupakan awal dari pendidikan ideology dalam kurikulum. Mata pelajaran
ini adalah mata pelajaran yang berisikan materi pelajaran yang sangat ditentukan oleh
ideologi dan politik.

B. Tujuan Kurikulum 1964


Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan
istilah Pancawardhana Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu
kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan),
dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.. Kurikulum 1964
adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat
seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
1. Pendidikan sebagai pembina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi.
2. Pendidikan sebagai produsen tenaga kerja dalam semua bidang dan tingkatan.
3. Pendidikan sebagai lembaga pengembang Kebudayaan Nasional.
4. Pendidikan sebagai lembaga pengembang ilmu pengetahuan, teknik dan fisik/mental.
5. Pendidikan sebagai lembaga penggerak seluruh kekuatan rakyat.
C. Jenjang Pendidikan yang Dikembangkan
Sebagai langkah perbaikan dari kurikulum yang berlaku sejak tahun 1952, Direktorat
Pendidikan Dasar/Prasekolah Departemen PP dan K pada tahun 1964 menerbitkan buku
pedoman kurikulum baru yang diberi nama Rencana Pelajaran Kanak-Kanak dan Sekolah
Dasar, termasuk di dalamnya untuk sekolah lanjutan.

a. Jenjang Sekolah Dasar (SD)


Kurikulum Sekolah Dasar (SD) dari 1952 sampai 1964 dapat dikategorikan
sebagai kurikulum tradisional, yaitu separated subject curriculum. Tujuan pendidikan
pada masa ini adalah membentuk manusia Pancasila dan Manipol-USDEK yang
bertanggung atas terselenggaranya masyarakat adil dan makmur, materiil, spiritual. Nama
Sekolah Dasar diganti menjadi Sekolah Rakyat.

b. Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)


Untuk SMP terjadi perubahan struktur kurikulum, dianmakan Kurikulum SMP
Gaya Baru dan dinyatakan berlaku mulai tahun ajaran 1962/1963 yang dimulai pada
tanggal 1 Agustus (Depdikbud, 1996:128). Kurikulum SMP ini terdiri atas Kelompok
Dasar, Kelompok Cipta, Kelompok Cipta/Karsa dan Krida. Kelompok Dasar adalah
adalah kelompok mata pelajaran yang diberi tugas untuk mengembangkan manusia
Manipol-USDEK dan dalam kelompok ini terdapat mata pelajaran Civics, Bahasa
Indonesia, Sejarah Kebangsaan, Ilmu Bumi Indonesia, Pendidikan Agama dan
Pendidikan Jasmani. Sedangkan Kelompok Cipta terdiri atas mata pelajaran keilmuan
dimana terdapat antara lain mata pelajaran sejarah dunia dan ilmu bumi dunia serta
ilmu administrasi. Adanya ilmu administrasi dimaksudkan untuk memberi bekal
bekerja bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke SMA .
Perubahan lain yang terjadi pada kurikulum SMP asalah penghapusan
pembagian/jalur A dan B. sejak saat ini SMP menjadi pendidikan umum bagi semua
orang. Kesadaran bahwa pembagian atas A dan B terlalu muda bagi peserta didik usia ini
adalah suatu pemikiran yang berkelanjutan sampai pada masa sekarang. Selain itu
kurikulum SMP adalah persiapan bagi mereka yang akan memasuki dunia kerja. Dengan
demikia kurikulum SMP memiliki orientasi dunia kerja meskipun secara proporsional
tidak sebanyak sekolah-sekolah kejuruan (SMEP, ST, SKKP). Perubahan ini berlanjut
pada masa kemudian ketika Indonesia mengumandangkan program wajib belajar 9 tahun,
pendidikan SMP merupakan bagian dari pendidikan umum bagi seluruh bangsa Indonesia
agar semakin kokoh.

c. Jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)


