Anda di halaman 1dari 121

ASUHAN PADA NEONATUS DAN BAYI BARU LAHIR DENGAN

MASALAH YANG LAZIM TERJADI

A. BERCAK MONGOL
1. Pengertian
Kelainan ini berupa bercak kebiruan, kehitaman atau kecoklatan
yang lebar, difus (tdk berbatas jelas), terdapat didaerah bokong atau
lumbosakral yang dapat menghilang setelah beberapa bulan atau tahun.
Saitoh (1989) mengamati 250 bayi prematur dan menyimpulkan bahwa
timbulnya bercak mongol ratarata pada umur kehamilan 28 minggu. Mula-
mula terbatas di fosa cocsigea menjalar ke lumbo sacral. lesi(kehilangan
jaringan tubuh krn.cedera) ini berisi sel melanosit yang terletak dilapisan
dermis sebelah dalam atau sekitar folikel(rongga spt. kantung) rambut.
Kadang-kadang tersebar simetris atau unilateral. Tempat yang lain adalah
daerah orbital dan daerah sitomatikus (nevus ota), yaitu yang mengenai
daerah sclera atau fundus mata atau di daerah delto trapezius (nevis ito).

2. Penatalaksanaan
Akan hilang sendiri pada tahun pertama dan kedua
kehidupannya.Sebagai bidan harus memberikan konseling pada orang tua
bahwa bercak mongol tersebut wajar dan akan hilang sendiri tanpa
pengobatan, sehingga orang tua tidak perlu khawatir terhadap keadaan
bayinya

B. HEMANGIOMA
1. Definisi
Hemangioma adalah proliferasi pembuluh darah yang tidak normal.
Hemangioma merupakan jenis tumor pembuluh darah. Orang mengenalnya
sebagai tanda lahir atau birthmark. Walau disebut tumor, hemangioma tak
selalu berbentuk benjolan seperti tumor pada umumnya.
2. Etiologi
Disebabkan malformasi jaringan angioblastik (jaringan pembentuk
pembuluh darah) selama masa janin
3. Patofisiologi
Hemangioma bisa dijumpai pada bayi baru lahir. Hemangioma
kebanyakan muncul pada minggu pertama kehidupan anak dan memiliki
pola pertumbuhan yang dapat diprediksi. Pola pertumbuhannya dibagi
dalam tiga fase atau tahapan. Fase proliferatif atau masa pertumbuhan secara
cepat terjadi pada 6-12 bulan. Kemudian terjadi proses penyusutan di usia 1-
7 tahun, diakhiri pada tahap tidak akan tumbuh lagi. Tumor tersebut akan
mengalami kemunduran secara komplit pada sekitar 50% anak di usia 5
tahun dan 70% di usia 7 tahun. Hemangioma 3-5 kali leybih sering terjadi
pada perempuan ketimbang laki-laki. Tumor jinak pembuluh darah ini juga
lebih sering terjadi pada anak kembar. Hemangioma biasanya tidak
diturunkan. Mesti begitu, sekitar 10 % dari bayi dengan hemangioma
memiliki riwayat keluarga dengan tanda lahir tersebut. Rata-rata usia saat
hemangioma muncul adalah dua minggu setelah lahir. Tumor yang berada
dekat permukaan kulit disebut hemangioma superfisial. Kerap terlihat seperti
pola merah terang yang timbul, kadangkala dengan permukaan bertekstur
(kadang disebut hemangioma stroberi karena berwarna merah seperti buah
stroberi). Lokasi hemangioma, hampir 60 % berada di sekitar kepala dan
leher. Sekitar 25% berada di tubuh dan 15 % terdapat di lengan atau kaki.
Hemangioma juga bisa muncul di lapisan bawah kulit ataupun organ dalam
tubuh seperti hati, saluran pencernaan, dan otak.
4. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Trombositopeni
c. Infeksi sekunder
d. Bekas luka, gangguan penglihatan dan fungsi organ, masalah psikososial.
5. Penatalaksanaan
a. Konservatif, dibiarkan menghilang sendiri.
b. Lesi yang menganggu dapat dihilangkan dengan laser. Hemangioma yang
besar harus terus dipantau.
c. Operasi pembedahan
d. Injeksi kortikosteroid, untuk menghambat pertumbuhan hemangioma.
e. Pembekuan dengan nitrogen cair atau elektrokoagulasi
f. Antibiotik bila terjadi infeksi.
6. Diagnosis banding Bercak mongol, tumor kulit lain, iritasi dan infeksi kulit.

C. MUNTAH DAN GUMOH


1. Muntah
a. Pengertian
Keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang
terjadi secara paksa melalui mulut disertai dengan kontraksi lambung
dan abdomen.
b. Penyebab
1) Kelainan kongenital pada pencernaan, iritasi lambung, atresia
esofagus, hischprung, tekanan intrakanial yang tinggi, cara memberi
makanan atau minuman yang salah.
2) Pada masa neonatus semakin banyak misalnya faktor infeksi (Tractus
urinaris akut, Hepatitis, Peritonitis). Faktor lain yaitu infaginasi,
kelainan intrakrnial, intoksikasi.
3) Faktor psikologis:keadaan tertekan/cemas, terutama anak yang lebih
besar.

c. Sifat muntah
1) Keluar cairan terus menerus maka kemungkinan obstruksi esophagus
2) Muntah proyektif kemungkinan stenosis (penyempitan) pylorus(lubang
lambung distal kedalam duodenum).
3) Muntah hijau kekuningan kemungkinan obstruksi.
4) Muntah segera setelah lahir dan menetap kemungkinan tekanan
intrakanial tinggi atau obstruksi usus.
d. Penatalaksanaan
1) Pengkajian faktor penyebab,ajarkan pola makan yang benar dan
hindari makanan yang dapat menimbulkan alergi.Pemberian makan
harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak.
2) Pengobatan tergantung penyebabnya.
3) Ciptakan hubungan yang harmonis
4) Kaji sifat muntah
5) Simtomatis dapat diberi antiemetik
6) Bila adanya kelainan yang sangat penting segera rujuk ke rumah sakit

D. ORAL TRUSH
1. Pengertian
Oral trush adalah: kandidiasis selaput, lendir mulut, biasanya
mukosa dan lidah, dan kadang-kadang palatum, gusi serta lantai mulut.
Penyakit ini ditandai dengan plak-plak putih dari bahan lembut
menyerupai gumpalan susu yang dapat dikelupas dan meninggalkan
perdarahan pada permukaan. Penyakit ini biasanya menyerang bayi yang
sakit atau lemah, individu dengan kondisi kesehatan buruk, pasien dengan
imun lemah, serta kadang-kadang pasien yang telah menjalani pengobatan
dengan antibiotik. Oral trush disebut dengan oral candidiasis atau
moniliasis, dan sering terjadi pada masa bayi tetapi seiring dengan
bertambahnya usia, angka kejadian semakin jarang, kecuali pada bayi
yang mendapatkan pengobatan antibiotik.
2. Etiologi
Pada umumnya oral trush disebabkan oleh jamur Candida albicans
yang ditularkan melalui vagina ibu yang terinfeksi selama persalinan (saat
bayi baru lahir) atau transmisi melalui botol susu dan puting susu yang
tidak bersih, atau cuci tangan yang tidak benar.
Oral trush pada bayi terjadi 7-10 hari setelah persalinan. Jamur
candida albicans bersifat saprofit sehingga jika daya tahan tubuh bayi
turun atau pada pengguna antibiotika yang lama dapat terjadi
pertumbuhan jamur ini secara cepat dan dapat menimbulkan infeksi
berupa oral trush dan diare, sehingga apabila penggunaan antibiotik
tertentu pada usia dibawah 1 tahun akan mengakibatkan sariawan atau
oral trush yang menetap.
Candida albicans tahan terhadap hampir semua antibiotika yang
biasa dipergunakan dan dapat berkembang sewaktu mikroorganisme lain
tertekan. Oral trush juga dapat terjadi karena bakteri di dalam mulut
karena kurang menjaga kebersihan di mulut. Lesi-lesi mulut mempunyai
konsistensi yang lunak, menonjol, bercak-bercak keputihan yang
menutupi daerahdaerah yang kecil atau luas pada mukosa mulut, bercak -
bercak dapat dihapus dan meninggalkan permukaan yang
berdarah.Keadaan ini didukung oleh abrasi mulut, kurangnya kebersihan
mulut, superinfeksi setelah terapi antibiotika, malnutrisi, cacat imunologi,
dan hipoparatiroidisme. Infeksi berat dapat menyebar menuruni
esophagus.
3. Tanda dan Gejala
a. Tampak bercak keputihan pada mulut, seperti bekas susu yang sulit
dihilangkan.
b. Bayi kadang-kadang menolak untuk minum atau menyusu.
c. Mukosa mulut mengelupas..
d. Lesi multiple (luka-luka banyak) pada selaput lendir mulut sampai
bibir memutih menyerupai bekuan susu yang melekat, bila
dihilangkan , kemudian berdarah.
e. Bila terjadi kronis maka terjadi granulomatosa (lesi berbenjol kecil)
menyerang sejak bayi sampai anak-anak yang berlangsung lama
hingga beberapa tahun akan menyerang kulit anak.
4. Komplikasi
Pada bayi baru lahir, apabila oral trush tidak segera ditangani atau
diobati maka akan menyebabkan kesukaran minum (menghisap puting
susu atau dot) sehingga akan berakibat bayi kekurangan makanan. Oral
trush tersebut dapat mengakibatkan diare karena jamur dapat tertelan dan
menimbulkan infeksi usus yang bila dibiarkan dan tidak diobati maka
bayi akan terserang diare. Diare juga dapat terjadi apabila masukan susu
kurang pada waktu yang lama.
5. Penatalaksanaan
a. Medik
Memberikan obat anti jamur, misalnya :
1) Miconazol: mengandung miconazole 25 mg per ml, dalam gel
bebas gula. Gel miconazole dapat diberikan ke lesi setelah makan.
2) Nystatin: tiap pastille mengandung 100.000 unit nistatin. Satu
pastille harus dihisap perlahan-lahan 4 kali sehari selama 7-14
hari. Pastille lebih enak daripada sediaan nistatin lain. Nistatin ini
mengandung gula.
b. Keperawatan
Masalah dari oral trush pada bayi adalah bayi akan sukar
minum dan risiko terjadi diare. Upaya agar oral trush tidak terjadi
pada bayi adalah mencuci bersih botol dan dot susu, setelah itu
diseduh dengan air mendidih atau direbus hingga mendidih (jika botol
tahan rebus) sebelum dipakai. Apabila di bangsal bayi rumah sakit,
botol dan dot dapat disterilkan dengan autoclaff dan hendaknya setiap
bayi menggunakan dot satu-satu atau sendiri-sendiri tetapi apabila
tidak memungkinkan atau tidak cukup tersedia hendaknya setelah
dipakai dot dicuci bersih dan disimpan kering, ketika akan dipakai
seduh dengan air mendidih. Bayi lebih baik jangan diberikan dot
kempong karena selain dapat menyebabkan oral trush juga dapat
mempengaruhi bentuk rahang.
Jika bayi menetek atau menyusu ibunya, untuk menghindari
oral trush sebelum menyusu sebaiknya puting susu ibu dibersihkan
terlebih dahulu atau ibu hendaknya selalu menjaga kebersihan dirinya.
Adanya sisa susu dalam mulut bayi setelah minum juga dapat menjadi
penyebab terjadinya oral trush jika kebetulan ada bakteri di dalam
mulut. Untuk menghindari kejadian tersebut, setiap bayi jika selesai
minum susu berikan 1-2 sendok teh air matang untuk membilas sisa
susu yang terdapat pada mulut tersebut. Apabila oral trush sudah
terjadi pada anak dan sudah diberikan obat, selain menjaga kebersihan
mulut berikanlah makanan yang lunak atau cair sedikit-sedikit tetapi
frekuensinya sering dan setiap habis makan berikan air putih dan
usahakan agar sering minum. Oral trush dapat dicegah dengan selalu
menjaga kebersihan mulut dan sering-seringlah minum air putih
apalagi sehabis makan.

E. DIAPER RUSH (Ruam Popok)


1. Pengertian
a. Merupakan akibat akhir karena kontak terus menerus dengan keadaan
lingkungan yang tidak baik( udara/suhu lingkungan yang terlalu
panas/lembab)
b. Imflamasi akut pada kulit yang disebabkan secara langsung/tidak
langsung oleh pemakaian popok.
c. Merupakan dermatitis kontak iritasi karena bahan kimia yang
terkandung dalam urine dan faeses.
2. Penyebab
a. Kebersihan kulit yang tidak terjaga
b. Jarang ganti popok setelah bayi/anak kencing
c. Udara/suhu lingkungan yang terlalu panas/lembab
d. Akibat mencret,urine
e. Reaksi kontak terhadap karet, plastik, deterjen/bahan kimia pencuci
popok.
3. Tanda dan gejala
a. Iritasi pada kulit yang terkena, muncul sebagai erythema ( kemerahan
kulit karena pelebaran pembuluh darah)
b. Erupsi (peristiwa memecah, muncul) pada daerah kontak yang
menonjol, seperti : pantat, alat kemaluan, perut bawah, paha atas.

4. Penatalaksanaan
a. Hindari pemakaian sabun yang berlebihan untuk membersihkan daerah
pantat.
b. Sebaiknya gunakan kapas dengan air hangat untuk membersihkan
pantat segera setelah bab/bak
c. Bila terdapat bintik kemerahan berikan salep dan biarkan terbuka
untuk beberapa saat.
d. Jika menggunakan popok yang disposibel, pilih yang menggunakan
bahan super ansorbent.
e. Hindari penggunaan popok/celana dari bahan karet / plastik
f. Berikan posisi tidur selang seling, agar pantat tak tertekan dan
memberi kesempatan untuk kontak dengan udara.
g. Saat mencuci pakaian,hindari penggunaan detergent/pengharum
pakaian.
h. Bahaya penggunaan bedak talk, jika masuk dalam saluran nafas, dapat
menyebabkan iritasi kulit perianal bila bercampur urine, feses.

F. SEBORRHEA → Dermatitis Seboreika.


1. Pengertian
Suatu kelainan menyeluruh pada kulit, dimana kulit bersisik dengan
krusta kekuningan.Sering dijumpai pada kulit kepala dan anagenital.
Penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Mulai biasanya dari kulit
kepala kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Ada yang
mengatakan bahwa penyakit radang ini berdasarkan gangguan
konstitusionil dan sering terdapat faktor hereditas. Tidak dapat disangkal
bahwa penderita umumnya kulit yang berlemak (seborea), tetapi
bagaimana hubungan antara kelenjar lemak dan penyakit ini sama sekali
belum jelas. Ada yang menganggap bahwa kambuhnya penyakit yang
kronis ini:adalah akibat makanan yang berlemak, makanan yang berkalori
tinggi, minuman alkhohol dan gangguan emosi.
2. Gambaran klinis
a. Rash (erupsi) erithematosa bersisik dan berminyak
b. Biasanya muncul pada bulan pertama kelahiran
c. Dapat menyebar kebagian tubuh lain
3. Penatalaksanaan
a. Cream kortikosteroid ringan
b. Personal hygiene ditingkatkan
c. Diusahakan agar penderita (anak yang menjelang umur 13-19 tahun)
menghindarkan makanan yang berlemak, kacang, coklat, seperti pada
pengobatan akne vulgaris. Dapat pula diberikan vitamin B6 dan vitamin
B kompleks untuk waktu yang lama Kolaborasi medis bila bertambah
banyak.
• Topikal : Bila ada infeksi sekunder dan eksudatif harus
dikompres dulu dengan larutan kalium permanganat 1/5.000.
Kemudian diberikan cream yang mengandung asam salisilat
(2%), vioform (3 %) dan hidrokortison ( 1/2-1 %).
Neomisin dan basitrasin ditambahkan bila ada infeksi
sekunder. Pada kasus menahun dapat dicoba pengobatan
dengan sinar ultraviolet. Pada daerah kepala dianjurkan
penggunaan shampo yang tidak berbusa, 2-3 kali seminggu
dan memakai cream yang mengandung selenium sulfida.

G. BISULAN (Furunkel = Impetigo)


1. Definisi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh stafilokokus aurea atau
kadang-kadang oleh streptokokus dan mudah menular dengan masa
inkubasi 2-5 hari.
2. Gejala klinis
a. Diawali dengan tumbuhnya bulae (lepuh) berisi nanah berwarna
kuning yang besarnya mulai dari beberapa mm sampai cm.
b. Mudah pecah → menjadi luka terbuka yang ukurannya dapat
bertambah besar.
c. Bulae ini akan pecah dalam 1-2 hari, meninggalkan warna merah,
basah dan terutup krustae ( keropeng ) dapat menyebar kebagian
kulit yang lain.
3. Macam impetigo
a. Impetigo kontagiosa: bentuk pioderma yang superfisial dan sering
terjadi pada anak.
1) Etiologi : Streptococus haemolitik β grup A.
2) Gejala klinis: Muncul vesikopostuler, singkat
• Setelah pecah → krusta yang menumpuk lengket dan
berwarna seperti madu.
• Lesi seringkali menyebar ke perifir.
• Kadang disertai limpadenitis regional.
b. Impetigo bulosa : Infeksi kulit setempat yang sering dikenal
dengan ”sindroma kulit terkelupas” dan sering menyerang bayi
serta anak.
1) Etiologi : Stafilokokus aurea/aureus
2) Gejala klinis :
• Timbul lepuh berisi cairan jernih, berwarna kuning pucat
sampai kuning tua.
• Lepuh supervisial (dekat dengan permukaan) dan mudah
ruptur → dasar terbuka dan tertutup oleh krusta tipis.
4. Etiologi
a. Kurangnya kebersihan
b. Kurang gizi
c. Udara panas
d. Tekanan dan gesekan pada kulit
e. Garukan akibat gatal
5. Patofisiologi
Daerah yang sering berkeringat (muka, punggung, lipatan paha,
bokong, leher) jika sering digaruk dan terjadi gesekan akan mudah
terinfeksi. Apabila folikel rambut terinfeksi kuman staphylococcus
aureus, akan terjadi benjolan berisi nanah. Kemudian timbul ‘mata’
yang berwarna putih dan kuning. Benjolan akan pecah 2-3 hari atau
sembuh tanpa pecah. Karena folikel rambut berdekatan, dapat muncul
beberapa buah bisul.
6. Komplikasi
Nyeri, Infeksi lebih lanjut
7. Penatalaksanaan
a. Jaga kebersihan tubuh dan lingkungannya, sendirikan pakaian
kotor anak yang menderita impetigo, jauhkan kontak dengan anak
lain.
b. Jangan memencet, menggaruk benjolan.
c. Rawat bulae/krusta dengan prinsip antiseptik Untuk melepaskan
keropeng basahi dulu dengan larutan antiseptik (mis:savlon,air
matang dan sabun). Jika krusta sudah hilang oleskan salep
antibiotik 2-3x sehari.
d. Tablet antibiotik jika infeksi menyebar.
e. Berikan nutrisi yang cukup,bila tak ada perbaikan rujuk ke dokter.
f. Penjelasan tentang impetigo pada anggota keluarga lain, agar
masing-masing dapat menjaga dirinya sendiri.Bila ada yang
tertular,segera rawat dan obati.
g. Diagnosis Banding → Jerawat.
H. MILLIARIASIS (Biang keringat)
1. Definisi
Suatu penyakit kelenjar keringat yang timbul akibat retensi
keringat dalam duktus dan pori karena tersumbat kreatin.
2. Etiologi
a. Cuaca yang lembab dan panas
b. Demam yang tinggi
c. Pakaian → kain panas dan kurang menyerap keringat
3. Klasifikasi
a. Milliaria kristelina
• Lesi sangat supervisial dan tidak meradang, lesi kecil berisi
cairan jernih.
• Mudah ruptur karena tekanan ringan.
• Bisa terjadi pada permukaan yang luas.
• Tidak disertai inflamasi.
• Sering terjadi pada neonatus.
b. Milliaria rubra
• Kurang supervisial
• Muncul populavesikel (popula: tonjolan kulit yang kecil berbatas
jelas, padat, vesikel: gelembung) dan erithema berat ( erithema:
kemerahan pada kulit ).
• Lesi biasanya berlokasi pada daerah lipatan.
c. Milliaria postular
• Tidak lazim pada anak.
• Sering berhubungan dengan suatu dermatitis primer.
4. Gejala
Gejala-gejala biang keringat yang sering muncul secara umum
sebagai berikut:
a. Bintik-bintik merah (ruam) pada leher dan ketiak bayi. Keadaan ini
disebabkan peradangan kulit pada bagian tersebut. Penyebabnya
adalah proses pengeringan yang tidak sempurna saat di lap dengan
handuk setelah bayi dimandikan. Apalagi jika si bayi gemuk sehingga
leher dan ketiaknya berlipatlipat.
b. Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan bagian tubuh
yang tertutup pakaian (dada dan punggung). Gejala utama ialah gatal-
gatal seperti ditusuk-tusuk, dapat disertai dengan warna kulit yang
kemerahan dan gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm). Kondisi
ini bisa kambuh berulang-ulang, terutama jika udara panas dan
berkeringat.
5. Pencegahan
Pada dasarnya biang keringat pada bayi dapat dicegah dengan cara-
cara berikut :
a. Segera keringkan tubuh bayi dengan kain yang lembut jika terlihat
tubuhnya basah oleh keringat
b. Pada cuaca panas, taburkan bedak atau cairan khusus untuk
mendinginkan kulit, sekaligus menyerap keringat
c. Mengganti segera baju bayi yang basah oleh keringat atau kotoran
(pakaian yang nyaman dan menyerap keringat).
d. Mengkondisikan ruangan: ventilasi udara yang cukup, terutama di
kota-kota besar yang panas dan pengap (pengaturan suhu
ruangan/lingkungan)
e. Mengupayakan agar kamar bayi diberi jendela sehingga pertukaran
udara dari luar ke dalam lancar.
f. Memandikan bayi secara teratur 2 kali sehari

