Anda di halaman 1dari 16

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI KUTU KEPALA PASIEN DENGAN

GANGGUAN JIWA DARI PENURUNAN PERAWATAN DIRI

DISUSUN : Ns. I WAYAN KUSTIKO SAPUTRA, S.Kep

MEMENUHI TUGAS PELATIHAN CIPP

BOGOR 2023

i
KATA PENGANTAR

Tiada kalimat yang pantas penulis ucapakan kecuali rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas atas selesainya makalah yang berjudul “Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Kutu
Kepala Pasien dengan Gangguan Jiwa dari Penurunan Perawatan Diri”, tidak lupa penulis
ucapakan terima kasih kepada Narasumber dan Fasilitator pelatihan CIPP yang tidak dapat
disebutkan satu perastu atas kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini
tidaka akan maksimal tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun menyadari betul masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun
penyampaian tata bahasa dalam makalah ini. Penyusun dengan segala kerendahan hati
menerima saran, sanggahan ataupun kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki penulisan
makalah ilmiah ini.

Sebagai kalimat penutup, penyusun berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat dan menjadi inspirasi bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3


2.1 Pengertian Penyakit Infeksi Pedikulosis Kapaitis ................................................. 3
2.2 Proses Infeksi Pedikulosis Kapitis ........................................................................ 4
2.3 Proses Dinamika Transmisi Pedikulosis Kapitis ................................................... 5

BAB 3 TINJAUAN KASUS ............................................................................................. 7


BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................................... 8
4.1 Proses Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pedikulosis Kapitis pada Pasien
dengan Gangguan Jiwa ........................................................................................... 8
4.2 Proses Pelaporan Insiden ........................................................................................ 9

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 11
5.2 Saran ...................................................................................................................... 11

ii
BAB 1
PENDAHUALUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit adalah pusat layanan kesehatan utama yang didalamnya melayani proses
tindakan preventif, kuratif dan rehabilitasi, peranan penting petugas kesehatan sebagai
pemberi asuhan yang bermutu dan paripurna yang berorientasi pada keselamatan pasien,
pengunjung dan petugas.
Isu masalah kesehatan menjadi pusat perhatian bagi fasilitas kesehatan (rumah sakit),
permasalahan yang sering di hadapi rumah sakit adalah pembengkakan biaya operasional
yang diakibatkan masa rawat pasien yang berkepanjangan karena terjadinya infeksi
selama perawatan.
WHO di dalam pedoman (Guidelines on Core Components, 2016) mencatat kasus infeksi
(HAIs) akibat pelayanan atau selama perawatan di negara maju masih terjadi di 2011
angka kejadian 7% dan di negara berkembang 10% , menurut Jurnal Keperawatan 2019
WHO mencatat negara perawakilan Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik Barat didapat 8,7%
terjadi infeksi dan 1,4 juta didapat di rumah sakit (HAIs). Survei rumah sakit di Indonesia
dari 10 rumah sakit umum pendidikan didapatkan angka 6 - 16% dengan rata – rata 9,8%
infeksi terjadi akibat layanan rawat inap tingkat lanjut dan infeksi akibat bakteri. Menurut
WHO dari Baghdadi, dari penelitian Firda (2022), ada sekitar 6 – 12 juta orang terinfeksi
kutu kepala setiap tahun diberbagai wilayah dunia.
Permasalahan infeksi akibat layanan tidak hanya terjadi di rumah sakit umum, namun
rumah sakit khusus dapat terjadi seperti rumah sakit jiwa. Infeksi yang terjadi di rumah
sakit jiwa karena perilaku pasien yang tidak mampu melakukan perwatan diri, sehingga
infeksi yang lebih sering terjadi adalah sistem integumen salah satu diantaranya
pedikulosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Nathasa 2022 di RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang
didapatkan 38 (63,3%) dari 60 reponden terjadi pedikulosis kapitis, kondisi ini
dihubungkan dengan penurunan kemapuan dalam melakukan perawatan diri dan
perempuan lebih sering terjadi di bandingkan dengan laki – laki.

1.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah yang
kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan penyakit infeksi kulit kepala ?
2. Bagaimana proses terjadinya infeksi pedikulosis kapitis ?
3. Bagaiamana proses terjadinya dinamika transmisi pedikulosis kapitis ?
4. Apakah ada hubungan terjadinya infestasi pedikulosis kapitis dengan defisit
perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa ?
5. Bagaimana proses pencegahan dan pengendalian infeksi pedikulosis kapitis pada
pasien dengan gangguan jiwa ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi nilai tugas pelatihan CIPP
2. Mengetahui gambaran infeksi yang terjadi pada pasien psikiatri (ODGJ)
3. Mengetahui konsep mengenai proses terjadinya infeksi dan penularan pedikulosis
kapitis
4. Mengetahui cara tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi pedikulosis kapitis
pada pasien psikaitri (ODGJ)

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Infeksi Pedikulosis Kapaitis


Secara Epidemiologi Penyakit menular (comunicablae Diseasse) adalah adanya
penyebab penyakit yang terjadi adanya proses trasnmisi infectius agent/produk toksin
dari resevoir/seseorang ke susceptable/orang lain. Konsep epidemiologi tergambar
adanya suatu hubungan utama terjadinya suatu masalah kesehatan atau terjadinya
penyakit akibat ketidakseimbangan antara host, agent, environtment.
Karekteristik penyakit menular secara umum memiliki gejala klinik yang berbeda sesuai
dengan faktor penyebab penyakit, yaitu :
1. Spektrum penyakit menular
2. Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis)
3. Sumber penularan
Infeksi adalah dimana suatu kondisi yang ditemukan adanya mikroorganisme yang
sifatnya patogen dan dapat menunjukan atau tidak adanya gejala klinis yang menyertai.
Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang diakbatkan oleh mikroorganisme patogen
yang sifatnya dinamis dan mikroorganisme tersebut membutuhkan tempat bertahan
hidup (reservoir) dan berkembang biak, serta mampu mencari reservoir baru dengan cara
berpindah atau menyebar secara langsung atau tidak langsung. Berdasarkan sumber
infeksi dapat terjadi di lingkungan mayarakat (Community Acquired Infection) dan
rumah sakit (Hospital Acquired Infection).
Infeksi Pedikulosis Kapitis adalah terjadinya penyakit infeksi yang diakibat
mikroorganisme (Pediculus humanus var.capitis) yang ditemukan di rambut dan kulit
kepala dengan ukuran 1 – 3mm yang memiliki 3 pasang kaki yang tidak mampu
melompat atau terbang.
Menurut CDC secara epidemologi penyakit kutu kepala (Pediculus humanus var.capitis)
bukanlah suatu infeksi utama, melainkan infeksi sekunder akibat luka pada kulit kepala
dari gigitan kutu tersebut. Terjadinya penularan tidak adanya hubungan dengan
kebersihan seseorang maupun lingkungan, karena kondisi terjadi adanya kontak langsung
dengan penderita. Kebersihan diri seseorang ( pasien ODGJ) sangat berati, dari artikel
penelitian yang dilakukan oleh Sirajudin Noor dkk dengan memberikan dua perlakukan
berbeda, dari 55 responden (pasien schizophrenia) di bagi 2 kelompok dalam

3
peningkatan kebersihan dimana 30 responden dengan metode reward hasilnya 13,34%
kategori bersih dan 66,64% kategori kurang bersih, kategori bebas dari kutu mencapai
100%. Sedangkan peningkatan kebersihan diri pada pasien schizophrenia dengan metode
partisipasi yang terdiri 25 responden, dimana hasilnya 32% kategori bersih dan 44%
kurang bersih, kategori bebas dari kutu 90%. Kebersihan diri mutlak menjadi prioritas
dalam mengurangi terjadnya infeksi atau penyebaran infeksi pada pasien dengan
gangguan jiwa (ODGJ), sebagai tenaga kesehatan mampu memberikan layanan (asuhan)
yang baik pada setiap kondisi pasien.

2.2 Proses Infeksi Pedikulosis Kapitis


Pengertian dari CDC bahwa kutu kepala pada manusia (pediculus humanus capitis)
merupakan bagian dari ordo psocode adalah jenis ektoparasit yang inangnya (host) hanya
manusia. Kutu kepala untuk mempertahankan hidupnya dengan cara memakan darah
beberapa kali sehari dan keberadaannya selalu dekat kulit kepala sebagai cara
mempertahankan suhu tubuhnya.
Siklus hidup kutu kepala dimulai dari fase telur, kutu betina yang sudah di buahi akan
meletakan telurnya di batang rambut dengan perekat khusus sehingga sulit larut dalam
air atau sabun, ukuran 0,8 mm sampai 0,3 mm bentuk oval dan warna kekuningan hingga
putih, telur akan menetas selama 6 – 9 hari. Telur kutu menetas menjadi nimfa sampai
dewasa dalam waktu 7 hari, kutu dewasa bertahan hidup berada di kulit kepala selama 1
– 2 hari.
Mendiagnosis infestasi kutu kepala yang paling baik dengan cara menemukan nimfa
(nymph) hidup atau kutu dewasa di kulit kepala atau rambut seseorang.

4
Proses terjadinya infeksi dari kutu kepala (pediculus humanus capitis), awalnya akan
ditemukan gejala rasa gatal pada area kepala karena kutu mengeluarkan liur dan
kotorannya saat masuk ke kulit kepala serta menghisap darah. Rasa gatal tersebut
seseorang berusaha untuk menguranginya dengan cara menggaruk kepala, sehingga kulit
kepala akan lecet (luka) dan mengakibatkan infeksi karena kotoran kutu akan masuk ke
dsalam kulit kepala. Infeksi lebih lanjut akan ditandai dengan ditemukan nanah dan
keropeng berwarna kehijauan, kondisi seperti itu dinamakan plikapelonika bahkan
disertai dengan bau busuk bahkan rambut tampak bergumpal (kusut). Menurut penelitian
dari Universitas Airlangga infeksi ini dapat mengakibatkan kekurangan darah bahkan
sampai ditemukan adanya perdarahan pada saluran cerna, karena seseorang yang
kedapatan kutu akan mengalami nutrisi yang kurang.
Penyakit infeksi kutu jangan dianggap biasa saja, karena dampak jangka panjangnya
akan menimbulkan penurunan daya konsentrasi, penurunan ketajaman memori,
sesnsorik, motorik, kognitif dan gangguan sulit tidur (gridhealt.id).
Menurut Firda(2022), ada beberapa faktor yang risiko yang dapat mempengaruhi
terjadinya infeksi kulit kepala akibat infestasi kutu, seperti :
1. Panjang rambut seseorang, karena dilihat dari kerapihan sangat sulit dibandingkan
rambut pendek.
2. Jenis rambut, rambut keriting selain sulit dirapihkan dan memilki ruang yang banyak
untuk kutu bersembunyi atau menyembunyikan telurnya.

5
3. Penggunaan tempat tidur, handuk, sisir dan asesoris rambut bersama/ bergantian,
karena sisir dan asesoris menjadi media transmisi dan menempelnya kutu dewasa
dan telur.
4. Kelompok usia dan jenis kelamin, karena usia pra sekolah dan sekolah dimana masa
bermain / aktivitas bersama dan intensitas tinggi dapat terjadi, bahkan anak
perempuan lebih berisiko karena kondisi rambut yang panjang dibandingkan lakik –
laki.
5. Ekonomi, karena sulitnya untuk biaya pencegahan dan pengobatan akibat infestasi
kutu kepala.

2.3 Proses Dinamika Transmisi Pedikulosis Kapitis


Berdasarkan konsep kewaspadaan transmisi dapat terjadi dengan cara :
1. Melalui kontak (contact precautions)
2. Melalui droplet (droplet precautions)
3. Melalui udara (airborne precautions)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
5. Melalui vektor (tikus, nyamuk, lalat)
Potensi terjadinya Penularan adalah di suatu tempat yang secara bersama melakukan
kegiatan dalam satu ruangan dan intensitas sering, seperti dalam satu kamar, bergantian
menggunakan sisir, penggunaan tempat tidur, bantal, karpet dan memelihara binatang.
Petugas kesehatan yang menangani atau membantu perawatan diri pasien yang
mengalami defisit perawatan diri dapat berpotensi tertular, tanpa dibekali pemahaman
pelaksanaan kewaspadaan isolasi. Beberapa kasus ditemukan kondisi pasien dengan
gangguan jiwa yang sudah terjadi diluar rumah sakit, penampilan tidak rapih, pakaian
yang tidak di ganti, dan rambut tidak disisir. Menurut CDC kondisi tertularnya di ruang
rawat inap, karena luput dari pemantauan sehingga membawa dan menularkan langsung
dengan bergantian alat kebersihan (handuk dan sisir), berpindah tempat tidur atau adanya
interaksi yang sering / kegiatan bersama dengan jarak cukup dekat (kontak dari rambut
ke rambut).

6
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Menurut CDC kutu kepala tidak dianggap sebagai masalah kesehatan, karena tidak
diketahhui akan menyebabakan penyakit apa yang dapat dapat ditularkan dari kutu tersebut.
Gejala yang muncul bisa asimtomatik, atau yang paling umum rasa gatal dan disebbkan
reaksi alergi terhadap gigitan kutu. Infeksi yang terjadi karena lecet kulit kepala akibat
garukan sehingga bakteri masuk.
Menurut WHO yang dikutip dari CDC bahwa diperkirakan 6 – 12 juta pertahun di Amerika
terjadi infestasi kutu pada usia dari 3 sampai 11 tahun, sedangkan di Indonesia 42,38% pada
kelompok usia 6 sampai 15 tahun. Menurut Rahmadewi dari jurnal penelitian, ditemukan
kondisi pasien datang ke IGD Dr. Sutomo dengan keluhan gatal dan ada beberapa kutu di
kepala, tidak enak badan, nafsu makan berkurang dan terkadang muncul gejala demam.
Pasien berjenis kelamin wannita, usia 80 tahun, berat badan 45 kg, kondisi lemah, mandi
hanya 1kali sehari, kulit ikterik, anemia dan tidak ditemukan penyakit penyerta.
Kejadian infeksi (HAIs) kutu kepala (pedikulosis) di rumah sakit jiwa jarang sekali terjadi,
kondisi tersebut didapatkan sebelum masuk perawatan di rumah sakit karena motivasi dan
dukungan keluarga yang kurang sehaingga perawatan diri terabaikan. RSJ Dr. Marzoeki
Mahdi Bogor dari tahun 2020 – 2022 tidak ditemukan HAIs padikulosis, namun 2023 di

7
triwulan pertama didapatkan 1 kasus di salah satu ruangan ini terjadi karena luput dari
pemeriksaan saat transfer.

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Proses Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pedikulosis Kapitis pada Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Penanganan kutu kepala menurut CDC dengan cara pemberian profilaksis, dan therapy
yang memiliki bersifat pedikulosida dan ovicidal (membunuh kutu dan telur), namun ada
ada juga yang pedikulosida bersifat ovicidal lemah atau tidak ovicidal. Perawatan
berulang dianjurkan untuk mengatasi kutu yang tidak mati, dan pengoabatan ulang
dianjurkan setiap seminggu setelah pengobatan pertama (7 – 9 hari) diberikan. Berbagai
literatur, jurnal atau artikel kesehatan terjadinya pedikulosis kapitis dapat dicegah
sebelum dilakukan perawatan di ruangan, kondisi pasien dilakukan pemeriksaan fisik
secara keseluruhan dimulai dari ujung rambut hingga kaki.

