Anda di halaman 1dari 6

Mosi: Sebagai negara berkembang, dewan ini akan menerapkan sentralisasi ekonomi

Konteks: Sentralisasi ekonomi merujuk pada sistem pengelolaan ekonomi fiskal yang
terpusat pada pemerintah pusat. Dalam sistem ini berarti, pemerintah daerah hanya
berperan sebagai kepanjangan tangan dari kebijakan fiskal pemerintah pusat.
Contoh penerapannya seperti (tetapi tidak terbatas) pada sentralisasi perizinan, pengelolaan
prioritas APBD, penetapan harga, Upah Minimum, dan lain sebagainya

General Feedback:
1. Framing debat (tidak sepenuhnya) kurang tepat; seharusnya pem. pusat vs pem.
daerah bukan pemerintah vs swasta dalam pengelolaan sektor ekonomi.
2. Ilustrasi dan visualisasi kasus masih minim
3. Heading beberapa argumen masih belum tepat, kalau diperbaiki akan lebih
mudah buat juri nge-track argumenmu. Contoh: SDM kurang mumpuni, koordinasi
kurang; heading yang lebih tepat → kapabilitas.
4. Masih perlu kontrol lagi buat speed speech-nya, ini berguna untuk memastikan
bahwa ilustrasi dan visualisasi kasusmu tersampaikan dengan jelas dan tidak jumpy,
selain itu juri juga lebih mudah buat track argumenmu.

Re-framing Case:
A. AFIRMATIF
- Jelaskan perbedaan mengapa negara berkembang belum siap dengan
pemerintah dengan konsep kemandirian atau desentralisasi dan bagaimana
sentralisasi bisa menjawab permasalahan di status quo tersebut.
- Beri contoh buruknya desentralisasi di status quo; contoh pengelolaan APBD
di Prov. Lampung dan Kep. Meranti, Riau.

- Beri visualisasi tentang dunia di sisi kamu (menyangkut mekanisme dan


tujuan proposal); Dengan tujuan berupa pengefektifan dan pengefisienan
anggaran APBN serta APBD dalam pembangunan, bagaimana sentralisasi
akan berjalan di duniamu?
1. Pembukaan kantor wilayah perekonomian di daerah-daerah
2. Keseluruhan perizinan usaha ditarik ke pusat
3. PAD (Pendapatan Asli Daerah) akan tetap eksis namun untuk
pengaturan alokasi anggarannya akan dipegang oleh pemerintah
pusat.
- Pemaparan kasus utama
1. Kapabilitas
● Pemerintah pusat dapat menghasilkan perhitungan dan
kebijakan ekonomi yang lebih akurat dan rigid. Hal ini
dikarenakan 2 hal, antara lain:
a. Penyimpanan (storing) data di pusat lebih rapi dan
lengkap.
Penggunaan big data untuk setiap kegiatan
pengumpulan, penyimpanan, transformasi, dan analisis
data di pusat membuat seluruh rangkaian kegiatan
untuk nantinya pembuatan kebijakan sektor ekonomi
lebih cepat dan tepat.

b. Tenaga ahli di pusat lebih baik secara kualitas.


Jika dibandingkan, SDM di pusat memiliki kemampuan
untuk dapat menghasilkan kebijakan yang lebih baik
melalui analisis serta perhitungan rumus yang valid dan
lebih dapat dipertanggungjawabkan ketimbang SDM di
daerah karena:
- Sumber daya manusia di pusat (berbasis
meritokrasi):
1. Orang-orang dengan spesialisasi
ekonomi; lulusan STAN (Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara) dan lulusan
perguruan tinggi ternama.
2. BPS (Badan Pusat Statistik)
- Sumber daya manusia di daerah (berbasis
aristokrasi dan kleptokrasi) :
1. Orang-orang yang tersisih dari pusat
sehingga ditempatkan di daerah.
2. Para nepo babies (bisa duduk di
pemerintahan karena adanya kedekatan
dengan tokoh politik strategis)

2. Integritas
● Integritas yang tercipta dari fungsi pengawasan di daerah itu
buruk, didasari atas 3 hal, yang meliputi:
a. Jumlah daerah terlalu banyak
= Melalui penganalisisan lokus, kita harus ketahui
bahwa jumlah daerah di suatu negara tentunya tidak
hanya satu dua saja, baik negara yang berbentuk
kepulauan ataupun bukan. Di satu pemerintahan
daerah pun terbagi menjadi puluhan pemerintahan
desa dan keseluruhan perangkatnya.

b. Kontrol dari KPK dan BPK selaku pengawas terbatas


= Dengan jumlah daerah yang banyak tadi, lembaga
pengawas keuangan; KPK dan BPK sangat memiliki
keterbatasan. Anggaplah KPK dan BPK menugaskan
dinas-dinas serta inspektorat untuk melakukan
pengawasan, hal ini tetap tidak efektif dikarenakan
alasan minimnya kualitas SDM di daerah yang telah
dijelaskan di poin sebelumnya. Akan lebih mudah jika
lembaga perekonomian dipusatkan dan fungsi
pengawasannya berada di tangan pusat melalui
lembaga KPK dan BPK.
c. Kultur feodalistik dan politik patronase di daerah sangat
kental
= Saat ini, penyelenggaraan pemerintahan di daerah
masih bersifat feodalistik yang mengedepankan unsur
kedekatan serta pihak mana yang berpotensi dapat
melanggengkan kekuasaan. Contoh: dinasti politik Atut
Chosiyah di Banten.
Selain itu, politik patronase yang melekat dalam
rekrutmen politik; rekrutmen dimaksudkan sebagai
hadiah bagi orang-orang yang telah “berjasa” dalam
memenangkan atau mempertahankan seseorang
dalam menjabat suatu posisi di pemerintahan.

3. Hubungan antara perekonomian daerah dengan pemerintah pusat

B. OPOSISI
- Netralisir kasus yang telah dibawakan oleh pemerintah
1. Jelaskan model kalian yang menjadi counter balance terhadap kasus
lawan.
● Tim Pemerintah bawa permasalahan mengenai bagaimana
fungsi pengawasan di daerah itu tidak efektif dan akan lebih
baik kalau kita berikan fungsi ini kepada pemerintah pusat
(melalui KPK dan transparansi data keuangan lewat media)
dan masyarakat (LSM).
→ Oposisi bisa masuk dengan bilang, kontrol di daerah itu
sudah ada dalam bentuk lembaga DPRD. Jika pemerintah
pusat ingin terlibat, bisa melakukan peninjauan lewat
kunjungan kerja. Selain itu, fungsi pengawasan di daerah itu
sudah cukup, dengan 2 alasan:
a. DPRD diisi oleh orang-orang yang pro pemerintah,
karena kursi DPRD diisi oleh partai-partai pemenang
blablabla
b. Kontrol juga dapat dilakukan oleh para perantau asal
daerah yang pendidikan dan pandangannya lebih maju.
Contoh: Bima, mahasiswa asal Lampung yang
sekarang berkuliah di Australia yang mengkritisi
jalan-jalan rusak di Lampung.

● Tim Pemerintah bawa permasalahan bagaimana feodalisnya


pemerintahan di daerah.
→ Oposisi bisa masuk dengan bilang, kultur feodalistik juga
terjadi di pemerintah pusat, yang membedakan hanyalah si
pelaku feodalistiknya. Contoh: lembaga dan posisi strategis di
dalamnya seringkali hanya diisi oleh partai-partai besar, partai
kecil hanya dijadikan pelengkap saja (formalitas). Dan
keseluruhan kebijakan yang nanti dijalankan, sangat besar
kemungkinannya untuk bersifat populis; mengatasnamakan
rakyat namun nyatanya hanya menguntungkan partai tersebut.

- Jelaskan karakteristik wilayah dan masyarakat di negara berkembang setiap


daerahnya itu berbeda-beda dan desentralisasi justru menjadi bentuk
pemerintah mengakui eksistensi mereka.

- Respons terhadap kasus-kasus lawan, jelaskan bagaimana kasus mereka


tidak eksklusif atau bahkan tidak valid sama sekali.
1. Jelaskan bagaimana inefektivitas yang sesungguhnya justru terjadi di
sisi pemerintah.
● Meningkatnya beban kerja (workload) di pemerintah pusat
akibat semua kepentingan yang di daerah jadi dilimpahkan ke
pemerintah pusat. Sehingga, percuma jika SDM yang bekerja
di pem.pusat berkualitas ketika terbebani maka besar
kemungkinan kinerjanya akan menurun dan kebijakan yang
dihasilkan akan cenderung tidak optimal.
● Melambatnya birokrasi, ketika jumlah beban kerja dan pekerja
tidak seimbang, maka akan terjadi penumpukan dan
keterlambatan pengeluaran kebijakan. Kita tahu betul bahwa
isu-isu terkait ekonomi sangat penting, sehingga tidak bisa
sembarang asal jadi, perlu penggodokan melalui rapat yang
memakan waktu minggu hingga bulanan. Sekarang
bayangkan birokrasi pusat kita saat ini sudah cukup lambat,
bagaimana jika ditambah dengan urusan ekonomi di daerah?

