Anda di halaman 1dari 18

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327919933

PERKEMBANGAN SASTRA ARAB KONTEMPORER

Article · September 2018

CITATIONS READS

0 18,171

1 author:

Kisno Umbar
Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta
14 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Culture, Kebudayaan, Linguistics, View project

Sastra Arab View project

All content following this page was uploaded by Kisno Umbar on 27 September 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERKEMBANGAN SASTRA ARAB KONTEMPORER

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah sastra dalam bahasa arab tidak ada padanannya, yang ada adalah
yang mendekatinya, yakni adab. Adab merupakan istilah yang berkembang
sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa arab. Masa jahiliyah istilaha
adab digunakan untuk undangan menyantap makanana, jika dikoreasikan dengan
makna adab sendiri ada yang berpendapat bahwasanya kebudayaan seperti itu
adalah tradisi terhormat dan bermoral kala jaman jahiliayah tersebut
(Wargadinata, 2008: 2). Dalam perkembangnya istilah adab digunakan dalam
ranah pendidikan budi pekerti dan lisan sebagaimana dalam hadits nabi
Muhammad SAW.

‫أدبين ريب فأحسن تأديب‬

Artinya: Tuhanku telah mendidikku, kemudian menyempurnaan


pendidikanku.

Istilah adab kemudian berkembang di masa Bani Umayyah sama halnya


dengan istilah mu’allim. Mu’adib diartikan dengan orang-orang yang mendidik
anak-anak para khalifah untuk mengajarkan kebudayaan Arab, termasuk syair dan
pidato.

Dalam kitab al-Mujaz fi al-Adab al-Araby wa Tarikhuhu, istilah adab


diartikan sebagai segala hal yang menghiasi seseorng baik dari budi pekerti.
Sehingga dengan budi perkerti tersebut seseorang akan dihormati dan dimulyakan.
Pada perkembangnnya kemudian istilah adab diartikan dengan tulisan yang indah
dan mempunyai makna puisi atau syair (Lajnah, 1926: 5).

Dilihat dari kronologinya istilah adab dalam bahasa arab telah


mengalami sebuah penyempitan makna. Hingga sekarang ini, dalam kalangan
pelajar lebih kenal dengan istilah adab adalah sebuah sebuah tulisan yang indah.
Namun hal tersebut tidak berhentik disitu, adab yang dikenal dengan bahasa arab
yang dipadankan dengan sastra dalam bahasa Indonesia terus mengalami
perkembangan. Bahkan pengkajian al-Adab al-Araby (Sastra Arab)
berkembangan hingga zaman modern.

Namun hadirnya istilah adab dan sastra dalam bahasa Indonesia belum
sepenuhnya dapat disepadankan. Karena latar istilah yang dihadrikan dari latar
belakang yang berbeda. Namun dalam kajian adab di Indonesia lebih mudah
disebut dengan istilah sastra karena sebagaian besar praktisi akademik
menganggap istilah tersebutlah yang tepat untuk menyebutkan dalam bahasa
Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan bagaimana


perkembangan sastra Arab. Dalam hal ini yang akan kami kupas adalah kajian
terkait sastra arab dan bagaimana istilah sastra arab yang berkembang dalam masa
modern ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun hal yang akan menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini kami rangkum dalam rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Priodesasi perkembangsan sastra Arab?


2. Apa pengertian Adab dalam perkembangan sastra Arab kontemporer?
3. Apa yang melatar belakangi timbulnya sastra arab kontemporer?
4. Bagaimana karakteristik sastra Arab modern?

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dari pembahasan ini disesuaikan dengan rumusan masalah


di atas. Adapun point dari tujuan tersebut sebagai berikut:

1. Mengetahui priodesasi perkembangan sastra Arab kontemporer.


2. Mengetahui pengertian Adab dalam perkembangan sastra Arab
kontemporer.
3. Memahami yang melatar belakangi timbulnya sastra arab
kontemporer.
4. Memahami bagaimana karakteristik sastra Arab modern.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sastra Arab


