BOGOR 2023
i
KATA PENGANTAR
Tiada kalimat yang pantas penulis ucapakan kecuali rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas atas selesainya makalah yang berjudul “Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Kutu
Kepala Pasien dengan Gangguan Jiwa dari Penurunan Perawatan Diri”, tidak lupa penulis
ucapakan terima kasih kepada Narasumber dan Fasilitator pelatihan CIPP yang tidak dapat
disebutkan satu perastu atas kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini
tidaka akan maksimal tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun menyadari betul masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun
penyampaian tata bahasa dalam makalah ini. Penyusun dengan segala kerendahan hati
menerima saran, sanggahan ataupun kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki penulisan
makalah ilmiah ini.
Sebagai kalimat penutup, penyusun berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat dan menjadi inspirasi bagi pembaca.
i
DAFTAR ISI
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 11
5.2 Saran ...................................................................................................................... 11
ii
BAB 1
PENDAHUALUAN
1
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah yang
kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan penyakit infeksi kulit kepala ?
2. Bagaimana proses terjadinya infeksi pedikulosis kapitis ?
3. Bagaiamana proses terjadinya dinamika transmisi pedikulosis kapitis ?
4. Apakah ada hubungan terjadinya infestasi pedikulosis kapitis dengan defisit
perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa ?
5. Bagaimana proses pencegahan dan pengendalian infeksi pedikulosis kapitis pada
pasien dengan gangguan jiwa ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi nilai tugas pelatihan CIPP
2. Mengetahui gambaran infeksi yang terjadi pada pasien psikiatri (ODGJ)
3. Mengetahui konsep mengenai proses terjadinya infeksi dan penularan pedikulosis
kapitis
4. Mengetahui cara tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi pedikulosis kapitis
pada pasien psikaitri (ODGJ)
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
peningkatan kebersihan dimana 30 responden dengan metode reward hasilnya 13,34%
kategori bersih dan 66,64% kategori kurang bersih, kategori bebas dari kutu mencapai
100%. Sedangkan peningkatan kebersihan diri pada pasien schizophrenia dengan metode
partisipasi yang terdiri 25 responden, dimana hasilnya 32% kategori bersih dan 44%
kurang bersih, kategori bebas dari kutu 90%. Kebersihan diri mutlak menjadi prioritas
dalam mengurangi terjadnya infeksi atau penyebaran infeksi pada pasien dengan
gangguan jiwa (ODGJ), sebagai tenaga kesehatan mampu memberikan layanan (asuhan)
yang baik pada setiap kondisi pasien.
4
Proses terjadinya infeksi dari kutu kepala (pediculus humanus capitis), awalnya akan
ditemukan gejala rasa gatal pada area kepala karena kutu mengeluarkan liur dan
kotorannya saat masuk ke kulit kepala serta menghisap darah. Rasa gatal tersebut
seseorang berusaha untuk menguranginya dengan cara menggaruk kepala, sehingga kulit
kepala akan lecet (luka) dan mengakibatkan infeksi karena kotoran kutu akan masuk ke
dsalam kulit kepala. Infeksi lebih lanjut akan ditandai dengan ditemukan nanah dan
keropeng berwarna kehijauan, kondisi seperti itu dinamakan plikapelonika bahkan
disertai dengan bau busuk bahkan rambut tampak bergumpal (kusut). Menurut penelitian
dari Universitas Airlangga infeksi ini dapat mengakibatkan kekurangan darah bahkan
sampai ditemukan adanya perdarahan pada saluran cerna, karena seseorang yang
kedapatan kutu akan mengalami nutrisi yang kurang.
Penyakit infeksi kutu jangan dianggap biasa saja, karena dampak jangka panjangnya
akan menimbulkan penurunan daya konsentrasi, penurunan ketajaman memori,
sesnsorik, motorik, kognitif dan gangguan sulit tidur (gridhealt.id).
Menurut Firda(2022), ada beberapa faktor yang risiko yang dapat mempengaruhi
terjadinya infeksi kulit kepala akibat infestasi kutu, seperti :
1. Panjang rambut seseorang, karena dilihat dari kerapihan sangat sulit dibandingkan
rambut pendek.
2. Jenis rambut, rambut keriting selain sulit dirapihkan dan memilki ruang yang banyak
untuk kutu bersembunyi atau menyembunyikan telurnya.
5
3. Penggunaan tempat tidur, handuk, sisir dan asesoris rambut bersama/ bergantian,
karena sisir dan asesoris menjadi media transmisi dan menempelnya kutu dewasa
dan telur.
4. Kelompok usia dan jenis kelamin, karena usia pra sekolah dan sekolah dimana masa
bermain / aktivitas bersama dan intensitas tinggi dapat terjadi, bahkan anak
perempuan lebih berisiko karena kondisi rambut yang panjang dibandingkan lakik –
laki.