Menurut pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai pedoman WHO, dimana
pendekatan dapat dilakukan dengan berbasis bukti dari 8 komponen inti program IPCP
untuk menangani infestasi kutu kepala dengan cara menerapkan kewaspadaan isolasi,
yaitu dengan melaksanakan kewaspadaan lapis pertama dan dua (standar dan transmisi
kontak), meliputi :

8
1. Tempatkan pasien di ruang tersendiri atau tidak berganti tempat tidur selama berada
di ruang perawatan. Kohorting jika ada kasus yang sama dengan jumlah yang lebih
dan jarak tempat tidur minimal 1 m.
2. Pasien pastikan berada diruangan dan membatasi kegiatan dan interaksi.
3. Pastikan kebersihan tangan sesuai 5 moment.
4. Hindari menyentuh mulut, mata, hidung dan kepala (menggaruk).
5. APD : sarung tangan, gown dan tutup kepala.
6. Peralatan : dekontaminasi setelah menggunakan (SPO)
7. Kebersihan lingkungan tetap dijaga, lakukan pembersihan setiap hari atau bila perlu.
8. Penggantian linen setiap hari

Pelaksanaan Bundles Pedikulosis pada pasien dengan gangguan jiwa sangat komplek dan
membutuhkan proses yang panjang, karena terhambatnya proses pikir dan pengulangan
dalam proses belajar khususnya perawatan diri. Penurunan perawatan diri (mandi) Pasien
dengan gangguan jiwa menjadi sumber utama terjadinya infestasi kutu kepala, dampak
dari infestasi kutu kepala tidak hanya infeksi kulit saja bahkan terjadinya penurunan
kadar Haemaglobin (Hb) sampai malnutrisi. Kondisi seperti ini berhubungan dengan
penurunan motivasi untuk melakukan perawatan diri, karena pasien tidak berdaya untuk
melakukan aktivitas sehari – hari. Sebagai upaya meminimalkan atau menurunkan angka
kejadian infeksi akibat infestasi kutu kepala, maka IPCP perlu penanganan bukti
pelaksanaan surveilans diadakan dengan membuat lembar kegiatan Bundles pencegahan.

Menurut CDC Kutu kepala terjadinya transmisi adalah kontak langsung dari kepala
kepala, dan kemungkinan kecil jika menempel atau terjatuh (lantai, furniture), jika
terjatuh dari lingkungannya kutu kepala bertahan hidup kurang dari 1 – 2 hari dan telur
kutu selama satu minggu tidak dapat menetas jika berada di luar suhu lingkungan.
Permasalahan yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa terkait penurunan
(defisit) perawatan diri, secara umum pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan
menurut CDC :
1. Menghindari bersentuhan (kontak) kepala (rambut) pada saat kegiatan bersama di
dalam ruangan , rumah, sekolah atau tempat fasilitas umum lainnya (rumah sakit).
2. Tidak berbagi / bergantian menggunakan asesosris pakaian, syal, baju olah raga,
mantel dan topi.
3. Tidak bergantian penggunaan alat kebersihan (handuk).
4. Jangan menggunakan tempat tidur, bantal dan karpet secara bersamaan.

9
5. Bersihkan lantai dan furnitur memnggunakan vakum agar terhindar dari infestasi
kutu.
6. Jangan menggunakan spray atau foging, karena tidak baik bahkan akan menjadi
racun saat terhirup dan dapat diabsorbsi kulit.
7. Linen yang terinfestasi harus di cuci dan bahkan di rendam dalam air panas (130˚F)
selama 2 hari sebelum di lakukan pencucian lanjut.

4.2 Proses Pelaporan Insiden

Enam sasaran keselamatan pasien yang menjadi pedoman rumah sakit dalam
memberikan pelayanan, mengurangi terjadinya infeksi akibat pelayanan adalah salah satu
diantara enam sasaran tersebut. Berdasarkan Penelitian bahwa pelaporan insiden adalah
sangat penting, karena ini merupakan bagian dari program keselamatan pasien dan
sejalan dengan tujuan dari program PPI. Pelaporan insiden merupakan suatu metode
dalam menemukan dan penyelesaian masalah (problem solving) dari suatu insiden
(Endang, dkk). Insiden didapatkan berdasarkan data – data hasil audit dan surveilans
yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten, proses diawali dengan melakukan
assesment risiko yang di terdiri dari: identifikasi risiko, pengelolaan pasien risiko,
pelaporan dan analisa, menindaklanjuti insiden dan menerapkan solusi yang tepat
sebagai upaya mengurangi risiko insiden terjadi kembali. Insiden HAIs menjadi
ketetapan dari kementerian Kesehatan sebagai pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
(IKP), pelaporan insiden HAIs dilakukan oleh perwakilan IPCP disetiap unit rawat inap.

Tujuan pelaporan indisden adalah :

1. Menurunkan angka insiden infeksi (HAIs)


2. Menigkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
3. Meningkatkan perbaikan sistem layanan

Laporan insiden dilaporkan setiap bulan, triwulan, semester dan tahunan, pelaporan
isiden diketahui oleh ketua komite PPI dan diteruskan ke komite mutu sebagai upaya
meningkatkan mutu layanan rumah sakit akibat infeksi dan bentuk koordinasi dalam
fungsi program kerja.

10
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan kegiatan dalam peningkatan
mutu layanan, perlindungan pasien, petugas kesehatan, dan masyarakat yagn berada di
lingkungan rumah sakit.
Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian dari penyebaran atau penularan penyakit
infeksi dan tindakan akibat dari pemasangan alat invasif (HAIs) selama berada di
fasilitas kesehatan, seorang IPCP wajib memberikan pengetahuan dan keterampilan
dengan mengadakan pendidikan – pelatihan secara berkala dan berkelanjutan bagi tenaga
kesehatan, penunjang, adminitrasi, manajemen dan penerima layanan.
Penerapan Bundles tidak hanya dilakukan di rumah sakit umum, bahkan di rumah sakit
khusus seperti rumah sakit jiwa wajib dilaksanakan, karena permasalahan yang sering
terjadi adalah infeksi kulit akibat penurunan (defisit) perawatan diri.

5.2 Saran

11
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi wajib mendapatkan dukungan dari semua pihak :
1. Tenaga kesehatan
- Sebagai tenaga Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dalam memberikan
pelayanan wajib melaksansakan prinsip – prinsip dari pedoman PPI.
- Sebagai tenaga Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dalam memberikan
pelayanan selalu mengedepankan keselamatan pasien (pasien safety) dan
petugas.
2. Tenaga penunjang
- Menjaga ketersediaan alkes yang sesuai dengan pedoman PPI.
- Memelihara kelaikan alat – alat medis (alkes) sesuai standar dan pedoman PPI
3. Manajemen
- Mendukung program PPI sebagai peningkatan mutu layanan di rumah sakit.
- Berkoordinasi dengan Komite PPI dalam pengadaan alkes dan kesiapan
bangunan (ruang) dalam pengembangan layanan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal penelitian Firda Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa Makasar, 2021

Jurnal penelitian Rahmadewi dan Riyana Noor Oktaviyanti Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, 2019

https://www.cdc.gov/parasites/lice/head/prevent.html, 2019

Permenkes No. 27 Pedoaman : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, 2017

Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) Buku Pedoman Pencegahan


Pengendalian Infeksi, 2021

Anda mungkin juga menyukai