Adab al-araby sudah ada sejak masa jahiliyah. Pada masa tersebut pula
lahir sastrwan-sastrawan arab yang sangat masyhur hingga sekarang ini, salah
satunya, Umrul Qois. Sastra yang dikembangkan di zaman jahiliyah menjadi
rujukan dalam perumusan beberapa kaidah bahasa maupun dalam perkembangan
teori sastra modern sekarang ini, karena tanpa ada sastra Arab Jahili tidak akan
mungkin ada sastra Arab modern sekarang.
Adab al-araby masa jahiliah dengan sekarang dan tempo dulu sangatlah
berbeda. Karena setiap zamannya pasti ada pembaruan yang disebabkan oleh
banyak factor, baik dari pengaruh internal maupun eksternal.
Dalam perkembangan adab al-araby hingga sekarang ini, banyak para
ahli yang yang mengategorikan adab al-araby telah menempuh empat priodesasi,
dan ada juga yang mengatakan sudah menempuh lima priodesasi. Yang jelas
dalam merumuskan ini mereka mempunyai banyak landasan. Namun agar
menjadi bahasn pertimbangan dalam pemikiran para pembaca, maka penulis
menghadirkan keduanya sebagai berikut:
Al-Iskandari menyampaikan gagasannya (1978:10) bahwasanya
kesusastraan Arab sudah mengalami perkembangan dan menempuh lima priode
hingga saat ini. untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1) Al-Asr al-Jahily (zaman jahiliyah)
Priode ini dimulai dua abad masehi sebelum Islam lahir sampai
agama Islam ada.
2) Al-shadr al-Islam
Priode ini dimulai sejak masa lahirnya agama islam hingga runuthnya
kekuasaan bani Umayah.
3) Al-Ashr Abbasy
Priode ini dimulai sejak berdirinya dinasti Abasiyah hingga
runtuhnya kota Baghdad oleh tangan bangsa Mongolia tahun 656 H.
4) Al-Asr al-Turky

3
Priode ini dimulai sejak runuthnya kota Baghdad hingga timbulnya
kebangkitan bangsa Arab di Abad modern.
5) Al-Asr al-Hadits
Timbulnya kesusastraan modern ditandai dengan timbulnya rasa
nasionalis-me bangsa Arab di abad modern sampai sekarang.

Umar Farrukh (1998: 24) mengungkapkan hal yang berbeda dengan al-
Iskandari, ia menyapaika bahwasanya kesusastraab telah mengalami empat masa
perkembangan hingga sekarang ini. adapaun masa tersebut adalah sebagai berikut:
1) Al-Adab al-Qadim
Priode ini dimulai sejak sebelum islam datang sampai habisnya masa
dinasti Umayah (150 SH – 132 H/ 470 – 750 M). dalam priode ini
terbagi menjadi dua, yakni al-Ashr al-Jahily, dan al-Ashr al-Islamy.
2) Al-Adab al-Muhdas atau al-Muwallad
Priode ini sejak tahun 132 H, sampai tahun 656 H (750-1258M). Fase
ini dapat dikatakan sebagai al-Adab al-Abbasy. Pada masa ini
meliputi sastra Masriq (Syam, IRak, Mesir, Arab, dan Khurasan) dan
sastra Maghrib (Andalusia, Afrika Utara dan Barat).
3) Al-Adab
Pada masa dinasti Mughal dan Turki Usmani sampai akhir abad 12
H. atau akhir abad 18 M.
4) Al-Adab al-Hadits
Sastra arab pada masa ini berkembang pasca abad 18-an masehi
hingga sekarang ini.

Dan dari beberapa pendapat dalam priodesasi perkembangan sastra arab,


sebagin besar dosen peneliti dari Negara Arab berpendapat bahwa sastra Arab
sudah berkembang melalui emppat fase, sebagaimana disampaikan juga oleh
Brockelmann (Lajnah, 1962) sebagai berikut:

4
1) Al-Adab Al-Araby al-Qadim
Masa Qodim ini terbagi menjadi dua yakni: al-Adab al-Jahily (475-
622 M) atau sampai lahirnya islam, dan al-Adab al-Islamy (622-750
M/1-132H) atau sampai munculnya bani Abbas.
2) Al-Adab al-Araby al-Muwallad
Priode ini juga terbagi menjadi dua, yakni: al-Adab al-Abbasy (750-
1258 M/ 132-656 H) dan al-Adab al-Andalusy (710-1492 M/ 91-897
H)
3) Al-Adab al-Minhar
Fase ini dikatakan sebagai fase kemunduran, yakni pada waktu
(1258-1798 M/ 656-1213 H).
4) al-Adab al-Jadid
fase ini juga terbagi menjadi dua, yakni al-Nahdhah, fase
kebangkitan (1978-1900 M/ 1213-1318 H) dan fase menuju
kesempurnaan.