6. Penatalaksanaan
• Biang keringat dapat diobati dengan cara diberi bedak tabur
atau kocok. Jika sudah terinfeksi secara sekunder, harus
diobati dengan antibiotik atau anti jamur
• Pada pasien demam
• Antipiretik
• Mandi dengan air dingin
• Rujuk bila tidak ada perbaikan

I. DIARE
1. Definisi
Perubahan frekwensi dan konsistensi tinja(lebih 3x sehari) pada
anak dengan atau tanpa lendir maupun darah
2. Etiologi
a. Kelainan bawaan: intoleransi laktosa herediter
b. Kelainan struktur usus: alergi susu sapi, kerusakan mukosa usus.
c. Malnutrisi: malabsorbsi karbohidrat dan lemak.
d. Infeksi: kuman (E.coli, salmonela), virus, parasit (amoeba), jamur
(candida albicans).
3. Macam-macam diare
Berdasarkan lamanya
a. Diare akut (berlangsung < 7 hari)
b. Diare berkepanjangan ( 7-14 hari ).
c. Diare kronik ( > 14 hari )
Berdasarkan dehidrasi
a. Diare tanpa tanda dehidrasi(DATTD)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sampai sedang (DADRS)
c. Diare dengan dehidrasi berat (DADB)
4. Faktor resiko
a. Tidak adekuat air bersih
b. Pencemaran air oleh tinja
c. Sarana mck
d. Higience lingkungan
e. Iklim : rotavirus, bakteri
f. Cara penyapihan yang tidak baik, penyapihan dini, pemberian
makanan tambahan dini
g. Kondisi host lemah : higience, malnutrisi, bblr
5. Patofisiologi
a. Akibat makanan yang tidak dapat diserap/ dicerna ex : laktosa dari
susu, merupakan makanan yang baik bagi bakteri
b. Meningkatan tekanan osmotik dalam lumen usus.
c. Menyerap cairan dari intraseluler ke ekstraseluler
d. Hiperperistaltik
e. Diare
6. Gangguan peristaltik
a. Makanan yang merangsang
b. Meningkatkan peristaltik usus
c. Diare
d. Menurunnya intake dan peningkatan output
e. Hilangnya cairan intra dan ekstrasel / dehidrasi
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa
g. Syok hipoglikemi
7. Pencegahan
• Edukasi,kebersihan diri dan lingkungan
• Pemakaian ASI
• Penyediaan air bersih,pembuangan limbah dll
8. Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hipokalemia,
hipoglikemia
c. Syok hipovolemik
d. Asidosis metabolik
e. Kejang
9. Gangguan integritas kulit
a. Kaji kerusakan kulit
b. Anjurkan untuk menggunakan kapas lembab untuk membersihkan
anus.
c. Hindari pakaian yang lembab
10. Resiko penularan
a. Anjurkan cuci tangan sebelum dan sesudah merawat anak
b. Segera membersihkan bekas BAB tempatkan ditempat khusus.
c. Isolasi (standart pencegahan infeksi enteral)
11. Kecemasan orang tua
a. Dengarkan keluhan anak atau ortu
b. Pahami tumbang anak
c. Gunakan komunikasi terapeutik sesuai tahap tumbang
d. Empati, berikan sentuhan terapeutik
e. Jelaskan tentang penyakit, rencana tindakan atau perawatan
f. Jelaskan cara mencegah infeksi dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
g. Libatkan orang tua dalam perawatan anak.

J. OBSTIPASI
Sembelit merupakan masalah yang umum terjadi pada bayi dan
anak-anak dan bersifat normal. Tanda adanya kondisi yang lebih serius
apabila disertai muntah, berat badan sulit naik, demam .
1. Definisi
Penimbunan feces yang keras akibat adanya penyakit / adanya
obstruksi pada saluran cerna (tinja tidak keluar selama 3 hari atau lebih)
2. Etiologi
a. Kebiasaan makan: makanan kurang mengandung selulosa, dehidrasi,
kelaparan.
b. Hypothyroidisme
c. Keadaan mental, misal: depresi berat sehingga tidak mempedulikan
keinginan untuk BAB.
d. Penyakit organis, misal: pada pasien dengan fistula anidan wasir yang
sengaja tidak BAB karena sakit.
e. Kelainan kongenital (atresia, stenosis, megakolon aganglionik
kongenital/ hischprung ).
f. Penyebab lain, misalnya: diet yang salah atau kekurangan cairan karena
sakit.
3. Pembagian
a. Obstipasi akut Rectum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi
timbul secara mudah dengan stimulasi eksativa, supositoria atau
enema.
b. Obstipasi kronik Rectum tidak kosong dan didingnya mengalami
peregangan berlebihan secara kronik sehingga tambahan feces yang
datang mencapai tempat ini tanpa meregang rectum lebih lanjut yang
mengakibatkan dinding rectum flasid (lemah) dan tidak mampu
berkontribusi secara efektif.
4. Penatalaksanaan
a. Mencari penyebab
b. Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan
memperhatikan gizi tambahan cairan dan kondisi fisik.
c. Pengosongan rectum dilakukan, jika tidak ada kemajuan, dapat dengan
disimpeksi digital, enema minyak zaitun, laksativa.

K. INFEKSI
1. Definisi
Infeksi prenatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada
masa antenatal,intranatal dan postnatal. Infeksi pada neonatus di
negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama
di RSCM, infeksi merupakan 10-15 % dari morbiditas perinatal. Hal
ini mungkin disebabkan RSCM Jakarta adalah rumah sakit rujukan
untuk Jakarta dan sekitar. Infeksi pada neonatus lebih sering
ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang
lahir di rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di
luar rumah sakit dengan cara septik. Bayi baru lahir mendapat imunitas
trans plasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir,
bayi terpapar pada kuman yang berasal bukan saja dari ibunya tetapi
juga berasal dari ibu lain.
2. Etiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara, dibagi
dalam 3 golongan, yaitu :
a. Infeksi antenatal Kuman masuk melalui sirkulasi darah ibu
melewati plasenta kemudian ke sirkulasi darah umbilikus, dan
masuk ke janin disebabkan oleh:
1) Virus: rubella, poliomyelitis, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion,
2) Spirochaeta: treponema palidum (lues)
3) Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E.coli dan
Listeria monocytoganes.
b. Infeksi intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi
daripada cara lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke
dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini
(jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 6
jam) mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis
dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih
utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital. Selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui
kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya
‘oral trush’.
c. Infeksi pascanatal Infeksi ini terjadi sesudah bayi baru lahir .
Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir
sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang.
Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal
ini penting sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat
tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah
tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk
kepentingan bayi itu sendiri, lebih penting lagi untuk kamar bersalin
dan ruangan perawatan bayinya. Diagnosis infeksi perinatal tidak
mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang
teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya infeksi,
kemudian berdasarkan persangkaan itu diagnosis dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan selanjutnya. Infeksi pada neonatus cepat sekali
menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak
menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan
kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus,
yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum.
Neonatus, terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelainan
kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah,
hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin
sekali disebabkan oleh infeksi. Gejala infeksi pada neonatus
biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua
atau pada anak.
❖ Beberapa gejala yang dapat disebutkan diantaranya ialah: malas
minum, gelisah atau mungkin tampak letargis, frekuensi
pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan
kurang, muntah,diare sklerema, oedema,perdarahan, ikterus,
kejang, suhu tubuh dapat normal, hipotermi dan hipertermi.
❖ Pembagian infeksi perinatal Infeksi pada neonatus dapat dibagi
menurut berat ringannya dalam 2 golongan besar, yaitu infeksi
berat dan infeksi ringan :
• Infeksi berat (‘major infections’) Diantaranya adalah:
meningitis, pneumonia, diare epidemik, pielonefritis, tetanus
neonatorum.
• Infeksi ringan (‘minor infections’) Diantaranya adalah :
infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi umbilikus
(omfalitis), moniliasis.
3. Pencegahan
a. Cara umum :
1) Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai pada periode
antenatal. Infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi
umum, leukorea dan lain-lain. Di kamar bersalin harus ada
permisahan yang sempurna antara bagian yang septik dan bagian
yang aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga
perawatan dan alat kedokteran serta alat perawatan. Ibu yang
akan melahirkan, sebelum masuk kamar bersalin sebaiknya
dimandikan dulu dan memakai baju khusus untuk kamar
bersalin. Pada kelahiran bayi, pertolongan harus dilakukan secara
aseptik. Suasana kamar bersalin harus sama dengan kamar
operasi. Alat yang digunakan untuk resusitasi harus steril.
2) Di bangsal bayi baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna
untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus
septik. Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas
perawatan dan alat yang digunakan. Selain itu harus terdapat
kamar isolasi untuk bayi yang menderita penyakit menular.
Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatan
harus baik, apalagi bila bangsal perawatan bayi baru lahir
merupakan suatu bangsal perawatan bayi baru lahir yang bersifat
khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan.
Mencuci tangan sebaiknya memakai sabun, antiseptik atau sabun
biasa asal saja cukup lama (1 menit). Dalam ruangan harus
memakai jubah steril, masker dan memakai sandal khusus.
Dalam ruangan bayi tidak boleh banyak bicara. Bila menderita
penyakit saluran pernafasan bagian atas, tidak boleh masuk
kamar bayi.
3) Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik.
Pengunjung yang mau melihat bayi harus memakai masker dan
jubah atau sebaiknya melihat bayi melalui jendela kaca. Setiap
bayi harus mempunyai tempat pakaian sendiri, begitu pula
termometer, obat, kasa, dan lain-lain. Inkubator harus selalu
dibersihkan, lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan dan
setiap minggu dicuci dengan menggunakan antiseptik.
b. Cara khusus :
1) Pemakaian antibiotika hanya untuk tujuan dan indikasi yang
jelas.
2) Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah dini, air
ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang lama dan
banyak manipulasi intravaginal, resusitasi yang berat, sering
timbul keraguan apakah akan digunakan antibiotika secara
profilaksis. Pengguanan antibiotika yang banyak dan tidak
terarah dapat menyebabkan timbulnya, mikroorganisme yang
tahan terhadap antibiotika dan mengakibatkan timbulnya
pertumbuhan jamur yang berlebihan, misalnya Candida
Albicans. Sebaliknya kalau terlambat memberikan antibiotika
pada penyakit infeksi neonatus, sering berakibat kematian. D.
Penatalaksanaan Mengatur posisi tidur/semi fowler agar
sesak berkurang Apabila suhu tinggi kompres dingin
Berikan asi perlahan-lahan sedikit demi sedikit Apabila bayi
muntah miringkan ke kanan atau ke kiri Apabila diare
perhatikan personal hygiene dan lingkungan sekitar Rujuk
bila bertambah buruk informed consent keluarga.
L. BAYI MENINGGAL MENDADAK
Sindrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death
Syndrome/ SIDS )
1. Definisi
SIDS terjadi pada bayi yang sehat pada saat ditidurkan tiba-tiba
ditemukan meninggal beberapa jam kemudian. SIDS terjadi ± 4 dari
1000 kelahiran hidup, insiden puncak dari SIDS pada bayi usia 2
minggu dan 1 tahun. Menempatkan bayi BBLR sehat, tidur dalam
posisi telungkup secara teoritis telah dihilangkan dari praktik neonatus
sejak kampanye ‘tidur terlentang’ pada bulan Desember tahun 1991
dan berbagai laporan pemerintahan setelahnya ( DoH 1991, 1993,
1995). Posisi miring dianggap lebih dapat diterima untuk bayi sehat
yang di rumah sakit, untuk bayi yang memerlukan pemantauan fungsi
pernafasan atau jantung atau keduanya, tetapi tidak untuk bayi yang di
rumah (Fleming et al 1996). Saat ini diyakini bahwa posisi terlentang
sebaiknya merupakan posisi tidur yang direkomendasikan bagi semua
bayi dan harus dimulai di rumah sakit sebelum pulang. Diwajibkan
bagi bidan untuk membiasakan diri dan mengajari orang tua dalam
mengadopsi pendekatan ini (Willinger et al 2000), mengingatkan
bahwa, selain informasi tertulis, terdapat kebutuhan untuk
mengingatkan orang tua secara terus menerus tentang faktor resiko dan
prosedur keamanan yang berhubungan dengan SIDS selain mengajari
orang tua untuk menjaga bayi mereka tetap hangat. Pelatihan orang tua
tentang ‘apa yang sebaiknya dilakukan jika bayi berhenti bernafas’,
menjadi bagian penting dan rutin untuk pemulangan. Tingkat
persiapan ini dapat memperdayakan sebagian orang tua

2. Etiologi
a. Ibu yang masih remaja
b. Bayi dengan jarak kehamilan dekat.
c. Bayi dengan berat badan dibawah normal ( bayi
prematur,gemmely).
d. Bayi dengan sibling.
e. Bayi dari ibu dengan ketergantungan narkotika.
f. Prevalensi dengan bayi tidur tengkurep
g. Bayi dengan virus pernafasan.
h. Bayi dengan apnea berkepanjangan.
i. Bayi dengan gangguan pola nafas herediter
j. Bayi dengan kekurangan surfaktan pada alveoli

3. Penatalaksanaan
a. Bantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling
b. Berikan dukungan dan dorongan kepada orang tua
c. Berikan penjelasan tentang SIDS
d. Beri keyakinan pada sibling ( jika ada ) bahwa mereka tidak
bersalah terhadap kematian bayi tersebut,bahkan jika mereka
sebenarnya mengharapkan kematian dari bayi tsb. Jika kemudian
ibu melahirkan lagi, beri dukungan pada orang tua selama beberapa
bulan pertama, paling tidak sampai melewati usia bayi yang
meninggal sebelumnya.

M. IKTERIK
Ikterik salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterik
dibagi menjadi 2 yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologi Penyebab :
pra, pasca hepatik. Penatalaksanaan : disesuaikan dengan kondisi bayi
yaitu fisiologis, hiperbilirubinemia sedang dan berat
ASUHAN NEONATUS DENGAN JEJAS

A. CAPUT SUKSEDANEUM
1. Pengertian
Caput suksedaneum adalah: oedem pada kulit kepala, lunak tidak
berfluktuasi, batasnya tidak tegas dan menyebrangi sutura serta akan hilang
dalam beberapa hari setelah kelahiran. Caput suksedaneum terbentuk pada
bagian kepala yang tertekan selama persalinan (misalnya: persalinan pada
ibu dengan panggul sempit), Benjolan caput berisi cairan serum dan sering
bercampur sedikit darah.
2. Etiologi
a. Tekanan uterus, dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput (pada
partus lama)
b. DKP (Disproporsi Kepala Panggul)/CPD
c. Inersia uteri
d. Persalinan dengan vaccum ekstraksi
3. Gejala Klinis
a. Oedem setempat pada kulit kepala
b. Benjolan terjadi pada saat lahir
c. Teraba lunak, ada lekukan bila ditekan, oedem melampaui sela2 tulang
tengkorak( batas tidak jelas)
d. Bisa berubah-ubah letaknya mencari tempat yang terendah
e. Terbesar pada waktu lahir dan segera mulai mengecil dan hilang dalam
beberapa jam
f. Kulit permukaan berwarna kemerahan atau ungu.
g. Menghilang dalam 2-3 hari,bayi tampak sehat
4. Patofisiologi
Caput suksedaneum merupakan pembengkakan kulit kepala
setempat yang terbentuk dari efusi serum. Oleh karena tekanan pada
lingkaran servik menyebabkan obstruksi darah balik sehingga kulit kepala
yang terletak didalam servik menjadi oedematus. Caput terbentuk pada
persalinan dan setelah ketuban pecah. Caput tidak terbentuk apabila janin
sudah mati, his tidak baik, atau servik tidak menempel dengan erat pada
kepala Besar kecilnya caput suksedaneum merupakan petunjuk beratnya
tekanan yang dikenankan pada kepala. Caput yang besar menunjukkan
adanya tekanan yang berat dari atas dan tahanan yang ringan. Caput
terbesar didapatkan pada panggul sempit setelah partus yang lama dan
sukar. Pada partus lama caput yang besar menunjukkan kemungkinan
adanya disproporsi kepala panggul atau posisi occipitoposterior, sedang
caput yang kecil kemungkinan adanya insersia uteri. Letak caput
bermacam-macam tergantung pada posisi kepala. Pada waktu fleksi
menjadi lebih jelas dalam persalinan maka bagian belakang vertex menjadi
bagian terendah dan caput terbentuk pada daerah tersebut dan sedikit
disebelah kanan atau kiri dari sebelumnya. Jadi kalau posisinya LOA maka
caput tereletak dibagian belakang os parietale kanan dan pada ROA
dibagian belakang os parietale kiri.
Caput terlihat pada waktu lahir, mulai menghilang segera
sesudahnya dan umumnya akan menghilang setelah 2-3 hari.

5. Penatalaksanaan
a. Yakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan, karena
benjolan akan hilang dalam 2-3 hari.
b. Nasehati ibu untuk membawa bayinya kembali, apabila bayi tampak
kuning
c. Bayi dirawat seperti perawatan bayi normal
d. Awasi keadaan umum bayi
e. Lingkungan : cukup ventilasi dan matahari
f. Pemberian ASI yang adekuat: Ajarkan ibu cara menyusui yang benar
dengan berbaring untuk mengurangi bayi sering diangkat.
g. Cegah terjadinya infeksi : perawatan tali pusat , personal hygiene
B. CEPHAL HEMATOMA
1. Pengertian
Cephal hematoma adalah: pembengkakan pada kepala karena
adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan subperiosteum.
Cephal hematoma adalah perdarahan subperiosteum, oleh karena selalu
terbatas pada permukaan satu tulang kepala saja. Cephal hematoma
mengacu kepada pengumpulan darah diatas tulang tengkorak, ada dua
tipe:
a. Galeal merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara longgar
pada sisi sebelah dalam periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena
didaerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan hematom yang
berisi sampai sebanyak 250 ml darah terjadi anemia dan syok,
hematom tidak terbatas pada suatu daerah tertentu.
b. Sub Periosteum Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak
digaris-garis sutura, maka hematom terbatas pada daerah yang dibatasi
oleh sutura-sutura. Jumlah daerah tipe sub periosteum. Ini lebih sedikit
dibandingkan pada subgaleal. Bisa disertai dengan fraktur tengkorak.

2. Etiologi
a. Tekanan jalan lahir terlalu lama pada kepala saat partus
b. Molase terlalu keras sehingga selaput tengkorak robek
c. Partus dengan tindakan ( mis: forceps,vacum ekstraksi )

3. Gejala klinis
a. Kepala bengkak dan merah, batasnya jelas.
b. Pada perabaan mula-mula keras, lambat laun lunak
c. Bayi tidak menunjukkan keadaan terganggu
d. Kadang-kadang terdapat anemia dan ikterus
e. Tidak ditemukan kelainan neurologi
f. Fraktur tengkorak jarang dijumpai
g. Bisa terjadi infeksi spontan bila ada lesi(lecet), tapi jarang.
h. Benjolan timbul biasanya baru tampak jelas beberapa jam setelah bayi
lahir (6-8 jam) dan membesar pada hari ke 2-3.
i. Menghilang pada waktu beberapa minggu(cairan tsb.akan hilang
tersabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 minggu).

4. Penatalaksanaan
a. Tindakan spesifik tidak diperlukan kecuali pengamatan dan
perlindungan kepala terhadap cidera dan juga tidak memerlukan
pengobatan khusus, karena biasanya akan menghilang dalam beberapa
minggu.
b. Pemeriksaan sinar X menyingkirkan kemungkinan fraktur.
Pemeriksaan radiologi ini dilakukan jika ditemukan adanya gejala
gangguan susunan saraf pusat atau pada cephal hematoma yang terlalu
besar disertai dengan adanya riwayat kelahiran kepala yang sukar
dengan atau tanpa tarikan cunam yang sulit atau pun kurang
sempurna.
c. Tranfusi darah diberikan jika timbul anemi yang berat.
d. Tindakan pembedahan diperlukan jika perdarahannya luas dan
berlanjut sehingga hematom semakin besar
e. Berikan injeksi vitamin K 1 dosis tunggal (1 mg meskipun sudah
mendapat vit K saat lahir)
f. Jika ditemukan luka kecil dipermukaan benjolan pada cephal
hematoma akibat dari suatu tindakan pada waktu melahirkan bayi,
maka : harus dijaga agar luka tetap kering dan bersih. Karena adanya
timbunan darah dalam benjolan dibawah luka tersebut dapat
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri.
g. Bayi jangan sering diangkat dari tempat tidur

PERHATIAN: Hindari masage benjolan karena dikhawatirkan akan


mengakibatkan makin meluasnya robekan lapisan periosteum. Jangan sekali-kali
mengaspirasi cephal hematom walaupun teraba fluktuasi.
C. TRAUMA PADA FLEXUS BRACHIALIS
1. Pengertian
Kelumpuhan pada fleksus brachialis
2. Etiologi
a. Tarikan lateral pada kepala dan leher saat melahirkan bahu pada
presentasi kepala.
b. Bila lengan ekstensi melewati kepala pada presentasi bokong/terjadi
tarikan yang berlebihan pada bahu.

3. Tanda / Gejala
a. Gangguan motorik lengan atas
b. Lengan atas dalam kedudukan ekstensi dan abduksi
c. Jika anak diangkat lengan akan lemas tergantung
d. Refleks moro asimetris
e. Refleks pegang positif
f. Paralisis pada lengan atas dan lengan bawah

4. Penatalaksanaan
a. Imobilisasi parsial dan penempatan lengan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya kotraktur.
b. Pasang spalk selama 1-2 minggu
c. Rujuk ke RS

D. FRAKTUR KLAVIKULA DAN FRAKTUR HUMERUS


1. Fraktur Klavikula
a. Pengertian
Patahnya tulang klavikula
b. Jenis fraktur ada 2 yaitu :
1) Fraktur greenstick Klinis:
• Ditemukan 1-2 minggu
• Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama
• Reflek moro asimetris
• Bayi akan mengangis pada perabaan tulang klavikula
• Gerakan pasif tangan yang sakit
• Riwayat persalinan yang sukar
2) raktur total Klinis:
• Terdapat krepitasi dan irregulitas tulang
• Defermitas perubahan pada tempat fraktur
• Perubahan warna kulit pada tempat fraktu
c. Etiologi
Kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu
melahirkan bahu atau letak sungsang dengan tangan terjungkit ke atas.
d. Tanda/Gejala
1) Perubahan warna pada jaringan yang terkena
• Deformitas postur tubuh
• Bengkak
• Abnormal mobilitas atau kurangnya pergerakan
• Bayi menangis merintih ketika tulang digerakkan.
• klavikula kiri tampak atas klavikula kiri tampak bawah

e. Penatalaksanaan
1) Jangan banyak digerakkan, hati-hati bila menggerakkan.
2) Imobilisasi pada bagian yang sakit (umumnya dalam waktu 7-10 hari
rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi )
3) Nutrisi yang adekuat
4) Rujuk ke Rumah sakit
2. Fraktur Humerus
a. Pengertian
Adalah patah pada tulang bagian lengan atau humerus.
b. Etiologi dan patofisiologi
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak
sungsang dengan tangan menjungkit keatas. Kesukaran melahirkan
tangan yang menjungkit inilah merupakan penyebab terjadinya fraktur
tulang humerus. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini bila terjadi tekanan yang keras dan langsung pada tulang
humerus oleh tulang pelvis. Jenis fraktur tulang humerus dapat berupa
fraktur greenstick atau fraktur total.
c. Gejala klinis
• Berkurangnya gerakan tangan yang sakit.
• Ditemukan reflek moro yang asimetris.
• Terabanya deformitas dan krepitasi disertai dengan rasa sakit.
• Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
d. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan jalan imobilisasi selama 2 - 4
minggu dengan fiksasi bidai. Prognosis penyembuhan baik. Daya
penyembuhan fraktur tulang bayi yang berupa fraktur tumpang tindih
ringan dengan deformitas, umumnya akan baik. Dalam masa
pertumbuhan dan pembentukan tulang pada bayi, maka tulang yang
fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya akan mempunyai bentuk
serta panjang yang normal. Hal ini disebabkan karena fraktur tersebut
akan memberi stimulasi pertumbuhan pada epifisisnya bila fraktur
tulang humerus terletak didaerah sulkus nervus, maka perlu
diperhatikan kemungkinan adanya komplikasi paralisis saraf radialis.
Daftar Pusaka
KELAINAN BAWAAN DAN PENATALAKSANAANNYA

A. LABIOSCHIZIS / LABIOPALATOSCHIZIS
1. Pengertian
Labioschizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi
dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung.
Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna
sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschizis unilateral, dan jika
celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschizis bilateral. Celah dapat
terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit
disebut labiopalatoskizis.

2. Klasifikasi
Labioschizis diklasifikan berdasarkan lengkap / tidaknya celah yang
terbentuk:
a. Komplit
b. Inkomplit
Dan berdasrakan lokasi / jumlah kelainan::
c. Unilateral
d. Bilateral

3. Etiologi
Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschizis muncul
sebagia akibat dari kombinasi faktor genetik dan faktor-faktor lingkungan.
di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan
bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschizis akan
mengalami labioschizis. Ibu yang mengonsumsi alkohol dan narkotika,
kekurangan vitamin (terutama asam folat) selam trimester pertama
kehamilan atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi /
anak dengan labioschizis.
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan dalam Kapita Selekta, 2005,
hipotesis yan diajukan antara lain:
a. Infusional zat unutk tumbuh kembang organ selama masa embrional
dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)
b. Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
c. Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
d. Faktor genetik. Karen atidak terbentuknya lapisan mesoderm pada
daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis
dan maksilaris) pecah kembali.
4. Manifestasi Klinis
a. Masalah Asupan Makanan
Adanya LABIOSCHIZIS memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan pada payudara ibu dan dot. Selain itu, reflex
hisap dan reflex menelan bayi dengan LABIOSCHIZIS tidak sebaik
bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada
saat menyusu. Dot khusus digunakan untuk memberi asupan cairan
dan makanan untuk bayi yang menderita LABIOSCHIZIS.
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan LABIOSCHIZIS mngkin mempunyai
masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi,
dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang
terbentuk.
c. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschizis lebih mudah unutk menderita
infeksi telinga karea terdapatnya abnormalitas perkembangan dari
otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba
eustachius.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi LABIOSCHIZIS biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat
palatum mole tidak dapat menutup ruang / rongga nasal pada saat
berbicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih
tinggi (hypernasal quality of speech). Anak kemungkinan
mempunyai kesulitan untuk memproduksi suara / kata
“p,b,d,t,h,k,g,s,sh,dan ch” dan terapi bicara biasanya sangat
membantu.
5. Penatalaksanaan
a. Angkat bayi pada waktu minm dan menggunakan dor yang
panjang. Lubang dot harus di pinggir (tidak boleh pada puncak
dor karena akan memancar langsung) an pada waktu bayi
minum lubang dot tersebut diletakkan di atas lidah.
b. Ibu harus dilatih untuk memberikan ASI, yang harus diberikan
secara hati-hati dan sering istirahat.

B. ATRESIA ESOFAGUS
1. Pengertian
Yitu tidak terdapatnya lubang (buntu) pada esophagus 90 % dari
kasus ini mempunyai ujung yang buntu, sedangkan ¼ - 1/3 dari esofagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea. Kira-kira 90 % tidak
mempunyai fistula dan sisanya terdiri dari bermacammacam bentuk.
2. Gejala
Berupa hipersalivasi dan kadang-kadang bayi menjadi biru oleh
karena saliva masuk kedalam jalan pernafasan. Pemberian minum dapat
menyebabkan bayi batuk dan dan seperti tercekik. Pada bayi berat lahir
rendah (BBLR) pemberian minum menyebabkan bayi tersebut biru dan
apnea, tapi tanpa batuk atau gejala tercekik. Bila dimasukkan pipa melalui
mulut sepanjang 7,5-10 cm dari bibir, pipa akan terbentur pada ujung
esofagus yang buntu tersebut dan bila pipa terus dimasukkan, pipa tersebut
akan melingkar-lingkar pada ujung esofagus yang buntu. Dan bila kateter
didorong terus akan melingkar-lingkar di dla esofagus yang buntu tersebut.
Diagonis yang pasti dapat ditegakkan denga memasukkan pipa radio-opak
atau larutan kontras lipiodol ke dalam esofagus dan dibuat foto toraks
biasa.
3. Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk unutk
mencegah aspirasi. Untuk mencegah terajdinya hipotermia, bayi
hendaknya dirawat dalam inkubator agar mendapatkan lingkungan yang
cukup hangat. Posisinya sering diubah-ubah, pengisapan lendir harus
sering dilakukan. Bayi diransang untuk menangis agar paru berkembang.

C. ATRESIA REKTI DAN ANUS


1. Pengertian
a. Tidak adanya lubang keluar pada rectum(atresia recti)dan tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan entoderm
mengakibatkan lubang anus yang tidak sempurna.
b. Anus tampak rata atau sedikit cekung kedalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto,F,
2001)
2. Gejala
a. Klinis pada kasus ini adalah bayi mengalami muntah-muntah pada
umur 24-48 jam dan sejak lahir tidak ada defekasi mekonium.
b. Pada pemeriksaan didapatkan anus tampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Termometer yang dimasukkan
melalui anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik.
c. Pemeriksaan yang radiologis ditemukan :
1) Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menandakan terdapat
obstruksi didaerah tersebut .
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru
lahir.
3) Dibuat foto anteroposterior (AP)dan lateral, bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas (wangesten dan rice). Pada anus
diletakkan benda yang radio opak, sehingga pada foto daerah
antara benda radio opak dengan bayangan udara yang tertinggi
dapat diukur.

D. HIRSCHPRUNG
1. Pengertian
Hischprung (mega colon) adalah Tidak terdapatnya selsel ganglion
dalam rectum atau bagian rectosigmoid colon → menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan.

2. Gejala
Menurut Bowring dan Kern pada bayi baru lahir ialah: muntah
hijau, pengeluaran mekonium yang terlambat serta perut membuncit.
Gejala timbul pada umur 2-3 hari dan dapat sampai terjadi gangguan
pernafasan serta dehidrasi. Bila dilakukan colok anus, tinja akan keluar
menyemprot.

3. Diagnosis
Ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan enema barium dan
biopsi rektum (dengan biopsi hisap).

4. Pengobatan: yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan operasi.

E. OBSTRUKSI BILIARRIS
1. Pengertian
Tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan (sebagai sterkobilin) di dalam
feses.

2. Gambaran klinik
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi
ikterus. Selain ikterus feses bayi berwarna agak keabu – abuan dan liat
seperti dempul. Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen.
Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan radiologi selain kadar bilirubin
dalam darah.

3. Penatalaksanaan
a. Medik → Operasi
b. Keperawatan
1) Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makanan cukup gizi sesuai
dengan kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi).
2) Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada
bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena
hiperbilirubin biasa dapat hanya dengan terapi sinar atau terapi
lain.
3) Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya
penyumbatan.

F. OMFALOKEL
1. Pengertian
• Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu
janin berumur 10 minggu sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel.
• Kelainan ini dapat segera dilihat, yaitu adanya: kantong yang berisi usus
dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilikus.
Angka kematian tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah
dan terjadi infeksi.

2. Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi
merkurokrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang
menutupi kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai
beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah lahir, tetapi
harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan alat visera
sekaligus ke rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak
pada paru sehingga timbul gejala gangguan pernafasan.

G. HERNIA DIAFRAGMATIKA
1. Pengertian
Tidak terbentuknya sebagian diafragma sehingga sebagian isi perut
masuk kedalam rongga toraks.

2. Tanda dan Gejala


Gejalanya bergantung kepada banyaknya isi perut yang masuk ke
dalam rongga toraks, akan timbul gejala gangguan pernafasan seperti biru,
sesak nafas, retraksi sela iga dan substernal, perut kecil dan cekung, suara
nafas tidak terdengar pada paru yang terdesak dan bunyi jantung lebih
jelas pada bagian yang berlawanan oleh karena didorong isi perut.

3. Diagnosis pasti ialah dengan membuat foto thoraks.

4. Penatalaksanaan: Sebelum operasi dilakukan tindakan pemberian oksigen


bila bayi tampak biru, kepala dan dada harus lebih tinggi daripada kaki
dan perut, yaitu agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan
membiarkan diafragma bergerak dengan bebas. Posisi ini juga dilakukan
setelah operasi.
5. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan operasi. Mortalitas dari
kasus ini adalah sekitar 25-50 %.

H. ATRESIA DUODENI
1. Pengertian
Atresia Duodeni Biasanya terdapat dibawah ampula vateri.

2. Gejala
a. Muntah terjadi beberapa jam sesudah lahir.
b. Perut bagian epigastrium tampak membuncit sesaat sebelum muntah.
c. Muntah mungkin proyektil dan berwarna hijau.
d. Foto abdomen dalam posisi tegak akan memperlihatkan pelebaran
lambung dan bagian proksimal duodenum tanpa adanya udara dibagian
lain usus.

3. Pengobatan
adalah dengan operasi. Sebelum operasi dilakukan hendaknya
lambung dikosongkan dan diberikan cairan intravena untuk memperbaiki
gangguan air dan elektrolit yang telah terjadi.

I. MENINGOKEL
1. Pengertian
Ganggua persarafan pada anak terdiri dari kelainan bawaan, infeksi yang
mengenai saraf pusat dan perifer, serta penyakit pada otak atau faktor
lain yang dapat mempengaruhi fungsi otak. Kelainan bawaan pada
sistem saraf antara lain adalah meningokel.
Meningokel adalah penonjolan hernia dari meniges melalui cacat
pada kranium ataukolumna vertebra. Meningokel biasanya terdapat di
daerah servikalnatau daerah terakal atas berupa kantong yang hanya
berisi selaput otak sednagkan korda tetap ada dalam kanalis spinalis
(dalam duarameter tidak terapat saraf). Meningokel herniasi melaui
defek pada lengkung vertebrata posterior.
Salah sau gejala dari gangguan ini eliminasi, yaitu ditemukan
adanya enueresis (keluar urine tidak sengaja) yang dapat terjadi siang
hari (dirnal) mapun malam hari (nokturnal). Kondisi ini disebabkan oleh
adanya gangguan pada saraf sfingter urinaria. Jika kondisi memburuk,
terjadi inkontinesia urine. Keadaan tersebutakan menimbulkan iritasi
pada kulit dan dapt terjadi lecet. Untuk mencegahnya popok bayi harus
sering diperiksa, dan jika basah tuk segera diganti. Kulit yang basah
karena urine harus diperiksa, dan jika basah segera diganti. Kulit yang
basah karena urine harus dibersihkan dengan air kemudian dilap kering
dan diberi bedak. Jika telah terlihat merah, oleskan minyak kelapa
(sayur).
Selain itu, dapat terjadi gangguan neurologik. Walaupun tidak
terdapat gangguan saraf untuk mengisap atau menelan , bayi mengalami
sukar minum. Oleh sebab itu bayi harus diberi minum dengan hati-hati
dan sering istirahat. Sebaiknya pada waktu memberi miinum bayi
dipangku (untuk kontak psikologi), jika tidak dipangku, posisi kepala
hendaknya diangkat (dengan tangan kiri).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Penderita
harus diperiksa secara menyeluruh dengan menggunaka ronsenogram
sederhana, USG, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrimazid atau
resonansi magnetik (MRI) untuk menentukan luasnya keterlibatan
jaringan saraf jika ada anomali yang terkait termasuk di
astematomali,medulla spinalis yang terhambat, dan lipoma. Penderita
yang mengalami kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) atau kulit yang
menutup tipis, harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah
meningitis. Ronsenogram sederhana menunjukkan defek pada sakrum
dan pemndaian CT atau MRI menggambarkan luasnya meningokel.

J. ANENSEFALOKEL
1. Pengertian
Merupakan suatu kelainan konginetal karena tulang-tulang
tengkorak yang terbentuk hanya bagian os frontalis, os parietalis, dan
os oksipitalis. Os orbiat sempit smepit sehingga hingga tampak
gambaran penonjolan bola mata. Jaringan saraf hanya tertutup oleh
stroma yang mengandung pembuluh darah yang memiliki lapisan
membran tipis yang berhubungan dengan kulit kepala yang berambut.
2. Penyebab
Faktor predisposisi meliputi rendahnya status sosial-ekoomi,
defisiensi gizi dan vitamin, atau faktor lingkungan toksik (racun).
Resiko berulangnya adalah sekitar 4% dan meningkat 10% jika
pasangan telah mengalami dua kehamilan sebelumnya yang terganggu.
Frekuensi anensefalokel ditemukan kira-kira 1/100 kehamilan hidup,
kelainan bayi perempuan lebih banyak dari bayi laki-laki, dengan
perbandingan 1:4,2.

K. HIDROCHEPALUS
1. Pengertian
Hidrosephalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrosoinalis (CSS ) dengan atau pernah dengan
tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan
tempat mengalirkan CSS.

2. Klasifikasi hidrosephalus
Hidrosephalus memberikan gejala bila disertai tekanan CSS yang
meninggi. Terdapat 2 macama yaitu :
a. Hidrosephalus Obstruktif Tekanan CSS yang tinggi disebabkan oleh
obstruksi pada salah satu tempat pembentukan CSS oleh pleksus
koroidalis dan keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen Luschka
dan Magendie.
b. Hidrosephalus Komunikans Bila tekanan CSS yang meninggi tanpa
penyumbatan system ventrikel.

3. Etilogi
Hidrosephalus terjadi jika terdapat penyumbatan aliran CSS pada
salah satu tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat
absorpsi dalam ruangan subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Tempat yang sering teesumbat dan terdapat dalam
klinik adalah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magengie, sisterna
magna dan sisterna basalis. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak
dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan hidrosephalus,
namun dalam klinik sangata jarang terjadi, missal terlihat pelebaran
ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksusu koroidalis.
Berkurangnya absorpsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada
obstruksi kronis aliran vena otak pada thrombosis sinus longitudinalis.
Contoh lain adalah terjadinya hidrosephalus setelah operasi koreksi
dari pada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan
untuk absorpsi. Penyebab sumbatan aliran CSS yang serung terdapat pada
bayi dan anak adalah:
a. Kelainan bawaan ( konginental )
b. Infeksi
c. Neoplasma
d. Perdarahan

4. Gejala klinis
Gejala yang tamapak berupa sebagai berikut :
a. Gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada bayi biasanya
disertai pembesaran tengkorak sendiri yaitu bila tekanan yang
meninggi ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala
tekanan intracranial yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala
dan pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema papil saraf
otak II pada pemeriksaan funduskopi (choked Disk).
b. Kepala terlihat lebih besar dibandingkan tubuh Dipastikan dengan
menukur lingkar lingkar kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan
dengan lingkaran dada dan angka normal pada usia yang sama.
c. Ubun – ubun besar melabar atau tidak menutup pada waktunya, teraba
tegang atau menonjol.
d. Dahi tampak melebar dengan kulit kepal yang menipis, teganag dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
e. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar.
f. Didapatkan Cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang
retak pada perkusi kepala.
g. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang
supraorbita, sclera tampak diatas iris sehingga seakan – akan matahari
yang tebenam ( sun set sign ).
L. FIMOSIS
1. Pengertian
Penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi
atau anak sukar berkemih. Kadang – kadang begitu sukar sehingga kulit
prepusium mengelembung seperti balon. Bayi atau anak sering menangis
keras sebelum urine keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat,
tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil.
2. Penatalaksanaan dan pencegahan
Untuk menolongnya dapat dicegah dengan melebarkan lubang
prepusim dengan cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut
dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka
tidak merapat lagi dan luka tersebut dioleskan salep antibiotic. Tindakan
ini mula – mula dilakukan oleh dokter, selanjutnya di rumah orang tua
sendiri diminta melakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada orang
barat sunat dilakukan pada bayi laki – laki ketika masih dirawat atau
ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan atau
mencegah infeksi adanya smegma, bukan karena keagamaan). Adanya
smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih, maka
setiap memandikan bayi hendaknya prepusium didorong ke belakang
kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan
air matang.

M. HIPOSPADIA
1. Pengertian
Hispospadia adalah malformasi konginental lengkung uretra dan
saluran uretra, menyebabkan lubang abnormal pada permukaan ventral
penis. Umumnya berupa lengkungan penis abnormal atau Chordee.

2. Klasifikasi
Klasifikasi Hispospadia
a. Berdasarkan posisi meatus uretra
b. Glandular, korona, subkorona, midpenis, skrotum, dan perineum
c. 60 % di distal, 25 % di subkorona atau midpenis, 15 % proksimal.

3. Penyebab
Adanya perkembangan preputium yang tidak sempurna, disebut
tudung dorsal, yaitu preputium hanya ada pada posisi dorsal batang penis
dan tidak ada pada sebelah ventral.

4. Faktor Risiko
Walaupu merupakan anomaly tersendiri, hispospadia sering terjadi
pada anak laki – laki dengan anomali konginental multiple; 10 %
menderita kriptokidisme, dan sering pila terdapat pula pada hernia
inguinalis.

5. Epidemiologi
Hispopadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi
pada laki– laki; 1/250 dari kelahiran hidup.

6. Anamnesis dan pemeriksaan


Ditemukan saat lahir. Angka laki – laki dengan hispospadia akan
mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya. Bergantung
pada parahan anomaly, penderita mungkin perlu mengeluarkan urine
dalam posisi duduk. Kontriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi
urine parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK.

7. Pemeriksaan Kariotipe : pada hispospadia midpenis dan kriptorkidisme


Pencitraan : pasien dengan hispospadia penoskrotal harus dilakukan
sitouretrogram mikturasi.

8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Uretroplasti bedah untuk membuat uretra distal baru dan
memperbaikai lengkung penis yang abnormal. Pembedahan dapat
dilakukan pada umur 6 – 12 bulan dan lebih baik sebelum berumur 3
tahun.
b. Tipe perbaikan
Tipe perbaikan tergantung pada keparahan defek yaitu :
1) Defek ringan dapat diperbaiki dalam operasi tunggal sebagai
pasien rawat jalan
2) Defek berat dapat memerlukan dua prosedur atau lebih. Orang tua
harus dengan kuat disarankan untuk menghindari sirkumsisi
sebelum pembedahan karena preputium dapat digunakan dalam
konstrusi; sepotong kecil preputium digunakan untuk membuat
pipa untuk memanjangkan uretra sehingga memungkinkan
penempatan lubang uretra pada ujung penis.
c. Tipe pemantauan
Dengan pencitraan yang tepat untuk menyingkirkan komplikasi
prosedur bedah.

9. Komplikasi
Jika dibiarkan tidak diobati maka :
1) Deformitas aliran urine
2) Disfungsi seksual sekunder akibat disfungsi penis
3) Subfertilitas jika meatus uretra ada di proksimal (dekat basis penis)
karena ejakulasi normal dan inseminasi terhalang secara total /
parsial
4) Stenosis meatus Angka komplikasi untuk pembedahan : 1. 5%
untuk hispospadia distal 2. 5 – 10 % untuk hispospadia midpenis 3.
15 % untuk hispospadia proksimal.
5) Komplikasi pembedahan : fistel uretrokutaneus, hematoma, infeksi
luka, stenosis meatus.

10. Prognosis
Prognosis baik dengan rekontruksi pembedahan dan pemantauan
yang tepat. Hispospadia distal mempunyai hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan proksimal.

N. KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN


1. GANGGUAN ENDOKRINOLOGIS
a. Dwarfisme Pituitari
1) Gejala biasanya tidak tampak pada masa neonatus.
2) Dwarfisme konstitusional mempunyai berat badan dan panjang
badan yang sesuai dengan bayi premature, walaupun masa
gestasinya cukup bulan.

b. Defisiensi tiroid
1) Dapat terjadi secara genetic yaitu sebagai kretinisme, tetapi dapat
juga terjadi pada bayi yang ibunya mendapat pengobatan tiourasil
atau derivatnya waktu hamil.
2) Gejalanya adalah konstipasi, ikterus yang lama, lemah, ekstremitas
dingin dan pada kulit terdapat bercak yang menetap.

c. Hipertiriodisme sementara
1) Kelainan ini dapat dilihat pada bayi dengan ibu penderita
hipertiriodisme atau ibu yang mendapat obat tiroid pada waktu
hamil.
2) Gejala yang tampak adalah bayi gelisah, mudah terangsang,
hiperaktif, eksoftalmus, takikardia dan takpineu.
3) Bila tidak diobati, ikterus dengan gagal ginjal. Kelainan ini hanya
berlangsung sementara dan dapat hilang dalam 3 – 6 minggu, tetapi
bila atidak diobati dengan baik, bayi dapat meninggal.
4) Terapinya ialah dengan memberikan larutan lugol sebanyak 1 tetes
3 – 6 kali/ hari atau propiltiourasil atau metimazol, pemberian
cairan secara intravena, sedativum dan digitalis bila terdapat tanda
gagal jantung.

d. Gondok konginental
1) Disebabkan oleh kekurangan yodium dan terdapat di daerah
endemic, sedangkan yang sporadic disebabkan oleh pemberian
obat antitiroid atau yodium selama hamil atau pemberian yudium
pada penderita asma.
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah: Neonatus dan Penyakit
kelainan bawaan dalam http://ervinadian.blogspot.co.id/p/neonatus-dengan-
kelainan-bawaan-dan.html diakses pada pukul 17.08 WITA Selasa 21 November
2017.

Buda, Endang S.Pd., M.Kes; Sajekti, Sih SST. Buku Ajar : Asuhan Kebidanan
Pada Neonatus, Bayi dan Balita. (E-book)

Deslidel, SST; Hasan, Zuchrah, SKM; Hevrialni, Rully SST; Sartika, Yan SST.
2012. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Elmeida, Ika Fitria SsiT., M.Keb. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Pra Sekolah. Penerbit Trans Info Media; Jakarta
NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

NEONATUS DENGAN RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAANYA

(KAJIAN 7)

A. BBLR
1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau low birth wiegh infant
adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
European Perinatal Medicine II di London (1970), telah disusun definisi
sebagai berikt:
a. Preterm Infant (premature) atau bayi kurang bulan: bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
b. Term infant atau bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai
37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari)
c. Post term atau bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294 hari atau lebih)
2. Penyebab
Faktor penyebab kejadian BBLR dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Faktor Ibu
- Penyakit: toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik,
nefritis akut, diabetus mellitus
- Umur: usia < 20 tahun atau > 35 tahun, multigravida dengan jarak
persalinan terlalu dekat
- Sosial ekonomi: sosial ekonomi rendah, perkawinan tidak sah.
- Sebab lain: ibu perokok, peminum alkohol, pecandu narkoba.
b. Faktor Bayi
- Hidramnion
- Kehamilan ganda
- Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
- Tempat tinggal didataran tinggi
- Radiasi
- Zat racun
3. Karakteristik
a. Prematuritas Murni
- Berat badan kurang dari 2500 gram
- Panjang badan kurang dari 45 cm
- Lingkar kepala kurang 33 cm
- Masa gestasi kurang dari 37 minggu
- Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin, kepala lebih besar
dari badan, lanugo banyak (dahi, pelipis, telinga dan lengan)
- Lemak subkutan kurang
- Ubun-ubun dan sutura lebar
- Rambut tipis dan halus
- Tulang rawan dan daun telinga imatur
- Puting susu belum terbentuk dengan baik
- Pembuluh darah kulit bayak terlihat
- Peristaltik usus dapat terlihat
- Gentalia belum sempurna: labia minora belum tertutup oleh labia
mayora (wanita) dan testis belum turun (laki-laki)
b. Dismatur
- Kulit pucat
- Mekonium kering, keriput dan tipis
- Verniks caseosa tipis/ tidak ada
- Jaringan lemak dibawah kulit tipis
- Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
- Tali pusat berwarna kuning kehijauan
4. Penatalaksanaan
a. Membersihkan jalan nafas
b. Memotong dan merawat Tali Pusat
c. Membersihkan bayi
d. Memberikan obat mata
e. Mempertahankan suhu badan dengan cara membungkus dengan
selimut yang sudah dihangatkan
f. Menidurkan bayi dalam inkubator buatan dengan lampu penghangat
g. Memberikan bayi nutrisi adekuat.
- Apabila refleks hisap belum baik, bayi dicoba menetek sedikit-sediki
- Apabila bisa menetek, berikan ASI dengan sendok atau pipet
- Apabila belum ada reflek menghisap dan menelan, pasang sonde
lambung/ NGT
h. Mengajarkan ibu/ orangtua tentang cara membersihkan jalan nafas,
mempertahankan suhu, mencegah infeksi serta perawatan dan nutrisi
sehari-hari.

B. ASFIKSIA NEONATURUM
1. Definisi
Suatu keadaan kegagalan nafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia antara lain
hipoksia, hiperkapnia dan asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik
terjadi perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob yang akan
menyebabkan kelainan biokimiawi darah yang lebih parah. Keadaan ini
akan mempengaruhi metabolisme sel, jaringan dan organ khususnya
organ vital seperti otak, ginjal, paru yang berdampak pada gangguan
fungsi, gagal organ sampai kematian.
2. Penyebab
Setiap janin akan mengalami hipoksia relatif pada saat segera
setelah lahir dan bayi akan beradaptasi sehingga bayi menangis dan
bernafas. Asfiksia merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan janin
intrauterine yang disebabkan banyak faktor yaitu :
a. Faktor ibu
- Hipoksia ibu
- Usia < 20 tahun atau > 35 tahun
- Gravida lebih dari 4
- Sosial ekonomi rendah
- Penyakit pembuluh darah yang mengganggu pertukaran dan
pengangkutan oksigen: hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus
b. Faktor plasenta
- Plasenta yang tipis, kecil
- Tidak menempel sempurna
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
c. Faktor Janin
- Prematur
- IUGR
- Gemelli
- Tali Pusat Menumbung
- Kelainan Kongenital
d. Faktor persalinan
- Partus lama
- Partus dengan tindakan
3. Diagnosis
Dapat ditegakkan dengan cara menghitung nilai APGAR,
memperhatikan keadaan klinis, adanya sianosis, bradikardi dan hipotoni.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah analisis gas darah
dan kardiotokografi (KTG). Nilai APGAR 7-10 dikategorikan sebagai
asfiksia ringan/ bayi normal, nilai APGAR 4-6 dikategorikan sebagai
asfiksia sedang, nilai APGAR 1-3 dikategorikan sebagai asfiksia berat.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada bayi asfiksia neonatorum adalah
a. Tindakan resusitasi segera setelah lahir Resusitasi adalah upaya untuk
membuka jalan nafas, mengusahakan agar oksigen masuk tubuh bayi
dengan meniupkan nafas ke mulut bayi, menggerakkan jantung
sampai bayi mampu bernafas spontan dan jantung berdenyut spontan
secara teratur.
b. Terapi suportif Dalam bentuk cairan infuse dextrose 5-10% untuk
mencegah hipoglikemi, cairan elektrolit untuk mencukupi kebutuhan
elektrolit dan pemberian oksigen yang adekuat).
c. Terapi medikamentosa Untuk mencegah terjadinya edema cerebri
dengan pemberian kortikosteroid (masih kontroversi) dan
phenobarbital untuk melokalisir perdarahan dan mengurangi
metabolisme serebral.
C. SINDROM GANGGUAN PERNNAFASAN
1. Definisi
Sindrom gawat neonatus yang merupakan sekumpulan gejala
gangguan nafas bayi baru lahir karena berbagai sebab. Sindrom ini terdiri
atas dispneu, merintih/ grunting, tachipneu, retraksi dinding dada, sianosis.
Gejala bisa timbul dalam 24 jam pertama dengan degradasi berbeda-beda
namun yang selalu ada adalah dispneu yang merupakan tanda kesulitan
ventilasi paru.
2. Penyebab
Yang dapat menyebabkan terjadinya SGNN adalah :
a. Kelainan intra paru
1) Penyakit membran hialin (pada bayi prematur)
2) Transient tachypneu of the new born (pada bayi aterm)
3) Pneumonia
4) Hipertensi pulmonal
b. Kelainan ekstra paru
c. Kelainan Otak/ syaraf
- perdarahan, meningitis
- Kelainan Kongenital
- hernia diafragmatika
d. Kelainan Kardiovaskuler
- gagal jantung, syok hipovolemik, anemia
3. Diagnosis
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia
akibat dari gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari:
a. Anamnesis riwayat kehamilan
b. Riwayat persalinan
c. Gejala klinis
d. Pemeriksaan penunjang Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat
praktik sehari-hari dan sering merupakan kegawatan neonatus yang
berakibat kematian atau cacat fisik dan mental di masa datang. Sering
kali sindrom ini sebagai suatu fase adaptasi sistem pernafasan sehingga
akan pulih menjadi normal.
4. Penatalaksanaan
Tergatung dari penyebabnya. Pengelolaan awal adalah pemberian
oksigen yag adekuat dan memperbaiki ventilasi paru.

D. IKTERUS
1. Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit
darah. ikhterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek
(unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated). Pada bayi
baru lahir terbagi menjadi :
a. Ikterus Fisiologis
- Timbul pada hari ke 2 dan 3
- Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% (Neonatus Cukup Bulan)
dan 12,5 mg% (neonatus kurang bulan).
- Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari
- Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%
- Menghilang pada hari ke 10
- Tidak mempunyai potensi kern ikterus
b. Ikterus Patologi
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama, menetap sesudah 2 minggu pertama
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 12,5 mg% (neonatus cukup bulan)
atau 10 mg% (neonatus kurang bulan).
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
- Kadar bilirubin direk > 1 mg%
- Disertai dengan proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi
G6PD dan sepsis)
- Ikhterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan
lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Selain beberapa tanda-
tanda diatas, ikterus pada hiperbilirubinemia adalah ikterus yang disertai
dengan keadaan :
1) BB < 2000 gram
2) Masa gestasi < 36 minggu
3) Asfiksia
4) Hipoksia
5) SGNN
6) Infeksi
7) Trauma jalan lahir pada kepala
8) Hipoglikemi
9) Hiperkapnia
10) Hiperosmolaritas
2. Penyebab
Faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia adalah :
a. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan
darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO.
b. Kelainan dalam sel darah merah seperti talasemia.
c. Hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
d. Infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit
karena tiksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis
e. Kelainan metabolik : hipoglikemi, galaktosemi.
f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti sulfonamida, salisilat.
g. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hirschprung, stenosis pilorik, mekonium ileus. (Ngastiyah,
2005 : 274).
3. Gejala
Gejala hiperbilirubinemia antara lain warna kulit tubuh tampak
kuning, paling baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan
sedikit kulit untuk meghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah.
Derajat ikterus ditentukan dengan melihat kadar bilirubin direk dan
indirek atau secara Kramer di bawah sinar biasa (day light). Komplikasi
bisa terjadi karena ikteruk kadar bilirubin indirek bebas dapat dengan
mudah menembus sawar otak. Keadaan yang memudahkan terjadinya
kern ikterus adalah :
- Imaturitas
- BBLR
- Hipoksia
- Trauma
- Infeksi
- Hiperkarbia
- Hipoglikemia
- Hiperosmolaritas

Gejala klinis kern ikterus pada permulaannya tidak jelas, antara lain

- Bayi tidak mau menghisap


- Letargi
- Mata berputar
- Gerakan tidak menentu
- Kejang 6. Tonus otot meninggi
- Leher kaku 8. Epistotonus

E. KEJANG
1. Definisi
Kejang merupakan salah satu kegawatan yang sering ditemukan
dalam praktek sehair-hari dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Lebih dari sepertiga penderita hidup dengan gejala sisa (Sequele).

2. Penyebab
Penyebab kejang bermacam-macam antara lain:
a. Gangguan metabolisme: hipoglikemi, hipokalemia, hipomagnesia,
hipokalsemia, hiper/hiponatremia, hiperbilirubinemia.
b. Infeksi: Meningitis, meningoensefalitis.
c. Perdarahan intrakranial akibat trauma lahir/ hipoksia.
d. Kelainan susunan syaraf pusat.

3. Penatalaksanaan
Sebelum penyakit primer/ sebabnya diketahui, kejang harus segera
ditolong dengan pemberian anti konvulsan, misalnya phenobarbital
dengan dosis 8-10 mg/kg BB intramuskuler sebagai loading dose
kemudian dengan dosis pemeliharaan per oral 4-5 mg/kg BB/ hari. Dapat
pula diberikan diazepam 0,25-0,5 mg/kg BB intravena atau intramuskuler.
Setelah penyakit primer diketahui maka pengobatan ditujukan untuk
mengatasinya. Pemberian kortikosteroid pada kejang masih menjadi
kontroversi. Pemberian vitamin K intramuskuler pada trauma persalinan
sangat dianjurkan. Koreksi terhadap elektrolit, cairan dan gangguan
metabolisme yang ada

F. HIPOTERMI
1. Definisi
Suhu normal bayi baru lahir adalah 36,5-37,5OC.
2. Gejala awal
Apabila suhu dibawah 36OC atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin.
Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang (suhu 32-36C). Hipotermi berat jika suhu tubuh <
32C. Disamping sebagai gejala, hipotermi juga merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermi adalah bayi akan
mengalami stres dingin. Jika berlanjut akan timbul cidera dingin,
selanjutnya mungkin saja terjadi hipoglikemi dan asidosis metabolik.
Kondisi ini mempunyai risiko terjadinya kematian bayi.
3. Tanda Dan Gejala
Gejala hipotermi pada bayi baru lahir antara lain :
a. Bayi tidak mau menetek
b. Bayi tampak mengantuk/ lesu
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Denyut jantung menurun
e. Kulit bayi mengeras (sklerema) Tanda awal hipotermi sedang/ stres
dingin adalah :
 Kaki teraba dingin
 Kemampuan menghisap lemah
 Aktivitas berkurang: letargi
 Tangisan lemah
 Kulit berwarna tidak merata (cutis marmorata) Tanda hipotermi
berat/ cidera dingin adalah: Bibir dan kuku kebiruan;Pernafasan
lambat dan tidak teratur;Bunyi jantung lambat.
4. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dianggap paling berisiko terjadinya hipotermi
adalah:
a. Perawatan yang kurang tepat setelah lahir
b. Bayi dipisahkan dengan ibunya segera setelah lahir
c. Bayi berat lahir rendah dan prematuritas
d. Tempat melahirkan kurang hangat
e. Bayi asfiksia
f. Hipoksia

5. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan bayi dengan hipotermi adalah
mengembalikan suhu tubuh diatas 36,5C dengan berbagai cara yaitu:
a. Menghangatkan dengan menggunakan radiant warmer atau
dimasukkan ke dalam penghangat/ inkubator/ diberi sinar lampu.
b. Menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu dengan metode
kanguru. Bayi hipotermi biasanya mengalami hipoglikemia. Untuk
itu berikan ASI sedikit sedkit tetapi sering. Bila bayi tidak dapat
menghisap berikan infus glukose 10% 60-80 ml/kgBB/hari.
c. Pemantauan tanda-tanda klinik pada bayi dengan hipotermi sangat
diperlukan karena komplikasi yang terjadi seperti asidosis metabolik,
syok dan gangguan respirasi sering menyebabkan kematian.

G. HIPERTERMIA
1. DEFINISI
Hipertermi adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh mengingkat
melebihi set point yang bisanya disebabkan kondisi tubuh eksternal yang
menimbulkan panas berlebihan jika dibandingkan kemampuan tubuh
untuk menghilangkan panas seperti pada heat stroke, toksisitas aspirin,
kejang/ hipertiroidism. (Wong, 1996)
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami/
berisiko untuk mengalami kenaikkan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,8C per oral atau 38,8C per rektal karena faktor eksternal
(Carpenito, 2001).
2. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala meliputi :
a. Suhu > 37,8OC per oral atau 38,8C per rektal
b. Pernafasan > 60X/ menit
c. Tanda-tanda dehidrasi: BB menurun, turgor kulit kurang dan oliguria.

3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi dengan hipertermi adalah:
a. Modifikasi lingkungan Dilakukan dengan environmental cooling dengan
suhu ruangan 26-28C atau dengan menghilangkan sumber panas
eksternal seperti membuka baju, mengganti selimut/ baju tebal,
mengurangi temperatur lingkungan, meningkatkan sirkulasi udara
dengan kipas angin, membuka jendela atau membiarkan permukaan
tubuh terpapar udara.
b. Spone bathPemberian kompres hangat dan melarang menggunakan
kompres alkohol atau air es. Kompres dilakukan dengan menyeka/
merendam tubuh dengan air hangat-hangat kuku untuk menghilangkan
panas tubuh dengan cara vasodilatasi pembuluh superfisial. Kompres
alkohol/ air es dapat menyebabkan proses pendinginan terlalu cepat dan
kedinginan sehingga dapat meningkatkan suhu tubuh pasien karena
menggigil. Selain itu alkohol dapat menyebabkan vasokontriksi perifer
dan depresi susunan syaraf pusat karena uap yang terhisap.
c. Pemberian antipiretik Aspirin tidak direkomendasikan karena diduga
berhubungan dengan reye sindrom. Obat yang dianjurkan adalah
asetamonifen.

H. HIPOGLIKEMIA
1. DEFINISI
Hipoglikemia adalah konsentrasi glukosa darah bayi lebih rendah
dibanding konsentrasi rata-rata pada populasi bayi dengan umur dan BB
sama ( < 30 mg% pada bayi cukup bulan dan < 20 mg% pada BBLR).
Ada 4 (empat) kelompok bayi yang mempunyai risiko tinggi
terjadi hipoglikemia yaitu :
a. Bayi dengan ibu dengan DM
b. Bayi dengan BBLR → mengalami malnutrisi intrauterin
c. Bayi sangat imatur atau sedang sakit
d. Bayi menderita penyakit kelainan genetik/ metabolisme primer.
e. galaktosemia, penyakit pada penyimpangan glukogen.
2. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala hipoglikemia berdasarkan urutan frekuensi
gejalanya adalah:
a. Gelisah (jitteriness)/ tremor.
b. Episode sianosis, apatis, kejang.
c. Episode apneu/ takipneu intermiten
d. Suara tangisan lemah, bayi lemah
e. Letargi
f. Kesulitan makan
g. Memutar-mutar bola mata
h. Keringat banyak
i. Pucat mendadak
j. Hipotermi
k. Henti jantung (cardiac arrest)
l. Payah jantung.
Gejala-gejala ini dapat timbul dalam beberapa jam sampai 1
minggu setelah kelahiran.

3. PENATALAKSANAAN
Prosedur penatalaksanaan bayi dengan hipoglikemia adalah:
a. Memberikan air gula 30 cc setiap kali pemberian dan observasi
keadaannya.
b. Mempertahankan suhu tubuh dengan membungkus bayi dengan kain
hangat.
c. Menjauhkan dari hal-hal yang dapat meyerap panas bayi
d. Segera berikan ASI
e. Melakukan obseravsi tanda-tanda vital, warna kulit, reflek dan gejala-
gejala hipoglikemiaa. Apabila dalam waktu 24 jam tidak ada perubahan,
rujuk bayi kerumah sakit rujukan. 10.

I. TETANUS NEONATURUM
1. DEFINISI
Penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan
clostridium tetani. Spora kuman masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali
pusat baik pada saat pemotongan ataupun saat perawatannya sebelum
lepas. Masa inkubasi 3-28 hari tetapi jika kurang dari 7 hari penyakit ini
lebih parah dan angka kematiannya lebih tinggi.
2. GEJALA KLINIS
Gejala klinis tetanus neonatorum adalah:
a. Demam
b. Sulit menetek karena kejang otot rahang dan pharing (trismus).
c. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
d. Kejang terutama bila terkena rangsangan cahaya, suara atau sentuhan
e. Kadang-kadang disertai serak nafas dan wajah membiru.
f. Kaku kuduk
g. Posisi punggung melengkung
h. Kepala mendongak ke atas (Opistotonus) Sering timbul komplikasi
terutama bronkhopneumonia, asfiksia dan sianosis akibat obstruksi
jalan nafas oleh lendir/ sekret serta sepsis
3. PENANGANAN
Berikut prosedur penanganan bayi dengan tetanus neonatorum:
a. Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang.
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas,
memasang tongspatula.
c. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat dan
telinga.
d. Mengatasi penyebab tetanus dengan memberikan suntikan ATS dan
antibiotika.
e. Perawatan adekuat : oksigen, makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
f. Ruangan tenang, sedikit sinar
Daftar Pustaka

Kelly, Paula. M.D. 2010. Buku Saku Neonatus dan Bayi. EGC: Jakarta

Pantiawati, Ika. 2010. Bayi dengan BBLR. Nuha Medika: Yogyakarta

Maryuni, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. TIM: Jakarta


NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

IMUNISASI DASAR, IMUNISASI ULANGAN, DAN


IMUNISASI LANJUTAN

(Kajian 8)

Definisi Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Imunisasi adalah tindakan untuk memberikan kekebalan terhadap suatu


penyakit atas tubuh manusia (Kamisa, 1998 : 241). Dalam ilmu kedokteran,
imunisasi adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi
benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut
(T.R. Browry 1984 dalam Wardhana, 2001).

Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT,
4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (dosis)
vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11 bulan)
(Depkes RI, 2000).2

1. Jenis-jenisnya
a. BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan guna membentuk
ketahanan tubuh terhadap penyakit TB (Tuberkulosis). Penyakit ini tidak
mencegah infeksi TB, melainkan mengurangi resiko serangan virus
tubercle bacii yang dapat hidup didalam darah atau misalnya seperti
meningitis TB dan TB miller. Oleh sebab itulah imunisasi ini dilakukan
agar anak memiliki kekebalan tubuh yang aktif, dengan memberikan jenis
basil yang sudah dilemahkan kedalam tubuh anak. Vaksin BCG ini
diberikan hanya satu kali, biasanya di kurun waktu usia anak dibawah 3
bulan.
b. Hepatitis B
Imunisasi ini termasuk imunisasi yang wajib diberikan pada anak
untuk mencegah masuknya VHB, virus ini adalah virus penyebab
timbulnya penyakit Hepatitis B. Penyakit Hepatitis B adalah penyakit
yang muncul akibat adanya sirosis atau yang bisa disebut pengerutan hati.
Jika penyakit ini berkembang didalam hati, maka akan berubah menjadi
lebih parah yaitu kanker hati. Dalam imunisasi ini terdapat kombinasi pada
jenis vaksin seperti DPT dan HepB, berdasarkan penelitian Biofarma
vaksin ini dapat merespon antibodi pada anak lebih optimal dibandingkan
dengan vaksinasi yang diberikan secara terpisah. Vaksin hepatitis B
diberikan 3 kali untuk anak. Rentang ke-1, setelah anak lahir, rntang ke-2,
sebulan setelah vaksin pertama, rentang ke-3, antara usia anak 4-6 bulan.
c. Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan guna merangsang
kekebalan tubuh anak terhadap serangan virus polio. Polio adalah virus
yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan sesak napas pada si
penderitanya. Pada pemberian imunisasi polio, vaksin polio digolongkan
menjadi dua macam yaitu OPV (Oral Polio Vaccine) dan IPV (Inacivated
Polio Vaccine). Pada OPV vaksin yang akan disuntikan kedalam tubuh
anak adalah berupa virus yang sudah dilemahkan. Sedangkan yang satunya
adalah IPV yaitu suntikan yang berisi virus polio yang sudah dimatikan.
Vaksin Polio diberikan 6 kali secara bertahap saat beberapa hari
setelah anak lahir, anak menginjak usia di bulan ke-2, usia anak di bulan
ke-4, usia anak di bulan ke-6, usia anak 18 bulan dan terakhir ketika anak
berusia 5 tahun.
d. DPT
Imunisasi DPT adalah imunisasi yang diberikan agar anak
terhindar dari penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian vaksin ini
dilakukan sebanyak 3 kali pada anak usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Metode yang dilakukan pada pemberian vaksin ini dengan cara disuntikan
pada anak. Pada imunisasi ini efek samping yang akan dirasakan anak
adalah demam, rasa nyeri pada bagian yang disuntik, dan anak akan rewel
selama kurang lebih 2 hari.

e. Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang dilakukan guna
mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh virus Morbili.
Sebenarnya antibodi ini sudah diterima bayi dari ibunya, namun semakin
bertambahnya usia semakin menurun pula antibodi yang ia dapatkan dari
ibunya. Oleh sebab itu si kecil membutuhkan bantuan vaksinasi campak
untuk menguatkan kembali antibodinya. Vaksinasi campak diberikan 2
kali, yaitu ketika anak berusia 9 bulan dan saat anak berusia 6 tahun.
f. HIB
HIB adalah imunisasi yang diberikan guna mencegah penyakit
HIB. Dengan memberikan imunisasi ini, akan mencegah resiko serangan
virus atau bakteri lain. Imunisasi ini dilakukan ketika bayi berusia 2 bulan,
3 bulan dan 5 bulan. Pada vaksin HIB terdapat sebuah vaksin kombinasi
DPT dan HIB yang memiliki daya imunogenitas yang tinggi namun tidak
akan mempengaruhi respon pada imun yang lain.

g. PCV
Bayi yang berisiko tinggi mengalami kolonisasi pneumokokus,
yaitu bayi yang terindikasi dengan infeksi pada saluran napas bagian atas,
merupakan perokok pasif, tidak memperoleh ASI, dan bayi yang
bermukim di negara yang memiliki 4 musim (pada musim dingin).
Umumnya vaksin ini hanya disarankan oleh dokter, tergantung beberapa
indikasi tersebut diatas.
h. OTAVIRUS
Imunisasi ROTAVIRUS adalah imunisasi dengan menggunakan
vaksin yang dapat mencegah timbulnya penyakit rotavirus yang dapat
menyebabkan kematian pada anak. Pada imunisasi ini vaksin yang
diberikan adalah vaksin monovalent ( Rotarix ) dan pentavalen ( Rotareq )
Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa vaksin rotavirus
terbukti sangat efektif dalam melindungi tubuh anak. Para peneliti
menyimpulkan bahwa vaksin ini efektif, karena pada rumah sakit yang
mendapatkan kasus tersebut terbukti dapat menekan jumlah pasien diare
sebanyak 50%. Dan penurunan kasus pada pasien tersebut terjadi sekitar
kurang lebih 2 tahun setelah program imunisasi tersebut dijalankan..

i. INFLUENZA
Imunisasi influenza adalah imunisasi yang diberikan guna
mencegah timbulnya flu pada anak. Imunisasi ini diberikan pada anak
berusia 6 bulan hingga 2 tahun. Imunisasi ini berguna untuk mencegah
datangnya flu yang dapat ditularkan melalu udara, bersin ataupun batuk.
Vaksinasi pada imunisasi ini disarankan untuk anak yang memiliki
penyakit asma, ginjal dan diabet. Gejala yang akan dirasakan anak adalah
demam, batuk, pilek dan bahkan terasa pegal-pegal pada tubuh anak.

j. VARISELA
Imunisasi varisela adalah imunisasi yang diberikan pada anak guna
mencegah timbulnya virus varicella zostar atau yang biasa kita sebut cacar
air. Virus ini memang bisa saja menyerang siapa saja baik anak-anak
maupun orang dewasa. Pada pemberian vaksin ini, anak harus dalam
keadaan sehat, tidak demam, tidak memiliki neomisin dan defisiensi imun
seluler. Oleh sebab itu imunisasi menjadi cara efektif untuk mencegah
timbunya virus varicella zostar atau cacar air.

k. TIFOID
Imunisasi tifoid atau yang sering disebut tifus adalah imunisasi
yang diberikan pada anak guna mencegah terjadinya tifus pada anak.
Imunisasi ini disarankan untuk anak usia 2 tahun, dan diberikan 3 tahun
sekali pada anak. Penyakit ini terjadi karena adanya bakteri salmonella
typhi yang sering ditemukan di air ataupun tempat tinggal yang kurang
terjaga kebersihannya.

l. HEPATITIS A
Imunisasi hepatitis A adalah imunisasi yang dapat diberikan pada
anak usia 2 tahun. Imunisasi yang akan diberikan kepada anak berupa
vaksinasi yang dapat mencegah timbulnya virus peradangan pada hati
anak. Pemberian vaksinasi ini dilakukan dua kali, dan jarak antara
suntikan pertama dan kedua berjarak antara 6 bulan hingga 12 bulan / 1
tahun.

m. HPV
Imunisasi HPV adalah imunisasi yang dapat diberikan pada anak
usia remaja. Usia ini berguna untuk mencegah kanker serviks pada wanita
sejak dini. Imunisasi ini dapat diberikan pada anak usia 12 tahun, dan
sesuai dengan ketentuan dokter. Pada imunisasi ini anak harus diberikan
vaksin sebanyak 3 dosis, dosis kedua diberikan 2 bulan setelah dosis
pertama dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.

n. MMR
Adalah imunisasi yang dilakukan untuk otak. Imunisasi ini
sebenarnya tidak banyak disarankan oleh dokter, karena terjadi banyak
kasus timbul gejala autisme setelah anak mendapatkan imunisasi ini. Akan
lebih baik jika bunda mengeonsultasikan pada dokter dan mencari efek
samping dari imunisasi ini melalui banyak sumber.

Beberapa jenis penyakit yang terjadi pada anak memang tidak terlalu
berbahaya, namun mengantisipasi tentu lebih baik daripada mengobati. Beberapa
manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi pada anak, adalah :

 Mencegah anak dari serangan penyakit, dewasa ini banyak sekali bermunculan
jenis-jenis penyakit yang begitu mengkhawatirkan. Seperti flu burung, flu
singapura, sapi gila, dan lainnya. Walaupun bisa diobati, namun ada penderita
yang mengalami catat dalam anggota tubuhnya. Atau bisa juga dengan
terlampau seringnya mengkonsumsi obat atau antibiotik membuat beberapa
organ tubuh penderita menurun fungsi kerjanya. Denagn memberikan
imunisasi, orangtua telah membentengi tubuh anak setidaknya mencegah atau
mengurangi resiko yang lebih besar.
 Memperkecil resiko penyakit menular, dengan musim yang tak jelas seperti
sekarang, anak-anak tentu lebih rentan terhadap perubahan cuaca dan
penyebaran penyakit. pemberian imunisasi kepada anak, setidaknya membuat
anak dapat melakukan berbagai aktivitasnya di luar rumah dengan tenang
tanpa kekhawatiran orangtua akan lingkungan yang kotor, kuman/virus yang
berterbangan dan sebagainya.
 Menghemat anggaran keluarga dan pemerintah, pemberian imunisasi
diharapkan anak-anak akan tumbuh menjadi lebih baik, lebih sehat, lebih kuat.
Dengan imunisasi juga diharapkan penyebaran berbagai jenis penyakit
menular dan berbahaya menjadi lebih kecil sehingga biaya atau anggaran
untuk berobat pun menjadi lebih hemat. Jika anak-anak yang menjadi generasi
penerus bangsa sehat, tentunya masa depan bangsa pun lebih baik.
 Program atau jadwal imunisasi untuk anak, biasanya sudah tersedia dalam
buku panduan ketika anak lahir. Dan petugas rumah sakit (suster, dokter)
memberikan catatan baik waktu untuk melakukan imunisasi maupun catatan
jika imunisasi tersebut sudah dilakukan.
2. Cara penyimpanannya
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada
sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama
penyimpanan yang telah ditentukan di masing¬-masing tingkatan administrasi.
Untuk menjaga rantai dingin vaksin yang disimpan pada lemari es di Puskesmas,
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es


2. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di dalam lemari
di tempat yang benar dan pencatatan suhu pada kartu suhu atau grafik suhu
sebanyak dua kali sehari pada pagi dan siang hari
3. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal diterima atau
dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah diterima atau
dikeluarkan dan jumlah sisa yang ada.
Cara penyimpanan Vaksin
3. Dosis dan cara pemberiannya
Vaksin Volume dosis Cara pemberian
Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT,
DpaT, TT, Td, dan yang
0,5 ml Intramuskular (IM)
dikombinasikan dengan Hib, Hepatitis
B, dan Polio Suntik)

Haemophilus influenzae tipe b (Hib) 0,5 ml IM

≤ 18 tahun: 0,5 ml
Hepatitis A
IM
≥ 19 tahun: 1ml

≤ 19 tahun: 0,5 ml
Hepatitis B IM
≥ 20 tahun: 1ml

Human papillomavirus (HPV) 0,5 ml IM


6-35 bulan: 0,25ml
Influenza mati (trivalen) IM
≥ 3 tahun: 0,5ml

Campak, Gondongan, Rubella


0,5 ml Subkutan (SC)
(Campak tunggal ataupun MMR)
Meningokokus konjugat (MCV) 0,5 ml IM
Meningokokus (polisakarida) (MPS) 0,5 ml SC
Pneumokokus konjugat (PCV) 0,5 ml IM
Pneumokokus (polisakarida) (PPS) 0,5 ml IM atau SC
Polio hidup (OPV) 2 tetes Oral
Polio (mati) (IPV) 0,5 ml IM atau SC
Rotarix: 1 ml
Rotavirus Oral
RotaTeq: 2 ml

Varisela (cacar air) 0,5 ml SC


BCG 0,05 ml Intrakutan
4. Jadwal pemberian

Cara membaca kolom usia :


a. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan
vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB
monova- len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas
yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal
pemberian pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan
DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
b. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di
sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPVbersamaan dengan pemberian
OPV-3.
c. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan,
optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
d. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada
usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
e. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
f. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama
diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia > 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
g. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan
atau lebih, dosis 0,5 mL.
h. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
i. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9
bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval
6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak,
maka dapat diberikan vaksin MMR/MR.
j. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada
usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
k. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.
l. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan
pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis
tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2
tahun berikutnya. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan
jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

5. Kontra indikasi
Kontra indikasi dalam pemberian ada 3, yaitu:
a. Analvilaksis atau reaksi hipersensitiva (reaksi tubuh yang terlalu sensitif)
yang hebat merupakan kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin
berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 380C merupakan
kontraindikasi pemberian DPT atau HB1 dan campak. Jangan berikan
vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS,
sedangkan vaksin yang lainnya sebaiknya diberikan.Jika orang tua sangat
berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih
baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi
sudah sehat. Penanganan bagi bayi yang mengalami kondisi sakit,
sebaiknya tetap diberikan imunisasi:
- Pada bayi yang mengalami alergi atau asma imunisasi masih bisa
diberikan. Kecuali jika alergi pada komponen khusus dari vaksin yang
diberikan. [Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare
dengan suhu dibawah 38,50C.
- Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah
imunisasi. Riwayat yang belum tentu benar ini membuat keengganan
bagi ibu untuk memberikan imunisasi pada anaknya, akan tetapi hal
inibukan masalah besar, jadi imunisasi masih tetap diberikan.
- Pengobatan antibiotik, masih biasa diberikan bersamaan dengan
pemberian munisasi.Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV
dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, jika
menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS kecuali imunisasi BCG ,
imunisasi yang lain tetap berlaku.
- Anak diberi ASI, bukan masalah pemberian ASi jika disertai pemberian
imunisasi. Pemberian imunisasi juga dapat dilakukan pada bayi yang
sakit kronis, seperti , [ penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau
liver. Pada penderita down’s syndrome atau pada anak dengan kondisi
saraf yang stabil seperti kelumpuhan otak yang disebabkan karena luka,
imunisasi boleh saja diberikan.Bayi yang lahir sebelum waktunya
(prematur) atau berat bayi saat lahir rendah. Sebelum atau pasca operasi.
Kurang gizi. Riwayat sakit kuning pada kelahiran.

6. Rantai dingin
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke
tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah secara berjenjang.
Daftar Pustaka

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017 diakses
pada 09.43 Jumat, 15 Desember 2017

KEMENKES. 2014. Buku Ajar Imunisasi.


NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

SISTEM RUJUKAN
KAJIAN 9

1. Pengertian Rujukan

Sistem rujukan adalah system yang dikelola secara strategis , proaktif , pragmatif
dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya
terutama ibu dan bayi baru lahir , dimanapun mereka berada dan berasal dari
golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu dan
bayi melalui peningkatan mutu dan katerjangkauan pelayanan kesehatan dan neonatal
di wilayah mereka berada ( DepKes RI,2006 ) .

Sistem rujukan adalah suatu penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang


melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertical atau horizontal ( Notoatmojo , 2003 ) .

Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang


memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara
vertikal maupun horizontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan
secara rasional (Hatmoko, 2000).

Sistem rujukan neonates adalah suatu system yang memberikan suatu gambaran
tata cara pengiriman neonates risiko tinggi dari tempat kurang mampu memberikan
penanganan ke rumah sakit (RS) yang dianggap mempunyai fasilitas yang lebih
mampu dalam hal penatalaksanaannya secara menyeluruh ( yaitu mempunyai fasilitas
yang lebih , dalam hal tenaga medis , laboratorium , perawatan dan pengobatan ) .

Tiga hal yang kemungkinan terjadi dalam kegiatan rujukan , antara lain :

a. Penyerahan tanggung jawab timbal balik perawatan penderita dari suatu unit
kesehatan secara vertical dan horizontal pada unit kesehatan yang lebih mampu .
b. Penyaluran pengetahuan dan keterampilan dari unit kesehatan yang lebih mampu
pada unit kesehatan yang lebih kecil.
c. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan labolatorium dari unit kesehatan yang kecil
pada unit kesehatan yang lebih mampu dan pengiriman hasil kembali pada unit
kesehatan yang mengirimnya .

Tujuan sistem rujukan neonates adalah memberikan pelayanan kesehatan pada


neonates dengan cepat dan tepat , menggunakan fasilitas kesehatan kesehatan
neonates seefisien mungkin dan mengadakan pembagian tugas pelayanan kesehatan
neonates pada unit-unit kesehatan sesuai dengan lokasi dan kemampuan unit-unit
tersebut serta mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu .

2. Jenis Rujukan

Secara garis besar , rujukan dalam pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua , yaitu
sebagai berikut :

a) Rujukan medik

Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan


kesehatan pasien . Di samping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi
medis) dan bahan-bahan pemeriksaan . Rujukan medic juga terdiri atas dua macam
rujukan , yaitu :
1) Rujukan pasien ( transfer of patient ) , meliputi kosultasi klien untuk
keperluan diagnostik , pengobatan , tindakan , operatif dan lain-lain.
2) Rujukan specimen ( transfer of specimen ) meliputi pengiriman bahan atau
specimen untuk pemeriksaan labolatorium lengkap .

b) Rujukan kesehatan masyarakat

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (prefentif) dan


peningkatan kesehatan ( promosi ) .Rujukan ini mencakup rujukan teknologi , sarana
, dan operasional.

Rujukan kesehatan masyarkat , terdiri atas survey epidemiologi dan


pemberantasan penyakit menular atau kejadian luar biasa (KLB) ,pemberian makanan
atas kejadian kelaparan , penyelidikan kejadian keracunan masal , bantuan teknologi
dan obat- obatan serta pemberian makanan , obat-obatan dan tempat tinggal pada
kejadian bencana alam .

3. Tingkat Rujukan

Sebelum membicarakan tingkat rujukan, akan dibahas dahulu tingkat perawatan


unit bayi baru lahir .Berdasarkan factor resiko dan kemampuan unit kesehatan , pada
dasarnya tingkat perawatan dibagi menjadi :

a. Pelayanan dasar termasuk di dalamnya adalah RS kelas D , puskesmas dengan


tempat tidur , rumah bersalin .
b. Pelayanan spesifik didalamnya termasuk RS kelas C , RS Kabupaten , RS
swasta , RS provinsi .
c. Pelayanan subspesialistik ialah RS kelas A , RS kelas B , Pendidikan non
pendidikan pemerintah atau swasta .

Sesuai dengan pembagian tersebut ,maka unit perawatan bayi baru lahir dapat dibagi
menjadi :
1) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat III

Unit perawatan bayi baru lahir tingkat III merupakan penerimaan rujukan bayi
baru lahir yang lahir dirumah atau pondok bersalin . Unit ini memberikan pelayanan
dasar padabayi yang baru lahir di puskesmas dengan tempat tidur ( rawat inap ) dan
rumah bersalin . Kasus rujukan yang padat dilakukan adalah :

• Bayi kurang bulan


• Sindroma gangguan pernafasan
• Kejang
• Cacat bawaan yang memerlukan tindakan segera
• Gangguan pengeluaran meconium disertai kembung dan muntah
• Kuning yang timbul terlalu awal atau lebih dari 2 minggu
• Diare

Pada unit ini perlu penguasaan terhadap pertolonganpertama kegawatan bayi baru
lahir seperti pengenalan tanda-tanda sindroma gangguan nafas , infeksi atau sepsis ,
cacat bawaan yang memerlukan pertolongan segera , masalah icterus , muntah ,
perdarahan , BBLR , dan diare.

2) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat II

Pada unit ini telah ditempatkan sekurang-kurangnya tempat tenaga dokter ahli.
Pelayanan yang diberikan di unit ini merupakan pelayanan kehamilan dan persalinan
normal maupun resiko tinggi . perawatan bayi baru lahir pada unit ini meliputi
kemampuan pertolongan resusitasi bayi baru lahir dan resusitasi pada kegawatan
selama pemasangan pita endotrakeal , terapi oksigen pemberian cairan IV , terapi
sinar dan transfuse tukar , penatalaksanaan hipoglikema , perawatan bayi BBLR dan
bayi lahir dengan tindakan . Sarana penunjang berupa labolatorium dan pemeriksaan
radiologis telah tersedia pada unit ini . Unit ini juga telah ada dokter bedah sehingga
dapat melakukan tindakan bedah segera pada bayi .
3) Unit perawatab bayi baru lahir tingkat I

Pada unit ini semua aspek yang berhubungan dengan masalah perinatology dan
neonatologi dapat ditangani . Unit ini merupakan pusat rujukan sehingga kasus yang
ditangani sebagian besar merupakan kasus resiko tinggi baik dalam kehamilan ,
persalinan , maupun bayi baru lahir.

4. Mekanisme / Alur Rujukan


Secara garis besar arah rujukan adalah menurut arah panah pada gambar berikut
ini , namun kadang – kadang terjadi penyimpanan . Rujukan dari puskesmas bisa saja
langsung dirujuk ke RS tipe A atau tipe B karena suatu hal , misalnya kedudukan RS
tersebut lebih dekat dan sebagainya .
a. Dari kader dapat dikirim ke :
• Puskesmas pembantu
• Pondok bersalin / bidan desa
• Puskesmas / puskesmas rawat inap
• Rumah sakit pemerintah / swasta
b. Dari posyandu dikirim ke :
• Puskesmas pembantu
• Pondok bersalin / bidan desa
• Puskesmas / puskesmas rawat inap
• Rumah sakit pemerintah /swasta
c. Dari puskesma pembantu dikirim ke :
• Rumah sakit tipe D/C atau
• Rumah sakit swasta
d. Dari pondok bersalin / bidan desa dikirim ke :
• Rumah sakit tipe D/C atau
• Rumah sakit swasta
❖ Identifikasi Neonatus yang akan dirujuk

Telah disebutkan bahwa neonates yang akan dirujuk adalah neonates yang
tergolong bayi resiko tinggi . Perlu diketahui bahwa neonates resiko tinggi dapat lahir
dari ibu dengan kehamilan resiko tinggi pula . Dalam tahap yang lebih awal ,
penlongan persalinan seharusnya dapat mengenali bahwa kehamilan yang dihadapi
adalah suatu kelahiran resiko tinggi . Berikut ini beberapa kasus kehamilan resiko
tinggi antara lain :

• Ketuban pecah dini


• Amnion tercampur meconium
• Kelahiran premature
• Kelahiran postmatur
• Toksemia
• Ibu menderita diabetes mellitus , hipertensi , penyakit jantung , ginjal ,
epilepsy , demam dan perdarahan .
• Primigravida muda (usia kurang dari 17 tahun ) dan tua ( usia lebih dari 35
tahun).
• Gamelli

Bayi yang termasuk kategori bayi resiko tinggi , antara lain adalah sebagai berikut :

• Bayi premature
• BBLR
• Bayi dengan riwayat Apnae
• Bayi dengan kejang berulang
• Sepsis
• Asfiksia berat
• Bayi dengan gangguan nafas dan perdarahan
Penolong persalinan harus dapat mengidentifikasi ibu yang akan melahirkan ,
kelak akan melahirkan bayi resiko tinggi . penolong persalinan dalam hal ini antara
lain dukun beranak , bidan desa , perawat bidan , dokter puskesmas atau dokter umum
, dokter di rumah sakit kelas D , Dokter di rumah sakit kelas C . Penolong persalinan
yang lebih banyak mengalami kesukaran dalam mengidentifikasi kelahiran bayi
resiko tinggi adalah dukun beranak. Bidan atau perawat bidan lebih mudah
mengidentifikasi kelahiran bayi resiko tinggi , karena pada saat menempuh
pendidikan telah diajarkan mengenai persalinan dan neonates resiko tinggi .

Bidan dapat memberikan alih pengetahuan kepada dukun mengenai pertolongan


kelahiran bayi berupa ketentuaan-ketentuaan sebagai berikut :

• Membersihkan saluran nafas


• Bayi dijaga jangan sampai kedinginan
• Sterilisasi
• Perawatan tali pusat dan bayi yang benar

❖ Rujukan Neonatus

Prinsip Dasar :

1. Rujukan ideal : Rujukan antepartum


2. Sistem regionalisasi rujukan perinatal
a. Bayi dirujuk cepat dan adekuat
b. Fasilitas lengkap dan terdekat
3. Syarat merujuk adalah kondisi bayi stabil.
4. Lakukan komunikasi serta berikan informasi dan edukasi ( KIE ) dalam proses
rujukan . KIE memiliki tujuan umum dan khusus seperti berikut ini :
a. Tujuan umun :
• Menjelaskan pentingnya sistem rujukan
• Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan
b. Tujuan khusus ;
• Melakukan komunikasi serta memberikan informasi dan eduka
( KIE ) dalam proses rujukan .
• Mengenal kasus-kasus yang harus dirujuk .
• Melaksanakan sistem rujukan.
❖ Kasus yang harus dirujuk

Berikut adalah kasus-kasus yang harus dirujuk :

• Asfiksia dan gangguan nafas


• BBLR
• Hipotermi berat
• Ikterus
• Hipoglikemi
• Infeksi atau sepsis dengan komplikasi
• Kasus bedah neonatus
• Kejang yang tidak teratasi
• Bayi dari ibu DM
• Penyakit 8emolysis

❖ Proses rujukan

Dilakukan dengan cara berikut ;

1. Memperhatikan sistem regionalisis


2. Memberikan KIE mengenai pentingnya pelaksanaan rujukan
3. Melengkapi syarat rujukan yang biasanya terdiri atas izin tindakan , surat
rujukan , dan data pasien atau catatan medis .
a. Pasien dalam keadaan stabil
b. Melibatkan tenaga yang stabil resusitasi.

Tindakan sebelum dan selama rujukan :

1. Pastikan bayi tetap hangat


2. Jika bayi dicurigai memiliki riwayat infeksi bakteri , maka berikan antibiotic
dosis pertama gentamisin 4 mg/kg BB ditambah dengan ampisilin 100 mg/kg
BB secara IM.
3. Jika bayi sianosis atau sukar bernafas , ada tarikan dinding dada , dan merintih
, maka segera beri oksigen.
MEKANISME RUJUKAN

POSYANDU /
MASYARAKAT

PUSKESMA PEMBANTU

PUSKUSMAS ATAU
BALKESMAS

DOKTER /BIDAN
RS Kelas C atau D
Praktek swasta

RS Kelas B

RS Kelas A
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak.Yogyakarta: Nuha Medika

Hanifa Gulardi, dkk. 2007. Buku Panduan Praktisi Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Puataka Sarwono Prawirohardjo

Rukiyah dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Trans Info Media
NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

MTBM (MANAJEMEN TERPADU BALITA MUDA)


KAJIAN X

A. KONSEP DASAR MTBM

Manajemen Terpadu Bayi Muda merupakan pendekatan yang digunakan


dengan konsep yang terpadu untuk bayi muda yang usianya 1 hari- 2 bulan baik yang
berkondisi sehat ataupun sakit. Dalam pendekatan ini juga menggunakan suatu
persepsi untuk menggunakan fasilitas rawat jalan untuk pelayanan kesehatan dasar
yang dilakukan dengan mengunjungi bayi muda yang tergolong neonatal oleh petugas
kesehatan.

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang


terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak
usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara penatalaksanaan balita sakit. Dalam
perkembangannya MTBS juga mencakup Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
umur kurang dari 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Umur 2 bulan
tidak termasuk pada bayi muda tapi ke dalam kelompok 2 bulan sampai 5 tahun.

Bayi Muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi berat dan serius bahkan
meninggal terutama pada satu minggu pertama kehidupan bayi. Penyakit yang terjadi
pada 1 minggu pertama kehidupan bayi hampir selalu terkait dengan masa kehamilan
dan persalinan. Keadaan tersebut merupakan karakteristik khusus yang harus
dipertimbangkan pada saat membuat klasifikasi penyakit. Pada bayi yang lebih tua
pola penyakitnya sudah merupakan campuran dengan pola penyakit pada
anak.Sebagian besar ibu mempunyai kebiasaan untuk tidak membawa Bayi Muda ke
fasilitas kesehatan. Guna mengantisipasi kondisi tersebut program Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) memberikan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir melalui
kunjungan rumah oleh petugas kesehatan.

Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan
didekteksi dini. Jika ditemukan masalah petugas kesehatan dapat menasehati dan
mengajari ibu untuk melakukan Asuhan Dasar Bayi Muda di rumah, bila perlu
merujuk bayi segera. Proses penanganan bayi muda tidak jauh berbeda dengan
menangani balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

B. PELAKSANAAN MTBM
Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang memperlihatkan urutan
langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya :
1. Penilaian dan klasifikasi
2. Tindakan dan Pengobatan
3. Konseling bagi ibu
4. Pelayanan Tindak lanjut
Dalam pendekatan MTBS tersedia “Formulir Pencatatan” untuk Bayi Muda
dan untuk kelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun. Kedua formulir pencatatan ini
mempunyai cara pengisian yang sama.
1. Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik
2. Klasifikasi membuat keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau
masalah serta tingkat keparahannya dan merupakan suatu kategori untuk
menentukan tindakan bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit
3. Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan memberi
pengobatan difasilitas kesehatan sesuai dengan setiap klasifikasi.
4. Konseling juga merupakan menasehati ibu yang mencakup bertanya,
mendengar jawaban ibu, memuji, memberi nasehat relevan, membantu
memecahkan masalah dan mengecek pemahaman
5. Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada
saat anak datang untuk kunjungan ulang

Menanyakan kepada ibu mengenai masalah Bayi Muda. Tentukan


pemeriksaan ini merupakan kunjungan atau kontak pertama dengan Bayi Muda atau
kunjungan ulang untuk masalah yang sama. Jika merupakan kunjungan ulang akan
diberikan pelayanan tindak lanjut yang akan dipelajari pada materi tindak lanjut.

Kunjungan Pertama lakukan pemeriksaan berikut :

a. MEMERIKSA KEMUNGKINAN PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU


INFEKSI BAKTERI. Selanjutnya dibuatkan klasifikasi berdasarkan tanda dan
gejalanya yang ditemukan.
Infeksi pada bayi muda dapat terjadi secara sistemik atau lokal. infeksi sistemik
gejalanya tidak terlalu khas, umumnya menggambarkan gangguan fungsi system
organ seperi: gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan nafas, bayi malas minum,
tidak bisa minum atau muntah, diare, demam, atau hipotermia. pada infeksi lokal
biasanya bagian yang terinfeksi teraba panas, bengkak, merah.
• Memeriksa gejala kejang
Pemeriksaan ini dilakukan pada semua bayi muda merupakan gejala kelainan
susunan syaraf pusat dan merupakan keadaan darurat. kejang pada bayi muda umur
kurang dari dua hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir dan kelainan bawaan,
sedangkan kejang pada umur lebih dari dua hari dikaitkan dengan tetanus
neonatorum, infeksi dan kelainan metabolik seperti kurangnya kadar gula darah. pada
bayi kurang bulan, kejang lebih sering disebabkan oleh perdarahan intracranial.

Cara memeriksanya yaitu :


TANYA : Adakah riwayat kejang ?
LIHAT : Apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun?
DENGAR : Apakah bayi menangis melengking tiba-tiba
LIHAT : Apakah ada gerakan yang tidak terkendali ?
LIHAT : Apakah mulut bayi mencucu?
LIHAT DAN RABA : Apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa
rangsangan

• Memeriksa gejala gangguan nafas


Frekuensi nafas normal bayi cukup bulan adalah 30-50 kali/menit. Frekuensi
nafas lebih dari 60 kali/menit atau kurang dari 30 kali/menit dan menetap
menunjukan ada gangguan nafas, biasanya disertai tanda bayi biru(sianosis), tarikan
dinding dada yang sangat kuat, pernafasan cuping hidung serta terdengar suara
merintih.
Cara memeriksanya yaitu :
LIHAT : Hitung nafas dalam satu menit
LIHAT : Adakah tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat?
DENGAR : Apakah bayi merintih?
• Memeriksa gejala hipotermia
Suhu normal pada bayi adalah 36,5-37,5 0 C suhu <35,5 o C disebut hipotermia
berat yang mengindikasikan infeksi berat sehingga harus segera dirujuk.

Cara memeriksanya yaitu :


PERIKSA : Ukur suhu aksila dengan termometer atau raba badan bayi

• Memeriksa infeksi bakteri lokal


Infeksi bakteri lokal yang sering terjadi pada bayi muda adalah infeksi pada
kulit,mata dan piusar.

Cara memeriksanya yaitu :


LIHAT : Apakah ada pustul dikulit?
LIHAT : Apakah mata bernanah?
LIHAT : Apakah pusar kemerahan atau bernanah?

b. Menanyakan pada ibu apakah bayinya DIARE, jika diare periksa tanda dan
gejalanya yang terkait. Klasifikasikan Balita Muda untuk DEHIDRASI nya dan
klasifikasikan juga untuk diare persisten dan kemungkinan disentri.

• Memeriksa Dan Mengklasifikasikan Diare


Menilai Diare
Bayi yang dehidrasi, biasanya gelisah atau rewel. jika dehidrasi berlanjut, bayi
menjadi letargis atau tidak sadar. karena bayi kehilangan cairan, matanya mungkin
kelihatan kuning. jika kulit perut dicubit, kulitnya akan lambat kembali

Cara memeriksanya yaitu :


TANYA : Apakah bayi diare?
LIHAT : Keadaan umum bayi
:Apakah bayi letargis atau tidak sadar ?
: Apakah bayi gelisah atau rewel?
: Apakah mata cekung?
PERIKSA : Dengan mencubit kulit perut untuk memgetahui turgor (apakah
kembalinya sangat lambat >2 detik atau lambat)

Klasifikasi Diare
Jika terdapat 2 atau lebih tanda yang terdapat pada baris atas dengan penilaian dan
klasifikasi, klasifikasi status dehidrasi bayi sebagai diare dehidrasi berat. jika tidak
ada tanda sebagai mana tercantum pada baris atas,l ihat baris bawah berikutnya. jika
ditemukan 2 atau lebih tanda gejala pada baris kedua, klasifikasikan bayi muda
sebagai diare dehidrasi ringan atau sedang. jika tidak cukup tanda gejala untuk diare
dehidrasi berat atau ringan/sedang, maka bayi diklasifikasikan sebagai Diare Tanpa
Dehidrasi.

c. MEMERIKSA IKTERUS dan klasifikasikan berdasarkan gejala yang ada.


• Memeriksa Dan Mengklasifikasikan Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi kekuningan, yang
diakibatkan oleh penumpukan bilirubin, sebagian lainnya karena ketidak cocokan
golongan darah ibu dan bayi. peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh
pembentukan yang berlebih atau ada gangguan pengeluarannya.

Menilai Ikterus
Untuk menilai derajat kekuningan pada kulit bayi digunakan cara sederhana yaitu
metode “Kramer“ pada waktu memeriksa sebaiknya dibawah cahaya/sinar dan kulit
ditekan sedikit.
Cara memeriksanya yaitu :
TANYA : Apakah bayi kuning? jika ya, pada umur berapa timbul kuning?
TANYA,LIHAT : Apakah warna tinja bayi pucat?
LIHAT : Tentukan warna kuning sampai didaerah tubuh mana?

d. MEMERIKSA KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN ATAU


MASALAH PEMBERIAN ASI. Selanjutnya klasifikasikan Balita Muda berdasarkan
tanda dan gejala yang ditemukan

• Memeriksa Dan Mengklasifikasikan Kemungkinan Berat Badan


Rendah Atau Masalah Pemberian ASI
Pemberian ASI merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi pada umur 6 bulan pertama kehidupannya. Jika ada masalah
perpemberian asipada masa ini, bayi dapat kekurangn gizi dan mudah terserang
penyakit. Keadan ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak anak di kemudian
hari bahkan dapat berakhir dengan kematian.
Masalah yangsering ditemukan pada balita muda adalah berat badan rendah
menurut umur. Hal ini dapat menggambarkan adanya masalah pemberian ASI.
Masalah pemberianASI pada balita muda cukup bulan biasanya berkaitan dengan
masukan ASI yang kurang. Masalah pemberian ASI pada bayi lahir kurang bulan
biasanya terkait dengan reflex isap yang belum sempurna.

• Memeriksa Kemungkinan Berat Badan Rendah Dan/ Atau Masalah


Pemberian ASI
a. menanyakan apakah dilakukan inisiasi menyusu dini, apakah ibu mengalami
kesulitan pemberian asi, apa saja yang diberikan kepada bayi dan berapa kali
melakukan penilaian tentang cara menyusui dan memeriksa apakah ada trush
atau kelainan pada bibir atau langit-langit.
b. memastikan apakah berat badan bayi sesuai menurut umur dengan menggunakan
grafik barat badan menurut umur yang berbeda untuk bayi laki-laki dan
perempuan.

Cara memeriksanya yaitu :


TANYA : Apakah inisiasi menyusu dini di lakukan ?
TANYA : Apakah ibu mengalami kesulitan dalam pemberian ASI ?
TANYA : Apakah bayi diberi ASI ? jika ya, berapa kali dalam 24 jam ?
TANYA : Apakah bayi diberi makanan atau minuman selain ASI ? Jika ya,
berapa kali dalam 24 jam? alat apa yang digunakan ?
LIHAT : Adakah luka atau bercak putih (thrush) di mulut ?
: Adakah celah bibir atau langit-langit?
TIMBANG DAN TENTUKAN : Berat badan menurut umur

e. Menanyakan kepada ibu apakah bayinya sudah di IMUNISASI? Dan pemberian


VIT K. Tentukan status imunisasi Bayi Muda
• Memeriksa Status Imunisasi
Periksa status imunisasi bayi muda, apakah sudah mendapatkan imunisasi HB-0,
jika umur bayi lebih dari 7 hari tidak lagi diberikan HB-0. diberkan HB-1 pada umur
2 bulan.
• Menentukan Status imunisasi Bayi
Tanyakan kepada ibu, apakah bayi sudah mendapat imunisasi. Jika YA tanyakan
jenis dan waktu pemberian imunisasi tersebut.
Imunisasi HB-O di suntikan di paha kanan bayi segera setelah lahir, setelah
inisiasi menyusu dini dan penyuntikan vitamin K1 atau pada waktu kunjungan rumah.
Imunisasi BCG di berikan melalui suntikan di lengan kanan bayi segera setelah
persalinan di rumah sakit atau di klinik
Imunisasi Polio diberikan secara oral, 2 tetes.
Pada bagian bawah formulir pensatatan beri tanda √ pada jenis imunisasi yang sudah
diterima. Lingkari imunisasi apa saja yang dibutuhkan hari ini.

f. Menanyakan kepada ibu masalah lain seperti KELAINAN KONGENITAL,


TRAUMA LAHIR, PERDARAHAN TALI PUSAT dan sebagainya.
• Memeriksa Kelainan Bawaan / Kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan pada bayi baru lahir yang bukan akibat
trauma lahir. Kematian pada bayi baru lahir dengan kelainan kongenital banyak
terjadi akibat malformasi yang tidak mungkin hidup atau yang memerlukan tindakan
bedah namun tidak dapat dilakukan segera. Kelainan kongenital lain tidak
memberikan dampak buruk, bahkan bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan
optimal bila di koreksi seperti bibir/langit-langit sumbing.
Untuk mengenali jenis kelainan kongenital, lakukan penilaian kelainan fisik.
Dari pemeriksaan fisik, petugas kesehatan dapat mengenali beberapa kelainan
bawaan yang sering dijumpai serta tindakan yang harus dilakukan.
• Memeriksa Kemungkinan Trauma Lahir
Trauma lahir merupakan salah satu masalah dalam perinatologi, karena masih
tingginya angka kematian, kesakitan dan gejala sisa yang ditimbulkan di kemudian
hari. Trauma lahir merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi pada waktu
proses persalinan.
• Memeriksa Perdarahan Tali Pusat
Lakukan pemeriksaan apakah ada perdarahan tali pusat. Perdarahan terjadi
karena ikatan tali pusat menjadi longgar setelah beberapa kali. Perdarahan kali pusat
yang tidak di tangani secara cepat dapat menyebabkan syok.
g. Menanyakan kepada ibu keluhan atau masalah yang terkait dengan kesehatan
bayinya.
Jika Bayi Muda membutuhkan RUJUKAN SEGERA lanjutkan pemeriksaan
secara cepat. Tidak perlu melakukan penilaian pemberian ASI karena akan
memperlambat rujukan

C. TINDAKAN DAN PENGOBATAN


Tentukan tindakan dan beri pengobatan untuk setiap klasifikasi sesuai dengan
yang tercantum dalam kolom tindakan/pengobatan pada buku bagan, kemudian catat
formulir pencatatan
Balita muda yang termasuk klasifikasi merah memerlukan rujukan segera ke
fasilitas pelayanan yang lebih baik. Sebelum merujuk lakukan tindakan/pengobatan
pra rujuk. Jelaskan pada orang tua bahwa tindakan/pengobatan pra rujuk di perlukan
untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Minta persetujuan orang tua
(informed consent) sebelum melakukan tindakan/pengobatan pra rujuk
Balita muda dengan klasifikasi kuning dan hijau tidak memerlukan rujukan.
Lakukan tindakan/pengobatan dan nasihat untuk ibu termasuk kapan harus segera
kembali serta kunjungan ulang, sesuai dengan buku bagan
• Tindakan Pertama Pada Bayi Muda Yang Tidak Memerlukan Rujukan
Tentukan tindakan atau pengobatan untuk setiap klasifikasi bayi muda yang
berwarna kuning dan hijau yaitu :
a. Infeksi bakteri lokal
b. Mungkin bukan infeksi
c. Diare dehidrasi ringan / sedang
d. Diare tanpa dehidrasi
e. Ikterus
f. Berat badan rendah menurut umur dan / atau masalah pemberian ASI
g. Berat badan tidak rendah dan tidak ada masalah pemberian ASI
Kemudian catat pada formulir pencatatan semua tindakan / pengobatan yang di
perlukan , termasuk nasehat kapan kembali segera dan kunjungan ulang .
Tindakan / pengobatan pada bayi muda yang tidak memerlukan rujukan:
a) Menghangatkan tubuh bayi segera
Bayi yang segera di hangatkan yaitu bayi yang suhunya kurang dari 35,5 0C
b) Mencegah agar gula darah tidak turun
c) Memberi antibiotik peroral yang sesuai
Antibiotik peroral yang sesuai untuk infeksi bakteri lokal : Amoksisilin

Amoksisilin
Dosis 50 mg/kg/BB/hari
Umur Beri tiap 8 jam selama 5 hari
atau
Kaplet 250 mg Kaplet 500 mg
Berat Badan
Sirup 125 mg /5 ml 1 kaplet 1 kaplet
( 1 sendok takar =5 ml) Dijadikan Dijadikan
5 bungkus 10 bungkus

1 hr - <4mg
½ sendok takar 1 bungkus 1 bungkus
(< 3 kg)

4 mg - <2 bln
½ sendok takar 2 bungkus 2 bungkus
(3-4 kg)
MANAJEMEN BAYI TERPADU

STIKES
Nahdlatul STANDARD OPERATING PROSEDUR ( S O P )
Ulama Tuban
MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA
(MTBM)
No. Dokumen : No. Revisi : - Halaman :
Tanggal Terbit : Ditetapkan
Ketua STIKES NU Tuban
PROTAB

(H. Miftahul Munir, SKM. M.Kes)


NIP. 1971041219973031004
Pengertian Standar Operasional Prosedur MenejemenTerpadu Bayi Sakit
adalah prosedur dalam pemberian asuhan kepada bayi muda.
Indikasi Bayi muda yang mengalami keluhan atau kelainan pada
kesehatan tubuhnya.
Tujuan Untuk mencari atau mengidentifikasi kelainan dan untuk
mendiagnosa penyakit yang dialami bayi muda
Petugas Petugas kesehatan
Pengkajian Kaji keadaan umum anak
Persiapan klien Atur anak dalam posisi duduk atau berbaring tergantung
kondisi anak.
Beritahu keluarga tentang tindakan perawatan yang akan
dilakukan pada anak.
Persiapan alat Penggaris/ metlin
Timbangan
Thermometer
Alattulisdanbukudokumentasi
Jam tangan
Stethoscope
Bukupanduan MTBM

Prosedur Menyapa klien dengan ramah


Posisikan pasien pada tempatnya.
PROSEDUR DILAKUKAN SESUAI DENGAN FORMAT
(terlampir)
Isi Format
Cocokan dengan buku panduan untuk menentukan tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan.
TATA LAKSANA BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

Tanggal kunjungan : ..............................


Nama anak : ................ L/P Umur ........ BB ........ kg PB/TB ...... cm Suhu Badan
..... C
TANYAKAN : Anak ibu sakit apa ? ......... Kunjungan pertama? ...... Kunjungan
ulang? .......
PENILAIAN(lingkari semua gejala yang di
temukan) KLASIFIKASI TINDAKAN
MEMERIKSA TANDA BAHAYA UMUM Ada tanda bahaya Ingatlah untuk
umum? merujuk setiap
Tidak bisa minum atau menyusu Ya..... Tidak ..... anak yang
Memuntahkan semuanya Ingatlah adanya mempunyai tanda
Letargis atau tidak sadar tanda bahaya bahaya umum
Kejang umum dalam
menetukan
klasifikasi
APAKAH ANAK BATUK ATAU SUKAR
BERNAFAS?
Ya........... Tidak..........

Sudah berapa lama?....... hari


Hitung nafas dalam 1 menit ...... kali/menit. Nafas
cepat?
Lihat tarikan dinding dada
Dengar adanya stridor

APAKAH ANAK DIARE?


Ya........... Tidak.........

Sudah berapa lama?....... hari


Adakah darah dalam tinja (beraknya berdarah)?
Lihat keadaan umum anak. Apakah :
- Letargis atau tidak sadar?
- Gelisah atau Rewel?
Lihat apakah mata cekung
Beri anak minum, apakah :
- Tidak bisa minum/malas minum?
- Haus, minum dengan lahap?
Cubit kulit perut, apakah kembali :
- Sangat lambat (> 2 detik)
- Lambat?

APAKAH ANAK DEMAM Lakukan


Ya........... Tidak......... pemeriksaan RTD
Hasil : RTD (+) / (-
(anamnesis ATAU tetaba panas ATAU suhu > 37,5 C) )
Tentukan Daerah Resiko Malaria : Tinggi – Rendah –
Tanpa resiko Lakukan
Jika resiko rendah malaria atau tanpa resiko malaria, pemeriksaan SDM
tanyakan : (mikroskopis)
Apakah anak berkunjung keluar daerah ini dalam 2
minggu terakhir?
Jika Ya, tentukan daerah resiko sesuai tempat yang di
kunjungi terakhir?
Ambil sedian darah: (tidak di lakukan untuk daerah
tanpa resiko )
Periksa RTD jika belum pernah di lakukan dalam 28
hari terakhir. ATAU periksa mikroskopis darah jika
sudah di lakukan RTD dalam 28 terakhir
Sudah berapa lama anak demam? ...... hari
Jika > 7 hari, apakah demam terjadi setiap hari?
Apakah anak pernah mendapat obat-obatan dalam 2
minggu terakhir?
Apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir
Lihat dan raba adanya kaku kuduk
Lihat adakah pilek
Lihat tanda-tanda CAMPAK:
- ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh DAN
- terdapat salah satu dari ; batuk, pilek atau mata merah

Jika anak sakit campak saat ini atau dalam 3 bulan


terakhir
Lihat adanya luka di mulut
Jika ya, apakah demam atau luas ?
Lihat adakah nanah pada mata ?
Lihat apakah kekemerah pada kornea ?

Klasifikasi Demam Berdarah Jika Demam 2 hari sampai


7 hari

Apakah demam mendadak tinggi dan terus menerus ?


Apakah ada perdarahan dari hidung atau gusi yang berat
?
Apakah anak muntah ?
Jika ya : - apakah sering
- apakah berdarah / seperti kopi?
Apakah beraknya berwarna hitam ?
Apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah ?
Perhatikan tanda-tanda syok:
Ujung eketrimitas teraba dingin DAN nadi sangat lemah
atau tidak teraba
Lihat adanya perdarahan dari hidung atau gusi yang
berat.
Lihat adanya bintik perdarahan di kulit (petekie)
Jika sedikit dan tak ada tanda lain dari DBD, lakukan
Uji Torniket jika mungkin.

APAKAH ANAK MEMILIKI MASALAH TELINGA


?
Ya......... Tidak.......

Apakah ada nyeri telinga?


Lihat adakah nanah/ cairan keluar dari telingaa.
Adakah nanah / cairan keluar dari telinga?
Jika ya, sudah berapa lama? ....... hari
Raba adanya pembengkakan yang nyeri di belakang
telinga.

MEMERIKSA STATUS GIZI

Lihat apakah anak tampak sangat kurus?


Lihat adanya pembengkakan di kedua punggung kaki ?
Tentukan status gizi berdasarkan berat badan menurut
panjang atau tinggi badan :
- BB/PB (TB) < -3 SD
- BB/PB (TB) > -3 SD - < -2 SD
- BB/PB (TB) – 2 SD - + 2 SD

MEMERIKSA ANEMIA

Lihat adanya kepucatan pada telapak tangan :


- Sangat pucat
- Agak pucat

MEMERIKSA STATUS IMUNISASI Imunisasi yang


(lingkari imunisasi yang di butuhkan hari ini ) diberikan hari ini :
....... ............ ......... ......... ......... ..............................
BCG Hep B0 HB-1 HB-2 HB-3
..............................
.......... ........... ......... ............
DPT-1 DPT-2 DPT -3 Campak

.......... ............. ........... ............


Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4

MEMERIKSA PEMBERIAN VITAMIN A Apakah di berikan


Vitamin A hari ini
Di butuhkan Vitamin A : Ya.......... Tidak.......... ?
Ya...... Tidak.......
MENILAI MASALAH / KELUHAN LAIN

LAKUKAN PENILAIAN PEMBERIAN MAKAN


ANAK jika anak KURUS atau UMUR < 2 TAHUN dan
tidak akan di rujuk segera :

Apakah ibu menyusui anak ini


? Ya... Tidak....
Jika ya, berapa kali dalam 24 jam......
kali Ya... Tidak....

Apakah anak mendapat makanan atau Ya....


Tidak....
Minuman lain ?
Jika ya, makan atau minuman apa?

Berapa kali sehari ? ........ kali. Alat apa yang di gunakan


untuk memberi makan / minum anak

Jika anak KURUS : berapa banyak makanan/ minuman


yang di berikan pada anak ?

Apakah anak mendapat makan tersendiri ? Ya...... Tidak


Siapa yang memberi makan dan bagaimana caranya ?

Selama sakit ini apakah ada perubahan pemberian


makan pada anak ?
Ya........ Tidak....... Jika Ya, bagaimana ?

MEMERIKSA KEMUNGKINAN PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI


BAKTERI
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN WARNA
-Tidak mau PENYAKIT -Jika ada kejang, tangani MERAH
minum atau SANGAT kejang
memuntahkan BERAT ATAU -Cegah agar gula darah tidak
semua ATAU INFEKSI turun
-Riwayat BAKTERI -Jika ada gangguan napas,
Kejang ATAU – BERAT tangani gangguan napas
Bergerak hanya -Jika ada hipotermia, tangan
jika dirangsang hipotermia
ATAU -Beri dosis pertama antibiotik
-Napas cepat intramuskular
(≥60 kali/menit) -Nasihati cara menjaga bayi
ATAU tetap hangat di perjalanan
-Napas lambat -RUJUK SEGERA
(<30 kali/menit)
ATAU
-Tarikan
dinding dada
kedalam yang
sangat kuat
ATAU
-Merintih
ATAU
-Demam
≥37,5⁰C ATAU
-Hipotermia
berat <35,5⁰C
ATAU
-Nanah yang
banyak di mata
ATAU
-Pusar
kemerahan
meluas ke
dinding perut
-Pustul kulit. INFEKSI -Jika ada pustul kulit atau KUNING
ATAU BAKTERI pusar bernanah, beri antibiotik
-Mata bernanah. LOKAL oral
ATAU -Jika ada nanah di mata, beri
-Pusar salep/ tetes mata antibiotik
kemerahan atau -Ajari cara mengobati infeksi
bernanah bakteri lokal di rumah
-Lakukan asuhan dasar bayi
muda
-Nasihati kapan kembali
segera
-Kunjungan ulang 2 hari
-Tidak terdapat MUNGKIN -Ajari cara merawat bayi di HIJAU
salah satu tanda BUKAN rumah
di atas INFEKSI -Lakukan asuhan dasar Bayi
Muda
MEMRIKSA BAYI DIARE
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN WARNA
Terdapat 2 atau DIARE -Tangani sesuai Rencana MERAH
lebih tanda DEHIDRASI Terapi C
berikut : BERAT -Jika bayi juga mempunyai
-Latergis atau klasifikasi lain yang
tidak sadar membutuhkan rujukan segera
-Mata cekung :
-Cubitan kulit -RUJUK SEGERA setelah
perut memenuhi syarat rujukan dan
kembalinya selama perjalanan berikan
sangat lambat larutan oralit sedikit demi
sedikit
-Nasihati agar ASI tetap
diberikan jika memungkinkan
-Cegah agar gula darah
tidak turun
-Nasihati cara menjaga
bayi tetap hangat selama
perjalanan
Terdapat 2 atau DIARE -Jika bayi tidak mempunyai KUNING
lebih tanda DEHIDRASI klasifikasi berat lain, tangani
berikut : RINGAN/ sesuai Rencana Terapi B
-Gelisah SEDANG -Jika bayi juga mempunyai
-Rewel klasifikasi berat yang lain :
-Cubitan kulit -RUJUK SEGERA dan
perut selama perjalanan bari larutan
kembalinya oralit
lambat -Nasihati agar ASI tetap
diberikan jika memungkinkan
-Cegah agar gula darah
tidak turun
-Nasihati cara menjaga bayi
tetap hangat selama perjalanan
-Lakukan asuhan dasar bayi
muda
-Nasihati kapan kembali
segera
-Kunjungan ulang 2 hari
-Tidak cukup DIARE TANPA -Tangani sesuai Rencana HIJAU
tanda untuk DEHIDRASI Terapi A
dehidrasi berat -Nasihati kapan kembali
atau ringan/ segera
sedang -Lakukan asuhan dasar bayi
muda
-Kunjungan ulang 2 hari

MEMERIKSA IKTERUS
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN WARNA
-Timbul IKTERUS -Cegah agar gula darah tidak MERAH
kuning pada BERAT turun
hari pertama -Nasihati cara menjaga bayi
(<24 jam) tetap hangat selama perjalanan
setelah lahir. -RUJUK SEGERA
ATAU
-Kuning
ditemukan
pada umur
lebih dari 14
hari
ATAU
-Kuning
sampai telapak
tangan atau
kaki
ATAU
-Tinja
berwarna pucat
-Timbul IKTERUS -lakukan asuhan dasar bayi KUNING
kuning pada muda
umur ≥24 jam -Menyusu lebih sering
sampai ≤14 -Nasihati kapan kembali
hari DAN segera
tidak sampai -Kunjungan ulang 2 hari
telapak tangan
atau kaki
-Tidak kuning TIDAK ADA -Lakukan asuhan dasar bayi HIJAU
IKTERUS muda

MEMERIKSA KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN/ ATAU


MASALAH PEMBERIAN ASI
GEJALA KLASIFIKASI TINDAKAN/PENGOBATAN WARNA
-Berat badan menurut BERAT BADAN -Lakukan asuha dasar bayi muda KUNING
umur rendah ATAU RENDAH -Nasihati ibu untuk menjaga bayinya
-Bayi tidak bisa MENURUT tetap hangat
menyusu ATAU UMUR DAN/ -Ajarkan ibu untuk memberikan ASI
-Ada kesulitan ATAU dengan benar
pemberian ASI ATAU MASALAH -Jika mendapatkan makanan/ minuman
-ASI kurang dari 8 PEMBERIAN ASI lain selain ASI, berikan ASI lebih
kali/hari ATAU sering. Makanan/ minuman lain
-Mendapat makanan dikurangi kemudian dihentikan
atau minuman lain -Jika bayi tidak mendapatkan ASI :
selain ASI ATAU RUJUK untuk konseling laktasi dan
-Posisi bayi tdiak benar kemungkinan bayi menyusu lagi
ATAU -Jika ada celah bibir/ langit-langit,
-Tidak melekat dengan nasihati tentang alternatif pemberian
baik ATAU minum
-Tidak mengisap -Konseling bagi ibu/ keluarga
dengan efektif ATAU -Nasihati kapan kembali segera
-Terdapat luka atau -Kunjungan ulang 2 hari untuk
bercak putih di mulut gangguan pemberian ASI dan thrush
(thrush) ATAU
-Ada celah bibir/ langit- -Kunjungan ulang 14 hari untuk
langit masalah berat badan rendah menurut
umur
-Tidak terdapat tanda/ -Pujilah ibu karena telah memberikan HIJAU
gejala diatas ASI kepada bayinya dengan benar
NAMA : MULIA AMELIA

NIM : PO714211161029

JURUSAN : DIV KEBIDANAN

MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

KAJIAN XI
A. PENGERTIAN
MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu
pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus
kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan
merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana
balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak
balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll.
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita.
Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita.
Di Indonesia, MTBS sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1996 oleh
Departemen Kesehatan yangbekerjasama dengan WHO. Layanan ini tidak hanya
kuratifnya saja tapi sekaligus pelayanan preventifdan promotifnya. Tujuan dari
pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampilmenangani bayi dan
balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihanMTBS
ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter Puskesmas pun perlu terlatih MTBS
agar dapatmelakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja
Puskesmas.Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang
digagas oleh WHO danUNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan
penilaian, membuat klasifikasi sertamemberikan tindakan kepada anak terhadap
penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa.MTBS bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan
sertameningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang
diperkenalkan pertama kalipada tahun 1999.MTBS dalam kegiatan di lapangan
khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yangmempermudah pelayanan serta
meningkatkan mutu pelayanan.

1 . Input
Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir
MTBS Tempat danpetugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.· Memeriksa berat dan
suhu badan.· Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan
mendengar stridor.· Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung,
memberi minum anak untuk melihatapakah tidak bias minum atau malas dan
mencubit kulit perut untuk memeriksa turgor.· Selalu memerisa status gizi, status
imunisasi dan pemberian kapsul Vitamin A Tempat dan petugas : Ruangan MTBS,
case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi
dan konselingberupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat
kapan harus kembali segera.Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi,
Konseling cara perawatan di rumah. Rujukandiperlukan jika keadaan balita sakit
membutuhkan rujukan.
Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:
a. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit
(petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan
menangani pasien balita)
b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

B. TUJUAN MTBS
Menurunkan secara bermakn aangka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan anak.Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab
kematian perinatal 0 – 7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9
%), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan
oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %).
Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab
kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan
MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain
pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi
(malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk
mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa
MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian
balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria,
kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan
jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). MTBS mengkombinasikan
perbaikan tatalaksana kasus pada
balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling ( promotif dan
preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan,
maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi
pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca pelatihan,
penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat, bimbingan
teknis dan lain-lain.
Dari kedua survey di atas, menunjukkan bahwa kematian neonatal mendominasi
penyebab kematian bayi dan balita. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS
apabila memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS minimal
60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut.
Mengingat MTBS telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 dan banyak pihak
yang telah berkontribusi dalam pelatihan MTBS, tentunya banyak tenaga kesehatan
yang telah dilatih MTBS dan banyak insitusi yang terlibat di dalamnya. Sudah
banyak fasilitator dilatih MTBS dan para fasilitator ini sudah melatih banyak tenaga
kesehatan, baik di tingkat desa dan puskesmas.
Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca
pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan
prasarana pendukung pelaksanaan MTB termasuk kecukupan obat-obatan. Namun,
hal tersebut seringkali dihadapkan pada keterbatasan alokasi dana, sehingga
diperlukan suatu metode lain untuk meningkatkan ketrampilan bidan dan perawat
serta dokter akan MTBS melalui komputerisasi atau yang lebih dikenal dengan
ICATT (IMCI Computerize Adaptation Training Tools), yaitu suatu aplikasi
inovatifsoftware berbasis komputer untuk MTBS yang mempunyai 2 tujuan:
a) Untuk adaptasi pedomanMTBS
b) Untuk pelatihan MTBS melalui komputer. memeriksa tanda-tanda bahaya
umum seperti:
1. Apakah anak bisa minum/menyusu?
2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
3. Apakah anak menderita kejang ?
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah
tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan
yang dilakukan dapat berupa:
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di
rumah, misal aturan penanganan diare di rumah
d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama
anak sakit maupun dalam keadaan sehat
e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan
klasifikasi bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) yang merupakan bagian dari MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi.
Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini
karena terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan
bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang
ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi
tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi
bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan-5 tahun. Sedangkan untuk
pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku
Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set buku Pedoman Fasilitator dengan
lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran pada sesi malam.
C . MENANYAKAN KELUHAN UTAMA
Beberapa jenis pertanyaan yang penting untuk diajukan terkait dengan Menilai
batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya, menilai diare dan klasifikasinya,
menilai demam dan klasifikasinya, serta menilai masalah telinga dan klasifikasinya.

Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya. Setelah memeriksa


tanda bahaya umum, ditanyakan kepada ibu apakah menderita batuk atau sukar
bernapas, jika anak batuk atau sukar bernapas, sudah berapa lama, menghitung
frekuensi napas, melihat tarikan dinding dada bawah ke dalam, dan melihat dan
dengar adanya stridor. Kemudian dilakukan klasifikasi apakah anak menderita
pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia.

Menilai diare dan klasifikasinya. Setelah memeriksa batuk atau suka bernapas,
petugas menanyakan kepada ibu apakah anak menderita diare, jika anak diare,
tanyakan sudah berapa lama, apakah beraknya berdarah (apakah ada darah dalam
tinja). Langkah berikutnya adalah memeriksa keadaan umum anak, apakah anak
letargis atau tidak sadar, apakah anak gelisah dan rewel/mudah marah; melihat
apakah mata anak cekung, memeriksa kemampuan anak untuk minum: apakah anak
tidak bisa minum atau malas minum, apakah anak haus minum dengan lahap;
memeriksa cubitan kulit perut untuk mengetahui turgor: apakah kembalinya sangat
lambat (lebih dari 2 detik) atau lambat. Setelah penilaian didapatkan tanda dan gejala
diare, maka selanjutnya diklasifikasikan apakah anak menderita dehidrasi berat,
ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare pesisten berat, diare persisten atau disentri.

Menilai demam dan klasifikasinya. Demam merupakan masalah yang sering


dijumpai pada anak kecil. Tanyakan kepada ibu apakah anak demam, selanjutnya
periksa apakah anak teraba panas atau mengukur suhu tubuh dengan termometer.
Dikatakan demam jika badan anak teraba panas atau jika suhu badan 37,5 derajat
celcius atau lebih. Jika anak demam, tentukan daerah resiko malaria: resiko tinggi,
resiko rendah atau tanpa resiko malaria. Jika daerah resiko rendah atau tanpa resiko
malaria, tanyakan apakah anak dibawa berkunjung keluar daerah ini dalam 2 minggu
terakhir. Jika ya, apakah dari resiko tinggi atau resiko rendah malaria kemudian
tanyakan sudah berapa lama anak demam. Jika lebih dari 7 hari apakah demam terjadi
setiap hari, lihat dan raba adanya kaku kuduk, lihat adanya pilek, apakah anak
menderita campak dalam 3 bulan terakhir, lihat adanya tanda-tanda campak: ruam
kemerahan di kulit yang menyeluruh dan terdapat salah satu gejala berikut: batuk,
pilek atau mata merah.
Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita penyakit berat dengan demam,
malaria atau demam mungkin bukan malaria. Jika anak menderita campak saat ini
atau 3 bulan terakhir: lihat adanya luka di mulut, apakah lukanya dalam atau luas,
lihat apakah matanya bernanah, lihat adakah kekeruhan pada kornea mata. Kemudian
klasifikasikan apakah anak menderita campak, campak dengan komplikasi berat, atau
campak dengan komplikasi pada mata atau mulut. Jika demam kurang dari 7 hari,
tanyakan apakah anak mengalami perdarahan dari hidung atau gusi yang cukup berat,
apakah anak muntah: sering, muntah dengan darah atau seperti kopi; apakah berak
bercampur darah atau berwarna hitam; apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah;
lihat adanya perdarahan dari hidung atau gusi yang berat, bintik perdarahan di kulit
(petekie), periksa tanda-tanda syok yaitu ujung ekstrimitas teraba dingin dan nadi
sangat lemah atau tak teraba. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita
Demam Berdarah Dengue (DBD), mungkin DBD atau demam mungkin bukan DBD
Menilai masalah telinga dan klasifikasinya
Setelah memerisa dalam, petugas menanyakan kepada ibu apakah telinganya.jika
anak mempunyai masalah telinga tanyakan apakah telinga nya sakit,lihat apakah
nanah ada keluar dari telinga,raba adakah pembangkakan nyeri di belakang
telinga.kemudian klasifikasikan apakah anak menderita mostoiditis,infeksi telinga
akut,infeksi telinga kronis atau tidak ada infeksi telinga.
memeriksa status gizi dan anemi serta klasifikasinyasetiap anak harus di periksa
status gizi nya,karna kekurangan gizi merupakan masalah yang sering
ditemukan,terutama diantara penduduk miskin.langkah nya yaitu apakah anak tampak
sangat kurus,memeriksa pembengkakan pada kedua kaki,memeriksa kepucatan
telapak tangan dan membandingkan beret badan anak menurut umur.kemudian
mengklasifikasikan sesuai tanda dan gejala apakah gizi buruk dan atau anami
berat,bawah garis merah (BMG) dan atau anemi, tidak BMG dan tidak anemi.

Menasehati ibu. Nasehat bagi ibu meliputi menilai cara pemberian makan anak,
anjuran pemberian makan selama sakit dan sehat, menasehati ibu tentang masalah
pemberian makan, meningkatkan pemberian cairan selama sakit, menasehati ibu
kapan harus kembali dan menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri.

Pemberian pelayanan tindak lanjut Kegiatan ini berarti menentukan tindakan


dan pengobatan pada saat anak datang atau kunjungan ulang. Pelayanan pada anak
yang datang untuk tindak lanjut menggunakan kotak-kotak yang sesuai klasifikasi
anak sebelumnya. Jika anak mempunyai masalah baru lakukan penilaian, klasifikasi
dan tindakan terhadap masalah baru tersebut seperti pada bagan penilaian dan
klasifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.


Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang
disampaikan pada Pertemuan3.Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen
Terpadu Balita Sakit.

Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Dep.Kes.RI.


2004

Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit, Departemen Kesehatan


RI,WHO&UNICEF.,2004,

Buku Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Departemen Kesehatan RI & WHO.,
2005,

Anda mungkin juga menyukai