Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IMUNOLOGI FARMASI

Kode Mata Kuliah : MKWFAR3.14

“Autoimunitas dan Hipersensitivitas”

Dosen Pengampu :

Alfiranty Yunita S.Farm., M.Si., Apt.

DISUSUN OLEH :

Kelempok III :

Jasmine Wina Aisyiah Rachim 212531297


Annisa Nurjannah 212531282
Ninda Ayu Lestari 212531306
Sabrina Fajri Umar 212521265 PROGRAM STUDI

Ummul Mu’minin 212531319 FARMASI


FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
KOLAKA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pengantar ilmu pesisir kepulauan dengan judul “AUTOIMUNITAS DAN
HIPERSENSITIVITAS” sesuai dengan waktu yang telah di tentukan. Dengan
selesainya lapran ini ,kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberi kan pengarahan kepada kami,dan kami harap dengan adanya laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Walaupun kami telah berusaha
semaksimal mungkin, kami menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan..
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Kolaka, 19 Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit autoimun merupakan respon imun yang mengakibatkan kerusakan


pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. autoimun
merupakan penyebab kematian utama dan lebih sering ditemukan pada wanita.
Terapi autoimun konvensional dengan medikamentosa dapat mensupresi sebagian
besar sistem imun dan menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi
oportunistik dan kanker. Penyakit autoimun dapat menyerang bagian tubuh
manapun dengan tanda klasik autoimun berupa inflamasi. Penderita penyakit
autoimun umumnya datang ke pelayanan kesehatan setelah antigen menyebar dan
proses autoimun sudah berjalan, sehingga memberikan efek yang buruk pada
individu tersebut dan menyulitkan pemberian intervensi.

Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin yaitu
IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE .

Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang terjadi


pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen
atau alergen tertentu. Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi,
Gell & Coombs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yaitu :
Pertama, Tipe I (reaksi anafilatik). Reaksi anafilatik merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat klasik. Anafilaksis dipengaruhi oleh regain misalnya
anafilaksis, atropi dan lain-lain. Pada reaksi hipersensitivitas tipe I turut berperan
serta IgG, IgE, dan Histamin. Kedua, Tipe II (reaksi sitotoksik).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Autoimun dan Hipersensitivitas?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya Autoimun dan Hipersensitivitas?
3. Apa saja jenis Autoimun dan Hipersensitivitas?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Autoimun dan


Hipersensitivitas
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya Autoimun dan Hipersensitivitas
3. Untuk mengetahui jenis Autoimun dan Hipersensitivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autoimun dan Hipersensitivitas

2.1.1 Autoimun

Sistem kekebalan tubuh secara terus-menerus mengamati benda asing


yang masuk atau berada dalam tubuh, seperti sel kanker, bakteri, virus,
parasit, protein asing, dan zatzat kimia. Selama fungsi sel imun normal,
jika ada benda asing masuk ke dalam tubuh maka leukotrien dan
prostaglandin melebarkan pembuluh darah, sehingga komponen kekebalan
dapat dengan cepat berpindah ke area yang membutuhkan perlindungan.

Penyakit autoimun adalah penyakit akibat selsel imun menyerang


jaringan sel dan organ tubuh sendiri yang seharusnya dilindungi. Penyakit
autoimun dapat bersifat sistemik atau spesifik jaringan tertentu. Secara
umum, semua bentuk autoimunitas dianggap akibat gangguan
keseimbangan dalam sistem kekebalan tubuh. Penyakit autoimun dapat
menyerang bagian tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun berupa
inflamasi.

Patogenesis autoimun terdiri atas gangguan aktivitas selular dan


protein regulator. Gangguan aktivitas selular dapat terjadi apabila tubuh
gagal mempertahankan toleransi akan self-antigen dan terjadi aktivasi
autoreaktif sel imun terhadap self-antigen tersebut. Mekanisme kegagalan
toleransi tersebut diperankan oleh sel T perifer dalam berbagai proses.

Penyebab penyakit autoimun sangat beragam mulai dari zat merkuri,


berbagai logam berat lainnya, bahan kimia, beberapa jenis bakteri, virus,
dan jamur. Materi ini dapat mengubah bagian luar sel tubuh. Selain itu
faktor genetik juga berperan; sistem atau kompleks leukosit antigen (HLA)
di kromosom 6 merupakan kompleks gen yang terlibat dalam penyakit
autoimun.4,5 Pemicu lain bisa dipengaruhi lingkungan atau trauma medis.

2.1.2 Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang
terjadi pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi
dengan antigen atau alergen tertentu.
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi abnormal dari sistem imun yang
terjadi sebagai respon akibat terpapar dengan substansi yang
membahayakan sehingga tingkat respon reaksinya bervariasi dari ringan
sampai mematikan. Reaksi hipersensitivitas dapat mencakup kelainan
autoimun dan alergi, seperti yang diketahui kondisi autoimun merupakan
suatu respon imunologis abnormal yang menyerang bagian tubuhnya
sendiri sedangkan alergi adalah respon imunologis abnormal yang timbul
karena adanya stimulus dari lingkungan di luar tubuh (substansi eksogen).

Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell &


Coombs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yaitu :
Pertama, Tipe I (reaksi anafilatik). Reaksi anafilatik merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat klasik. Anafilaksis dipengaruhi oleh regain
misalnya anafilaksis, atropi dan lain-lain. Pada reaksi hipersensitivitas tipe
I turut berperan serta IgG, IgE, dan Histamin. Kedua, Tipe II (reaksi
sitotoksik). Reaksi ini pada umumnya terjadi akibat adanya aktifasi dari
sistem komplemen setelah mendapat rangsangan dari adanya komleks
antigen antibody. IgG, IgM, dan komplemen berperan dalam reaksi
hipersensitivitas tipe II. Ketiga, Tipe III (reaksi kompleks imun). Pada
reaksi hipersensitivitas tipe III terjadi kerusakan yang disebabkan oleh
kompleks antigen antibody. Pada reaksi ini berperan IgG, IgM, dan
komplemen. Keempat, Tipe IV (reaksi tipe lambat). Hipersensitivitas tipe
lambat atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan salah satu aspek imunitas
yang dipengaruhi oleh sel.

2.2 Mekanisme Terjadinya Autoimun Dan Hipersensitivitas

2.2.1 Mekanisme Terjadinya Autoimun

Penyakit autoimun dapat bersifat sistemik atau spesifik jaringan


tertentu. Secara umum, semua bentuk autoimunitas dianggap akibat
gangguan keseimbangan dalam sistem kekebalan tubuh.7 Penyakit
autoimun seperti rheumatoid arthritis (RA), ankylosing spondylitis, dan
lupus eritematosus sistemik (SLE), terjadi akibat penghancuran sel-sel
sehat oleh sel-sel pertahanan tubuh sendiri.
Pengaturan kerja sistem imun terutama yang berperan dalam proses
autoimun adalah sel T regulators atau Tregs. Penelitian terkini
menunjukkan bahwa Sel T CD4 dapat dimodifikasi dengan penggunaan
sistem vektor virus untuk mengekspresikan suatu chimeric antigen
receptor (CAR) yang menargetkan suatu jaringan tertentu in trans dengan
gen FoxP3 yang memicu diferensiasi Tregs. CAR/FoxP3-Engineered Tregs
mengkespresikan FoxP3 dan mempunyai afinitas kuat pada self-antigen
melalui reseptor CAR, sehingga memiliki kesamaan dengan natural Tregs

2.2.2 Mekanisme Terjadinya Hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe 1 yang


dimediasi oleh IgE (reaksi anafilaktik), tipe 2 yang dimediasi oleh antibodi,
tipe 3 yang dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe 4 yang dimediasi oleh
sel (delayed hypersensitivity). Reaksi hipersensitivitas tipe 1 bersifat cepat
dan akut seperti alergi terhadap penisilin, latex, kacang dan lainnya. Reaksi
alergi ini dapat berdampak baik secara sistemik maupun lokal, dan
reaksinya merupakan hasil ikatan silang antara antigen dan antibodi IgE
yang berasal dari sel mast atau basofil. Mediator yang berperan pada saat
reaksi anafilaktik antara lain histamin, serotonin, bradikinin, dan lipid
sehingga berpotensi merusak jaringan. Reaksi hipersentivitas tipe 2
merupakan suatu reaksi sitotoksik, yang dimediasi oleh Immunoglobulin G
(IgG) dan Immunoglobulin (IgM), antibodi bereaksi secara langsung
terhadap antigen yang melekat pada membran sel sehingga menginduksi
lisis pada sel, antigen ini dapat berasal dari instrinsik maupun ekstrinsik.
Reaksi hipersensitivitas tipe 3 merupakan suatu reaksi kompleks imun
contohnya seperti dapat terlihat pada infeksi virus herpes simpleks tipe 1
yang dapat berkembang menjadi eritema multiform. Pada reaksi
hipersentivitias tipe 3, IgG dan IgM yang berikatan dengan antigen akan
membentuk kompleks antigen-antobodi sehingga akan menghasilkan
polymorphonuclear neutrophilic leukocyte (PMN) yang akan
mengeluarkan enzim perusak jaringan. Reaksi hipersensitivitas tipe 4 atau
delayed hypersensitivity dimediasi sel atau kontak alergi, sering terjadi
ketika berkontak dengan bahan di kedokteran gigi dan ditemukan pada
rongga mulut dengan restorasi amalgam atau logam mulia yang berkontak
dengan mukosa mulut. Reaksi dimediasi oleh sel T dan diinisiasi oleh sel
T-limfosit. Respon ini akan membentuk interaksi dari antigen pada
permukaan limfosit, sehingga limfosit akan memproduksi sitokin yang
akan mempengaruhi fungsi dari sel lainnya. Reaksi ini terjadi 48-72 jam
setelah kontak dengan antigen.

2.3 Jenis Autoimun Dan Hipersensitivitas

2.3.1 Jenis autoimun

1. Rheumatoid Arthritis atau Rematik


Rematik atau radang senddi merupakan penyakit autoimun yang
menyerang sendi. Pada penyakit ini, system kekebalan tubuh
menyerang sendi sehingga menimbulkan peradangan, pembengkakan
dan nyeri. Gelaja-gejala trrsebut dapat mengurangi rentang gerak tubuh.
Jika tudak diobati, rematik dapat menyebabkan kerusakan sendi
permanen secara bertahap.

2. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus


Penyakit yang banyak ditemuka pada perempuan berusia muda. Lupus
dapat menyerang jaringan tubuh manapun, termasuk ginjal, paru-paru,
kulit, sel darah dan sendi. Gejalanya meliputi demam, rambut rontok,
kelelahan, berat badan turun dan munculnya ruam pada wajah.

3. Psoriasis
Penyakit yang disebabkan oleh penumpukan sel kulit baru yang sangat
cepat sehingga menumpuk dipermukaan kulit. Yang membuat kulit
menjadi kemerahan, lebih tebal, bersisk dan terlihat seperti bercak
putih-perak.

4. Kolitis Ulseratif
Salah satu jenis penyakit radang usus, dapat menimbulkan peradangan
kronis pada saluran pencernaan. Kolitis ulseratif secara perlahan
menyerang lapisan terdalam usus dan rektum.

5. Diabetes Mellitus Tipe 1


Terjadi karena sel imun menyerang dan menghancurkan sel penghasil
insulin dalam pancreas. Akibatnya, tubuh tidak bias menghasilkan
insulin senidiri sehingga kadar gula darah menjadi tinggi. Gula yang
terlalu tinggi dapat mempengaruhi penglihatan, ginjal, saraf dan gusi.

6. Sklerosis Ganda
Penyakit autoimun yang menyerang lapisan pelindung sel saraf dan
dapat mrnimbulkan kerusakan saraf yang mempengaruhi otak dan
sumsum tulang belakang. Gejalanya adalah kebutaan, otot menegang,
mati rasa, lelah, koordinasi tubuh yang buruk dan kelumpuhan.
2.3.2 Jenis Hipersensitivitas

1. Urtiklaria dan Angioedema


Reaksi anafilaktik (hipersensitivitas tipe 1 terjadi secara lokal pada
pembuluh darah superfisial dan menghasilkan urtikaria. Urtikaria
merupakan suatu kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular yang
terjadi karena pruritus atau gatal pada daerah yang kontak dengan
alergen, kemudian akan muncul welt atau tanda merah pada daerah
mukosa atau kulit tersebut.

2. Eritema multiforme
Eritema multiforme dapat timbul di kulit dan rongga mulut yang
dimulai dengan adanya pembengkakan dan eritema, kemudian terjadi
pembentukan blister atau lepuhan yang pecah dan meninggalkan daerah
ulserasi. Pada beberapa kasus, bibir menjadi bengkak dan timbul krusta
atau kerak yang menimbulkan pendarahan, dan pada kulit secara khas
ditandai dengan adanya lesi target atau iris lesion yang pada umumnya
muncul di daerah tangan, kaki dan permukaan ekstensor dari siku dan
lutut.

3. Contact allergic stomatitis


Contact allergic stomatitis merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas
tipe 4 (delayed hypersensitivity) yang terjadi ketika antigen memasuki
jaringan sehingga mengaktifkan sel langerhans dan akan berinteraksi
dengan limfosit T sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada lokasi
kontak. Gambaran klinis contact allergic stomatitis ditandai dengan
adanya eritema dan pembengkakan yang dapat terjadi di seluruh daerah
di rongga mulut, baik lidah, palatum, mukosa, dan bibir.

4. Oral lichenoid reaction (OLR)


Oral lichenoid reaction (OLR) adalah reaksi hipersensitivitas tipe 4
(delayed hypersensitivity). Kondisi ini berkaitan dengan imunitas sel
terhadap antigen yang terdapat pada obat-obatan, bahan perasa
makanan, dan bahan restorasi di bidang kedokteran gigi seperti
tambalan amalgam, logam mulia, komposit, ataupun glass ionomer.1
Secara klinis OLR terlihat sebagai garis-garis plak berwarna putih yang
terkadang disertai daerah berwarna merah, bersifat kronis, posisi
unilateral, permukaan lesi sedikit timbul, tipis, dan umumnya terletak di
mukosa bukal dekat dengan restorasi penyebab lesi ini.

5. Serum sickness
Serum sickness dimediasi kompleks imun (hipersensitivitas tipe 3) yang
terjadi karena pemberian serum untuk perawatan terhadap infeksi
penyakit. Reaksi ini dapat ditemukan pada pemeberian antitoxin
tetanus, antiserum rabies, dan obat yang berkombinasi dengan badan
protein dan membentuk alergen. Serum sickness umumnya terjadi 7-10
hari setelah kontak dengan alergen, dan jangka waktunya bervariasi
dari 3 hari sampai dengan selama 1 bulan. Gejala utama serum sickness
berupa demam, pembengkakan, limfadenopati, nyeri sendi dan otot,
dan gatal.

6. Alergi terhadap lateks


Kasus alergi terhadap lateks telah meningkat seiring dengan waktu
dimana reaksi hipersensitivitas yang terjadi secara langsung saat lateks
berkontak dengan kulit maupun mukosa. Individu dengan alergi lateks
dapat menunjukkan respon berupa urtikaria, rhinitis, dan edema
kelopak mata, dan pada kasus yang berat dapat menimbulkan reaksi
sistemik seperti asma dan anafilaksis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit autoimun merupakan respon imun yang mengakibatkan kerusakan


pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. autoimun
merupakan penyebab kematian utama dan lebih sering ditemukan pada wanita.
Terapi autoimun konvensional dengan medikamentosa dapat mensupresi
sebagian besar sistem imun dan menyebabkan pasien lebih rentan terhadap
infeksi oportunistik dan kanker. Penyakit autoimun dapat menyerang bagian
tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun berupa inflamasi.

Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang terjadi


pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen
atau alergen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Hidajat, D., Lindriati, N., & Purwaningsih, D. 2019. Reaksi hipersensitivitas pada
kulit akibat obat anti inflamasi non steroid. Jurnal Kedokteran. 8(3) : 6-13.

Khasanah, Y. C. 2019. Potensi koekspresi chimeric antigen receptor (car) dan gen
foxp3 pada sel t regulators sebagai modalitas terapi penatalaksanaan
autoimun. Essential: Essence of Scientific Medical Journal. 16(2) : 26-30.

Lelyana, S. 2020. Hypersensitivity in Dentistry. SONDE (Sound of Dentistry). 5(2) :


22-31.

Purba, S. 2018. Penyakit autoimun dan terapi herbal: Peran nanoteknologi terhadap
efektivitas obat herbal. Cermin Dunia Kedokteran. 46(3) : 208-212.

Putra, N., Anggraini, A., & Hardiyono, H. 2021. Efek obat imunosupresan pada
pasien autoimun dengan COVID-19 (A scoping review of the clinical
evidence). Journal of Islamic Pharmacy. 6(2), 88-94.

Riwayati, R. 2015. Reaksi hipersensitivitas atau alergi. Jurnal Keluarga Sehat


Sejahtera. 13(2) : 22-27

Sari, D. P. 2019. Analisis Mesin Inferensi Forward Dan Backward Chaining Untuk
Diagnosis Penyakit Autoimun Berbasis Web. Skripsi. Institut Teknologi
Nasional Malang. Malang.

Anda mungkin juga menyukai