Di SMA terjadi perubahan dalam penjurusan. Sebelum 1961 SMA terdiri dari
SMA-A, SMA-B, dan SMA-C dimana A adalah Sastera, B adalah Ilmu Pasti dan
Alam, sedangkan C adalah Ekonomi. Sebuah SMA ditentukan sebagai SMA-A,
SMA-B atau SMA-C sehingga seorang tamatan SMP memilih SMA mana yang ingin
dimasukinya ketika ia mendaftar ke sekolah tersebut. Sejak tahun 1961, pembagian
tersebut baru dilakukan setelah seseorang masuk ke SMA dan pada akhir tahun
akademik kelas I yang bersangkutan dinyatakan naik ke kelas II jurusan A, B, atau C.
Oleh karena itu suatu gedung SMA tidak lagi secara khusus diperuntukkan bagi SMA- A,
B, atau C sebagaimana sebelumnya tetapi pada satu gedung SMA terdapat jurusan lebih
dari satu. Dalam kurikulum 1961ini pun nama jurusan A, B, maupun C diganti dengan
istilah Budaya, Sosial, serta Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam. Kurikulum yang
dikembangkan untuk SMA adalah kurikulum akademik yang mempersiapkan tamatannya
ke perguruan tinggi walaupun tetap memperhatikan mereka yang akan memasuki dunia
kerja.
Posisi kurikulum SMA sebagai kurikulum yang mempersiapkan peserta didik
untuk melanjutkan studi ke pendidikan tinggi masih tetap sama dengan sebelumnya.
Pengaruh politik yang kental terhadap kurikulum tidak mengubah posisi tersebut. Apa
yang terjadi pada kurikulum SMP tidak terjadi terhadap kurikulum SMA. Sebagaimana
halnya dengan tingkat pendidikan SMP, untuk mereka yang berminat untuk memasuki
dunia kerja maka pemerintah menyediakan sekolah kejuruan seperti SMEA, SKKA,
STM, SGA, SMOA. Sebagaimana dengan kurikulum SMA, kurikulum sekolah kejuruan
harus juga mengajarkan ideologi negara melalui mata pelajaran Civics. Pada tahun 1964
terjadi perubahan kurikulum. Pendidikan ideologi yang difokuskan pada Manipol-
USDEK, Nasakom, dan semangat revolusi. Mata pelajaran Kewarganegaraan yang
meliputi materi sejarah, ilmu bumi, dan kewargaan negara (nama baru civics) menjadi
penting untuk mengembangkan pendidikan ideologi dan dimasukkan dalam struktur
kurikulum dengan nama Perkembangan Moral.

D. Dimensi Kemampuan yang Dikembangkan


Kurikulum 1964 ini merupakan pembelajaran yang dipusatkan pada program
Pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan
jasmani. Sehingga kemampuan yang dikembangkan tidak terlepas dari program
Pancawardhana tersebut, yang meliputi :
No Mata Pelajaran Kelas
1 2 3 4 5 6
Pengembangan Moral
1. Pendidikan kemasyarakatan 1 2 3 3 3 3
I
2. Pendidikan agama/budi 1 2 2 2 2 2
pekerti
II Perkembangan kecerdasan
1. Bahasa Daerah 9 8 5 3 3 3
2. Bahasa Indonesia – – 6 5 8 8
3. Berhitung 6 6 6 6 6 6
4. Pengetahuan alamiah 1 1 2 2 2 2
Pengembangan
III emosional/artistic
1. Pendidikan kesenian 2 2 4 4 4 4
Pengembangan keprigelan
IV
1. Pendidikan keprigelan 2 2 4 4 4 4
Pengembangan jasmani
V 1. Pendidikan 3 3 4 4 4 4
jasmani/Kesehatan
Jumlah 25 26 36 36 36 36

Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor


bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D.
Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.

E. Matematika pada Kurikulum 1964


Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri
menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara
berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena
seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan
penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada
siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang
dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran
lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung
bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak
bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus
diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali,
bagi, tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung
maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang
kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan
tersebut. Contoh: 21 : 3 jawabannya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di
atas ekuivalen dengan 15 + 6 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan
hasilnya adalah 17. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut
kurang kuat.
Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama
adalah aljabar dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah
dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah
atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik
bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis
adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak
dikalangan siswa.

F. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran


Dalam pelaksanaan kurikulum terdapat petunjuk bahwa keberadaan anak didik lebih
efektif, tetapi masih dalam bimbingan pendidik (guru). Disamping mata pelajaran Wardana,
dikenal juga Krida, yang berarti hari untuk berlatih menurut bakat dan minat anak didik.
Kurikulum sekolah dasar tahun 1964 dapat dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
Hal ini tampak dari kurikulum masa ini yang mengarahkan dan anak didik untuk terjun ke
dunia kerja.

Anda mungkin juga menyukai