2.2 Sastra Arab: Kemunduran dan Kemajuan


Dalam pembahasa priodesasi bagian ketiga, penulis telah menjelaskan
bahwsanya dalam sastra arab terdapat fase kemunduran dan kemajuan. Jika dilihat
dari masa tersebut jelas sekali saat kemunduruan ketika Negara-negara arab
berada dalam genggaman kolonialime inggris dan kemajuann terletak pasca
perang dunia pertama, yakni tatkala kolonialisme melepaskan jajahan mereka di
tanah Arab. namun dalam sub ini, penulis ingin memaparkan lebih jelas lagi
bagaimana hakikat dari kemunduran dan kemajuan dalam sastra Arab tersebut.
Priode kemunduran ini jatuh pasa tahun (1258-1798). Namun istilah
kemunduran ini tidak berarti kemunduran secara totalitas. Kemunduran yang
terjadi karena pengaruh kolonialisme. Di tengah-tengah masa kemunduran ini, ada
upaya penegakan kembali sastra Arab dengan gerakan secara luas yang dikenal
dengan Nabda atau dapat dikatakan dengan renaissance. Gerakan ini pada
mulanya dimulai di Lebanon, Suriah, dan Mesir. Namun hal yang terjadi di Suriah
justru sebaliknya dan cukup memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya majalah sastra di sana, kecuali hanya “ath-Thali’ah” yang diterbitkan para

5
lulusan perguruan tinggi Eropa. Selain-selain itu novel-novel tidak banyak
bermunculan, kalaupun ada, penulisnya sulit mendapat penerbit yang berminat
mempublikasinnya sehingga seoalang-olah sastrawan Suriah kala itu dikatakan
“tidur panjang” karena setiap lima tahun hanya bisa terbit satu kasidah bermutu
(ath-Thanthawy, 1992: 1662-167).
Pada abad ke-18, gejala stagnasi itu makin tampak ketika Negara-negara
Arab berada dalam wilayah provinsi kekasisan Utsamny yang mulai mengalami
kemunduran telah menjadikan wilayah ini terisolasi dari gerakan intelektual yang
terjadi di barat. Provinsi-provinsi pada kekaisaran Utsmany hidup dalam
keterkungkungan dan keterbelakangan budaya. Selain itu urusan pendidikan juga
terbengkalai. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan politik di wilayah-wilayah
kekuasaan Turki. Pada pemerointahan tersebut, bahasa ayang digunakan sebagai
bahasa resminya adalah bahasa Turki. Dengan demikian jelas, sastra arab
mengalami kelumpuhan. Sebab bahasa arab adalah medium dari berkembanganya
sastra Arab. Pemerintahan Turki Utsmany tidak banyak menghasilkan karya
sastra, semua terjebak dalam romantika kejayaan masa lalu, dan akibatnya terjadi
keterputusan generasi, sehingga yang muncul dari gaya sastra mereka adalah
identic dengan gaya dan model-model masalalu sebagaimana dikutip oleh Mansur
dari Badawi (1975: 7).
Pada abad 18 pula, ada gerakan meramaikan perkembangan puisi yang
bernuansa “acrobat”. Apa yang dilakukan penyair adalah untuk menarik dan
memberikan kesan kepada pembacanya, dengan cara memanipulasi kata-kata
tertentu dan menambhakan beberapa efek tertentu. Golongan sastrawan kala itu
berlomba-lomba satu sama lain dalam membuat puisi-puisi dengan cara baru ini,
yaitu setiap kata dalam puisi ini dibuat sama, atau kata-kata tersebut dengan
huruf-huruf yang sama, atau setiap huruf dan kata dibubuhi titik-titik. Ada juga
yang menulis pusis dengan cara memulainya dari belakang. Fenomena gaya
kepenulisan yang tidak serius juga ditemukan dalam badi’ (Badawi, 1975: 7).
Kondisi sastra Arab pada masa yang memprihatinkan itu disebut sebagai kitsch,
yaitu seni semu dan oleh Umberto Eco disebut “dusta structural” (bdk. Hatoko,
1986: 73).

6
Bangsa Libanon dan Suriah akhirnya mendapatkan pengaruh dari
pemikiran Ibnu Kholdun, dan Muhamad Abduh, serta Jamaludin al-Afgani,
sehingga yang awalnya berharap melestarikan sastra Arab klasik dengan model
saja‟ dan badi‟ mulai beralih mengembangkan sastra Arab kontemporer dengan
bermodelkan prosa. Karena apa yang dikembangkan oleh mereka adalah model-
model klasik yakni berupa tema-tema tasawuf, zuhud, dan romantika. Dan jika
dihadapkan dalam kehidupan modern ini sangat tidak tepat (Muizzudin, 2009:
195-196)..
Jamaludin al-Afgani pada tahun 1871 membawa misi dakwahnya tentang
kebangkitan Islam dan Umat Islam untuk menentang penjajahan di Mesir. Dan
mula-mula Muhammad Abduh terpengaruh oleh pemikirannya untuk
mengembangkan sastra Arab prosa sebagai bentuk sastra Arab konte,porer yang
memuat pikiran revolusionernya untuk merubah tatanan politik Ismail dan
keluarganya yang berkuasa saat itu. Dua tokoh tersebut gencar dalam gerakan
memperjuangakn sastra arab kontemporer. Jamaludin al-Afgani melalui gerakan
mengajarnya ia menyisipkan alira-aliran sastra Arab kontemporer begitu juga
Abduh yang mengajarkan kepada muridnya Musthofa Luthfi al-Manfaluthi.
Mereka semua ini adalah tokoh-tokoh yang sangat produktif dalam melahirkan
prosa-prosa berupa kritik sosial terhadap kepemimpinan kala itu di Arab. dan
hingga kemudian dalam perkembanganya, sastra arab kontemporer berkembangan
dengan tema yang sangat luas dan dengan gaya bahasa indah serta tidak dalam
keterikan kaidah badi‟ dan saja‟ (Muizzudin, 2009: 195-196).

2.3 Memahami Sastra Arab Kontemporer


Sastra menurut Sapardi Joko Damono adalah larya seni yang
menggunakan bahasa sebagai mediuamnya (Damono, 2005: 6). Definisi tersebut
sangatlah umum dan istilah adab juga bisa tergolong di dalamnya. Namun dalam
pendefinisian sastra arab tidaklah sepenuhnya bisa disamakan dengan definisi
sastra dalam bahasa Indonesia, namun kemiripin diantara kedua pasti adanya.
Sastra Arab dalam pandangan modern dijelaskan oleh Juzif al-Hasyim
sebagai berikut (al-Hasyim, tt: 14)

‫األدب صياغة فنية لتجربة بشرية‬

7
“sastra adalah ungkapan puistis tentang berbagai pengalaman manuisa”

‫األدب تعبري عن احلياة وسيلته اللغة‬


“sastra adalah ungkapan tentang hidup dengan menggunakan bahasa
sebagai sarannya”

.‫األدب من مولدات الفكر البشري املعرب عنها بأسلوب فين مجيل‬


“sastra adalah hasil pemikiran manusia yang diungkap dengan
ungkapan yang mengandung seni dan keindahan”

‫األدب فن التعبري اجلميل‬


“sastra adalah ungkapan seni yang indah”
Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwasanya adab dalam
bahasa arab yang kemudian disamakan dengan sastra dalam bahasa Indonesia
telah mengalami penyempinan makna. Adab dalam definisi modern sudah
diartikan sebagai bentuk ungkapan seseorang yang mengandung keindahan dan
bahasa menjadi mediumnya adalah bahasa. Definisi ini tidak jauh berbeda dengan
dengan definisi yang disampaikan oleh Sapardi Djoko Damono di atas.
Istilah kontemporer dalam sastra arab, ini terlahir setelah beberapa priode
yang ada dalam perkembangan sastra arab. Menurut al-Iskandari (1978: 10) ia
menyebut fase perkembangan kontemporer ini dengan istilah al-Ashr al-Hadits
yang jatuh pada priode kelima. Namun beberapa pemerhati sastra arab Arab fase
ini adalah fase ke empat seperti diungkapkan oleh Umar Farukh (1968: 24) dan
disampaikan pula oleh Broclmann dalam buku Sastra Arab dan Lintas Budaya
(Wargadinata, 2008: 23).

