Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Prinsip-Prinsip Ajaran Islam”

Disusun oleh :

1. Melviana ade ivanda (22022000287)

2. Ferry Candra Wijaya (22022000289)

3. Defitri (22022000314)

4. Amara Frischa Erla S (22022000323)

5. Achmad Gilang Raka F. (22022000329)

6. Amanda Putri Ramahda(22022000335)


DAFTAR ISI

BAB 1...........................................................................................................................................................2
Latar Belakang.........................................................................................................................................2
BAB 2...........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
SARAN......................................................................................................................................................7
KESIMPULAN...........................................................................................................................................7

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi maka semakin kontemporer fikiran manusia
hingga mengkritisi hal-hal yang bersifat pasti seperti agama. Fikiran itu timbul di karenakan
pemahaman mereka yang dangkal mengenai agama itu sendiri. Banyak yang beranggapan
bahwa agama saat ini khususnya islam kurang relevan jika di terapkan dengan kemoderenan
zaman .Mereka menilai banyak permasalahan baru yang timbul dimana permasalahan itu
tidak tertera dalam AL Qur’an.Secara tidak langsung ideology ini meremehkan mukjizat dari
AL’Quran .Dimana AL Qur‘an merupakan petunjuk bagi umat terdahulu dan umat masa
depan
Oleh sebab itu,sebagai manusia yang berpendidikan kita harus mempunyai
landasanpengetahuan agama yang baik .Dengan mengetahui dasar pengetahuan islam
seperti karakteristik maupun prinsip-prinsip ajaran islam .Agar setelah kita mengetahui
pengetahuan kita tidak sombong dan tidak lupa bersyukur dan senantiasa mengingatkan
sang pemberi ilmu.Alasanlainya adalah Agama merupakan tiang dan dasar semua ilmu .Jika
mempunyai ilmu tanaa ada landasan agama yang baik maka ilmu itu akan sia sia .Selain
mengetahui dasar dasar agama islam kita juga harus mengetahui perbedaan maupun
persamaan agama islam dengan agama agama lainnya sebagai komparasi dari kebenaran
agama Islam dengan agama lain nya.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Ajaran Islam

Dalam hukum Islam, prinsip berarti kebenaran universal yang inheren di dalam hukum Islam dan
menjadi titik tolak pembinaannya. Dengan pengertian lain prinsip adalah suatu pernyataan fundamental
atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan sebuah pedoman untuk berfikir atau
bertindak.

Berikut ini beberapa prinsip-prinsip ajaran islam :

1. Meniadakan kepicikan dan Tidak Memberatkan.

Tabiat manusia tidak menyukai beban yang membatasi kemerdekaannya dan manusia senantiasa
memperhatikan beban hukum dengan sangat hati-hati. Manusia tidak akan tertarik dengan sesuatu
perintah ataupun larangan (peraturan) kecuali peraturan itu tidak memberatkan baginya, dan hal itu
merupakan fitrah manusia. Berbeda dengan agama lainnya, Islam menghadapkan pembicaraannya
kepada akal, itulah sebabnya akal perlu dipelihara. Dan agama Islam itu memang untuk orang yang
mempunyai akal. Oleh karena itu syariat Islam menyesuaikan peraturannya dengan fitrah akal manusia,
yaitu rasional dan memudahkan serta tidak menyulitkan untuk dilaksanakan.

Di dalam al-Qur`an juga ditemukan ayat yang secara lugas menyatakan bahwa beban kewajiban bagi
manusia tidak pernah bersifat memberatkan, di antaranya adalah sebagai berikut:

• “Allah tidak memberati manusia kecuali sekedar kemampuannya”. (QS. Al-Baqarah: 286)

3
• “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al-
Baqarah: 185).

