Anda di halaman 1dari 56

PENGEMBANGAN MODEL

PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DI SEKOLAH
DASAR

RATNAWATI

UNIVERSITAS HALUOLEO 1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar.
Tak lupa juga mengucapkan salawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat
beliau, kita mampu keluar dari kegelapan menuju jalan yang lebih
terang.

Kami ucapkan juga rasa terima kasih kami kepada pihak-


pihak yang mendukung lancarnya buku ajar ini mulai dari proses
penulisan hingga proses cetak, yaitu orang tua kami, rekan-rekan
kami, penerbit, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami
sebutkan satu per satu.

Adapun, buku ajar kami yang berjudul PENGEMBANGAN


MODEL PEMBELAJARAN PADA MATEMATIKA DI SEKOLAH
DASAR ini telah selesai kami buat secara semaksimal dan sebaik
mungkin agar menjadi manfaat bagi pembaca yang membutuhkan
informasi dan pengetahuan mengenai bagaimana model
pembelajaran pada matemaka

2
DAFTAR ISI

JUDUL...............................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................4
BAB I.................................................................................................5
KONSEP............................................................................................5
A. Konsep Model Pembelajaran..................................................5
B. Konsep Strategi Pembelajaran................................................7
C. KONSEP METODE PEMBELAJARAN.............................10
D. KONSEP PENDEKATAN PEMBELAJARAN...................12
BAB II..............................................................................................15
RAGAM MODEL PEMBELAJARAN...........................................15
A. MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)..............15
1. Pengertian model pembelajaran PBL................................15
2. Langkah-langkah model pembelajaran PBL.....................16
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran PBL........16
4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL)............17
B. MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED
LEARNING (PJBL).....................................................................19
1. Pengertian model pembelajaran PJBL..............................19
2. Langkah-langkah model pembelajaran PJBL....................21

3
3. Kelebihan dan kelemahan PJBL.......................................21
4. Penerapan project based learning (PJBL).........................23
C. MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING...24
1. Pengertian model pembelajaran discovery learning..........24
2. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran
Discovery Learning..................................................................25
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran discovery
learning.....................................................................................26
4. Penerapan Model pembelajaran Discovery Learning dalam
pembelajaran.............................................................................30
D. MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LEARNING.........31
1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning.............31
2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry learning...31
3. Kelebihan dan kelemahan modek pembelajaran inquiry
learning.....................................................................................32
4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning dalam
pembelajaran.............................................................................33
E. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING..........35
1. Pengertian problem solving...............................................35
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving. .35
3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran problem
solving......................................................................................36
4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam
pembelajaran.............................................................................37
F. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING..........38
1. Pengertian model pembelajaran problem solving.............38

4
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving. .39
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem
Posing.......................................................................................41
4. Penerapan model pembelajaran problem possing.............42

BAB III............................................................................................44
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK...............................44
A. Pengertian.............................................................................44
C. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik........................................................................................48
D. Kelebihan Dan Kelemahan Ppendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik....................................................................49
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................51

BAB I

5
KONSEP MODEL, STRATEGI, PENDEKATAN DAN
METODE PEMBELAJARAN

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang


memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa
bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
(1) model pembelajaran (2) pendekatan pembelajaran; (3)
metode pembelajaran; (4) strategi pembelajaran.
A. Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan.Para
ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran,
teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-
teori yang lain yang mendukung.
Menurut Arends dalam Trianto, mengatakan “model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan
sebagai bentuk dari pembelajaran yang tergambar dari awal
hingga akhir
Joyce & Weil mempelajari model- model
berdasarkan teori belajar yang dikelompokan menjadi empat