2.4 Latar Belakang Perkembangan Sastra Arab

Kesusastraan Arab ini lahir karena pengaruh kolonialisme pasca Perang


Dunia pertama mulai 1920, yakni ketika lepasnya Negara Arab dari negara
kolonial. Irak adalah negara yang pertama kali lepas dari pengaruh negara
kolonial tahun 1921, kemudian disusul oleh mesir tahun 1923 yang berhasil
memproklamasikan konstitusi baru. Libonan juga berhasil merdeka tahun 1926

8
dan mendeklarikan sebagai Negara Republik baru kemudian disusul negara-
negara Arab lainnya (Muyassarah, 2012).

Pasca Penjajahan ternyata negera-negara kolonial mewariskan banyak


sesuatu dalam perkembangan kesussastraan arap. Telihat dari pasca kolonialisme,
banyak hal baru yang ditemukan dalam kesusastraan Arab. Dari tema-tema yang
usung dalam kesusastraan lebih bervariasi dan sastra Arab lebih terbuka dengan
pengaruh eksternal. Banyak-banyak karya dalam kesusastraan Arab yang
kemudian banyak diterjemahkan dalam bahasa barat seperti Amerika dan Eropa
(Situasumarga, 2002: 113).

Dalam keterbukaannya, ternyata tidak hanya karya sastra Arab yang di


konsumsi barat, namun ternyata dalam pembangun sastra Arab kontemporer lebih
banyak meresepsi teori-teori sastra yang dikembangkan oleh negara barat. Jika
dirunut secara kronologis, Fadhil Munawwar Manshur menjelaskan bahwasanya
teori-teori sastra yang disampaikan oleh barat adalah teori sastra arab yang
sebelumnya mereka pelajari pada masa kolonial. Para sastrawan barat
mempelajari konsep bangunan sastra arab yang dipandang masterpiece dan
kemudian momodifikasinya oleh mereka. Kemudian lahirlah karya sastra Barat
yang dipandang masterpiece oleh sastrawan Arab, dan kemudian mereka resepsi
(Manshur, 2007: 12).

Demi menyukseskan pengaruh kesustraan barat dalam kesusastraab


Arab, di zaman kolonial mereka banyak menerbitkan majalah, surat kabar, dan
buku-buku yang membicarakan terkait aliran kesusastraan (Muizzudin, 2009:
191). Dari majalah inilah mereka membumikan teori-teori yang mereka bangun
dalam kesusastraan Arab. Mereka banyak menampilkan sastra dengan gaya baru
dan tema-tema baru yang dimuat di dalamnya. Ternyata pengaruh tersebut
berhasil, al-Mutanabbi salah satunya. Ia berupaya keras untuk keluar dari
konvensi lama kesusastraan arab dan lebih memilih menggunakan konvensi baru.
Hal ini juga diikuit juga oleh penyair buta Suriah. Ia tidak lagi menuliskan pujian-
pujian dalam patron pembukaan puisinya. Tema-tema yang mereka usung sudah
banyak berbeda dari gaya sebelumnya. mereka menuliskan banyak pandangan
tentang hidup dan keyakinan manusia. Sikapnya inilah telah menjadikan seorang

9
penyair buat dari Suriah yakni Abul „Ala‟ al-Ma‟am dikenal dikalangan sastrawan
Modern (Badawi, 1975: 6).

2.5 Faktor Perkembangan Sastra Arab Kontemporer

Kesusastraan Arab munculnya pasca kolonialisme barat di tanah Arab.