2. Jelaskan bagaimana kapabilitas tetap eksis di daerah-daerah.

3. Jelaskan bagaimana desentralisasi bisa menciptakan kebijakan di


sektor ekonomi lebih baik ketimbang sentralisasi.
● Sensitivitas kebijakan di daerah lebih baik
= Jika menggunakan sistem desentralisasi ekonomi, dalam
pembuatan kebijakannya, pandangan yang akan digunakan
adalah melalui kacamata masyarakat daerah setempat atau
yang sering disebut sebagai social culture dan berbasis local
wisdom (kearifan lokal). Sedangkan di sisi pemerintah yang
menginginkan sentralisasi ekonomi, pembuatan kebijakan
akan didasari pandangan pemerintah pusat, hal ini bersifat
memaksa masyarakat untuk mengikuti maunya pemerintah
tanpa memperdulikan nilai serta moral yang dijunjung oleh
masyarakat. Ini bisa berdampak kepada kestabilan sosial dan
politik, ketika masyarakat merasa dikekang dan melakukan
demonstrasi.
Contoh: Pemerintah Banten menolak investasi alkohol di
daerahnya karena memegang teguh nilai-nilai keagamaan.
Namun, bayangkan jika pemerintah serta merta membuat
kebijakan tanpa melihat prinsip daerah setempat, bukankah
besar kemungkinan akan terjadinya protes dari masyarakat?
● Pemberdayaan sumber daya manusia di daerah lebih optimal.
= Jika kita mengimplementasikan kebijakan sentralisasi
ekonomi, maka fungsi dari PNS daerah akan sangat
berkurang, pun jika PNS daerah ada yang ditarik ke pusat,
masih bisa dihitung jari. Hal ini mengakibatkan pemberdayaan
sumber daya manusia di daerah menjadi menurun drastis,
padahal jika tim pemerintah mendemonisasi kualitas PNS
yang tidak berbasis merit, hal ini dapat dibantah:
a. Apapun yang terjadi, PNS di daerah akan tetap
mempertahankan kinerjanya karena untuk bisa
direkomendasikan ke posisi-posisi strategis, ada target
kinerja yang harus dipenuhi dan ada konsekuensi
berupa pemutusan hubungan kerja jika para PNS tidak
memenuhi target kinerja serta melakukan
penyelewengan.

● Meminimalisir ketimpangan sosial dan ekonomi di daerah.


(argumen minor)
= Ketika mengimplementasikan sentralisasi ekonomi seperti
yang sudah-sudah, kita bisa lihat jika pembangunan hanya
difokuskan kepada daerah-daerah yang memiliki elektabilitas
politik tinggi atau potensi ekonomi yang besar; dalam konteks
ini bisa disebut pembangunan bersifat Jawa sentris. Padahal
jika secara prinsip, potensi suatu daerah seharusnya paling
dinikmati oleh daerah tersebut.
Contoh: di Kepulauan Meranti yang memiliki potensi sumber
daya alam minyak yang sangat besar dan dieksploitasi oleh
pemerintah, namun keuntungan materialnya tidak disisihkan
untuk pemerintah daerah. Malah hanya dampak dari
eksploitasi nya (erosi, kebocoran sumber minyak) saja yang
diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dibenarkan.
Apakah adil?

→ Masih bisa di-tackle oleh pihak Pemerintah dengan bilang


bahwa ketimpangan di desentralisasi bisa lebih parah dan
lebih sulit untuk diselesaikan. Karena tidak bisa utopis, ada
beberapa daerah yang benar-benar belum siap secara SDM
dan SDA-nya untuk mengelola sendiri, bisa jadi malah pihak
lain yang memanfaatkannya (read: swasta) dan keuntungan
materiilnya tidak dirasakan oleh pemerintah daerah maupun
pusat.

QnA:
1. Strategi untuk Case Building
a. Pahami konteks dengan perbanyak latihan atau nonton kompetisi lain
(biar bisa curi matter juga)
Case Building bisa efektif kalau antar anggota tuh tahu konteks yang
diomongin di mosi itu apa. Tapi, gimana kalau dua-duanya sama-sama gak
tahu konteks?
= Fokus ke logika dari mosi, apa yang mau kamu buktiin lewat mosi itu?
Contoh: Mosi yang kita bahas ini (sentralisasi ekonomi) berarti kita bicara
tentang pembuktian bagaimana desentralisasi lebih bagus ketimbang
sentralisasi, vice versa.
= Fyi, lewat latihan atau nonton debat orang lain juga bisa menambah
preferensi style debat kita sehingga lebih variatif dan persuasif.

b. Selama 2 menit, coba susun case dulu sendiri-sendiri


= Hal ini dilakukan biar nanti diskusinya gak ngalor ngidul, jadi
masing-masing punya gambaran terkait mosi yang bakal didebatkan.
Setidaknya bisa menjawab isu utama, bagaimana proposal kita bisa masuk
(mekanisme dan logika dasar) serta eksklusifitas.

Anda mungkin juga menyukai