6
model pembelajaran. Model tersebut merupakan Pola
Umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharpkan. Joyce & Weil berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran
di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan
pola pilihan, artinya para guru memilih model pembelajaran
yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
B. Strategi pembelajaran
Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang
diartikan sebagai seni penggunaan rencana untuk mencapai
tujuan. Strategi pembelajaran menurut Frelberg & Driscoll
(1992) dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan
pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk
siswa yang berbeda, dalam konteks yang berbeda pula.
Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan
pembelajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan
kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
siswa. Dick & Carey (1996) berpendapat bahwa strategi
7
pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan,
melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket
pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas semua
komponen materi pelajaran dan prosedur yang akan
digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran juga dapat
diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih
dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan
karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar serta
tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach &
Ely (1980) juga mengatakan bahwa perlu adanya kaitan
antara strategi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran,
agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang
efektif dan efisien. Strategi pembelajaran terdiri dari metode
dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa
akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode
dan teknik sering digunakan secara bergantian.
C. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru
dalam memilih kegiatan pembelajaran. Tiap pendekatan
pembelajaran tersebut mempunyai karakteristik tertentu, dan
berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan
fungsi dan tujuan tiap pendekatan. Pendekatan pembelajaran
tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu,
8
tetapi sifatnya lugas dan terencana. Artinya memilih
pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang
dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Menurut
Sagala (2012: 71) Pendekatan konsep merupakan suatu
pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan
konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk
menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep
diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui
generalisasi dan berfikir abstrak.Konsep memiliki banyak
arti tetapi dalam kegiatan belajar mengajar, konsep adalah
akibat dan suatu hasil belajar, misal suatu saat seseorang
belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan
membedakan satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh
adalah memasukan suatu benda kedalam suatu kelompok
tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok
itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan
yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal
suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok.
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut
menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep
sebagai suatu keterampilan proses (Afrial, 2012).
Pendekatan ini dilatar belakangi oleh konsep-konsep belajar
menurut teori Naturalisme-Romantis” dan teori kognitif
9
gestal. Naturalisme-romantis menekankan kepada aktifitas
siswa. Dan teori kognitif gestal menekankan pemahaman
dan kesatupaduan yang menyeluruh.
D. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah langkah operasional atau
implementatif dari strategi pembelajaran yang dipilih dalam
mencapai tujuan belajar. Ketepatan penggunaan suatu
metode akan menunjukkan berfungsinya suatu strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran masih bersifat
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan
berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain,
strategi merupakan “a plan of operation achieving
something” sedangkan metode adalah “a way in achieving
something” (Sanjaya, 2010).
Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang
hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh
seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik.
Metode berasal dari kata methodos dalam bahasa Yunani
yang berarti cara atau jalan. Sudjana (2005:76) berpendapat
bahwa metode merupakan perencanaan secara menyeluruh
untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara
teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan, dan
semuanya berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu.
10
Pendekatan bersifat aksiomatis yaitu pendekatan yang sudah
jelas kebenarannya, sedangkan metode bersifat prosedural
yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-langkah.
Uno & Mohamad (2012: 7) mengemukakan
pendapatnya yaitu “Metode pembelajaran didefinisikan
sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan
fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran”.Metode pembelajaran dapat dianggap
sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan
atau cara yang teratur untuk melakukan kegiatan
pembelajaran. Setiap materi pembelajaran tidak dapat
menggunakan metode pembelajaran yang sama, oleh karena
itu sebelum mengajar seorang guru harus memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Adapun prinsip dalam memilih metode pembelajaran
yang dikemukakan oleh Bachtiar Rifva’i (dalam Mira
Seplitasari: 2013) yaitu:
1. Asas maju kelanjutan (continous progress) yang
artinya memberi kemungkinan pada murid untuk
mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
2. Penekanan pada belajar sendiri, artinya anak-anak
diberikan kesempatan untuk mempelajari dan mencari
bahan pelajaran lebih banyak lagi daripada yang
diberikan oleh guru.
11
3. Bekerja secara team, dimana anak mengerejakan
sesuatu pekerjaan yang memungkinkan anak bekerja
sama.
4. Multi disipliner, artinya memungkinkan anak-anak
untuk mempelajari sesuatu meninjau dari berbagai
sudut. Misalnya masalah rambut gonderong dapat
dilihat dari sudut kesehatan dan pandangan orang.
Fleksibel, dalam arti dapat dilakukan menurut
keperluan dan keadaan.
Metode pembelajaran banyak macamnya antara lain
metode ceramah, metode tanya jawab, metode
kelompok, metode sosiodrama, metode diskusi, metode
problem solving dan masih banyak lagi. Sedangkan
dalam alam penelitian ini, penulis menggunakan
metode pembelajaran guided note taking dan complette
sentence.

BAB II
RAGAM MODEL /PENDEKATAN PEMBELAJARAN
12
A. Model Promlem Basic Learning (PBL)
Problem Based Learning, Wena (2010:91) “Problem
Based Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan
praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain
siswa belajar melalui permasalahan”.
Menurut Amir (2008:12) menyatakan bahwa Problem
Based Learning adalah salah satu model pendekatan
pembelajaran learner centered dan memberdayakan siswa
yang belajar. Arends (dikutip dari Trianto, 2007:68)
menyatakan bahwa Problem Based Learning PBL
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia
nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan siswa,
melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan
mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam
pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning
(PBL) adalah suatu model pengajaran yang menggunakan
masalah dunia ketrampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang mendasar dari
materi pelajaran.
1. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)
13
Langkah-langkah dalam pembelajaran Problem
Based Learning (PBL), disajikan guru sebagai berikut:
a) orientasi siswa pada masalah
b) guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok
yang beranggotakan 5-6 orang siswa secara heterogeny
c) guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap
kelompok
d) siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, siswa
bersama kelompoknya melakukan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
e) guru membantu siswa dalam menyiapkan hasil dari
percobaan
f) guru membimbing siswa untuk melakukan presentasi
g) guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi.
2. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan Problem
Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa dalam bekerja, memotivasi internal untuk
belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok
b) Dengan Problem Based Learning (PBL) akan terjadi
pembelajaran bermakna. Siswa belajar memecahkan
14
suatu masalah maka siswa akan menerapkan
pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
mengetahui pengetahuan yang diperlukan;
c) membuat siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan
bebas;
d) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang meraka
lakukan, juga dapat mendorong untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil belajar maupun
proses belajar.
3. Kelemahan model Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang juga memiliki beberapa
kelemahan. Menurut Sanjaya (2007:219), kelemahan
Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a) jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,maka
siswa akan merasa enggan untuk mencoba;
b) perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan
pemahaman dalam kegiatan pembelajaran;
c) pembelajaran model Problem Based Learning (PBL)
membutuhkan waktu yang lama

15
d) tidak semua mata pelajaran matematika dapat
diterapkan model ini.
4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL) pada
pembelajaran

LANGKAH AKTIVITA AKTIVITAS


KERJA S GURU SISWA
Orientasi Guru Kelompok
peserta didik menyampai mengamati dan
pada masalah kan masalah memahami masalah
yang akan yang disampaikan
dipecahkan guru atau yang
secara diperoleh dari bahan
kelompok. bacaan yang
Masalah disarankan.
yang
diangkat
hendaknya
kontekstual.
Masalahbisa
ditemukan
sendiri oleh
peserta