Dan dapat dikatakan sukses dalam mempengaruhi perkembangan sastra arab
sehingga dalam sastra arab dikenal dengan istilah sastra arab kontemporer atau
dapat disebut juga modern. Namun secara mendalam, penulis ingin
menyampaikan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya kesusastraan Arab
kontemporer ini. Penulis mengklasifikasikan faktor tersebut dalam faktor internal
dan faktor ekternal, sebagai berikut:

2.5.1 Faktor Internal


Faktor internal ini adaah faktor yang disebabkan dari kalangan Arab
sendiri, yang meliputi kondisi penyair sendiri dan tata pemerintahan
arab sendiri pasca lepas dari kolonial.
1) Perang Opini
Perang opini ini dijelaskan oleh Muizzudin dalam tulisannya yang
dimuad dalam jurnal al-Ittijah. Peran opini ini terjadi antara
sastrwan arab sendiri, antara golongan sastrawan yang konservatif
dan golongan sastrawan yang reformis. Perang ini diilhami oleh
pandangan-pandangan wahabiyah dari Arab Sa‟udiah. Dua
golongan ini saling beradu pendapat dalam perkembangan sastra
melalui berbagai tulisan dan karyanya. Golongan sastra arab
reformis semakin diperkuat oleh Muhammad Abduh saat diangkat
menjadi mufti di Mesir. Namun masing-masing dari golongan
tersebut berfokus pada yang menjadi ranah mereka. Golongan
reformis lebih mengarah pada aliran kesussastraan Arab modern
dan golongan konservatif lebih pada bagaimana mempertahankan
aliran sastra Arab klasik untuk dipertahankan sebagai warisan
budaya.

10
2) Karya Sastra Genre Modern
Banyak karya-karya sastra yang lahir dengan menyesuaikan surat
kabar ataupun majalah yang beredar di masa kolonial dari
kalangan sastrawan arab sendiri. Munculnya banyak prosa-prosa
Arab yang memuat aliran sastra realism seperti novel “Zainah”
karya Muchammad Chussayn Haykal, dan “al-Ayyam” karya
Thaha Chusayn, “Ushfurun minary-Syarqi” karya Taufiq al-
Chakim, dan “Adibun fis-Suqi” karya Umar Fakhury (Manshur,
2007: 21)
.
3) Kondisi Sosial Budaya
Nilai-nilai tradisional dalam dunia Arab modern sudah berubah.
Hal ini disebabkan oleh urbanisasi, indutrialisasi, dan
berkurangnya suku-suku yang ada, hingga hanya 5% penduduk
asli. Dan sebagian besar komunitas Arab malah banyak ditemui di
dunia barat, hal ini disebabkan karena penjajahan yang terjadi
dibeberapa Negara Arab. dan dampaknya, telah mempengaruhi
banyak pola berfikir mereka, bahkan banyak yang meninggalkan
model masyarakat Arab tradisional

2.5.2 Faktor Eksternal


Faktor eksternal ini lebih pada pengaruh negara kolonial dan segala
upayanya dalam menumbuhkembangkan dalam kesusastraan Arab
kontemporer.
1) Media Publikasi
Media publikasi ini adalah salah satu upaya dari para kolonialisme
dalam menampilkan karya gaya bahasa mereka dalam bersastra.
Selain gaya bahasa yang mereka sampaikan, sudah pasti memuat
kepentingan-kepentingan politik goloangan colonial. Beberapa
media publikasi yang ada kala itu adalah Koran-koran harian, dan
majalah (Muizzudin, 2009: 191).

11
2) Perkembangan teori-teori sastra Barat
Perkembangan teori sastra barat yang begiru besat pasca colonial.
Tindakan mereka dalam memodifikasi masterpiece teori sastra
Arab telah berhasil, dan kini keadaan berbalik. Para sastrawan arab
banyak yang kemudian menggeluti perkembangan teori sastra
Barat. Hal ini terbukti dalam buku karya Syafi‟ as-Sayyid (2005)
yang berjudul Nadhariyatul-Adab, Dirasat fil-Madarisim-
Naqdiyah-Chaditsah Syafi‟ adalah salah satu tokoh sastra yang
kemudian ikut membahas polemic sastra Arab dan Barat. Secara
tidak langsung teori yang dikembangkan barat, sudah mendapat
perhatian sastrawan arab.

2.6 Karakteristik Sastra Arab Modern

Kesusastraan Arab modern dapat dikatakan lebih kaya dari pada sastra
Arab klasik, baik dari segi kualitas bahasa dan tema yang diusung lebih bervariasi.
Keadaan yang lebih terbuka menjadikan penyair memiliki banyak pilihan dan
menentukannya sendiri dalam menghasilkan sebuah karya yang monumental.
Kesusastraan Arab modern ini memang lahir dari sebuah latar kehidupan yang
realitas dan merupakan representasi kehidupan modern.

