Anda di halaman 1dari 25

TRANSKRIP DAN CATATAN ADVOKASI PELAYANAN PUBLIK

2 APRIL 2023

Pemerintah ada demi kepentingan umum sebagai implikasinya utama pemerintah dengan seluruh
personilnya dari pejabat tinggi hingga aparat di level bawah adalah untuk melayani, menjamin
seluruh fungsi pelayanan publik terselenggara secara adil, dan dengan sebaik baiknya. Akan
tetapi selama berpuluh tahun perspektif pemerintah sebagai pelayan publik atau pelayan
masyarakat itu dikesampingkan dan korupsi merajalela di seluruh sektor pemerintahan yang
berpuncak pada kejatuhan rezim Orde Baru pada tahun 1998 sampai lahirnya undang undang
nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik .Undang undang ini merupakan jaminan dan
penegasan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik yang baik. Kelahiran undang
undang ini merupakan bagian penting dari tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang digaungkan sejak tahun 1998.
Salah satu bagian penting yang diatur dalam undang undang ini adalah hak masyarakat
untuk mengawasi dan mengadukan pelayanan publik. Pengawasan dan pengaduan masyarakat,
baik yang bersifat individual maupun kolektif, penting untuk memastikan pelayanan publik
berlangsung secara adil, berkualitas dan diperbaiki secara berkelanjutan. Di sinilah urgensi
advokasi pelayanan publik dilakukan masyarakat yang tidak puas, merasa dirugikan atau
diperlakukan tidak adil dalam pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh badan
pemerintah atau swasta dapat mengajukan komplain atau pengaduan baik secara individual
maupun secara kolektif.
Pengaduan bisa dilakukan sendiri atau melalui pihak ketiga. Advokasi pelayanan publik
pada dasarnya bisa dilakukan untuk menangani kasus yang bersifat individual maupun kasus
yang dialami sekelompok penerima pelayanan publik secara bersama sama meskipun sudah ada
banyak perubahan wajah pelayanan publik di Indonesia. Namun, setelah lebih dari satu dekade
undang undang ini dijalankan masih perlu perbaikan untuk mencapai standar minimal pelayanan.
Bahkan ada sederet pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan penerbitan dokumen
kependudukan, urusan lalu lintas dan urusan perizinan masih banyak dikeluhkan dan bahkan
masih sarat dengan praktik praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dibutuhkan peran aktif masyarakat dan penerima layanan untuk mendesakkan perbaikan
kualitas pelayanan publik. Peran aktif itu bisa dalam bentuk protes, pengaduan ataupun advokasi
pelayanan publik. Apabila masyarakat membiarkan atau memilih diam saat diperlakukan buruk
atau tidak adil dalam layanan publik pelayanan publik tidak akan menjadi lebih baik atau malah
menjadi semakin buruk

Advokasi pada dasarnya tidak harus bertolak dari komplain atau kasus yang diadukan
oleh masyarakat. Ruang bagi kelompok, kelompok masyarakat dan organisasi organisasi
masyarakat sipil untuk melakukan advokasi pelayanan publik sangatlah luas. Advokasi secara
umum dapat diartikan sebagai usaha untuk membantu, membela, memperjuangkan korban
ataupun ide perubahan. Dapat dikatakan bahwa advokasi merupakan semua upaya yang
dilakukan untuk membantu membela dan memperjuangkan korban dalam pelayanan publik dan
usaha usaha untuk memperjuangkan perbaikan pelayanan publik. Kerja advokasi yang berbasis
pada kasus kasus individual selain melelahkan juga sulit menghasilkan perubahan yang
substansial atau sistemik. Karena itu, advokasi pelayanan publik mesti ditempatkan dalam
kerangka gerakan sosial.
Fathi dan kawan kawan mendefinisikan advokasi sebagai suatu usaha sistemik dan
terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan
publik secara bertahap maju atau inkremental. Dengan demikian, advokasi bukan revolusi, tetapi
lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi,
perwakilan proses, proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku. Fathi
juga mengusulkan paradigma baru advokasi yang mengedepankan korban kebijakan sebagai
subjek utama yaitu kepentingan korban. Kepentingan korban harus menjadi agenda utama dalam
advokasi, bukan demi kepentingan pribadi, popularitas dan pengaruh politik. Aktivis rangka ini
sangat baik dipergunakan untuk organisasi organisasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan
perbaikan pelayanan publik, terutama untuk memperjuangkan orang orang yang suaranya tak
terdengar atau tidak memiliki pilihan seperti orang miskin dan kelompok rentan lainnya dalam
mengakses pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, advokasi pelayanan publik sangat berkaitan dengan kerja kerja
pemberantasan korupsi. Korupsi di satu sisi akan menyebabkan buruknya pelayanan publik.
Namun di sisi lain, kinerja pelayanan publik yang buruk juga membuka peluang terjadinya
korupsi. Advokasi pelayanan publik bertujuan untuk memastikan pemerintah dan penyelenggara
pelayanan publik di semua sektor dan tingkatan dapat melayani masyarakat dengan sebaik
baiknya dan seadil adilnya. Kerja kerja advokasi ini tidak lepas dari upaya agar sumber sumber
negara tidak disalahgunakan, sebaliknya diperuntukkan sebesar besarnya untuk kepentingan
pelayanan masyarakat yang juga menjadi tujuan akhir agenda pemberantasan korupsi.

Terdapat sejumlah prinsip yang harus dipedomani dalam melakukan advokasi pelayanan publik,
yaitu :
1. Independen. Independensi merupakan prinsip yang perlu dipegang teguh dalam
menjalankan pelayanan publik. Independensi berarti dalam berpikir, bersikap bekerja dan
membuat keputusan tidak bergantung didikte atau dikendalikan oleh kepentingan pihak
pihak yang berkuasa. Independensi ini sangat terkait dengan kerja kerja pelayanan publik
yang berhubungan dengan kepentingan umum. Independensi bukan berarti tidak boleh
memihak. Pemihakan justru merupakan sebuah keharusan. Dalam advokasi layanan
publik, kita harus berpihak pada kepentingan publik. Secara khusus pemihakan ditujukan
kepada para korban dan kelompok kelompok masyarakat yang tidak mampu bersuara.
2. Realistis. Realistis advokasi pelayanan publik akan berhasil dengan baik apabila kita
mampu merumuskan permasalahan dan agenda advokasi yang spesifik, jelas dan terukur.
Permasalahan pelayanan publik sangatlah luas. Harus dapat membatasi kerja advokasi
sesuai misi organisasi urgensi masalah sumber daya yang dimiliki dan keterbatasan waktu
yang tersedia. Dari banyak pilihan, kita harus menetapkan prioritas masalah yang akan
diadvokasi dan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu.
3. Sistematis. Sistematis keberhasilan advokasi pelayanan publik ditentukan oleh kerja kerja
yang sistematis, dimulai dari perencanaan yang akurat. Kegagalan dalam perencanaan
akan mengakibatkan kegagalan seluruh kerja advokasi Perencanaan dimulai dengan
memilih isu atau persoalan yang akan diadvokasi menentukan strategi dan langkah
langkah yang akan ditempuh dalam periode waktu tertentu
4. Berani. Dalam advokasi pelayanan publik, keberanian sangatlah diperlukan. Sekalipun
kerja advokasi pelayanan publik pada umumnya tidak menempatkan kita dalam posisi
berhadap ada pandangan pemerintah. Akan tetapi advokasi publik selalu terkait dengan
kekuasaan. Selalu saja akan ada penguasa yang bersumbu pendek ketika menghadapi
kritik atau koreksi. Berani dalam hal ini bukan berarti nekat. Kita harus selalu
memperhitungkan resiko dan melakukan langkah langkah mitigasi untuk menjamin
keselamatan mereka yang terlibat dalam kegiatan advokasi.Khususnya untuk isu isu yang
sensitif.
5. Taktis dan Strategis. Adanya taktis dan strategis advokasi pelayanan publik bertujuan
untuk mendesakkan perubahan substansial atau perubahan sistemik yang hanya bisa
dilakukan dengan membangun jejaring. Perlu untuk menjajaki dan memutuskan pihak
pihak yang bisa diajak bekerja sama dan memilah siapa siapa yang bisa kita jadikan
sekutu taktis atau strategis. Sekutu taktis merupakan pihak pihak yang bisa kita ajak
bekerja sama untuk memperjuangkan sesuatu meskipun terdapat perbedaan dalam banyak
hal dalam prinsip dengan kita. Sedangkan sekutu strategis adalah pihak pihak yang
memiliki kesamaan visi ideologis dan berada satu garis dengan tujuan besar yang ingin
kita perjuangkan. Berpikir dan bekerja secara taktis dan strategis menuntut kemampuan
untuk meminimalisir resiko dan menemukan cara yang paling efektif untuk mencapai
tujuan.
Dalam melakukan advokasi pelayanan publik, terdapat delapan langkah - langkah yang harus
dipenuhi, yaitu :
1. Merumuskan masalah. Dapat di peroleh dari pengaduan sumber sekunder seperti berita di
media massa, percakapan di media sosial maupun dari pengamatan langsung di lapangan.
2. Membuat perencanaan. Perencanaan bisa dibuat sederhana, tetapi juga bisa dibuat secara
detail tergantung dari kompleksitas permasalahannya. Untuk persoalan yang meliputi
beberapa wilayah dan memerlukan riset atau penggalian data secara mendalam,
perencanaan detail akan menentukan keberhasilan kerja advokasi. Perencanaan dilakukan
untuk mencocokkan antara cakupan permasalahan yang akan kita advokasi dengan
sumber daya yang kita miliki meliputi tenaga biaya dan pilihan strategi serta langkah
langkah yang harus dilakukan.
3. Melakukan pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan bagian yang sangat penting
di luar lobi lobi dan kampanye. Bertolak dari gagasan demokrasi partisipatif
pengorganisasian rakyat yang dilakukan dengan membangun kesadaran sosial dalam
melakukan aksi bersama merupakan prasyarat untuk melakukan perubahan yang
substansial. Pengorganisasian ini bisa dilakukan dengan membentuk forum forum warga
atau masyarakat di akar rumput.
4. Mengumpulkan data. Pengumpulan data dan analisis data data atau bukti yang kuat
merupakan kunci keberhasilan advokasi yang dilakukan. Dalam advokasi pelayanan
publik yang bertolak dari pengaduan kasus, kita perlu memastikan kelengkapan data
identitas pelapor, apa yang diadukan serta bukti bukti yang diperlukan. Dalam advokasi
berbasis riset atau advokasi yang mensyaratkan penggalian data secara mendalam, data
dapat dikumpulkan melalui dokumen, sumber sekunder dari media massa atau media
sosial, jejak elektronik, survei, wawancara, dan diskusi kelompok terfokus. Kemudian
data selanjutnya diolah dan dianalisis ditulis di diskusikan dengan seluruh tim kerja
advokasi para aktivis yang terlibat dan dituntut untuk mampu merumuskan secara
gamblang solusi atau jalan keluar yang ditawarkan
5. Menyampaikan laporan atau pengaduan. Setelah semua data diolah dan ditulis dalam
naskah aduan hasil kajian atau laporan hasil kerja itu disampaikan kepada penyelenggara
pelayanan publik maupun lembaga lembaga yang relevan seperti lembaga Perwakilan
Rakyat, DPR atau DPRD, para pejabat daerah Kementerian yang terkait, maupun
lembaga lembaga lain seperti ombudsman daerah ataupun ombudsman Republik
Indonesia. Penyampaian aduan atau audiensi ini dapat sekaligus menjadi sarana
kampanye dengan melibatkan media massa atau dengan menyebarluaskan informasi
tentang proses pengaduan atau audiensi melalui media massa.
6. Melakukan kampanye. Kampanye yang dilakukan secara efektif akan mempercepat
proses perubahan sekaligus menjadi bahan koreksi dan pembelajaran bagi penyelenggara
layanan maupun aparat pemerintahan. Lebih jauh kampanye juga berkontribusi dalam
membangun kesadaran masyarakat akan hak mereka dalam memperoleh dan secara aktif
menuntut pelayanan publik yang berkualitas. Kampanye dalam advokasi pelayanan
publik juga bisa dilakukan dengan menyelenggarakan diskusi diskusi publik talkshow
melalui media massa, aksi aksi simpatik atau bahkan bila perlu dengan aksi massa
7. Memantau laporan atau pengaduan yang telah disampaikan. Memantau laporan
pengaduan setelah laporan atau aduan yang disampaikan pada pihak terkait.Bukan berarti
kerja advokasi telah selesai. Sangat penting aduan atau laporan ditindaklanjuti oleh
penyelenggara layanan publik atau institusi pemerintah yang terkait untuk memastikan
agar kasus yang ditangani dan langkah langkah perbaikan dilakukan secara periodik perlu
ditanyakan sejauh mana kasus atau laporan itu ditangani. Untuk mencegah laporan
pengaduan mangkrak desakan perlu terus dilakukan dengan menggunakan sarana
kampanye yang tersedia.
8. Melakukan evaluasi. Dalam setiap kegiatan advokasi, evaluasi perlu dilakukan secara
periodik sepanjang kegiatan advokasi itu dilakukan maupun pada akhir kerja advokasi.
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas advokasi yang sedang atau telah
dilakukan mengidentifikasi kendala kendala yang dihadapi, mengetahui kekuatan dan
kelemahan strategi yang diterapkan serta mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan
yang dihadapi. Evaluasi pada akhir kerja advokasi diperlukan untuk menentukan tindak
lanjut dan sebagai proses belajar supaya dalam advokasi pelayanan publik di kemudian
hari dapat dilakukan lebih efektif dan lebih luas dampaknya
Langkah langkah ini tentu bukan merupakan urutan yang mana tidak harus dijalankan
secara kaku. Bahkan beberapa langkah bisa dilakukan secara bersamaan.

Advokasi pelayanan publik dapat dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu advokasi
berbasis kasus. Advokasi jenis ini dilakukan bertolak dari kasus pelayanan publik yang telah
terjadi yakni kasus yang konkret dialami oleh penerima layanan publik, baik yang dialami oleh
seseorang ataupun sekelompok orang. Advokasi ini bisa dilakukan oleh korban itu sendiri atau
yang dikenal dengan konsep advokasi diri sendiri atau melalui pihak ketiga. Ketentuan mengenai
advokasi kasus cukup lengkap diatur dalam mekanisme pengaduan dan penanganan. Pengaduan
sebagaimana diatur dalam undang undang pelayanan publik maupun dalam mekanisme komplain
yang ada pada masing masing dalam penyelenggara layanan publik. Pelayanan publik juga
terbuka mekanisme untuk diselesaikan melalui gugatan hukum
Kemudian, terdapat advokasi sistemik. Dalam advokasi sistemik, advokasi yang
dilakukan tidak berdasarkan aduan dan tidak bersifat manifest. Dalam advokasi pelayanan publik
yang sistemik perlu dilakukan penggalian data secara mendalam ataupun melalui riset. Tujuan
advokasi sistemik dalam pelayanan publik tidak ditujukan pada penyelesaian kasus perkasus,
akan tetapi lebih pada perubahan yang substansial dalam sistem atau kebijakan penyelenggaraan
pelayanan publik. Dalam advokasi sistemik pelayanan publik, pengorganisasian dilakukan
dengan membangun jaringan kelompok kelompok warga, pemangku kepentingan atau secara
langsung dengan pengorganisasian warga di akar rumput.
Dalam pengorganisasian rakyat, para aktivis dan pendamping bertindak sebagai
fasilitator. Fasilitator pemangku kewajiban untuk ikut serta dalam membangun kesadaran sosial
agar warga berdaya dan mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan termasuk dalam
aspek anggaran. Sebagai contoh advokasi sistemik pelayanan publik yang dilakukan melalui
pengorganisasian warga ini adalah pendekatan anggaran pendapatan dan belanja desa partisipatif
ada sejumlah tools atau alat yang bisa dipergunakan untuk melakukan advokasi sistemik yaitu
anggaran pendapatan dan belanja partisipatif, kartu laporan warga atau citizen report card, serta
permintaan informasi dan gugatan.

MEKANISME PENGADUAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PELAYANAN


PUBLIK (1-6)
Undang - Undang Nomor. 25 Tahun 2009 mengatur secara rinci tentang hak masyarakat
untuk menyampaikan pengaduan atas pelayanan publik. Pengaduan masyarakat adalah informasi
yang disampaikan oleh individu ataupun organisasi yang mewakili kepentingan pengadu atas
keluhan atau ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh badan publik. Keluhan
masyarakat bisa dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari sikap yang tidak profesional dari pemberi
layanan, pemberi layanan yang tidak ramah di pingpong ke sana kemari tanpa ada kepastian,
hingga proses pelayanan yang lambat. Dalam banyak kasus juga ditemui prosedur pelayanan
yang tidak jela, biaya yang dianggap terlalu mahal untuk membayar jasa pelayanan, atau bahkan
kondisi di mana pemberi layanan meminta uang ekstra atas layanan yang diberikan alias
pungutan liar.
Selain itu, ketidakpuasan juga bisa dipicu oleh fasilitas dan kondisi ruang pelayanan yang
tidak sesuai standar. Misalnya, tidak ada ruang tunggu dan daftar tunggu. Tidak ada pegawai
yang siaga dan bisa dimintai informasi. Tidak ada ruang khusus bagi orang tua, ibu hamil, ibu
membawa anak anak atau kelompok.fabel ruang tunggu yang panas tanpa kipas angin atau air
conditioner atau bahkan lokasi kantor pelayanan publik yang sulit dijangkau masyarakat umum.
Pada dasarnya, masyarakat boleh menyampaikan informasi dan keluhan apapun atas pelayanan
publik yang dianggap bermasalah atau apa yang sering disebut sebagai praktik maladministrasi.
Maladministrasi sendiri sebagaimana diatur dalam undang undang nomor 37 tahun 2008 tentang
ombudsman Republik Indonesia, tepatnya pasal satu ayat 3 adalah perilaku atau perbuatan
melawan hukum melampaui wewenang menggunakan wewenang untuk tujuan lain. Dari yang
menjadi tujuan wewenang tersebut termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah
yang menimbulkan kerugian materil ataupun imateril bagi masyarakat atau orang perseorangan.
Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara independen yang mengawasi
pelayanan publik telah menerbitkan peraturan ombudsman Republik Indonesia Nomor 26 tahun
2017 tentang tata cara penerimaan, pemeriksaan dan penyelesaian laporan yang menjelaskan
bentuk bentuk maladministrasi. Soal maladministrasi menurut peraturan tersebut terdiri dari :
- Penundaan berlarut. Penundaan berlarut adalah satu keadaan di mana pelayanan yang
diberikan tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Ada fakta keterlambatan
dalam pemberian layanan publik yang tidak jelas. Alasannya, misalnya proses yang
seharusnya dapat diselesaikan satu hari tanpa ada alasan yang diterima menjadi 1 Minggu
atau bahkan tidak jelas kapan akan selesainya
- Tidak memberikan pelayanan. Tidak memberikan pelayanan bisa diartikan penyelenggara
layanan publik tidak menyediakan layanan yang semestinya wajib diadakan. Misalnya
badan publik tidak menyediakan pusat pengaduan masyarakat
- Tidak kompeten. Baik penyelenggara maupun petugas layanan tidak mengerti apa yang
seharusnya mereka kerjakan sehingga kualitas layanan menjadi buruk. Misalnya tidak
memahami SOP yang dibuat sendiri, tidak tahu bagaimana cara menangani masalah yang
dihadapi oleh masyarakat yang meminta layanan dan lain sebagainya
- Penyalahgunaan wewenang. Bentuk bentuk penyalahgunaan wewenang bisa berbagai
macam tindakan. Di antaranya mengintimidasi, melakukan korupsi, menggelapkan aset
milik badan publik, memanipulasi informasi dan lain sebagainya
- Penyimpangan prosedur. Penyimpangan prosedur adalah tindakan sengaja yang
menyalahi tata cara dan SOP yang berlaku demi sebuah kepentingan tertentu.misalnya
memotong proses menerima syarat yang tidak terpenuhi atau tidak lengkap karena
pejabat atau petugas layanan menerima suap sogokan atau uang pelicin .
- Permintaan imbalan. Adanya petugas layanan atau pejabat penyedia layanan meminta
sejumlah imbalan yang tidak resmi atau tidak sah dalam memberikan layanan. Artinya,
ketika masyarakat mengurus dokumen akta kelahiran yang semestinya gratis, petugas
justru meminta imbalan dengan menggunakan istilah uang pendaftaran uang formulir,
uang, sukarela, dan lain sebagainya.
- Tidak patut. Tidak patut merupakan bagian dari pelanggaran atas etika pelayanan publik.
Misalnya memaki maki masyarakat memarahi, mengintimidasi, dan lain sebagainya.
- Berpihak dan Diskriminasi. Penyelenggara dan petugas layanan tidak boleh membeda
bedakan layanan karena faktor faktor tertentu seperti suku, agama, ras dan antar
golongan, atau karena faktor kekerabatan teman dekat atau karena pejabat publik tertentu
yang harus dilayani
- Diskriminasi.
- Konflik kepentingan. Konflik kepentingan adalah keadaan di mana petugas layanan tidak
dapat mengambil keputusan objektif karena faktor tertentu. Misalnya karena salah satu
pihak adalah orang terpandang yang dikenal oleh si petugas. Ia diperbolehkan tidak ikut
mengantri sesuai urutan oleh petugas tersebut. Contoh lainnya adalah petugas layanan
memberikan keistimewaan kepada satu pihak karena telah mendapatkan gratifikasi.

Masyarakat sebagai penerima layanan memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan


berbagai aturan perundang undangan telah memberikan perlindungan hukum serta kedudukan
yang kuat bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan menjalankan fungsi pengawasan sosial atas
penyelenggaraan pemerintahan. Dalam undang undang nomor 13 tahun 2006 tentang
perlindungan saksi dan korban, khususnya pasal 10 ayat satu, disebutkan bahwa saksi korban dan
pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan, dan
kesaksian yang akan sedang atau telah diberikan. Demikian halnya dalam undang undang nomor
19 tahun 2019 tentang komisi pemberantasan korupsi tepatnya pasal 15 yang menyebutkan KPK
berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan terkait dengan pencegahan dan
pemberantasan korupsi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun
2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam
pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. PP ini menyediakan mekanisme bagi
masyarakat untuk berperan aktif dan mendapatkan penghargaan tertentu dari negara karena
kontribusinya dalam pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. Khusus untuk
pengawasan pelayanan publik undang undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik,
tepatnya dalam pasal 18 diatur hak dan kewajiban masyarakat dalam pelayanan publik. Hak hak
masyarakat menurut pasal ini meliputi :
a. Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan
b. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan
c. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan
d. Mendapat advokasi perlindungan
e. Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila
pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan
f. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan.Tidak sesuai dengan standar pelayanan
g. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman Republik Indonesia
h. Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan terhadap standar
pelayanan.dan asas tujuan pelayanan dan atau tidak memperbaiki pelayanan yang
diberikan.

Dalam Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik


Indonesia juga diatur dengan tegas posisi pelapor yang berhak menyampaikan pengaduan kepada
ombudsman atas praktik maladministrasi. Ombudsman sendiri dibentuk dengan pertimbangan
bahwa pengaduan atas pelayanan publik sebelum ombudsman dibentuk hanya disampaikan
kepada badan publik yang dilaporkan dan penanganannya dilakukan oleh pejabat yang tengah
dilaporkan, sehingga masyarakat tidak mendapatkan perlindungan. Sementara mekanisme
gugatan masyarakat melalui pengadilan atas pengaduan pelayanan publik dianggap terlalu lama
dan memerlukan biaya yang tidak murah, kehadiran ombudsman diharapkan dapat mengatasi
penyumbatan respon pengaduan masyarakat karena mekanisme yang lebih mudah dan tanpa
biaya sama sekali.
Selain itu, ombudsman memiliki wewenang yang tidak bisa diintervensi oleh pejabat
publik karena bersifat independen sehingga penanganan pengaduan masyarakat bisa dilakukan
secara lebih objektif. Pengaduan masyarakat selain merupakan bentuk partisipasi warga dalam
mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Dari sisi penyedia layanan juga memberi arti positif.
Setidaknya ada beberapa keuntungan apabila pengelolaan pengaduan masyarakat dapat
dilakukan secara profesional. Di antaranya seperti pengaduan masyarakat merupakan informasi
gratis yang dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan umpan balik
atas layanan yang diberikan oleh mereka.
Dengan mendapatkan umpan balik badan, publik dapat mengidentifikasi kelemahan dan
kekurangannya dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian, pengaduan
masyarakat adalah sarana untuk melakukan refleksi dan introspeksi diri bagi badan publik dalam
meningkatkan respon serta menangkap aspirasi masyarakat yang meminta layanan. Lalu, adanya
pengaduan terdiri dari berbagai aspek yang menggambarkan kelemahan pelayanan, maka badan
publik dengan mudah dapat menggunakan informasi itu untuk mencari solusi dan pemecahan
masalah dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Tidak hanya itu, respon cepat
atas pengaduan dari masyarakat akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat
terhadap penyedia layanan.
Pada dasarnya pengaduan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik dapat
dilakukan melalui berbagai saluran. Secara umum sarana yang disediakan badan publik dalam
mengakomodasi pengaduan masyarakat adalah melalui email, SMS, kotak pos, surat faks,
e-mail, nomor khusus pengaduan ataupun akun akun resmi badan publik yang ada di media
sosial, baik itu melalui akun Twitter, Facebook, ataupun Instagram. Biasanya informasi
mengenai hal ini dapat kita temukan di laman website resmi pemerintah. Pengaduan masyarakat
dapat juga disalurkan melalui mekanisme langsung di mana kita memberikan masukan, saran
dan keluhan kepada pusat pengaduan masyarakat yang telah disediakan badan publik. Pengaduan
masyarakat dapat juga dilakukan dan disampaikan melalui lembaga lembaga khusus yang
menangani dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Misalnya langsung
menyampaikan laporan kepada ombudsman. Apabila kita mengalami langsung praktek
maladministrasi pelayanan ataupun menyaksikan terjadinya permasalahan tersebut saat tengah
mengurus suatu layanan, Ombudsman merupakan lembaga negara independen yang bertugas
untuk mengawasi dan memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan di bidang pelayanan publik.
Selain melalui saluran ombudsman, pemerintah pusat melalui Kementerian
pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi telah menyediakan kanal khusus
pengaduan masyarakat bernama LAPOR. LAPOR merupakan sebuah upaya untuk
mengintegrasikan pengelolaan pengaduan pelayanan publik pada setiap organisasi penyelenggara
layanan publik di Indonesia. Jika ombudsman merupakan lembaga negara independen, maka
LAPOR adalah upaya dari pemerintah atau pihak eksekutif di tingkat pusat untuk
mengoordinasikan dalam satu pintu pengelolaan pengaduan masyarakat di seluruh organisasi
atau badan publik baik di tingkat pusat maupun daerah. Harapannya pengelolaan pengaduan
masyarakat dapat dilakukan lebih efektif, dan respon atas pengaduan dapat dilakukan lebih cepat,
serta pemerintah dapat memecahkan persoalan persoalan terkait pelayanan publik yang terjadi
secara nasional.
Dengan database informasi pengaduan yang mencakup nasional dan daerah perencanaan
dalam perbaikan penyediaan layanan publik dapat dilakukan secara lebih akurat dan sesuai
dengan masalah yang terjadi di lapangan. Supaya respon yang diberikan sesuai dengan harapan
pengadu, maka pengaduan atas keluhan atau maladministrasi sebaiknya dibekali dengan
informasi yang jelas, yakni sekurang kurangnya mengandung prinsip 5 w + 1 h. Meliputi :
● Apa masalah yang kita hadapi atau what?
● Siapa petugas atau pejabat penyedia informasi yang kita laporkan atau who?
● Kapan kejadian atau masalah itu timbul atau when?
● Di mana lokasi atau tempat kita meminta pelayanan publik atau where?
● Mengapa hal itu terjadi atau why?
● Bagaimana peristiwa itu bisa terjadi atau how?

Pengaduan yang kita sampaikan perlu dilengkapi dengan bukti bukti yang mendukung
seperti surat foto, rekaman, kuitansi atau dokumen lain yang relevan. Jika pun kita sebagai
pengadu tidak memiliki bukti pendukung sama sekali lantaran hilang atau tercecer, informasi
yang disampaikan bisa diberikan lebih lengkap. Supaya penerima laporan dapat memproses
pengaduan itu secara lebih cepat. Pelapor atau pengadu juga diharapkan dapat menyediakan
informasi diri dan kontak yang dapat dihubungi supaya proses verifikasi dan klarifikasi dapat
dilakukan pada tahap berikutnya. Namun apabila informasi yang disampaikan adalah informasi,
yang memiliki akibat buruk bagi pelapor karena misalnya terkait dengan penyimpangan,
penyalahgunaan wewenang atau terkait dengan pejabat tinggi yang berpengaruh, maka pelapor
dapat langsung mengadukan masalah itu kepada Ombudsman Republik Indonesia sebagai
lembaga negara independen atau membuat pelaporan yang bersifat anonimus atau rahasia di
mana identitas pelapor dirahasiakan.
Pengaduan masyarakat atas maladministrasi pelayanan publik dapat juga disalurkan
melalui sistem khusus bernama whistleblowing system yang sudah tersedia di berbagai lembaga
penyedia layanan publik. Berbeda dengan sistem pengaduan umum yang tersedia,
whistleblowing system memberikan kerahasiaan lebih besar bagi pelapor karena sifat laporan
atau informasi yang disampaikan mengandung masalah hukum atau indikasi tindak pidana
whistle blowing system disediakan sebagai sarana bagi orang dalam atau pihak yang mengetahui
langsung tindak pidana itu atau bahkan terlibat. Namun tidak menjadi pemain utama dalam
tindak pidana korupsi, KPK telah memiliki whistle blowing system yang selama ini
dimanfaatkan oleh siapapun untuk melaporkan indikasi tindak pidana korupsi supaya pengaduan
yang kita sampaikan dapat lebih diperhatikan, bisa saja dalam surat pengaduan itu kita berikan
tembusan kepada pihak pihak pengawas lain yang relevan juga kepada media massa, organisasi
masyarakat sipil atau LSM yang memiliki perhatian utama pada isu pelayanan publik. Terkecuali
untuk masalah yang sepele, tindak lanjut atas pengaduan biasanya tidak bisa langsung direspon
saat itu juga. Maka sebagai pelapor, kita perlu menyimpan bukti bahwa kita telah menyampaikan
aduan.Bukti itu akan kita gunakan untuk menagih atau meminta informasi perkembangan
pengaduan yang telah kita sampaikan sebelumnya. Mendapatkan perkembangan atas pengaduan
yang kita sampaikan merupakan bagian dari hak masyarakat yang telah diatur dalam undang
undang pelayanan publik. Sebagaimana telah dijelaskan pada video pembelajaran sebelumnya.
Apabila pengaduan yang kita sampaikan pada batas waktu yang wajar tidak ditindaklanjuti,
maka kita bisa menyampaikan informasi itu kepada Ombudsman.

Media sosial adalah revolusi teknologi informasi yang telah menjangkau hampir sebagian
besar lapisan masyarakat. Perkembangan pengguna media sosial di Indonesia tumbuh sangat
signifikan dan ini merupakan kesempatan baru bagi masyarakat untuk menjadi warga negara
yang lebih aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Mengingat sifatnya yang
mudah, murah, cepat, viral dan secara bersamaan diakses oleh berbagai pihak, maka banyak
inisiatif warga untuk menyampaikan keluhan atas kualitas pelayanan publik bermunculan
melalui jaringan jaringan media sosial.Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, misalnya
kritik masyarakat atas kondisi jalan di berbagai daerah, di mana anak anak muda di daerah itu
seakan akan menjadi model dan melakukan aksi duduk di kubangan jalan yang penuh air dan
memposting foto foto tersebut di media sosial. Berbagai aksi itu mendapatkan perhatian dari
media massa yang kemudian mempublikasikannya sebagai berita karena telah menjadi berita dan
viral, tak jarang para pejabat publik di tempat itu segera merespon dengan meminta para pejabat
di bawahnya untuk melakukan upaya upaya perbaikan.
Media sosial terutama melalui telepon genggam juga dapat digunakan untuk melakukan
perekaman atau mengambil foto atas peristiwa yang berkaitan dengan maladministrasi pelayanan
publik. Beberapa kali viral di media sosial seperti di kanal youtube, di mana ada oknum polisi
yang menilang salah satu pengendara namun justru berujung damai. Ringkasnya oknum polisi itu
justru melakukan pemerasan kepada pelanggar lalu lintas. Meskipun media sosial adalah peluang
baru, namun perlu bijaksana dalam penggunaannya agar tindakan kita tidak menjadi bumerang
lantaran dituduh melanggar undang undang informasi dan transaksi elektronik atau yang lazim
disebut undang undang ITE. Undang ini telah banyak digunakan untuk membungkam sikap kritis
masyarakat atas ketidakberesan ataupun praktik penyimpangan kekuasaan. Dalam
menyampaikan pesan melalui media sosial sebaiknya tetap memakai bahasa yang sopan dan
bertolak pada fakta yang terjadi di lapangan.
Media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter atau kanal kanal lainnya dapat kita
gunakan juga untuk menggali pengalaman warga net atau netizen atas pelayanan publik tertentu,
baik melalui survei sederhana ataupun sharing informasi atas berbagai pengalaman yang
dirasakan oleh masing masing warganet.dari sana kita dapat menggali informasi apakah sebuah
pengelolaan pelayanan publik telah mengalami perubahan dan perbaikan atau sebaliknya stagnan
dan bahkan mengalami kemunduran

KETERBUKAAN INFORMASI DALAM ADVOKASI PELAYANAN PUBLIK (1- 8)


Dalam pelayanan publik, Keterbukaan informasi sangat penting artinya dalam
menentukan kualitas pelayanan Publik. Sebagai contoh dalam bidang kesehatan, ketertutupan
informasi bisa berakibat fatal dan membahayakan nyawa manusia. Ketertutupan dan simpang
siur informasi sempat terjadi di awal masa pandemi covid 19. Kesimpangsiuran itu terjadi pada
saat pemerintah mengumumkan kasus pertama covid 19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020.
Ada kesan Pemerintah tidak cukup jelas menyampaikan informasi, ada tidaknya ketersediaan alat
pelindung diri atau APD, khususnya bagi tenaga kesehatan. Akibatnya, sesuai data yang dirilis
oleh amnesti internasional hingga awal September 2020. Sebanyak 181 tenaga kesehatan di
Indonesia meninggal dunia akibat tertular covid 19. Jumlah ini termasuk tertinggi di dunia.
Kesimpangsiuran informasi terkait ketersediaan APD juga sempat memicu kepanikan dan
membuat masker hingga cairan pembersih tangan sempat mengalami kelangkaan. Jika pun
tersedia, harganya melambung sangat tinggi. Belakangan pemerintah mengakui bahwa
keterbukaan informasi merupakan kunci pengendalian pandemi covid 19. Akan tetapi
ketertutupan informasi masih tetap menyelimuti dalam pengadaan alat kesehatan. Simpang siur
informasi itu juga masih terjadi, misalnya dalam uji vaksin Nusantara. Dalam pengadaan barang
dan jasa bansos ketertutupan informasi melahirkan korupsi, salah satunya skandal korupsi yang
terungkap dalam operasi tangkap tangan atau OTT KPK terhadap menteri sosial Juliari batubara
dan sejumlah pejabat Kementerian Sosial lainnya pada proyek bansos covid 19.
Keterbukaan informasi sangat penting bukan hanya untuk menjamin akuntabilitas
pemerintah dan penyelenggara pelayanan publik, akan tetapi juga memberikan kepastian bagi
masyarakat sebagai pengguna dan penerima layanan publik. Meskipun undang undang pelayanan
publik nomor 25 tahun 2009 memandatkan keterbukaan informasi terkait standar pelayanan,
namun ketertutupan informasi masih terjadi di sejumlah lembaga penyelenggara pelayanan
publik ini terlihat dari laporan informasi publik yang diterima oleh Ombudsman Republik
Indonesia. Sebanyak 74 laporan pada tahun 2020, 223 laporan pada tahun 2019, dan 196 laporan
pada tahun 2018 terkait berbagai dugaan maladministrasi. Kasus kasus yang dilaporkan meliputi
dugaan penundaan berlarut tidak memberikan pelayanan dan diskriminasi.
Ini terjadi akibat tidak tersedianya informasi layanan yang memadai sehingga warga sulit
mengakses layanan undang undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik
sangat penting. Artinya dalam kegiatan advokasi pelayanan publik, undang undang ini
menyediakan mekanisme permintaan sengketa, dan gugatan informasi publik yang dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mendukung kerja kerja advokasi dalam pelayanan publik,
khususnya terkait pengawasan anggaran dan penelusuran dugaan korupsi dalam pelayanan
publik

Undang - Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi publik mengatur 4 hal
pokok yakni :
1. Lembaga Keterbukaan informasi
Keterbukaan informasi publik tidak diperuntukkan khusus bagi masyarakat sipil
dan pers saja, melainkan dapat dijadikan sebagai instrumen bagi masyarakat luas untuk
mendapatkan informasi secara jelas. Sebab jika terdapat kebijakan, badan publik yang
merugikan, maka masyarakat dapat menuntut badan publik tersebut untuk dapat terbuka
dalam hal informasi. Undang undang nomor 14 tahun 2008 memandatkan perlu adanya
lembaga khusus yang menjalankan aturan keterbukaan informasi sehingga dibentuklah
lembaga keterbukaan informasi yang bernama Komisi Informasi. Dalam pasal 23
dijelaskan bahwa Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan undang undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Komisi Informasi menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik
dan menyelesaikan sengketa informasi publik dan atau ajudikasi non litigasi. Kedudukan
Komisi Informasi berada di tingkat pusat disebut Komisi Informasi pusat, dan di provinsi
yang disebut Komisi Informasi provinsi. Apabila dibutuhkan, Komisi Informasi dapat
dibentuk di tingkat Kabupaten dan kota. Jumlah anggota Komisi Informasi pusat
sebanyak 7 orang yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Sedangkan jumlah
anggota provinsi sebanyak 5 orang dengan komposisi yang sama dengan Komisi
Informasi pusat.
Komisi Informasi secara umum menjalankan 3 tugas antara lain :
1. Menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian sengketa
informasi publik melalui mediasi dan atau ajudikasi nonlitigasi
2. Menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik
3. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Selain itu, Komisi Informasi juga memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya,
yaitu,
● Pertama, memanggil dan atau mempertemukan para pihak yang bersengketa.
● Kedua, meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh badan publik terkait
untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan sengketa informasi publik.
● Ketiga, meminta keterangan atau menghadirkan pejabat badan publik ataupun pihak yang
terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa informasi publik.
● Keempat, mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam ajudikasi
non litigasi penyelesaian sengketa informasi publik,
● Kelima, membuat kode etik yang diumumkan kepada publik, sehingga masyarakat dapat
menilai kinerja komisi informasi.apabila di suatu provinsi komisi informasi belum
terbentuk maka komisi informasi pusat memiliki kewenangan untuk menyelesaikan
setiap sengketa informasi publik yang menyangkut badan publik di tingkat provinsi dan
atau kabupaten kota

Aturan mengenai keterbukaan informasi bukan hanya terkait dengan prosedur dan administrasi
semata, melainkan juga sebagai perangkat, koordinasi dan harmonisasi antar badan publik yang
informasinya belum terintegrasi secara baik. Sehingga atas dasar itu perlu disepakati jenis
informasi yang boleh atau tidak boleh disampaikan kepada publik agar tidak terjadi miskonsepsi
dalam hal penerapan pemberian informasi. Ada 4 jenis informasi yang perlu kita pahami :
1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Informasi berkala
adalah informasi yang disampaikan secara rutin, teratur dan dalam jangka waktu tertentu
oleh badan publik. Contohnya laporan keuangan, laporan kinerja, daftar rancangan, dan
tahap pembentukan peraturan perundang undangan dan informasi yang berkaitan dengan
badan publik
2. Sebuah informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. Informasi terkait badan
publik ini antara lain meliputi informasi keberadaan badan publik struktur organisasi
laporan harta kekayaan pejabatnya dan kepengurusannya disebut sebagai informasi serta
merta. Ini adalah jenis informasi yang wajib diumumkan secara serta merta atau pada saat
itu juga. Informasi serta merta mencakup seluruh informasi yang apabila ditutupi dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi yang mengancam
hajat hidup orang banyak antara lain adalah :
● Informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena
faktor alam hama, penyakit tanaman epidemik wabah, kejadian luar biasa dan
kejadian antariksa atau benda angkasa.
● Informasi tentang bencana non alam seperti kegagalan industri atau teknologi,
dampak industri ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan
keantariksaan.
● Informasi bencana sosial seperti kerusuhan, konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat dan teror.
● Informasi tentang jenis persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit
yang berpotensi menular
● Informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat
● Informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.
3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat. Informasi yang secara prinsip dapat diakses
setiap waktu tanpa adanya kondisi ataupun prasyarat. Sebab informasi tersebut
sepatutnya disampaikan kepada publik, baik diminta ataupun tidak diminta. Sehingga
apabila badan publik tidak menyampaikan informasi tersebut dengan sendirinya sudah
menyalahi aturan dan dapat dikenakan sanksi hukum.Contohnya adalah naskah akademis.
Sebelum membuat undang undang risalah rapat proses pembentukan peraturan perundang
undangan surat perjanjian dengan pihak ketiga, surat menyurat pejabat badan publik
dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Jumlah pelanggaran yang
ditemukan dalam pengawasan, serta laporan penindakannya dan lain sebagainya.
4. Informasi yang dikecualikan. Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang apabila
dibuka ke masyarakat maka akan membahayakan kepentingan pertahanan nasional,
keselamatan bangsa, kekayaan intelektual atau menghambat proses penegakan hukum.
Sepuluh Informasi yang dikecualikan berdasarkan pasal 17 undang undang nomor 14
tahun 2008, yakni :
● Informasi publik yang dapat menghambat proses penegakan hukum.
● Informasi publik yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
● Informasi publik yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara
● Informasi publik yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
● Informasi publik yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional
● Informasi publik yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri.
● Informasi publik yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat
pribadi, dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang
● Informasi publik yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi
● Memorandum atau surat surat antar badan publik atau intra badan publik yang
menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan komisi informasi atau
pengadilan.
● Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang undang.

Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang apabila dibuka ke masyarakat maka akan
membahayakan kepentingan pertahanan nasional, keselamatan bangsa, kekayaan intelektual atau
menghambat proses penegakan hukum. Se puluh Informasi yang dikecualikan berdasarkan pasal
17 undang undang nomor 14 tahun 2008, yakni pertama Informasi publik yang dapat
menghambat proses penegakan hukum.Kedua informasi publik yang dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha
tidak sehat.Ketiga informasi publik yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan
negara.Keempat informasi publik yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia. Kelima,
informasi publik yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional ke 6 informasi publik yang
dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri. Ketujuh informasi publik yang dapat
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi.Dan kemauan terakhir ataupun wasiat
seseorang ke 8 informasi publik yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi, kesembilan,
memorandum atau surat surat antar badan publik atau intra badan publik yang menurut sifatnya
dirahasiakan kecuali atas putusan komisi informasi atau pengadilan.Dan kesepuluh informasi
yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang undang.
Meskipun demikian, proses mengklasifikasi informasi yang dikecualikan harus melalui tahapan
yang bersifat ketat, terbatas dan tidak mutlak. Sehingga setiap badan publik tidak dapat secara
sepihak menyatakan bahwa suatu informasi bersifat rahasia, bersifat ketat, dan apabila bermakna
informasi yang dikecualikan perlu melalui proses secara seksama dengan mempertimbangkan
aspek legal, kepatuhan dan kepentingan umum yang bersifat terbatas. Artinya alasan informasi
yang dikecualikan harus merujuk pada undang undang nomor 14 tahun 2008 dengan
memperhatikan jangka waktu terakhir bersifat tidak mutlak. Karena suatu informasi dapat
dinyatakan terbuka untuk kepentingan umum yang lebih besar. Dari seluruh kriteria tersebut,
salah satu kuncinya yakni demi kepentingan publik yang luas. Sehingga meskipun suatu
informasi dikategorikan sebagai informasi yang rahasia, namun jika beririsan dengan
kepentingan publik maka harus dibuka.

Lalu siapakah badan publik yang masuk dalam cakupan undang undang keterbukaan informasi?
Menurut undang undang nomor 14 tahun 2008 yang dimaksud dengan badan publik adalah
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara, dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah sumbangan
masyarakat dan atau luar negeri. Organisasi non pemerintah juga masuk dalam kerangka hukum
keterbukaan informasi publik sesuai dengan pasal 16. Dalam pasal tersebut disampaikan bahwa
yang dimaksud dengan organisasi non pemerintah adalah organisasi baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum yang meliputi perkumpulan lembaga swadaya masyarakat, badan
usaha non pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN, APBD,
sumbangan masyarakat, dan atau luar negeri.

Permintaan informasi secara prosedural merupakan pintu masuk agar informasi dapat diakses
oleh masyarakat. Sayangnya untuk meminta informasi publik perlu melewati proses yang
panjang. Padahal secara prinsip apabila masyarakat atau seseorang meminta informasi, artinya
ada sistem yang tidak berjalan di internal badan publik, sehingga mekanisme permintaan
informasi perlu ditempuh. Apalagi jika informasi yang diminta ternyata adalah informasi yang
tidak dikecualikan. Seharusnya masyarakat tidak perlu direpotkan dengan persoalan administrasi
dan prosedur apabila sistemnya berfungsi secara optimal. Ketika masyarakat meminta informasi,
maka mereka merupakan para pihak yang selanjutnya disebut sebagai pemohon informasi.
Dalam undang undang nomor 14 tahun 2008 dijelaskan mengenai prosedur permintaan informasi
yang dapat dilakukan oleh pemohon informasi.
Berikut adalah tahapan yang perlu kita ketahui :
1. Pemohon informasi perlu mengidentifikasi terlebih dahulu informasi apa saja yang ingin
diperoleh.
2. Pemohon informasi melakukan permintaan informasi secara tertulis ataupun tidak tertulis
ke pejabat pengelola informasi dan dokumentasi atau PPID Kementerian, lembaga badan
atau pemerintah daerah.
3. PPID Kementerian, lembaga, badan atau pemerintah daerah wajib mencatat identitas
pemohon informasi yang meminta secara tertulis dan tidak tertulis.
4. PPID Kementerian, lembaga, badan atau pemerintah daerah wajib memberitahukan
secara tertulis paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan informasi.
5. PPID Kementerian lembaga badan atau pemerintah daerah dapat memperpanjang waktu
untuk mengirimkan pemberitahuan terkait permintaan informasi paling lambat 7 hari
kerja dengan memberikan alasan secara tertulis.
6. Jika pemohon informasi tidak puas terhadap jawaban yang disampaikan atau bahkan
informasi yang dibutuhkan tidak diberikan, maka pemohon dapat mengajukan keberatan
kepada atasan PPID Kementerian, lembaga, badan atau pemerintah daerah paling lambat
30 hari sejak ditemukannya alasan tidak diberikannya informasi.
7. PPID Kementerian, lembaga badan atau pemerintah daerah wajib memberikan tanggapan
paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya keberatan kepada pemohon informasi
secara tertulis.
Dari proses yang telah dijelaskan, maka pemohon informasi akan mendapatkan informasi
yang diinginkan selama kurang lebih 77 hari ketika badan publik tidak responsif. Meskipun
demikian, terdapat upaya lain jika pemohon informasi merasa tidak puas terhadap jawaban yang
diberikan oleh atasan PPID Kementerian, lembaga, badan atau pemerintah daerah. Pemohon
informasi dapat melakukan upaya sengketa informasi melalui komisi informasi

Untuk melakukan upaya sengketa informasi melalui komisi informasi, berikut ini adalah
prosesnya yang perlu diketahui :
1. Pemohon informasi dapat melakukan sengketa informasi, jalur mediasi dan atau ajudikasi
nonlitigasi ke Komisi informasi pusat dan atau komisi informasi provinsi dan atau komisi
informasi kabupaten kota paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya tanggapan. Dari
atasan PPID Kementerian, lembaga, badan atau pemerintah daerah apabila tidak puas atas
jawaban yang disampaikan oleh atasan PPID.
2. Komisi informasi pusat dan atau komisi informasi provinsi dan atau komisi informasi
Kabupaten kota mengupayakan penyelesaian sengketa informasi melalui mediasi dan
atau ajudikasi non litigasi paling lambat 14 hari kerja sejak menerima permohonan
penyelesaian informasi publik dari pemohon informasi. Proses penyelesaian sengketa
informasi paling lambat diselesaikan dalam waktu 100 hari kerja. Perkiraan waktu yang
dibutuhkan oleh pemohon informasi untuk mendapatkan informasi melalui mekanisme
sengketa apabila komisi informasinya tidak responsif yakni selama 128 hari. Jika
pemohon informasi atau badan publik tidak puas terhadap keputusan komisi informasi,
maka ada upaya lain yaitu pengajuan keberatan ke pengadilan dan kasasi.
Berikut adalah langkah langkahnya :
- Pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha negara atau PTUN.
Apabila yang digugat adalah badan publik seperti Kementerian, lembaga, badan
atau pemerintah daerah. Sedangkan apabila yang digugat adalah badan non publik
seperti yayasan perkumpulan lembaga atau pengelola sumbangan, maka jalur
yang ditempuh adalah melalui Pengadilan Negeri.
- Para pihak yakni pemohon informasi atau badan publik yang menolak keputusan
komisi informasi dapat mengajukan gugatan secara tertulis paling lambat 14 hari
kerja sejak diterimanya putusan tersebut.
- Panitera pengadilan akan mendaftarkan keberatan para pihak yang mengajukan
gugatan selambat lambatnya 14 hari kerja. Selain itu, panitera juga meminta
komisi informasi mengirimkan salinan resmi putusan yang disengketakan beserta
berkas perkaranya.
- Pemohon keberatan dapat menyerahkan jawaban atas keberatan kepada panitera
pengadilan dalam waktu 30 hari sejak keberatan diregister.
- Setelah lewat tenggang waktu 30 hari, ketua pengadilan memiliki waktu 3 hari
untuk menunjuk majelis hakim yang akan mengadili perkara
- Pengadilan wajib memutus dalam waktu paling lambat 60 hari sejak majelis
hakim ditetapkan.
- Para pihak dapat melakukan upaya hukum terakhir yaitu kasasi ke Mahkamah
Agung paling lambat 14 hari sejak putusan dibacakan baik oleh Pengadilan
Negeri ataupun PTUN.
- Mahkamah Agung wajib memutus paling lambat 30 hari sejak majelis hakim
ditetapkan, sedangkan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh pemohon informasi
jika menempuh jalur gugatan ke pengadilan adalah selama 165 hari. Sehingga
total waktu yang dibutuhkan sejak permintaan hingga gugatan untuk mengakses
informasi yang badan publiknya menolak memberikan informasi atau tidak sesuai
dengan permintaan informasi dari pemohon adalah 370 hari atau setara dengan
satu tahun 5 hari.
Proses yang panjang dan berbelit untuk mendapatkan informasi publik dapat
menyurutkan semangat pengawasan publik, terutama apabila informasi yang diminta
adalah informasi yang tidak dikecualikan. Karena pada prinsipnya informasi tersebut
harus disediakan kepada masyarakat tanpa harus dimintakan terlebih dahulu. Temukan
informasi di lembaga, lembaga pemerintahan, dan badan publik lainnya. Akan tetapi
budaya kerahasiaan badan publik masih terus hidup. Dalam soal penganggaran misalnya,
masih banyak lembaga pemerintah yang enggan membuka informasi terkait APBN atau
APBD kepada masyarakat. Demikian pula di tingkat sekolah atau desa, masyarakat yang
berkeinginan mengakses informasi masih sering dihambat. Sementara proses untuk
mengajukan uji informasi dan gugatan informasi tidak mudah dilakukan.
Pada bagian ini kami akan berbagi pengalaman bagaimana Indonesia corruption
watch berusaha mendapatkan informasi publik di sektor pendidikan. Posisi sekolah
sangat strategis dalam membentuk karakter anti korupsi. Kenyataannya banyak sekolah
justru masih tertutup dan banyak terlibat korupsi. Dalam ketertutupan informasi anggaran
sekolah bisa dengan sangat mudah disalahgunakan, baik oleh kepala sekolah ataupun
guru. Ketertutupan dan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran mendorong ICW
bersama forum TKBM pada tahun 2010 mengajukan permintaan informasi mengenai
APBS. Dan laporan pertanggungjawaban di 5 sekolah di Jakarta. Masing masing adalah
SMP 190, SMPN 28, SMP 67, SMPN 84 dan SMPN 95. Sekolah sekolah tersebut
merupakan induk dari tempat kegiatan belajar mandiri atau TKBM.
TKBM merupakan pendidikan formal yang didirikan masyarakat. Tujuannya
adalah untuk menampung peserta didik yang tidak mampu. PKB menginduk ke sekolah
negeri sesuai dengan tingkatannya.mereka pun mendapatkan bantuan pemerintah seperti
bantuan operasional sekolah atau BOS dan bantuan operasional pendidikan atau BOP
yang disalurkan melalui sekolah induk setiap tiga bulan sekali. Besaran bantuan
tergantung pada jumlah murid. Masalahnya, beberapa sekolah induk yang digugat
ternyata tidak menyalurkan dana BOS dan DAK dari tahun 2007 hingga tahun
2009. Atas dasar itu, pada tanggal 6 mei tahun 2010, pengurus TKBM bersama
ICW mengajukan permintaan informasi mengenai APBS dan surat pertanggung
jawaban sekolah hidup. Khususnya kepala SMPN 190 Jakarta Barat, SMPN 95
Jakarta Utara, SMPN 84 Jakarta Utara, SMPN 67 Jakarta Selatan dan SMPN 28
Jakarta Pusat. Surat juga ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan provinsi DKI
Jakarta. Ada 2 informasi yang diminta pertama, salinan dokumen anggaran
pendidikan dan belanja sekolah tahun 2007, 2008 dan 2009. Kedua, salinan surat
pertanggungjawaban terkait dengan pengelolaan dana biaya operasional sekolah
dan biaya operasional pendidikan tahun 2007, 2008 dan 2009.
Sesuai dengan prosedur dalam undang undang keterbukaan informasi
publik ICW menunggu tanggapan dari sekolah dan Dinas Pendidikan hingga 10
hari kerja.Karena tidak ada respons sama sekali. ICW menindaklanjuti dengan
mengajukan keberatan pada tanggal 31 mei tahun 2010. Sayangnya, sekolah dan
Dinas Pendidikan kembali tidak merespon surat keberatan. Setelah 30 hari kerja
tidak ada tanggapan forum TKBM dan ICW mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa informasi pada komisi informasi pusat atau KIP Pada
tanggal 6 Agustus 2010 dan 23 Agustus 2010 dilakukan mediasi untuk
menyelesaikan sengketa. Tapi mediasi tersebut tidak menemukan
kesepakatan.Akhirnya KIP menindaklanjuti dengan melakukan ajudikasi pada
tanggal 13 Oktober tahun 2010. Upaya ajudikasi diumumkan pada tanggal 15
November 2010.IP memenangkan gugatan forum TKBM ICW. Ada 2 hal pokok
dalam putusan ajudikasi tersebut. Pertama, meskipun salinan surat
pertanggungjawaban bukan merupakan. Bagian dari laporan hasil pemeriksaan
surat pertanggungjawaban termasuk kwitansi yang terkait dengan pengelolaan
dana bos dan BOP tahun 2007, 2008 dan 2009 di SMPN 190 Jakarta, SMPN 95
Jakarta SMPN84 Jakarta, SMP 67 Jakarta dan SMPN 28 Jakarta adalah dokumen
publik.kedua memerintahkan termohon memberikan dokumen kepada pemohon
dalam jangka waktu 10 hari kerja sebagaimana diatur dalam undang undang KIP
dan peraturan komisi informasi mengenai standar layanan informasi publik sejak
putusan diucapkan

ANGGARAN PARTISIPATIF
Banyak cara yang bisa dipilih oleh warga untuk memastikan agar pelayanan publik sesuai
dengan harapan mereka. Mulai dari melakukan pengawasan, melaporkan penyimpangan atau
masalah dalam pelayanan hingga turut terlibat dalam mendorong kebijakan dan anggaran
pelayanan agar lebih berpihak kepada warga. Masalah pelayanan publik tidak hanya terjadi di
hilir. Bahkan sebagian besar masalah di hilir berasal dari hulu dari para pembuat kebijakan.
Karena itu upaya untuk mendorong perbaikan juga harus dilakukan pada tingkat hulu
pembuatan, kebijakan dan anggaran berbagai upaya guna mewujudkan agar kebijakan anggaran
dan pelayanan berpihak kepada warga biasa disebut sebagai advokasi. Salah satu bagian dalam
advokasi pelayanan publik adalah membangun keterlibatan warga dalam proses penganggaran.
Anggaran negara seperti APBN, APBD, APBS, dan APBDes bukan sekedar dokumen teknis
manajerial keuangan, melainkan juga menyimpan dimensi politik. Anggaran merefleksikan
prioritas pemerintah. Isinya memperlihatkan pilihan pilihan apa yang akan dikerjakan dan tidak
dikerjakan oleh pemerintah agar anggaran digunakan untuk kepentingan pelayanan warga. Maka
mereka juga memikul kewajiban untuk menjaga dan mengawasi anggaran kebijakan dan alokasi
APBN, APBD, APBS, dan APBDes agar diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan warga.
Paling tidak ada 3 langkah warga dalam advokasi anggaran publik yaitu :
1. Terlibat dalam penyusunan anggaran. Keterlibatan warga dalam penyusunan anggaran
merupakan langkah strategis dalam menjalankan advokasi pelayanan publik. Dengan
terlibat dalam penyusunan anggaran masyarakat dapat ikut serta menentukan prioritas
penggunaan anggaran dan sumber sumber yang pantas untuk digali untuk membiayai
program program atau kegiatan pemerintah di pusat dan daerah maupun di unit terkecil
seperti sekolah. Keterlibatan warga dalam penyusunan anggaran akan memperkecil
peluang terjadinya pemborosan, penyimpangan dan korupsi dan mendesakkan alokasi
anggaran yang memadai untuk pelayanan publik yang berkualitas dan program program
lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ada beberapa langkah penting yang perlu
dilakukan untuk membangun keterlibatan warga dalam penyusunan anggaran, yaitu :
● Pengorganisasian. Pengorganisasian pertama tama dilakukan dengan membangun
kesadaran bahwa pelayanan publik harus menjadi mudah dijangkau, mulai dari
mengawal anggaran APBN, APBD, APBDS, APBDes. Jika tidak dikawal atau
diawasi anggaran bisa disalahgunakan. Pengorganisasian bisa dilakukan dengan
membangun komunitas atau organisasi baru atau menggunakan komunitas dan
organisasi yang sudah ada. Pengorganisasian diperlukan agar advokasi pelayanan
publik yang dibangun dengan mendorong partisipasi warga dalam penyusunan
anggaran menjadi gerakan yang lebih sistematis, kuat dan berkelanjutan.
Komunitas dan organisasi masyarakat juga bisa menjadi tempat bagi warga untuk
saling belajar dan memperkuat diri. Di samping itu tentu saja posisi tawarnya jauh
lebih kuat ketika berhadapan dengan pemerintah.
● Memahami siklus anggaran dan titik rawan. Hal penting agar bisa terlibat dalam
proses perencanaan anggaran adalah dengan memahami siklus penyusunan
APBN, APBD, APBS, maupun APBDes. Setiap alur terdapat titik titik rawan
yang harus benar benar diwaspadai. Pada dasarnya ada 3 tahap utama dalam
penganggaran, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Proses
perencanaan biasanya terdiri dari penyusunan usulan pembahasan, rencana
anggaran dan kegiatan antara eksekutif dan legislatif. Aparat desa dengan BPD
untuk desa, kepala sekolah dan komite sekolah untuk sekolah, dan kemudian
dilanjutkan dengan pengesahan anggaran. Pelaksanaan berupa eksekusi, rencana
kegiatan dan anggaran yang telah disahkan, antara lain pengadaan barang dan
jasa, pemberian bantuan sosial dan hibah. Dalam pertanggungjawaban eksekutif
mempertanggungjawabkan hasil capaian programnya kepada rakyat melalui
lembaga legislatif.
● Mengajukan usulan. Fase awal dalam perencanaan adalah penyusunan usulan
kegiatan dan anggaran. Dalam APBN dan APBD ada musyawarah rencana
pembangunan atau biasa disebut musrenbang. Sedangkan di APBDes ada
musyawarah desa antara aparat desa dengan warga. Dalam fase itu, warga bisa
mengusulkan program dan anggaran guna menjawab kebutuhan atau masalah
yang mereka hadapi.
● Mengawal pembahasan anggaran. Musrenbang atau musyawarah desa dengan
warga bukan bagian akhir dalam proses perencanaan anggaran. Karena semua
usulan akan dibahas lagi dengan DPR untuk tingkat pusat. DPRD untuk tingkat
provinsi dan Kabupaten kota,serta BPD pada tingkat desa seperti dijelaskan di
awal penyusunan anggaran merupakan proses politik Jika proses pembahasan
tidak dikawal, bukan tidak mungkin usulan warga hilang di tengah jalan. Usulan
yang diakomodir barangkali hanya usulan eksekutif maupun legislatif, atau kepala
desa dan BPD untuk tingkat desa. Apalagi jika merujuk ke berbagai kasus korupsi
anggaran, proses pembahasan merupakan fase yang paling rawan. Biasanya
negosiasi atau bagi bagi anggaran terjadi. Dalam fase ini, kasus kasus besar
seperti korupsi, Hambalang dan KTP elektronik mulai terjadi pada fase
pembahasan. Oleh karena itu tidak ada jalan lain agar usulan warga tetap
terakomodir dalam rencana anggaran dan kegiatan. Selain sebagai masyarakat
harus ikut serta mengawal mengikuti proses pembahasan hingga pengesahan
anggaran.

2. Melakukan analisis anggaran. Selain terlibat dalam proses penyusunan cara lain untuk
mengawasi dan mengawal anggaran adalah menganalisis anggaran yang telah disahkan.
Tujuannya untuk memetakan kecenderungan anggaran. Misal terkait dengan kepentingan
siapa yang paling diprioritaskan, juga untuk mengetahui apakah usulan warga sudah
terakomodir atau malah dihilangkan. Hasil analisis dapat digunakan untuk banyak
kepentingan. Mulai dari memetakan program dan proyek yang rawan dikorupsi dasar
untuk menentukan fokus pengawasan. Bahan evaluasi bagi pemerintah hingga media
untuk mendidik warga. Sekalipun analisis anggaran tidak mengubah struktur anggaran
berjalan, akan tetapi kegiatan ini merupakan suatu bentuk kontrol dan pembelajaran pada
penyusun anggaran untuk mengedepankan kepentingan publik dan agar memberikan
alokasi yang dibutuhkan masyarakat pada tahun anggaran berikutnya. Sebelum
menganalisis anggaran, ada beberapa langkah penting yang mesti dilakukan sebagai
berikut :
● Menetapkan tujuan analisis. Tujuan analisis anggaran bisa untuk memetakan
potensi korupsi dan bahan evaluasi. Menentukan tujuan akan memudahkan dalam
memilih sektor atau bagian yang akan dianalisis seperti sisi pendapatan belanja.
Perbandingan antar sektor atau mendalami sektor tertentu
● Mengumpulkan dokumen anggaran, aturan, dan kebijakan bahan utama. Analisis
adalah dokumen anggaran yang telah disahkan seperti APBN, APBD dan
APDeS.Termasuk diantaranya rencana pembangunan hasil musrenbang dan
dokumen anggaran tahun sebelumnya. Semakin rinci data semakin bagus. Untuk
mendapatkan semua data tersebut memang tidak mudah. Pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan pemerintah desa kerap menganggapnya sebagai rahasia
negara.Warga bisa menggunakan undang undang keterbukaan informasi publik
untuk memaksa pemerintah memberikan bahan bahan tersebut.
● Lakukan analisis. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menganalisis
anggaran, yaitu :
- Analisis umum. Dengan analisis umum, kita dapat melihat postur
anggaran secara keseluruhan meliputi analisis pendapatan, belanja dan
pembiayaan. Dari analisis ini bisa dilihat dari mana saja sumber terbesar
pendapatan daerah atau digunakan untuk kegiatan apa saja uang milik kita.
Sebagai contoh, kita dapat menganalisis pendapatan daerah. Periksa semua
sumber pendapatan daerah, jenis dan jumlahnya. Bandingkanlah antara
sumber pendapatan tersebut beserta persentasenya. Lakukan analisis
terhadap sektor yang paling mempengaruhi dan bagaimana rencana
pemerintah mencari pendapatan. Harus dipastikan pula sumber pendapatan
daerah berasal dari mana saja, siapa yang memungut dan bagaimana
caranya.
- Analisis kepatutan. Analisis ini terkait erat dengan kepatutan dalam nilai
pendapatan dan belajar termasuk di dalamnya ketaatan terhadap peraturan
perundang undangan.Contohnya analisis alokasi anggaran untuk kegiatan
operasional kepala daerah. Kepala desa atau rasio tunjangan jabatan
DPRD.
- Analisis arah kebijakan pembangunan dan prioritas anggaran. Analisis ini
bermanfaat untuk memastikan anggaran yang telah disahkan sudah sesuai
dengan arah kebijakan pembangunan atau sesuai dengan indikator
program.
- Analisis perbandingan, struktur dan komponen. Analisis ini digunakan
untuk membandingkan tiap struktur dan komponen anggaran alokasi antar
sektor atau bagian, serta membandingkan tiap lokasi angka. Analisis ini
juga bisa digunakan untuk melihat keberpihakan pemerintah terhadap
guru. Caranya dengan melakukan pengecekan alokasi anggaran untuk
guru lalu membandingkan alokasi anggaran guru dengan anggaran
pendidikan APBN, APBD atau dengan alokasi anggaran sektor lain
● Menyusun laporan hasil analisis. Setelah analisis dilakukan langkah berikutnya yang
perlu dilakukan adalah menyusun laporan secara sistematis. Dalam laporan tidak hanya
dijabarkan mengenai peta dan titik rawan dalam anggaran. Tapi juga rekomendasi dan
masukan berdasarkan permasalahan yang ditemukan.
● Sosialisasi dan lobi - lobi. Laporan hasil analisis anggaran bisa menjadi bahan untuk
provokasi. Langkah awalnya bisa dimulai dengan sosialisasi kepada warga melalui media
sosial, konferensi pers, atau analisis publik. Hasil analisis juga bisa diberikan kepada
kepala daerah, desa, DPR, DPD, dan DPRD
3. Mengawasi anggaran. Untuk mengetahui apakah anggaran benar benar digunakan sesuai
rencana dan tidak diselewengkan.Cara yang dapat dipakai adalah dengan menelusuri secara
langsung implementasinya paling tidak ada 2 metode yang bisa digunakan untuk mengawasi
implementasi anggaran, yaitu :
● Menelusuri anggaran. Tujuan penelusuran atau tracking anggaran adalah untuk
mengetahui kondisi anggaran sesungguhnya dari sisi pendapatan maupun belanja. Dari
penelusuran ini, kita bisa mengetahui bagaimana pemerintah menjalankan rencana
program dan anggaran yang telah mereka masukkan dalam APBN, APBD, dan APBDS.
Ada beberapa langkah dalam proses penelusuran anggaran :
- Mengidentifikasi lokasi atau memilih program yang akan ditelusuri. Isi anggaran
dalam APBN dan APBD sangatlah banyak. Karena itu mesti dipilih program atau
kegiatan yang akan ditelusuri. Dalam memilih sebaiknya mengacu pada hasil
analisis, terutama terkait program atau kegiatan yang rawan diselewengkan.
Pertimbangan lainnya dalam memilih program atau kegiatan adalah yang terkait
secara langsung dengan hajat hidup orang banyak.
- Menetapkan level penelusuran. Misalnya menelusuri pengadaan barang dan jasa
terkait alat kesehatan.Apakah semua pengadaan yang akan ditelusuri atau hanya
proyek proyek tertentu? Selain itu apakah penelusuran hanya pada proses
pengadaan saja atau sampai kegiatan oleh pemenang tender?
- Mengumpulkan data dan keterangan. Kejelasan mengenai tingkat atau level
penelusuran akan memudahkan kita dalam proses pengumpulan data. Apabila
hanya memastikan pengadaan berjalan sesuai aturan data yang dikumpulkan
hanya berupa dokumen tender dan data pemenang tender. Tapi jika ingin lebih
dalam hingga eksekusi proyek. Maka data yang dibutuhkan akan lebih spesifik ke
jenis atau spesifikasi barang yang diadakan oleh pemenang tender.L
- Mengolah data. Temuan hasil penelusuran di analisis dan dibuatkan laporan,
misalnya apakah dalam proses pengadaan terjadi kecurangan seperti mengarahkan
proyek kepada perusahaan tertentu. Dengan menetapkan spesifikasi barang atau
jasa yang hanya bisa dipenuhi perusahaan tersebut. Selain itu, kita juga perlu
memastikan apakah jumlah dan spesifikasi barang yang dibeli sesuai dengan
rencana tender.
- Melakukan sosialisasi dan pelapor .Jika ada temuan korupsi, warga bisa
melaporkan kepada aparat penegak hukum seperti KPK atau kepolisian. Supaya
dukungan warga makin kuat kampanye melalui media sosial dan media massa
juga diperlukan.

Sebagaimana kita ketahui mendapatkan pelayanan pendidikan berkualitas merupakan hak


semua warga.Undang undang nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional
menyatakan bahwa pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Sebagian dari kita mungkin bertanya tanya, mengapa kita perlu terlibat dalam proses anggaran
sekolah. ? Adanya lembaga sekolah merupakan lembaga formal yang bertugas menjalankan
fungsi pendidikan dan pengajaran bagi warga. Undang - Undang menyatakan bahwa layanan
sekolah harus berkualitas dan gratis, terutama pada tingkat dasar. Tapi kenyataan yang terjadi
justru sebaliknya. Biaya yang ditanggung warga makin mahal dengan kualitas pelayanan
diterima tetap buruk. Salah satu faktor penyebabnya adalah tertutupnya proses penyusunan dan
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. APBS disusun oleh kepala sekolah secara
sepihak tanpa melibatkan guru, orang tua maupun warga. Padahal sekolah adalah muara dari
berbagai anggaran, baik yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, orang tua maupun
warga.
Anggaran pendapatan belanja sekolah atau APBS merupakan rumusan panduan bagi
pelaksana kegiatan di sekolah dalam satu tahun yang menggambarkan distribusi hak dan
kewajiban antara pemerintah, sekolah dan warga sekali. Hal ini menjadi perwujudan amanah
orang tua siswa pada penyelenggara sekolah untuk meningkatkan kualitas pelayanan. APBS
adalah alat untuk mencapai tujuan sekolah. Di dalamnya tercermin amanah dan kebutuhan
seluruh pemangku kepentingan seperti kepala sekolah, guru, orang tua, dan warga. Selain itu,
APBS dapat menjadi pedoman bagi penyelenggara sekolah dalam menjalankan kegiatan dan alat
pengawasan bagi orang tua dan juga warga. Dengan demikian, APBS partisipatif sangat
dibutuhkan agar aspirasi semua pihak dapat terakomodasi sehingga isi APBS tidak hanya
mencerminkan kebutuhan dan kepentingan kelompok tertentu saja.
Apalagi dampak APBS juga akan ditanggung oleh semua pihak. Selain itu, penyusunan
yang partisipatif dapat mencegah terjadinya penyimpangan karena APBS partisipatif dapat
mendorong semua pihak untuk ikut mengawasi implementasi APBS undang undang mengenai
sistem pendidikan nasional yang menjamin hak guru, orang tua maupun warga untuk mengawasi
penyelenggaraan sekolah. Dalam pasal 8 dengan jelas disebutkan bahwa warga memiliki hak
dalam perencanaan, pelaksanaan pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Korupsi pada
dasarnya ada pada tahapan penyusunan APBS tidak jauh berbeda dengan tahapan penyusunan
anggaran lain seperti anggaran pendapatan dan belanja negara, dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Prosesnya terdiri dari perencanaan, penganggaran, implementasi.

Terdapat tahapan pada APBS partisipatif, yakni :


1. Perencanaan. Tahap perencanaan terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut :
● Menyusun visi yang merupakan cita cita bersama para pemangku kepentingan
sekolah.Visi sekolah disesuaikan dengan visi pendidikan nasional.
● Membuat visi dengan mengkonkretkan fisik
● Merumuskan tujuan jangka panjang dan jangka pendek dengan menerjemahkan
visi dan misi.
● Merancang rencana program dan kegiatan yang menjadi dasar dalam penyusunan
anggaran untuk periode satu tahun. Semua tahapan kegiatan dilakukan melalui
rapat pleno dan komisi. Rapat pleno berfungsi untuk mengambil keputusan
bersama atas masalah yang dihadapi solusi yang digunakan serta menetapkan
prioritas program dan kegiatan. Sedangkan rapat komisi bertujuan untuk
membahas permasalahan yang spesifik. Rapat Komisi dibentuk berdasarkan
identifikasi masalah.
2. Penganggaran. Penganggaran dilakukan setelah ada keputusan bersama tentang rencana
program dan kegiatan. Kegiatan penyusunan pembiayaan mengikuti aturan yang ada
berdasarkan kebutuhan sekolah. Penganggaran masing masing program dan kegiatan
dikembalikan pada tiap komisi sesuai dengan rekomendasi. Tidak hanya itu, berdasarkan
pada reaksi yang disampaikan komisi dalam rapat pleno sebelumnya, tiap komisi
menyampaikan rekomendasi besarnya biaya dan sumber pendapatan sekolah pada rapat
pleno.

Anda mungkin juga menyukai