16
didik
melalui
bahan
bacaan atau
lembar
kegiatan
Mengorganisas Guru Peserta didik
ikan peserta memastikan berdiskusi dan
didik untuk setiap membagi tugas
belajar anggota untuk mencari
memahami data/bahan-bahan/al
tugas at yang diperlukan
masing- untuk
masing. menyelesaikan
masalah.
Membimbing Guru Peserta didik
penyelidikan memantau melakukan
individu keterlibatan penyelidikan
maupun peserta (mencari
kelompok didik dalam data/referensi/sumb
pengumpula er) untuk bahan
n diskusi kelompok
data/bahan

17
selama
proses
penyelidika
n.
Mengembangk Guru Kelompok
an dan memantau melakukan diskusi
menyajikan diskusi dan untuk menghasilkan
hasil karya membimbin solusi pemecahan
g masalah dan
pembuatan hasilnya
laporan dipresentasikan/disa
sehingga jikan dalam bentuk
karya setiap karya
kelompok
siap untuk
dipresentasi
kan
Menganalisis Guru Setiap kelompok
dan membimbin melakukan
mengevaluasi g presentasi presentasi,
proses dan kelompok yang lain
pemecahan mendorong memberikan
masalah kelompok apresiasi. Kegiatan

18
memberikan dilanjutkan dengan
penghargaa merangkum/
n serta membuat
masukan kesimpulan sesuai
kepada dengan masukan
kelompok yang diperoleh dari
lainnya. kelompok lainnya.
Guru
bersama
peserta
didik
menyimpulk
an materi

B. Model Pembelajaran Project Basic Learning (PJBL)


Salah satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kreativitas peserta didik dalam
memecahkan masalah yaitu model pembelajaran problem
based learning. Sani (2014: 172) mengatakan project
based learning dapat didefinisikan sebagai sebuah
pembelajaran dengan aktifitas jangka panjang yang
melibatkan siswa dalam merancang, membuat dan
menampilkan produk untuk mengatasi permasalahan

19
dunia nyata. Dengan demikian model pembelajaran
project based learning dapat digunakan sebagai sebuah
model pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam membuat perencanaan,
berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan membuat
keputusan yang tepat dari masalah yang dihadapi.
Menurut Kosasih (2014: 96) project based learning adalah
model pembelajaran yang menggunakan proyek atau
kegiatan sebagai tujuannnya. Pembelajaran difokuskan
dalam pemecahan masalah yang menjadi tujuan utama
dari proses belajar sehingga dapat memberikan
pembelajaran yang lebih bermakna karena dalam belajar
tidak hanya mengerti apa yang dipelajari tetapi membuat
peserta didik menjadi tahu apa manfaat dari pembelajaran
tersebut untuk lingkungan sekitarnya. Pada hakikatnya
model pembelajaran project based learning dirancang
untuk digunakan pada permasalahan yang kompleks yang
diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi dan
memahaminya. Dengan mengkelompokkan peserta didik
dalam memecahkan suatu proyek atau tugas maka akan
melatih keterampilan peserta didik dalam merencanakan,
mengorganisasi, negoisasi, dan membuat konsensus
tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap tugas, dan bagaimana
20
informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Lebih lanjut
Bie (Nglimun, 2013: 185) menegaskan project based
learning yaitu: “model pembelajaran yang berfokus pada
konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari
suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan
pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya,
memberikan peluang siswa bekerja secara otonom
mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya
menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik”.
1. Langkah-langkah model pembelajaran Project Basic
Learning (PJBL)
a) Penentuan pertanyaan mendasar (start with
essential question)
b) Menyusun perencanaan proyek (design project
c) Menyusun jadwal (create schedule)
d) Memantau siswa dan kemajuan proyek
(monitoring the students and progress of project)
e) Penilaian hasil (assess the outcome)
f) Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)
2. Keunggulan Penerapan Model Project Based
Learning Menurut Kurniasih (2014: 83)
Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran
PJBL ini yaitu:

21
a) meningkatkan motivasi belajar peserta didik
untuk belajar mendorong kemampuan mereka
untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka
perlu dihargai;
b) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah;
c) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan
berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks
d) meningkatkan kolaborasi
e) mendorong peserta didik untuk mengembangkan
dan mempraktikkan keterampilan komunikasi
f) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola sumber
g) memberikan pengalaman kepada peserta didik
pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi
proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas
h) menyediakan pengalaman belajar yang
melibatkan peserta didik secara kompleks dan
dirancang berkembang sesuai dunia nyata
i) melibatkan para peserta didik untuk belajar
mengambil informasi dan menunjukkan

22
pengetahuan yang dimiliki, kemudian
diimplementasikan dengan dunia nyata
j) membuat suasana belajar menjadi
menyenangkan, sehingga peserta didik maupun
pendidik menikmati proses pembelajaran”.
3. Kelemahan Project Based Learning
Menurut Sani (2014: 177) beberapa kelemahan
dari model pembelajaran project basic learning ini
adalah sebagai berikut:
a) membutuhkan banyak waktu untuk
menyelesaikan masalah dan menghasilkan
produk;
b) membutuhkan biaya yang cukup;
c) membutuhkan guru yang terampil dan mau
belajar;
d) membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan
yang memadai;
e) tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah
dan tidak memiliki pengetahuan serta
keterampilan yang dibutuhkan
f) kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja
kelompok
4. Penerapan model pembelajaran Project Basic
Learning
23
Proses pembelajaran matematika dengan
mengguanakan model project based learning dalam
implementasinya perlu dilakukan pembuatan
perencanaan pembelajaran yang baik. Guru harus
memperhatikan psikis dan kesiapan belajar
matematika. guru harus mencari tahu apa yang terjadi
sebelumnya dari mereka, sehingga kekurangan dari
pengalaman masa lalunya tertutupi oleh gaya belajar
yang menyenangkan. Dengan demikian, tujuan
penggunaan model pembelajaran dapat terselesaikan
dengan baik.Ini diperkuat oleh Siswanto (2012: 56)
yang menyatakan salah satu faktor yang
mempengaruhi belajar yaitu kesiapan. Kesiapan
adalah kesediaan untuk memberi respon, sehingga
harus diperhatikan dalam proses belajar. Dengan
adanya kesiapan belajar, hasil yang dicapai baik.

C. Model Pembelajaran Discovery Learning


Model Discovery Learning Discovery learning
merupakan metode memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan. Model pembelajaran Discovery
menurut brunner dalam suherti (2017:53) ialah
“pembelajaran yang bertujuan memperoleh pengetahuan
24
dengan suatu cara yeng dapat melatih kemampuan
intelektual para siswa serta merangsang keingin tahuan
mereka dan memotivasi kemampuan mereka”. Pendapat
ahli lain mengatakan “Discovery adalah model
pembelajaran yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahui tidak melalui
pemberitahuan. Sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri” ruseffendi dalam suherti (2017:53).
Suherti (2017:55) “Penggunaan model Discovery
Learning ingin mengubah kondisi belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang
teacher oriented ke student oriented”. Mengubah modus
10 ekspositori peserta didik hanya menerima informasi
secara keseluruhan dari guru; ke modus discovery peserta
didik menemukan informasi sendiri. Melalui model ini
siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang
dipelajari kemudian mengkonstruk pengetahuan itu
dengan memahami maknanya. Dalam model ini guru
hanya sebagai fasilitator. Model Discovery Learning
membiarkan siswa-siswa mengikuti minat mereka sendiri
untuk mencapai kompeten dan kepuasan dari
keingintahuan mereka.
1. Sintak Model Discovery Learning
25
Sintak model Discovery Learning menurut
Rismayani (2013:8) sebagai berikut:
a) Guru mulai bertanya dengan mengajukan
persoalan atau menyuruh anak didik membaca
atau mendengarkan uraian yang memuat
pemasalahan.
b) Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi
berbagai permasalahan. Sebagai besar
memilihnya yang dipandang paling menarik dan
fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam
bentuk, atau hipotesis, yakni pernyataan
(statement) sebagai jawaban sementara atas
pertanyaan.
c) Untuk menjawab petanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakuan uji coba sendiri, dan
sebagainya.
d) Semua informasi hasil bacaan, wawancara,
observasi dan sebagai, semuanya diolah, diacak,
diklatsifikasikan, ditabulasi bahkan bila perlu
26
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu.
e) Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
informasi yang ada, pertanyaan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah
terbukti atau tidak.
f) Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verfisikasi
tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau
generalisasi tertentu.
2. Kelebihan model Discovery Learning
Kelebihan discovery learning menurut
suherman, dkk dalam Suherti (2001:59) yaitu:
a) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar, sebab
ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir
b) Peserta didik memahami benar bahan pelajaran,
sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih
lama diingat
c) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas.
Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan
penemuan lagi sehingga minat belajarnya
meningkat siswa yang memperoleh pengetahuan
27
dengan pembelajaran Discovery akan lebih
mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai
konteks
d) Pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih
banyak belajar sendiri.
3. Kekurangan Model Discovery Learning
Kekurangan model Discovery Learning
menurut suryosubroto dalam suherti (2001:60)
sebagai berikut:
a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan
mental untuk cara belajar ini. Misalnya peserta
didik yang lamban, mungkin bingung dalam hal
usaha mengembangkan pemikirannya jika
berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau
menemukan saling ketergantungan antara
pengertian dalam satu subjek atau dalam
usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam
bentuk tertulis
b) Pembelajaran Discovery kurang berhasil untuk
digunakan di kelas besar. misalnya sebagian
besar waktu dapat hilang karena membantu
seseorang peserta didik yang menemukan teori
teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari
bentuk kata-kata tertentu;
28
c) Harapan yang ditumpahkan pada model ini
mungkin mengecewakan guru dan peserta didik
yang sudah bisa dengan perencanaan dan
pengajaran secara tradisional;
d) Mengajar dengan Discovery mungkin akan
dipandang sebagai terlalu mementingkan
memperoleh pengertian dan kurang
memperhatikan diperolehnya sikap dan
keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan
diperlukan untuk memperoleh pengertian atau
sebagai perkembangan emosional sosial secara
berlebihan
e) Discovery Learning mungkin tidak akan
memberi kesempatan untuk berpikir kreatif,
karena pengertian-pengertian yang akan
ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh
guru, demikian pula prosesproses di bawa
pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah
menjamin penemuan penuh arti.
4. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran
Discovery Learning
Menurut Hosnan (2014: 285) terdapat
beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh oleh

29
guru dalam melaksanakan model pembelajaran
Discovery Learning, diantaranya:
a) Merumuskan masalah
b) Dari data yang diberikan guru, peserta didik
menyusun, memproses, mengorganisir, dan
menganalisis data tersebut.
c) Peserta didik menyusun konjektur (perkiraan)
dari hasil analisis yang dilakukannya.
d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah
dibuat peserta didik diperiksa oleh guru.
e) Apabila telah diperoleh kepastian tentang
kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi
konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada
peserta didik untuk menyusunnya.
f) Sesudah peserta didik menemukan apa yang
dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan
untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu
benar.
D. Model pembelajaran inquiry learning
1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning
Hamdayama (2014) model pembelajaran
inkuiri adalah cara di dalam aktivitas pendidikan agar
semakin mengetahui serta mendapatkan alas an dari
ide pemikiran siswa sendiri. Jadi siswa harus
30
berusaha sendiri tanpa ikut campur dari orang lain
“Menurut pengertian dari Ambarjaya (2012)
mengenai model pembelajaran inkuiri adalah
hubungan aktivitas pendidikan dalam cara tanggap
serta sistematis agar mengetahui maupun
mendapatkan balasan dari suatu masalah yang
dimiliknyai. Jadi siswa harus memiliki cara berpikir
yang reseptif. Menurut irfan sugianto (2020) model
pembelajaran inkuiri adalah rangkaian dari suatu
pengkajian yang melibatkkan seluruh siswa agar
berfikir secara teliti, analogis dan sistematis sehingga
bisa memecahkan masalah yang dihadapinnya. Jadi
siswa harus aktif pada saat pembelajaran
berlangsung.
2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry
learning
Berdasarkan pendapat dari Ngalimun (2012),
menyatakan bahwa ada beberapa langkah-langkah
dalam model pembelajaran inkuiri antara lain:
a) Memperoleh dan mengartikan persoalan, siswa
bisa memberikan solusi atas persoalannya. Siswa
bisa memahami persoalan yang dihadapi

31
b) Menguraikan Hipotesis, Siswa bisa memiliki
tentang jawaban sementara. Siswa bisa
memahami materi yang disampaikan oleh guru
c) Memberikan informasi, siswa bisa memiliki
informasi apapun dari orang lain. Siswa bisa
meningkatkan daya ingat untuk berpikir
d) Memeriksa dugaan sementara, siswa memiliki
daya ingat yang kuat. Siswa bisa memahami
materi yang telah disampaikan oleh guru
e) \Mengambil ringkasan, siswa memiliki
kesimpulan untuk meringkas semua bacaan yang
diambil. Siswa bisa meringkas dengan baik.
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran
inquiry learning
1) Kelebihan
Tanggapan dari Hamruni (2012), menyatakan
bahwa ada beberapa keunggulan model
pembeajaran inkuiri, antara lain:
a) Bisa mengayomi keinginan seorang murid
yang mempuyai keahlian di atas semua, maka
seorang murid yang mempuyai keahlian
belajar baik, tidak akan terhalang melalui
murid yang rendah dari pembelajaran. Siswa

32
bisa memiliki kemampuan yang kuat untuk
sekolah.
b) Melalui pertumbuhan intelektal belajar masa
kini yang dijadikan belajar merupakan cara
perbedaan perilaku melalui pengetahuan.
c) Memperoleh peluang untuk peserta didik agar
belajar tepat pada keyakinan belajarnya.
Siswa bisa percaya diri atas kemampuannya.
d) Mempertegas untuk menumbuhkan aspek
keaktifan, kehadiran dan keterampilan yang
sama, maka pembelajaran rencana ini akan
bertambah bermanfaat. Siswa bisa
merencanakan hal tersebut dengan baik dan
benar.
2) Kelemahan
Menurut pendapat dari Mulyasa dalam
Susanti (2014) ada 2 kelemahan dari model
pembelajaran inkuiri antara lain:
a) Rumit dari merencanakan pendidikan
disebabkan oleh terhambatnya melalui
kebiasaan peserta didik dalam
pembelajaran. Siswa harus bisa
memiliki kemampuan untuk semangat
belajar.
33
b) Susah mengendalikan aktivitas serta
tercapainnya dari peserta didik. Siswa
harus bisa memiliki kemampuan untuk
belajar secara aktif
4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning
dalam pembelajaran
a. Orientasi, adalah tindakan selama membimbing
situasi atau keadaan pendidikan yang selalu
respon. Guru mengontrol supaya peserta didik
bisa melakukan sistem pendidikan dengan aturan
yang berlaku.
b. Merumuskan Masalah, cara memperoleh peserta
didik melalui permasalahan yang berhubungan
dengan tebak-tebakan. Permasalahan yang
diberikan merupakan permasalahan yang
merangsang peserta didik agar berkerja untuk
memberikan solusi terhadap persoalan serta
peserta didik diarahkan agar menghasilkan
balasan yang benar
c. Meringkas Hipotesis, jawaban sementara pada
suatu persoalan yang masih diselidiki. Siswa bisa
memiliki daya ingat yang kuat.
d. Menghimpun Data, kegiatan memilah penjelasan
yang diperlukan agar memeriksa hipotesis yang
34
diusulkan. Siswa bisa menghimpun data dengan
benar.
e. Memeriksa Hipotesis, cara memutuskan jawaban
yang sudah cocok melalui data serta penjelasan
yang didapat berlandaskan untuk
menggabungkan data,
f. Meringkas Kesimpulan, cara menjelaskan
kembali yang didapatkan berlandaskan dari
memeriksa hipotesis. Siswa bisa memeriksakan
kembali dengan benar.
E. Model Problem Solving
1. Pengertian problem solving
Triatnata, Asri, dan Suadnyana (2014 : 3)
mengemukakan bahwa model pembelajaran problem
solving merupakan salah satu model pembelajaran
yang membuat pola pikir siswa berkembang, keaktifan
siswa untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan
permasalahan atau persoalan yang dihadapi dengan
tepat. Melalui proses pemecahan masalah pada tahapan
problem solving dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengalami dan membangun sendiri
pengetahuannya. Menurut Rahayu (2016 : 31)
metode pemecahan masalah (problem solving)
berbentuk penjelasan tentang masalah, kejadian,
35
peristiwa atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi
mencari alternatif pemecahannya. Berdasarkan
pendapat tersebut didapat kesimpulan bahwa model
pembelajaran problem solving adalah salah satu model
pembelajaran yang dapat dikembangkannya pola
berpikir siswa dengan cara diselesaikannya suatu
persoalan atau masalah, kejadian atau dalam situasi
tertentu.
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem
solving
Terdapat 5 langkah yang dilakukan dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Solving (Widyawati, 2015 : 4)
sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah
kemampuan yang diperlukan adalah kemampuan
mengetahui dan merumuskan suatu masalah.
b. Menelaah masalah. Dalam menelaah masalah
kemampuan yang diperlukan adalah menganalisis
dan merinci masalah yang diteliti dari berbagai
sudut.
c. Menghimpun dan mengelompokkan data sebagai
bahan pembuktian hipotesis. Menghimpun dan
mengelompokkan data adalah memperagakan data
36
dalam bentuk bagan, gambar, dan lain-lain sebagai
bahan pembuktian hipotesis.
d. Pembuktian hipotesis. Dalam pembuktian hipotesis
kemampuan yang diperlukan adalah kecakapan
menelaah dan membahas data yang telah terkumpul.
e. Menentukan pilihan pemecahan masalah dan
keputusan
3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran
problem solving
1. Kelebihan
Kelebihan model pembelajaran Problem Solving,
yaitu sebagai berikut:
a) Mendidik siswa untuk berpikir sistematis
b) Mampu mencari jalan keluar terhadap situasi
yang dihadapi
c) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai
aspek
d) Mendidik siswa percaya diri
e) Berpikir dan bertindak kreatif
2. Kelemahan
Kelemahan dari model pembelajaran Problem
Solving, yaitu:
a) Memerlukan waktu yang cukup banyak

37
b) Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
berbeda-beda ada yang sempurna dalam
memecahkan masalah tetapi ada juga yang
kurang dalam memecahkan masalah.
4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam
pembelajaran
Dalam menerapkan model pembelajaran problem
solving dalam pembelajaran matematika yaitu guru
harus memperhatikan karakteristik siswa kemudian
guru memberikan langkah-langkah dalam proses
penerapan model problem solving misalnya Klarifikasi
masalah meliputi pemberian penjelasan kepada setiap
individu tentang masalah yang akan diajukan, agar
setiap individu dapat memahami tentang penyelesaian
seperti apa yang akan diharapkan lalu Pengungkapan
pendapat (Brainstorming) diharapkan setiap individu
dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang
berbagai macam bagaimana cara menyelesaikan
masalah matematika. Kemudian Evaluasi dan
Pemilihan (Evaluation and Selection) setiap individu
dibagi dalam berbagai kelompok untuk mendiskusikan
pendapat-pendapat atau cara-cara yang cocok untuk
masalah tersebut setelah itu Implementasi
(Implememtation) setiap kelompok maupun individu
38
harus mampu menentukan cara mana yang akan
diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut,
kemudian menerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut.

6. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING


1. Pengertian model pembelajaran problem solving
Awal mula perkembangan model pembelajaran
problem posing ini yang menurut Suryanto dalam
Thobroni dan Mustofa (2012 : 351) mengatakan bahwa
: Model pembelajaran problem posing ini mulai
dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English dan
awal mulanya diterapkan pada mata pelajaran
matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan
pula pada mata pelajaran yang lain. Model problem
posing ini merupakan suatu gambaran pelaksanaan
pembelajaran yang mengharuskan siswa berperan aktif
karena pada model ini siswa harus mampu mengajukan
suatu permasalahan atau soal dan mereka secara
mandiri dapat menjawab soal tersebut.
Model pembelajaran merupakan suatu pola yang
dijadikan sebagai pedoman dalam merencanakan
kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Model
pembelajaran menjadi salah satu faktor penting dalam
39
mencapai tujuan pembelajaran. Adapun yang
dikemukanan oleh Abidin (2014 : 117) model
pembelajaran adalah suatu konsep yang membantu
menjelaskan proses pembelajaran, baik menjelaskan
pola tindakan pembelajaran. Pendapat lain dari
Suprijono (2012: 46) mengatakan bahwa: “Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar”. Menurut pendapat Anders
dalam Suprijono (2012 : 46) mengatakan bahwa
“model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas.”
Menurut pengertian yang dikemukakan oleh
Thobroni dan Mustofa (2012 : 343) mengatakan bahwa
: Problem posing berasal dari dua kata yaitu “Problem”
dan “Posing”. “Problem” berarti masalah dan “Posing”
berarti mengajukan atau membentuk. Dengan
demikian, problem posing dapat diartikan sebagai
model pembelajaran yang menekankan siswa untuk
dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan
40
pembelajaran dilakukan. Pendapat lain menurut
Thobroni dan Mustofa (2012 : 350) model problem
posing merupakan model pembelajaran yang
mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau
memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang lebih sederhana sehingga mengacu pada
penyelesaian soal.
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving
Menurut paparan Suryosubroto (2009 : 212)
pelaksanaan tindakan dalam proses pembelajaran
dengan model problem posing yang dilakukan dalam
kelas yaitu:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada
para siswa
c. Guru membagi siswa kedalam kelompok
d. Masing-masing siswa dalam kelompok
membentuk pertanyaan berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dibuatnya dalam problem
posing I
e. Pertanyaan dikumpulkan kemudian dilimpahkan
pada kelompok yang lainnya. Misalnya tugas
membentuk pertanyaan kelompok 1 diserahkan

41
kepada kelompok 2 untuk dijawab dan di kritisi,
tugas kelompok 2 diserahkan kepada kelompok 3,
dan seterusnya hingga kelompok 5 kepada
kelompok 1
f. Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan
diskusi untuk menjawab pertanyaan yang siswa
terima dari kelompok lain
g. Setiap jawaban ditulis pada lembar problem
posing II atau lembar jawaban
h. Setiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusinya dan pertanyaan yang telah dibuatnya
pada kelompok lain. Diharapkan adanya diskusi
pada kelompok lain menarik diantara kelompok-
kelompok baik secara eksternal maupun internal
menyangkut pertanyaan yang telah dibuatnya dan
jawaban yang paling tepat untuk mengatasi
pertanyaan-pertanyaan bersangkutan.

Pendapat lain menurut Shoimin (2014 : 134)


langkah-langkah model pembelajaran problem posing
adalah sebagai berikut:

42
a. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada
para siswa. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal
yang menantang dan siswa yang bersangkutan
harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat
pula dilakukan secara kelompok
d. Pada pertemuan berikutnya secara acak, guru
menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya
didepan kelas. Dalam hal ini, guru dapat
menentukan siswa secara selektif berdasarkan
bobot soal yang diajukan siswa
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran
Problem Posing
a. Kelebihan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349)
kelebihan model pembelajaran problem posing yaitu
sebagai berikut :
1) Mendidik siswa berpikir kritis
2) Siswa aktif dalam pembelajaran
3) Belajar menganalisis suatu masalah
4) Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
43
b. Kelemahan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349)
kelemahan model pembelajaran problem posing
yaitu sebagai berikut :
1) Memerlukan waktu yang cukup banyak
2) Tidak bisa digunakan di kelas-kelas rendah
3) Tidak semua siswa terampil bertanya.
4. Penerapan model pembelajaran problem
possing
Problem posing merupakan model pembelajaran
yang mengharuskan peserta didik menyusun
pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal
menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana
yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Dalam
pembelajaran problem posing menempati posisi yang
strategis. Peserta didik harus menguasai materi dan
urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut
akan dicapai jika peserta didik memperkaya khazanah
pengetahuannya tak hanya dari guru, tetapi perlu
belajar secara mandiri (Thobroni, 2015). Suryanto
dalam Thobroni (2015) menjelaskan tentang problem
posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana
atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa
perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai.
44
Hal ini terjadi pada soal-soal yang rumit. Model
pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan
di tahun 1997 oleh Lyn D. dan awal mulanya
diterapkan dalam mata pelajaran matematika.
Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata
pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem
posing adalah suatu model pembelajaran yang
mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal
sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara
mandiri. Dengan demikian, penerapan model
pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para peserta
didik dan memberikan latihan soal secukupnya.
Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep
sangat disarankan. Peserta didik diminta mengajukan 1
atau 2 buah soal yang menantang dan peserta didik
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya.
Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok. Pada
pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh
peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di
depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan
peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal
yang diajukan oleh peserta didik (Thobroni, 2015).
45
BAB III

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan


sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah
sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan
sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.
Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal
(1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia.
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan
tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika
melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika
dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari
pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak
dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika di bawah bimbingan guru.

46
Salah satu pembelajaran yang mampu mengakomodasi
siswa dalam mengembangkan pemahaman konsep matematika
yaitu pembelajaran matematika realistik (PMR) (Fitriani &
Maulana, 2016). PMR adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh
sekelompok ahli matematika dari freudenthal institute, Utrecht
University di Negeri Belanda pada tahun 1971 (Afriansyah,
2016; Muhtadi & Sukirwan, 2017; Sugihatno, Budiyono, &
Slamet, 2017). PMR berpandangan bahwa matematika adalah
kegiatan manusia. Eksplorasi ide, konsep, masalah nyata
merupakan aktifitas kelas matematika (Soviawati, 2011). Oleh
karena matematika merupakan aktifitas manusia, maka PMR
berorientasi pada relevansi antara konsep matematika dengan
konteks permasalahan di dunia nyata dan juga berorientasi
pada siswa (Wardono & Mariani, 2018; Warsito, Nuraini, &
Sukirwan, 2019).
PMR merupakan pendekatan yang bermula pada
permasalahan yang nyata bagi siswa, mengutamakan
keterampilan proses (process of doing mathematics), diskusi
dan kolaborasi, interaktif (tutor sebaya) dengan maksud agar
mereka berkekuatan penuh untuk bereksperimen baik secara
individu maupun kelompok (Ahmad & Asmaidah, 2017; Sirait
& Azis, 2017). Dalam PMR, guru berperan dalam
menfasilitasi proses belajar untuk memungkinkan terjadinya
47
interaksi yang optimal serta menerapkan scaffolding (Özkaya
& Karaca, 2017). Tujuan dari PMR adalah memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan
merekonstruksi konsep-konsep matematika dengan
mengaitkan konsep-konsep matematika dengan dunia nyata,
sehingga siswa mempunyai pengertian yang kuat tentang
konsep-konsep matematika. PMR akan secara operasional
memberikan pengertian tentang relevansi serta kegunaan
matematika (materi yang diajarkan) dengan dan atau dalam
kehidupan sehari-hari. Semua kajian tersebut akan secara
independen dikonstruksi dan dikembangkan oleh siswa. Selain
itu, penyelesaian masalah tidak harus tunggal dan tidak harus
sama antara satu siswa dengan siswa lainnya. Beberapa
penelitian terdahulu menunjukan bahwa PMR efektif dalam
meningkatkan kemampuan matematis siswa (Ahmad &
Asmaidah, 2017; Alamiah & Afriansyah, 2017; Lisnani, 2019;
Muhtadi & Sukirwan, 2017).
Beberapa karakteristik pendekatan matematika
realistik menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut:
1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual
problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan
konsep matematika kepada siswa.
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip,
atau model matematika melalui pemecahan masalah
48
kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau
temannya.
3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian
terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya
ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun
hasilnya).
4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang
telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik
hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.
5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran
matematika yang memang ada hubungannya.
6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau
meningkatkan hasilhasil dari pekerjaannya agar
menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih
rumit.
7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai
produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari
matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan
melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Sebelum


kita mengimplementasikan pendekatan matematika realistik,
marilah kita terlebih dahulu melihat kembali karakteristik
pendekatan ini. Di sini kita akan menggunakan 5 (lima)
49
karakteristik utama pendekatan matematika realistik sebagai
pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima
karakteristik itu adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual
yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan
sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa
agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang
sesuai dengan pengalaman mereka.
2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model.
Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus
dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau
situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti ceritacerita
lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal
siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat
dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol
mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia
mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan
masalah nyata yang diberikan oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara
guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa
merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran
matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan
50
bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi
pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka
Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika,
dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia
nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait
mengait dalam penyelesaian masalah.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Uraian di atas jelas menggambarkan langkah-langkah
pembelajaran matematika realistik. Secara umum langkah-
langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan
sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002):
1. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru
harus benar-benar memahami masalah dan memiliki
berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh
siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan
strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan
kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa
diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara
mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi
untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan
pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan
maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau
51
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan
siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain
memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau
kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi
kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa
untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan
aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi
terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik
kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir
pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi
dalam bentuk matematika formal.

52
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., & Asmaidah, S. (2017). Pengembangan Perangkat


Pembelajaran Matematika Realistik Untuk
Membelajarkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 6(3), 373– 384.
Alamiah, U. S., & Afriansyah, E. A. (2017). Perbandingan
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Antara
Yang Mendapatkan Model Pembelajaran Problem
Based Learning Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education Dan OpenEnded. Mosharafa:
Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 207–216.
Aprianto, A.D. 2015. Konsep Dasar Pendekatan, Strategi,
Metode, Teknik, Taktik, Dan Model Pembelajaran.
Sdn Rowopanjang.
Asriningsih, T.M., 2014, Pembelajaran Problem Posing Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.
Jurnal Gamatika, 5(1) : 19-28.

53
Dedi Supriawan Dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi
Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-
IKIP Bandung.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1982). Konsep
CBSA Dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar.
Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen
Pendidikan Tinggi.
Irmayasari, Safirtri. Dkk. 2019. Penggunaan Model
Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Berpikir Kritis Pada Siswa Kelas 4
Sd. Jurnal EDU. 2(3). 341-348.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm. 142.
Jeheman. G.A. 2019. Pengaruh Pendekatan Matematika
Realistik Terhadap Pemahaman Konsep Matematika
Siswa. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika.
8(2). 191-200.
Khoerunnisa, Putri. 2020. Analisis Model-Model
Pembelajaran. Fondatia : Jurnal Pendidikan Dasar.
4(1). 1-27.
Lutvaidah, Ukti. 2015. Pengaruh Metode Dan Pendekatan
Pembelajaran Terhadap Penguasaan Konsep
Matematika. Jurnal Formatif. 5(3). 279-285.

54
Nurfitriyanti, Maya. Dkk. 2016. Model Pembelajaran Project
Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika. Jurnal Formatif. 6(2). 149-
160.
Punaji Setyosari. (Juli 2006). Belajar Berbasis Masalah
(Problem Based Learning). Makalah Disampaikan
Dalam Pelatihan Dosen-Dosen PGSD FIP UNY Di
Malang.
Sugianto, Irfan. Dkk. 2020. Efektivitas Model Pembelajaran
Inkuiri Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Di
Rumah. Jurnal Informasi Penelitian. 1 (3). 159-169.
Suryanto. 2007. ”Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)”. Majalah PMRI. 5(1). 8 – 10.
Tyas, Retnaning. 2017. Kesulitan Penerapan Problem Based
Learning Dalam Pembelajaran Matematika.
Tecnoscienza. 2(1). 42-51.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Zainal, F.N. 2020. Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Basicedu. 6(3).

55
56

Anda mungkin juga menyukai