Anda di halaman 1dari 2

Unsur-unsur jarimah minuman khamr ada dua macam, yaitu:

1.      Asy-Syurbu (meminum)
Sesuai pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur ini (Asy-
Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini tidak
diperhatikan nama dari minuman itu dan dari bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan
demikian, tidak ada perbedaan apakah yang diminum itu dibuat dari perasan buah anggur,
gandum, kurma, tebu, maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan
kadar kekuatan memabukkannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya tetap haram.
dianggap meminum apabila barang yang diminumnya telah sampai ke tenggorokan.
Apabila minuman tersebut tidak sampai ke tenggorokan maka tidak dianggap meminum,
seperti berkumur-kumur. Demikian pula termasuk kepada perbuatan meminum, apabila
meminum minuman khamr tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air
yang dapat diminumnya. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau
dipaksa, pelaku tidak dikenai hukuman.
Apabila seseorang meminum khamr untuk obat maka para fuqaha berbeda pendapat
mengenai status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah dalam madzhab Maliki, Syafi’I,
dan Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman) khamr merupakan perbuatan yang
dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai hukuman had. Alas an mereka adalah
hadits Nabi Saw.
2.      Ada Niat yang Melawan Hukum
Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan perbuatan minum minuman keras
(khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya itu adalah khamr atau muskir. Dengan
demikian, apabila seseorang minum minuman yang memabukkan, tetapi ia menyangka
bahwa apa yang diminumnya itu adalah minuman biasa yang tidak memabukkan maka ia
tidak diknai hukuman had, karena tidak ada unsur melawan hukum.
Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu dilarang, walaupun ia tahu
bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini unsur melawan hukum (qasad jina’i)
belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, alas an idak
tahu hukum tidak bias diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan
lingkungan islam.1
Namun secara ilmiah, Minuman keras mengandung alkohol dengan berbagai
golongan terutama etanol (CH3CH2OH) dengan kadar tertentu yang mampu membuat
peminumnya menjadi mabuk atau kehilangan kesadaran jika diminum dalam jumlah tertentu.
Secara kimia alkohol adalah zat yang pada gugus fungsinya mengandung gugus – OH.
Alkohol diperoleh dari proses peragian zat yang mengandung senyawa karbohidrat seperti
gula, madu, gandum, sari buah atau umbi-umbian. Jenis serta golongan dari alkohol yang
akan dihasilkan tergantung pada bahan serta proses peragian. Dari peragian tersebut akan
didapat alkohol sampai berkadar 15% tapi melalui proses destilasi memungkinkan didapatnya
alkohol dengan kadar yang lebih tinggi bahkan sampai 100%. Ada 3 golongan minuman
berakohol yaitu:
-          Golongan A; kadar etanol 1%-5% misalnya dan tuak dan bir
-          Golongan B; kadar etanol 5%-20% misalnya arak dan anggur
-          Golongan C; kadar etanol 20%-45% misalnya whiskey dan vodca.
Di Bali sendiri minuman keras dibuat dari bahan aren. Aren ini kemudian
difermentasikan dengan cara tradisional maka didapatlah tuak, jika tuak ini diolah maka akan
diperoleh minuman dengan kadar alkohol sampai 15% yang kemudian dinamakan arak. Arak
dengan kadar alkohol yang lebih tinggi sering disebut dengan nama arak api, disebut
demikian kerena jika arak ini disulut dengan api maka akan langsung terbakar.
1
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika,2005), hal 74-76

Anda mungkin juga menyukai