Dari segi bentuknya, sastra Arab kontemporer memiliki banyak ragam.


Untuk lebih jelasnya, penulis akan menyajikan secara spesifik karakteristik
kesusastraan Arab kontemporer, sebagai berikut:

1) Prosa
Menurut padangan Sutisumarga (2002: 115) perkembangan prosa
dalam kesusastraan Arab dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu:
a) Prosa pada tahap permulaan pembaruan
Unsur-unsur pembaharuan dalam prosa Arab ini berkembang
secara bertahap pada masyarakat Arab, dengan ciri bahwa para
pengarang sudah mulai memerhatikan aspek-aspek pemikitan dan
makna dalam tulisannya, kebiasaan mengarang sudah mulai
meluas di masyarakat, dan kata-kata fasih berbobot sudah mulai

12
digunakan lagi seperti para pengarang masa sebelum
kemunduruan.
b) Prosa pada tahap pembaruan
Ciri-ciri prosa pada masa ini adalah lebih memerhatikan unsur
pemikiran dari pada unsur gayanya, tidak banyak menggunakan
kata-kata retoris seperti saja‟, tibaq, seperti pada masa
sebelumnya. Pemikirannya runtn dan sistematis, penulis tidak
keluar dari satu gagasan ke gagasan yang lain, pendahuluannya
tidak panjang-panjang, tema cenderung pada sesuatu yang sedang
terjadi pada masyarakat, seperti masalah politik, sosial, dan
agama.
2) Puisi
Menurut Sutisumarga (2002: 117) pada masa ini, puisi bebas menjadi
lebih popular, dengan panjang yang bervariasi dan rima yang tidak
mengikuti pola tertentu. Lariknya semakin pendek hingga ada yang
hanya menggunakan dua atau tiga suku kata. Dari segi temanya,
pusisi pada masa ini dapat dibagi menjadi tiga bagian.
a) Tema-tema lama yang digunakan dan berkembang
(1) Wasf (Deskripsi): tema lebih banyak berdiri sendirir dan
memberikan gambaran tentang masalah yang menyangkut
perasaan atau jiwa.
(2) Fakhr (membanggakan diri): yang diagung-agungkan dalam
tema ini adalah tokoh-tokoh sejarah, terutama sejarah Islam,
dan bangsa-bangsa yang dijadikan contoh untuk
membangkitkan semangat perjuangan.
(3) Madah (puji-pujian): ditujukan pada para pejuang
kemerdekaan dan kebangsaan.
(4) Religious: berisi bait-bait pujian terhadap Nabi Muhammad
SAW.

13
b) Tema-tema yang sedikit mengalami perubahan
(1) Naqa’id (keritikan lebih banyak ditujukan pada persoalan
orang banyak dan bahkan terhadap persoalan Negara.
(2) Keperwiraan: tema ini lebih banyak digunakan untuk
mengagungkan sebuah bangsa atau umat.
(3) Ritsa’ (ratapan): digunakan untuk meratapi para pejuang yang
sudah gugur di medan perang, para pemimpin bangsa yang
telah mangkat, dan bahkan untuk bangsa dan Negara yang
telah hancur.
(4) Ghazal (cinta): tema cinta tampaknya merupakan tema yang
universal dan ada sepanjang masa. Tema ini lebih terfokus
pada nyanyian-nyanyian cinta yang melukiskan gelora
perasaan jiwa.

c) Tema-tema yang baru muncul masa modern


(1) Patriotik: tema yang berisi tentang rasa cinta dan kasih
terhadap Negara, tema tentang kebebasan, kemerdekaan dan
penyatuan. Tujuan dari tema ini adalah untuk membakar
semangat rakyat, mencetuskan rasa cinta kepada tanah air dan
berkorban segala-galanya untuk warga.
(2) Kemasyarakatan: sesuai dengan kondisi masyarakat pada
waktu itu yang abru saja lepas dari penjajahan, permasalahn
kemiskinan, buta huruf, kesehatan, anak yatim, anak terlantar,
kaum wanita menjadi masalah sosial yang disorot oleh
penyiar pada masa ini.
(3) Kejiwaan: tema ini biasanya ditulis oleh para penyair yang
pengetahunnya dipengaruhi oleh kebudaan barat dan berada
diperantauan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Priodesasi perkembangsan sastra Arab, berdasarkan pendapat yang kaut
yakni ada empat.
1) Al-Adab Al-Araby al-Qadim (475-750 M)
2) Al-Adab al-Araby al-Muwallad (750-1258 M)
3) Al-Adab al-Minhar (1258-1798 M)
4) al-Adab al-Jadid (1978- sampai sekarang)

2. Pengertian Adab dalam perkembangan sastra Arab kontemporer.


Adab dalam definisi modern sudah diartikan sebagai bentuk ungkapan
seseorang yang mengandung keindahan dan bahasa menjadi mediumnya
adalah bahasa. Definisi ini tidak jauh berbeda dengan dengan definisi yang
disampaikan oleh Sapardi Djoko Damono.

3. Latar belakang sastra Arab kontemporer


Faktornya terbagi menjadi dua, yakni factor internal dan ekternal
1) Faktor internal
(1) Perang Opini
(2) Karya Sastra Genre Modern.
(3) Kondisi Sosial Budaya
2) Faktor eksternal
(1) Media Publikasi
(2) Perkembangan teori-teori sastra Barat
4. Karakteristik Kesussastraan Arab modern
1) Prosa
(1) Prosa pada tahap permulaan pembaruan berkembang secara
bertahap pada masyarakat Arab, dengan ciri bahwa para
pengarang sudah mulai memerhatikan aspek-aspek pemikitan
dan makna dalam tulisannya, kebiasaan mengarang sudah
mulai meluas di masyarakat.

15
(2) Prosa pada tahap pembaruan, ciri-ciri prosa pada masa ini
adalah lebih memerhatikan unsur pemikiran dari pada unsur
gayanya, tidak banyak menggunakan kata-kata retoris seperti
saja‟, tibaq, seperti pada masa sebelumnya. Pemikirannya
runtn dan sistematis.
2) Puisi
(1) Tema-tema lama yang digunakan dan berkembang
o Wasf (Deskripsi)
o Fakhr (membanggakan diri
o Madah (puji-pujian)
o Religious
(2) Tema-tema yang sedikit mengalami perubahan
o Naqa’id
o Keperwiraan
o Ritsa’
o Ghazal
(3) Tema-tema yang baru muncul masa modern
o Patriotik
o Kemasyarakatan
o Kejiwaan

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyim, Juzif dkk. tt: al-Mufid fi al-Adab al-Araby. Bairut: Maktabah al-
Tijary

Al-Iskandari, Ahmad dan Musthofa Anany. 1978. Al-Wasith al-Adab al-Araby wa


Tarikhuhu. Mesir: Dar al-ma‟arif

Ath-Thanthawy, Aly. 1992. Fikrun wa Mabachitsun. Jeddah: Darul-Manarah

Badawi, MM. 1975. Modern Arabic Poetry. Cambridge: Cambridge Universiti


Press

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pengarang, Karya Sastra dan Pembaca. Malang:
Semiloka Pengajaran dan Penelitian Bahasa-Sastra UIN Malang

Farrukh, Umar. 1998. Al-Manhaj al-Jadid fi al-Adab al-Araby. Bairut: Dar al-Ilm
li Al-Malayin.

Hartoko, dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius

Lajnah, 1926. Al-Mujaz fi al-Adab al-Araby wa tarikhuhu: al-Adab al-Jahily.


Libanon: Dar al-Ma‟arif

Manshur,Fadlil Munawwar. 2007. Sejarah Perkembangan Kesusastraan Arab


Klasik dan Modern. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Muizzudin, Moh. 2009. Perkembangan Sastra Arab Kontemporer. Jurnal al-Ittijah


Vol. 01 No. 02. Tahun 2009

Muyassarah, Mufidatul ilmi dkk. 2012. Sejarah Sastra Arab Pada Masa Modern.
Malang: Universitas Negeri Malang

Situasumarga, Males. 2002. Kesusastraan Arab Asal Muasal dan


Perkembangannya.

Syafi‟, as-Sayyid. 2005. Nadzariyatul-Adab, Dirasah fil Madarisin Naqdiyatil


Chaditsah. Kairo: Maktabatul Adab.

Wargadinata, Wildana, Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya.
Malang: UIN Press

17

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai