Anda di halaman 1dari 5

5.

1 Konsep Kelompok dan Kelompok Referensi

Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupannya mereka cenderung hidup bersama orang lain
secara tetap dan berkelanjutan. Semua orang dalam kehidupannya selalu merasa menjadi bagian dari
suatu bentuk kelompok Secara sosial, kelompok dapat didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih orang
yang berinteraksi satu dengan yang lain, berbagi pengalaman, kesetiaan dan kesukaan (Macionis, 1996).
Pendek kata, walaupun manusia secara individu berbeda, anggota dari kesatuan kelompok. Oleh karena
itu mereka menyebut mereka sendiri dengan kata kami atau kita. Sebagai manusia, orang selalu
berkelompok dalam bentuk pasangan, keluarga, teman, tim bisnis, dan lain-lain. Hubungan sosial ini
biasanya didorong oleh harapan bahwa hubungan itu akan membantu mereka dalam memenuhi
kebutuhan. Apa yang terjadi dalam kelompok adalah saling mengisi atau saling memenuhi kebutuhan
satu terhadap yang lain.

Pengaruh kelompok ternyata tidak hanya ada pada waktu pembelian, tetapi juga sepanjang proses beli
yang dimulai dari timbulnya kebutuhan, mencari informasi tentang produk, menentukan alternatif-
alternatif, mengevaluasi setiap alternatif, menentukan alternatif yang terbaik, untuk kemudian
memutuskan membeli dan melakukan kegiatan pembelian, bahkan sesudah pembelian dan konsumsi,
semua tidak terlepas dari pengaruh kelompok ini. Shifftman dan Kanuk (2004) dan pakar-pakar perilaku
konsumen mendefinisikan sebagai suatu atau lebih orang yang melakukan interaksi untuk mencapai
tujuan tertentu, baik yang bersifat individu maupun tujuan bersama.

Tujuan bersama dan interaksi untuk mencapai tujuan tertentu, baik yang bersifat individu maupun
bersama. Tujuan bersama dan interaksi inilah yang mengarahkan anggota kelompok untuk berperilaku,
seperti yang disepakati secara perspektif maupun normatif oleh kelompok tersebut. Kekuatan pengaruh
luar antar anggota kelompok terletak pada kesepakatan itu. Kelompok adalah dua atau lebih orang yang
berinteraksi untuk mencapai sasaran perorangan maupun bersama, seperti kelompok persahabatan
kelompok belajar, kelompok kerja, kelompok atau masyarakat maya, kelompok aksi konsumen dan lain-
lain.

5.2 Klasifikasi Kelompok

Kelompok dapat diklasifikasikan dalam lima dikotomi, yaitu:

1. Kelompok primer versus kelompok sekunder. Kelompok primer adalah kelompok sosial di mana
hubungan antar anggota bersifat pribadi dan berlangsung dalam jangka waktu lama. Anggota- anggota
kelompok itu terikat oleh kesetiaan yang kuat. Mereka biasa melakukan kegiatan bersama,
menghabiskan waktu bersama dan merasa bahwa mereka saling mengenal satu sama lain dengan
sangat baik. Kelompok sekunder merupakan kelompok sosial yang besar dan bersifat tidak pribadi,
berdasarkan atas kesukaan dan kegiatan yang sama. Hubungan kerap kali berlangsung singkat. Jadi
kelompok sekunder lebih berorientasi pada tujuan, sedangkan kelompok primer lebih berorientasi pada
kelompok pribadi.
2. Kelompok formal versus kelompok informal. Kelompok formal terdiri dari anggota-anggota kelompok
yang berinteraksi menurut struktur yang baku. Kelompok formal dicirikan dengan adanya pembagian
kekuasaan dan wewenang (birokrasi), dan tujuan kelompok yang sangat spesifik. Kelompok informal
terbentuk karena anggota-anggotanya mempunyai tujuan, pengalaman, kesukaan dan kegiatan yang
sama. Dalam kelompok informal tidak ada struktur maupun pembagian wewenang dan kekuasaan yang
baku.

3. Kelompok besar versus kelompok kecil. Besar atau kecilnya kelompok merupakan sesuatu yang sangat
relatif. Apa yang penting di sini adalah bahwa besar kecilnya kelompok sangat berpengaruh pada
bagaimana anggota berinteraksi. Kelompok sosial yang besar dengan sendirinya akan memberlakukan
aturan yang harus diikuti untuk menjaga kestabilan kelompok. Dalam kelompok besar, interaksi antar
anggota tidak seerat kelompok kecil, di mana boleh dikatakan bahwa anggota kelompok kecil mengenal
anggota yang lain secara lebih baik daripada kelompok yang besar.

4. Kelompok yang mensyaratkan keanggotaan versus kelompok simbolik. Seseorang harus memenuhi
syarat-syarat tertentu untuk menjadi anggota dalam kelompok yang pertama. Keanggotaan. dalam
kelompok ini mengakibatkan seseorang menyerap nilai-nilai kelompok, mengembangkan sikap-sikap
tertentu dan juga berperilaku sesuai nilai-nilai dan sikap itu. seperti misalnya yayasan kanker yang
menolak konsumsi rokok dan memengaruhi anggota dan masyarakat umum untuk tidak mengkonsumsi
rokok. Kelompok simbolis tidak mensyaratkan seseorang untuk menjadi anggota, walaupun orang itu
bisa saja menyerap nilai-nilai dan sikap-sikap tertentu, bahkan berperilaku sesuai kelompok simbolis
tersebut. Kelompok simbolis bersifat tidak nyata. Pengagum Taufik Hidayat, pemain bulu tangkis
nasional yang handal, akan membeli raket bulu tangkis persis seperti yang dipakai Taufik. Mungkin
rambutnya dipotong persis seperti Taufik, tetapi dia tidak merasa perlu menjadi anggota Taufik Hidayat
Fans Club atau kelompok semacam.

5. Kelompok aspirasi dan disasosiasi. Kelompok aspirasi adalah kelompok yang memperlihatkan
keinginan untuk mengikuti norma, nilai maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok acuan.
Kelompok diasosiasi merupakan orang atau kelompok yang berusaha untuk menghindari asosiasi
dengan kelompok acuannya.

5.3 Kelompok Dekat dalam Pemasaran

Kelompok-kelompok yang dekat dalam kehidupan seseorang sebagai konsumen antara lain.

1.Keluarga dan sanak keluarga. Keluarga dan sanak keluarga, terutama dalam budaya yang cenderung
kolektif (bukan individualis) sangat menentukan perilaku, pilihan produk dan aktivitas pembelian. Dari
keluarganya konsumen belajar dan bersosialisasi untuk menjadi konsumen di kelak kemudian hari.

2. Teman. Dalam pertemanan orang memiliki suatu bentuk komitmen yang sama-sama dimengerti oleh
orang-orang dalam kelompok teman tersebut. Komitmen itu bisa juga menjadi dasar kesamaan dalam
beberapa hal, seperti minat, tujuan, kebutuhan dan lain sebagainya. Karena komitmen itulah maka
orang selalu berusaha untuk berlangganan di kafe tertentu. Demikian pula dengan pilihan produk yang
lain. Mereka cenderung untuk tidak dikatakan berbeds atau aneh.

3. Kelompok sosial formal. Kelompok ini terjadi karena terciptanya struktur di dunia kerja atau organisasi
lain. Mereka yang bergabung dalam Rotary Club memahami perilaku yang bisa diterima dalam kelompok
ini sehingga perilaku belinya pun sedikit banyak terpengaruh oleh norma kelompok.

4. Kelompok belanja. Seringkali ditemui di mal-mal, sekelompok remaja atau ibu-ibu yang kesana-kemari
bersama-sama. Bila masuk ke sebuah toko bersama-sama, mereka akan memilih secara detal, mencoba
dengan cermat produk yang mereka sukai, walaupun semua itu dilakukan hanya untuk sepotong T-shirt.
Tetapi ada di antara mereka yang bila datang ke toko itu sendirian, ia memili mencoba dan membeli,
tanpa berkeliling, cuci mata, dan mencoba ini dan itu. Jadi kelompok belanja berpengaruh pada perilaku
konsumen.

5. Kelompok kegiatan konsumen. Kelompok kegiatan konsumen seringkali merupakan kekuatan kritis
untuk perusahaan dan lembaga pemerintah terkait. Mereka menyuarakan keluhan konsumen atau
akibat buruk yang menimpa konsumen setelah mengkonsumsi produk. Kelompok kegiatan konsumen
selalu diperhitungkan dalam sepak terjang perusahaan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang
demokratis, di mana suara konsumen (rakyat) selalu didengar. Kelompok kegiatan konsumen
memengaruhi konsumen untuk mengkonsumsi atau menolak produk.

6. Kelompok kerja. Kelompok kerja menentukan juga pilihan produk. Itulah sebabnya mengapa Nescafe
membuat setting iklan di tempat kerja, di mana orang yang tidak mengkonsumsi Nescafe menjadi
korban cemooh dari para rekannya.

7. Kelompok acuan. Demikian pentingnya kelompok bagi kehidupan seseorang. Dalam keseharian
manusia sebagai makhluk sosial, mereka selalu berpaling pada kelompoknya dalam segala yang mereka
lakukan. Dalam hal membeli produk atau jasa, konsumen juga berkiblat pada kelompoknya, apa pun
jenisnya. Oleh karena itu, kelompok dan pengaruh yang diberikannya menjadi sangat penting untuk
diketahui lebih jauh. Kelompok ini sering juga disebut kelompok acuan. Jadi kelompok acuan adalah
individu atau kelompok orang yang dianggap memiliki relevansi yang signifikan pada seseorang dalam
hal mengevaluasi, memberikan aspirasi, atau dalam berperilaku. Kelompok acuan dapat pula berwujud
seseorang atau kelompok yang menjadi pembanding atau acuan seseorang dalam pembentukan nilai-
nilai, sikap atau perilaku baik secara umum ataupun secara khusus. Kobol yang gagah dan perkasa dalam
iklan rokok Marlboro, yang sebetulnya adalah bentuk fisik kepahlawanan Western, berfungsi sebagai
kelompok acuan, yaitu seseorang kepada siapa konsumen dapat mengidentifikasi dirinya, mengagumi,
menganggap sebagai juara dan mungkin juga meniru. Jadi konsep kelompok acuan yang secara langsung
berinteraksi dengan konsumen seperti anggota keluarga atau teman, tetapi juga mereka yang tidak
melakukan tatap muka secara fisik seperti bintang layar perak, pahlawan olahraga, pemimpin politik,
atau bintang televisi.

Tujuh jenis kekuatan yang dimiliki kelompok acuan yang berpengaruh pada konsumen.
1 Kekuatan sosial (social power), hal ini ditunjukkan dalam situasi di mana kelompok acaun itu mampu
mengubah perilaku seseorang, secara sukarela ataupun tidak, dan berlaku pada kelompok atau orang
yang bersangkutan ada, maupun dalam keadaan di mana kelompok atau orang itu tidak ada. Kelompok
pecinta lingkungan yang terkenal, misalnya, membuat mahasiswa-mahasiswa suatu perguruan tinggi
menirunya dengan tidak merokok dan membuang sampah di tempat yang disediakan, walaupun
kelompok pecinta lingkungan tidak ada di hadapannya.

2. Kekuatan acuan (referent power). Bila seseorang mengakui kualitas orang lain atau kelompok
tertentu, dia akan mencoba untuk meniru kualitas itu dengan meniru perilaku orang atau kelompok
yang bersangkutan, termasuk pilihan produk sampai dengan pilihan kegiatan waktu luang. Kekuatan
acuan ini sangat penting bagi strategi pemasaran karena konsumen secara sukarela mengubah
perilakunya untuk menyenangkan atau mengidentifikasi dirinya dengan orang yang dikaguminya. Dalam
hubungan inilah sering digunakan orang-orang terkenal dalam iklan.

3. Kekuatan informatif (informative power). Seseorang bisa mempunyai kekuatan atas orang lain karena
dia memiliki informasi yang ingin diketahui orang lain. Kekuatan informatif dapat dimiliki dan dapat
memengaruhi pendapat konsumen karena sumber kekuatan itu dianggap memiliki akses terhadap
kebenaran. Pengalaman menggunakan produk bisa menghasilkan kekuatan informatif. Oleh sebab itulah
pemasar suku cadang honda memengaruhi konsumennya dengan menggunakan sosok montir sebagai
juru bicara.

4. Kekuatan sah atau sering disebut wewenang (legitimate power). Seseorang bisa memiliki kekuatan ini
karena dia diberi kekuasaan oleh yang berwewenang, misalnya kekuatan yang dimiliki oleh polisi atau
profesor. Seragam menimbulkan kekuatan sah ini. Maka dari itu orang berseragam sering digunakan
untuk memengaruhi perilaku orang lain. Mahasiswa kedokteran yang sedang praktek harus memakai
seragam dokter untuk mendatangkan kesan kewenangan dan kekuatan.

5. Kekuatan keahlian (expert power), Konsumen mudah dipengaruhi oleh ahli yang dianggap bisa
mengevaluasi produk dengan obyektif dan informatif. Dewasa ini banyak dokter yang digunakan
perusahaan obat untuk memengaruhi pasien dalam menggunakan obat tertentu. Iklan sikat gigi Oral-B
juga menggunakan seseorang yang dipanggil Dok (dokter), yang pasti ahli dalam kesehatan gigi, untuk
memengaruhi konsumen.

6. Kekuatan pemberi ganjaran (reward power). Konsumen terpengaruh oleh seorang yang memberinya
ganjaran positif yang bisa berbentuk sesuatu yang kasat mata, seperti hadiah. Bisa juga berbentuk
sesuatu yang tidak kasat mata, seperti penerimaan sebagai anggota suatu kelompok. Mowen (1993)
melukiskan dengan cerita di Amerika, di mana ada sekelompok remaja yang memakai sepatu merek
Nike dan senang bermain bola basket (para anggota mendapatkan ganjaran positif karena mengenakan
sepatu merek Nike, berupa penerimaan dalam kelompok) ketika mereka mengetahui ada remaja lain
yang bukan kelompok remaja itu mengejar si anak remaja tadi dan memukulinya (remaja yang terakhir
ini menerima ganjaran negatif berupa penolakan).

7. Kekuatan paksaan (coercive power). Kekuatan ini merupakan satu bentuk pengaruh dengan intimidasi
sosial atau fisik. Kekuatan paksaan tidak pernah digunakan dalam kiat-kiat pemasaran karena hasilnya
hanya sementara, tidak bisa untuk jangka panjang. Akan tetapi ada juga isyarat menakut-nakuti (iklan
asuransi, menekankan akibat negatif bila tidak mengkonsumsi produk (iklan yakult), dan sebagainya,
yang digunakan untuk memengaruhi konsumen.

Anda mungkin juga menyukai