5. Ekonomi, karena sulitnya untuk biaya pencegahan dan pengobatan akibat infestasi
kutu kepala.
6
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Menurut CDC kutu kepala tidak dianggap sebagai masalah kesehatan, karena tidak
diketahhui akan menyebabakan penyakit apa yang dapat dapat ditularkan dari kutu tersebut.
Gejala yang muncul bisa asimtomatik, atau yang paling umum rasa gatal dan disebbkan
reaksi alergi terhadap gigitan kutu. Infeksi yang terjadi karena lecet kulit kepala akibat
garukan sehingga bakteri masuk.
Menurut WHO yang dikutip dari CDC bahwa diperkirakan 6 – 12 juta pertahun di Amerika
terjadi infestasi kutu pada usia dari 3 sampai 11 tahun, sedangkan di Indonesia 42,38% pada
kelompok usia 6 sampai 15 tahun. Menurut Rahmadewi dari jurnal penelitian, ditemukan
kondisi pasien datang ke IGD Dr. Sutomo dengan keluhan gatal dan ada beberapa kutu di
kepala, tidak enak badan, nafsu makan berkurang dan terkadang muncul gejala demam.
Pasien berjenis kelamin wannita, usia 80 tahun, berat badan 45 kg, kondisi lemah, mandi
hanya 1kali sehari, kulit ikterik, anemia dan tidak ditemukan penyakit penyerta.
Kejadian infeksi (HAIs) kutu kepala (pedikulosis) di rumah sakit jiwa jarang sekali terjadi,
kondisi tersebut didapatkan sebelum masuk perawatan di rumah sakit karena motivasi dan
dukungan keluarga yang kurang sehaingga perawatan diri terabaikan. RSJ Dr. Marzoeki
Mahdi Bogor dari tahun 2020 – 2022 tidak ditemukan HAIs padikulosis, namun 2023 di
7
triwulan pertama didapatkan 1 kasus di salah satu ruangan ini terjadi karena luput dari
pemeriksaan saat transfer.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Proses Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pedikulosis Kapitis pada Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Penanganan kutu kepala menurut CDC dengan cara pemberian profilaksis, dan therapy
yang memiliki bersifat pedikulosida dan ovicidal (membunuh kutu dan telur), namun ada
ada juga yang pedikulosida bersifat ovicidal lemah atau tidak ovicidal. Perawatan
berulang dianjurkan untuk mengatasi kutu yang tidak mati, dan pengoabatan ulang
dianjurkan setiap seminggu setelah pengobatan pertama (7 – 9 hari) diberikan. Berbagai
literatur, jurnal atau artikel kesehatan terjadinya pedikulosis kapitis dapat dicegah
sebelum dilakukan perawatan di ruangan, kondisi pasien dilakukan pemeriksaan fisik
secara keseluruhan dimulai dari ujung rambut hingga kaki.
Menurut pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai pedoman WHO, dimana
pendekatan dapat dilakukan dengan berbasis bukti dari 8 komponen inti program IPCP
untuk menangani infestasi kutu kepala dengan cara menerapkan kewaspadaan isolasi,
yaitu dengan melaksanakan kewaspadaan lapis pertama dan dua (standar dan transmisi
kontak), meliputi :
8
1. Tempatkan pasien di ruang tersendiri atau tidak berganti tempat tidur selama berada
di ruang perawatan. Kohorting jika ada kasus yang sama dengan jumlah yang lebih
dan jarak tempat tidur minimal 1 m.
2. Pasien pastikan berada diruangan dan membatasi kegiatan dan interaksi.
3. Pastikan kebersihan tangan sesuai 5 moment.
4. Hindari menyentuh mulut, mata, hidung dan kepala (menggaruk).
5. APD : sarung tangan, gown dan tutup kepala.
6. Peralatan : dekontaminasi setelah menggunakan (SPO)
7. Kebersihan lingkungan tetap dijaga, lakukan pembersihan setiap hari atau bila perlu.
8. Penggantian linen setiap hari
Pelaksanaan Bundles Pedikulosis pada pasien dengan gangguan jiwa sangat komplek dan
membutuhkan proses yang panjang, karena terhambatnya proses pikir dan pengulangan
dalam proses belajar khususnya perawatan diri. Penurunan perawatan diri (mandi) Pasien
dengan gangguan jiwa menjadi sumber utama terjadinya infestasi kutu kepala, dampak
dari infestasi kutu kepala tidak hanya infeksi kulit saja bahkan terjadinya penurunan
kadar Haemaglobin (Hb) sampai malnutrisi. Kondisi seperti ini berhubungan dengan
penurunan motivasi untuk melakukan perawatan diri, karena pasien tidak berdaya untuk
melakukan aktivitas sehari – hari. Sebagai upaya meminimalkan atau menurunkan angka
kejadian infeksi akibat infestasi kutu kepala, maka IPCP perlu penanganan bukti
pelaksanaan surveilans diadakan dengan membuat lembar kegiatan Bundles pencegahan.
Menurut CDC Kutu kepala terjadinya transmisi adalah kontak langsung dari kepala
kepala, dan kemungkinan kecil jika menempel atau terjatuh (lantai, furniture), jika
terjatuh dari lingkungannya kutu kepala bertahan hidup kurang dari 1 – 2 hari dan telur
kutu selama satu minggu tidak dapat menetas jika berada di luar suhu lingkungan.
Permasalahan yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa terkait penurunan
(defisit) perawatan diri, secara umum pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan
menurut CDC :
1. Menghindari bersentuhan (kontak) kepala (rambut) pada saat kegiatan bersama di
dalam ruangan , rumah, sekolah atau tempat fasilitas umum lainnya (rumah sakit).
2. Tidak berbagi / bergantian menggunakan asesosris pakaian, syal, baju olah raga,
mantel dan topi.
3. Tidak bergantian penggunaan alat kebersihan (handuk).
4. Jangan menggunakan tempat tidur, bantal dan karpet secara bersamaan.
9
5. Bersihkan lantai dan furnitur memnggunakan vakum agar terhindar dari infestasi
kutu.
6. Jangan menggunakan spray atau foging, karena tidak baik bahkan akan menjadi
racun saat terhirup dan dapat diabsorbsi kulit.
7. Linen yang terinfestasi harus di cuci dan bahkan di rendam dalam air panas (130˚F)
selama 2 hari sebelum di lakukan pencucian lanjut.
Enam sasaran keselamatan pasien yang menjadi pedoman rumah sakit dalam
memberikan pelayanan, mengurangi terjadinya infeksi akibat pelayanan adalah salah satu
diantara enam sasaran tersebut. Berdasarkan Penelitian bahwa pelaporan insiden adalah
sangat penting, karena ini merupakan bagian dari program keselamatan pasien dan
sejalan dengan tujuan dari program PPI. Pelaporan insiden merupakan suatu metode
dalam menemukan dan penyelesaian masalah (problem solving) dari suatu insiden
(Endang, dkk). Insiden didapatkan berdasarkan data – data hasil audit dan surveilans
yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten, proses diawali dengan melakukan
assesment risiko yang di terdiri dari: identifikasi risiko, pengelolaan pasien risiko,
pelaporan dan analisa, menindaklanjuti insiden dan menerapkan solusi yang tepat
sebagai upaya mengurangi risiko insiden terjadi kembali. Insiden HAIs menjadi
ketetapan dari kementerian Kesehatan sebagai pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
(IKP), pelaporan insiden HAIs dilakukan oleh perwakilan IPCP disetiap unit rawat inap.
Laporan insiden dilaporkan setiap bulan, triwulan, semester dan tahunan, pelaporan
isiden diketahui oleh ketua komite PPI dan diteruskan ke komite mutu sebagai upaya
meningkatkan mutu layanan rumah sakit akibat infeksi dan bentuk koordinasi dalam
fungsi program kerja.
10
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan kegiatan dalam peningkatan
mutu layanan, perlindungan pasien, petugas kesehatan, dan masyarakat yagn berada di
lingkungan rumah sakit.
Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian dari penyebaran atau penularan penyakit
infeksi dan tindakan akibat dari pemasangan alat invasif (HAIs) selama berada di
fasilitas kesehatan, seorang IPCP wajib memberikan pengetahuan dan keterampilan
dengan mengadakan pendidikan – pelatihan secara berkala dan berkelanjutan bagi tenaga
kesehatan, penunjang, adminitrasi, manajemen dan penerima layanan.
Penerapan Bundles tidak hanya dilakukan di rumah sakit umum, bahkan di rumah sakit
khusus seperti rumah sakit jiwa wajib dilaksanakan, karena permasalahan yang sering
terjadi adalah infeksi kulit akibat penurunan (defisit) perawatan diri.
5.2 Saran
11
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi wajib mendapatkan dukungan dari semua pihak :
1. Tenaga kesehatan
- Sebagai tenaga Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dalam memberikan
pelayanan wajib melaksansakan prinsip – prinsip dari pedoman PPI.
- Sebagai tenaga Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dalam memberikan
pelayanan selalu mengedepankan keselamatan pasien (pasien safety) dan
petugas.
2. Tenaga penunjang
- Menjaga ketersediaan alkes yang sesuai dengan pedoman PPI.
- Memelihara kelaikan alat – alat medis (alkes) sesuai standar dan pedoman PPI
3. Manajemen
- Mendukung program PPI sebagai peningkatan mutu layanan di rumah sakit.
- Berkoordinasi dengan Komite PPI dalam pengadaan alkes dan kesiapan
bangunan (ruang) dalam pengembangan layanan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal penelitian Rahmadewi dan Riyana Noor Oktaviyanti Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, 2019
https://www.cdc.gov/parasites/lice/head/prevent.html, 2019