• “Allah tidak menghendaki menjadikan sesuatu kesempitan bagimu”. (QS. Al-Maidah: 6)

Praktek kemudahan yang diberikan Islam bisa kita temui dalam berbagai kasus yang telah dijelaskan
oleh al-Qur`an, seperti pemberian rukhsah bagi orang yang kesulitan ketika bulan Ramadhan. Bagi orang
yang sakit dan dalam perjalanan diberikan keringanan untuk meninggalkan puasa dengan syarat
diqadha` kembali setelah Ramadhan berlalu. Demikian juga keringanan yang diberikan Nabi SAW kepada
seorang Arab Badwi yang telah menggauli istrinya pada siang hari bulan Ramadhan.

Pada awalnya dia harus memerdekakan budak, puasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan 60
orang miskin. Akan tetapi melihat kondisinya yang miskin dan sering berpuasa (karena kemiskinan-nya),
Nabi SAW memberikan kurma kepadanya untuk dimakannya bersama-sama keluarganya (al-Naisaburi
[tth]:450). Hal ini menunjukkan bahwa Islam itu tidak pernah memberikan kesulitan kepada
pemeluknya.

2. Menyedikitkan Beban

Jika diperhatikan ayat-ayat al-Qur`an dan juga hadis-hadis Nabi SAW, maka hanya sedikit pembebanan
(taklif) yang diberikan kepada manusia. Menurut perkiraan ahli-ahli agama, hanya kurang lebih 500 ayat
dari seluruh ayat al-Qur`an, atau hanya 8% yang mengandung ketentuan-ketentuan tentang iman,
ibadah dan hidup kemasyarakatan. Ayat-ayat mengenai ibadah berjumlah 140, dan mengenai
kemasyarakatan 228 ayat. Perincian ini dapat ditemukan dalam kitab Ushul al-Fiqh karangan Abd al-
Wahab Khalafi (Khalaf 1978:32-33). Lebih lengkapnya ayat-ayat tentang hidup kekeluargaan,
perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya berjumlah 70 ayat.

Perdagangan, gadai, perekonomian, jual beli, sewa-menyewa, pinjam me-minjam, perseroan, kontrak
dan sebagainya 70 ayat. Hal-hal yang berkenaan dengan pidana 30 ayat, 25 ayat tentang hubungan
muslim dengan non muslim, 13 ayat tentang peradilan, 10 ayat tentang hubungan orang kaya dan orang
miskin, dan terakhir 10 ayat masalah ketatanegaraan. |

Dengan adanya sedikit beban seperti itu, Nabi SAW melarang sahabatnya untuk banyak bertanya
tentang hukum yang belum ada yang natinya akan memberatkan mereka sendiri. Nabi SAW justru
meng-anjurkan agar mereka memetik dari kaedah-kaedah umum. Sebagaimana diketahui, bahwa ayat-
ayat tentang hukum itu sedikit, dari yang sedikit itu justru memberikan lapangan yang luas bagi manusia
untuk berijtihad. Hal itu menunjukkan bahwa hukum Islam itu tidak kaku, statis, dan berat bagi manusia.

Di dalam al-Qur`an juga ditemui adanya larangan memperbanyak bertanya, sebagaimana terdapat
dalam surat al-Maidah ayat 101:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu bertanya-tanya tentang sesuatu yang belum
diterangkan kepadamu, [sebab] jika diterangkan hanya akan membuatmu susah. Tetapi kalau kamu
tanyakan [tentang ayat-ayat itu] pada waktu turunnya al-Qur`an, akan diterangkan kepadamu. Allah
memaafkan kamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maidah: 5).

4
Kesulitan yang ditimbulkan dengan memperbanyak bertanya itu juga telah dicontohkan secara panjang
lebar oleh Allah dalam surat al-Baqarah ketika mengisahkan peristiwa pembunuhan yang terjadi pada
umat Nabi Musa a.s. Demikian juga ketika Nabi ditanya tentang kewajiban ibadah haji, “Apakah haji itu
wajib dilaksanakan setiap tahun?” Nabi SAW menjawab, “Jika aku jawab “ya”, maka juga akan menjadi
kewajiban bagiku, karena itu biarkan saja selama aku meninggalkannya. Sungguh telah rusak kaum-
kaum sebelum kamu yang banyak bertanya dan perselisihan mengenai nabi-nabi mereka”.

Dengan demikian terlihat bahwa hanya sedikit beban hukum (taklif) dalam Islam. Tentunya secara logis
umat Islam mampu melaksanakannya dengan baik dan bersungguh-sungguh.

3. Berangsur-angsur dalam Menetapkan Hukum

Pada awal ajaran Islam diturunkan, Allah SWT belum menetapkan hukum secara tegas dan terperinci,
karena bangsa Arab pada waktu itu telah menggunakan adat kebiasaan mereka sebagai peraturan
dalam kehidupan. Pada saat itu adat mereka ada yang baik dan dapat diteruskan, tetapi ada pula yang
membahayakan dan tidak layak untuk diteruskan. Oleh karena itu syari’ah secara berangsur-angsur
menetapkan hukum agar tidak mengejutkan bangsa yang baru mengenalnya, sehingga perubahan itu
tidak terlalu dirasakan yang akhirnya sampai pada ketentuan hukum syari’ah yang tegas.

Tahapan-tahapan dalam menetapkan syari’ah Islam menempuh cara sebagai berikut :

1. Berdiam diri, yakni tidak menetapkan hukum kepada sesuatu, karena buat sementara masih
perlu diperkenankan, yang kemudian akan diharamkan. Cara ini dilakukan antara lain dalam masalah
warisan. Islam tidak segera membatalkan hukum warisan jahiliyah, tetapi akhirnya diganti dengan
hukum warisan Islam dan sekaligus membatalkan hukum warisan Jahiliyah tersebut.

2. Mengemukakan permasalahan secara mujmal, yakni dikemukakan secara terperinci. Hal ini
dapat dilihat antara lain dalam hukum peperangan, Firman Allah SWT :

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah
dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,” (QS. Al Hajj: 39).

3. Mengharamkan sesuatu secara berangsur-angsur, sebagaimana ditemui dalam cara


mengharamkan khamar (arak). Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang khamar dan maisir (Judi), yang
sudah menjadi kebiasaan dikalangan masyarakat Arab waktu itu. Firman Allah SWT :

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS. Al Baqarah: 219).

Dengan ayat tersebut, syari’ah belum menetapkan arak dan judi haram, tetapi dengan menyebut
dosanya lebih besar, ada kesan melarangnya.

5
Baru pada tahap berikutnya Allah mengharamkannya dengan perintah untuk meninggalkannya. Firman
Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan.Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90).

Syariat Islam ditetapkan untuk memberi kemudahan kepada pemeluknya tidak mempersulit dalam
pelaksanaanya, selama tidak mendatangkan mudarat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Syariah terbagi kepada dua macam, yaitu syariah dalam makna yang luas dan syariah dalam
makna yang sempit. Syariah dalam makna yang luas, mencakup aspek akidah, akhlak dan amaliah, yaitu
mencakup keseluruhan norma agama Islam, yang meliputi seluruh aspek doktrinal dan aspek praktis.
Adapun syariah dalam makna yang sempit merujuk kepada aspek praktis (amaliah) dari ajaran Islam,
yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laku konkrit manusia seperti ibadah, nikah, jual
beli, berperkara di pengadilan, menyelenggarakan negara dan lain-lain. Salah satu moderasi Islam
adalah dalam pembinaan hukum Islam tidak menyulitkan.

4. Sejalan dengan Kemaslahatan/Kebutuhan Umat Manusia

Dapat dipastikan bahwa setiap penerapan syariah Islam dibangun untuk kemaslahatan manusia,
mencegah kerusakan, dan mewujudkan kebaikan. Dan tidaklah Allah Swt. mengutus nabi Muhammad
Saw. rahmat bagi semesta. Sesunguhnya Allah. Swt tidaklah membutuhkan apa pun dari hamba-hamba-
Nya. Ketaan, rasa syukur, kemaksiatan, dan kekufuran seoarang hamba tidak akan memberi pengaruh
kepadaNya. Akan tetapi, sebagai hamba kita wajib untuk mengesakan Allah Swt. Menurut As Syatibi
bahwa syariat Islam diciptakan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat atau masa sekarang
dan yang akan datang. Syariat Islam tidak hanya mengatur perkara yang bersifat penghambaan saja,
melainkan juga mengatur perkara yang bersifat muamalah. Yakni, mengatur kehidupan manusia dan
pergaulan mereka secara individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Penerapan hukum syariat, merupakan kebutuhan mendasar yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
fiqih, sepert, ibadah, muamalah, pernikahan, kenegaraan, dan kasus-kasus lainnya. Hal ini merupakan
pembagian logis dan sesuai dengan fitrah dan karakter manusiawi.

Perlu ditegaskan syariat Islam memiliki tugas merealisasikan nilai-nilai keadilan dalam kehidupan
bermasyarakat atau bernegara. Nilai-nilai tersebut ialah keadilan, persaudaraan, solidaritas, kebebasan
dan kemulian. Sebagaiman yang Allah Swt. berfirman “Tuhanku menyurhku menjalankan keadalilan
yang dimaksudkan ialah yang mencakup segala keadilan.” Dalam kondisi perang pun Allah Swt. melarang
umatnya, melakukan perbuatan yang melampaui batas. Allah Swt. menyukai orang-orang yang berlaku
adil, membenci orang-orang yang berbuat dzalim. Hendaklah setiap amal yang kita lakukan ialah dengan
sewajarnya tanpa berlebihan.

Seorang muslim tidak akan pernah membantah prinsip kemaslahatan syariat Islam untuk diaplikasikan
dalam situasi dan kondisi. Sebab, bantahan itu merupakan keraguan terhadap Islam, sedangkan
keraguan akan hilang dari orang yang telah menyatakan shayadat dengan penuh keyakinan. Umat Islam
hanya boleh membantah sebagian kecil hukum yang bersifat cabang, bukan yang bersifat Qath’i.

6
5. Mewujudkan KeadailanMenurut syariat Islam kedudukan semua orang adalah sama dihadapan
Allah, yang membedakan adalah tingkatan taqwa mereka. Oleh karena itu orang yang kaya dengan
orang yang miskin sama dihadapan Allah dalam hal pengadilannya.

Allah SWT memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan seperti termasuk dalam firman-Nya.
'Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan keji, kemunkaran, dan permusuhan.

SARAN

Sebagai umat islam yang baik kita harus mengetahui dan memahami beberapa karakteristik dan prinsip-
prinsip agama Islam serta perbedaan agama Islam dengan agama lainya

KESIMPULAN

Islam adalah agama yang indah karena islam memang sebagai agama rahmatan lil alamin,agama yang
telah di atur perintah perintah dan petunjuk nya semua bertujuan agar pemeluknya bisa sejahtera dunia
akhirat ,tinggal kita sebagai umat muslim bagai mana cara kita mengetahui dan memahami betul ajaran
agama kita. Ketika kita memahami maka kita akan tahu apa kebenaran dan keistimewaan dari agama
islam tetapi apabila pemahaman kita hanya setengah setengah atau tidak menyeluruh maka bisa terjadi
kesalah pahaman atau kita salah mengartikan perintah Allah yang sebenarnya itu untuk kebaikan dan
mengandung hikmah . Sebagai wujud rasa syukur kita sudah selayaknya kita terus menggali ilmu tentang
islam sendiri dimulai dari pengetahuan dasar tentang apa itu karakteristik islam dan apa saja macam
macam nya atau prinsip prinsip agama Islam,dimana apabila kita telah mengetahui dan memahaminya
maka akan muncul rasa bangga dan syukur sekaligus menambah keimanan kita kepada Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai