Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika sangat erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari manusia, baik
dari hal yang sederhana sampai hal yang membutuhkan suatu pemikiran lebih.
Matematika bukanlah suatu ilmu yang terisolasi dari kehidupan manusia,
melainkan matematika justru muncul dari dan berguna untuk kehidupan sehari-
hari manusia. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan pemikiran manusia.
Salah satu fungsi dari matematika itu sendiri ialah ratu dari segala ilmu
pengetahuan. Suatu pengetahuan bukan sebagai objek yang terpisah melainkan
sebagai suatu bentuk penerapan dalam kehidupan. Suatu ilmu pengetahuan akan
sulit untuk diterapkan jika ilmu pengetahuan tersebut tidak bermakna bagi
manusia. Kebermaknaan ilmu pengetahuan juga menjadi aspek utama dalam
pembelajaran.
Menurut Muhammad Faturrohman (2016), pembelajaran merupakan suatu
proses belajar antara peserta didik dengan pengajar dan sumber belajar dalam
suatu lingkungan dan pembelajaran merupakan bentuk bantuan yang diberikan
pengajar supaya bisa terjadi proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
siswa. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa
supaya bisa belajar secara baik.
Belajar dan pembelajaran diarahkan dengan tujuan untuk membangun suatu
kemampuan berfikir siswa serta menerima materi pelajaran yang ada dalam proses
pembelajaran, dimana pengetahuan yang diperoleh siswa ini dapat diperoleh dari
luar diri akan tetapi harus dikonstruksi atau dipupuk dari diri masing-masing
siswa. Kegiatan belajar akan berhasil apabila proses pembelajaran yang terjadi
berjalan dengan baik dan lancar.

1
2

Proses pembelajaran di kelas adalah salah satu tahap yang menentukan


keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar matematika suatu cara untuk mengukur
sudah tercapaikah tujuan pembelajaran matematika. Hasil belajar ini dijadikan
pedoman atau bahan pertimbangan dalam menentukan kemampuan siswa.
Hasil belajar matematika siswa dinyatakan tuntas apabila skor yang diperoleh
siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan
sekolah yakni 78. Pada kenyataannya, masih terdapat siswa yang belum mampu
mencapai Kriteria Ketuntasn Minimum tersebut. Hal ini dapat diketahui dari hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas XI MIA 1 SMAN 5
Pekanbaru yang memberitahu bahwa persentase ketuntasan hasil belajar
matematika siswa kelas XI MIA 1 SMAN 5 Pekanbaru masih rendah. Hal ini
terlihat dari hasil ulangan harian siswa pada semester ganjil tahun ajaran
2018/2019, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas XI MIA 1 SMA
Negeri 5 Pekanbaru
N Kompetensi Dasar Jumlah Jumlah siswa yang Ketercapaian
o Siswa mencapai KKM KKM (%)
1 3.1 Menjelaskan metode 36 14 38,89%
pembuktian pernyataan
matematis berupa barisan,
ketidaksamaan,
keterbagian dengan
induksi matematika
3.2 Menjelaskan program
2 36 17 47,22%
linier dua variabel dan
metode penyelesaian
dengan menggunakan
masalah kontekstual
4.1 Menggunakan metode
3 pembuktian induksi 36 14 38,89%
matematika untuk
menguji pernyataan
matematis berupa barisan,
ketidaksamaan,
keterbagian
4.2 Menyelesaikan
4 permasalahan kontekstual 36 17 47,22%
yang berkaitan dengan
program linier dua
variabel
Sumber: Guru Mata Pelajaran Matematika Kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5
Pekanbaru
3

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa kelas XI MIA 1
SMA Negeri 5 Pekanbaru pada tahun ajaran 2018/2019 masih banyak yang belum
mencapai KKM yang ditetapkan sekolah. Siswa yang mencapai KKM pada
kompetensi keterampilan masih sama dengan siswa yang mencapai KKM pada
kompetensi pengetahuan. Selain itu, guru mata pelajaran matematika juga
mengatakan bahwa kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi
pembelajaran, siswa lebih cenderung diam apabila tidak mengerti terhadap suatu
materi.
Setelah memperoleh data dari guru mata pelajaran matematika, kemudian
peneliti melakukan observasi untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran
terjadi di kelas XI MIA 1. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru membuka
pelajaran dengan meminta ketua kelas untuk memimpin doa dan memberi salam,
guru menanyakan kehadiran siswa, kemudian guru menanyakan pekerjaan rumah
yang kurang dimengerti siswa untuk dibahas bersama. Pada kegiatan pendahuluan
yang tercantum dalam permendikbud nomor 22 tahun 2016 guru seharusnya : (1)
menyiapkan peserta didik secara psikis untuk mengikuti proses pembelajaran; (2)
memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan
aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari; (4) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; (5) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan.
Berdasarkan kegiatan pendahuluan yang tercantum dalam Permendikbud 22 tahun
2016 berarti guru belum melakukan apersepsi yang berkaitan dengan kompetensi
yang akan dipelajari, guru belum menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, guru belum memotivasi siswa melalui contoh manfaat mempelajari
materi dalam kehidupan sehari-hari, dan guru belum menyampaikan penjelasan
uraian kegiatan.
Pada kegiatan inti, guru menjelaskan secara langsung materi Program Linier
kepada siswa dan langsung memberikan tiga contoh soal mengenai materi
tersebut, lalu diberi kesempatan untuk siswa mencatat. Pada saat guru
4

menjelaskan, aktivitas siswa terlihat kurang aktif dalam mengikuti pelajaran dan
kurang memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru serta asyik mengobrol
dengan teman di sampingnya dan memainkan gadget. Siswa bahkan ada yang
mengerjakan tugas mata pelajaran selain matematika. Setelah guru selesai
menjelaskan materi kemudian guru bertanya kepada siswa apakah ada yang tidak
mengerti dengan materi yang baru saja dijelaskan, namun siswa semuanya diam
dan tidak merespon. Guru kemudian memberikan soal latihan kepada siswa dan
memanggil salah seorang siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis. Ketika
siswa tersebut ke depan kelas untuk mengerjakan soal, siswa tersebut mengatakan
kepada guru bahwa ia tidak mengerti terhadap materi pelajaran. Kemudian guru
membimbingnya untuk mengerjakan soal di papan tulis. Ketika guru sedang
membimbing siswa yang mengerjakan soal di depan kelas, siswa yang lain mulai
ribut dan suasana kelas mulai tidak tenang. Pada saat observasi yang peneliti
lakukan sebanyak 3 kali, terlihat guru hanya 1 kali memberikan persoalan berupa
soal permasalahan kehidupan, melainkan guru selalu memberikan soal berupa
soal-soal perhitungan.
Pada kegiatan inti yang tercantum dalam Permendikbud nomor 22 tahun
2016, guru menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran. Berdasarkan hasil obeservasi pada kegiatan inti dan
dibandingkan dengan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 masih terdapat
beberapa kegiatan yang belum dilaksanakan oleh guru seperti guru tidak
menggunakan media pembelajaran matematika dan guru juga belum menerapkan
model-model dalam proses pembelajaran seperti Discovery Learning, Inkuiri, dan
pembelajaran berbasis masalah sebagaimana yang dituntut kurikulum 2013.
Diakhir pelajaran, guru tidak membuat kesimpulan bersama siswa, hanya
memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa yang terdapat pada buku teks.
Kemudian mengucapkan salam dan keluar dari kelas. Pada bagian penutup
pembelajaran yang tercantum dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2016, guru
seharusnya: (1) membuat rangkuman/simpulan pelajaran; (2) melakukan refleksi
terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan; (3) memberikan umpan
5

balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; (4) melakukan kegiatan tindak
lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik individual maupun kelompok; dan (5)
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan
kegiatan penutup pada Permendikbud nomor 22 tahun 2016, ada beberapa
kegiatan yang belum dilaksanakn guru yakni belum memberikan umpan balik
kepada siswa dan tidak menginformasikan materi dan rencana pembelajaran
dipertemuan selanjutnya.
Dalam proses pembelajaran tersebut guru telah melakukan usaha untuk
meningkatkan hasil belajar di kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5 Pekanbaru yaitu
dengan memperbanyak contoh soal untuk melatih siswa mahir dalam
menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Proses
pembelajaran pada kegiatan tersebut kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Berdasarkan Permendikbud No.22 Tahun
2016, pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Selain soal
latihan di sekolah, siswa juga diberi soal PR untuk berlatih di rumah atau jika
tidak mengerti, mereka diharapkan dapat belajar dengan teman yang mengerti.
Pada kenyataannya, hasil belajar matematika siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri
5 Pekanbaru masih banyak yang belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah.
Setelah melakukan observasi, peneliti kemudian melakukan wawancara
dengan siswa. Peneliti menanyakan kepada siswa mengapa mereka kurang
merespon pertanyaan dari guru dan kebanyakan diam. Dari hasil wawancara
terhadap beberapa siswa didapat informasi bahwa mayoritas dari mereka memang
tidak menyukai mata pelajaran matematika dikarenakan matematika itu sulit dan
membosankan. Pada saat melakukan wawancara, siswa mengatakan bahwa ketika
mereka tidak mengerti terhadap suatu materi, mereka lebih memilih untuk diam
dan tidak mau bertanya dikarenakan takut bertanya kepada guru. Siswa merasa
6

tidak ada persaingan di kelas karena banyak siswa yang juga tidak paham. Ketika
peneliti menanyakan apakah nilai matematika mereka meningkat atau menurun
dari setiap ulangan, mereka menjawab tidak konsisten nilai yang mereka dapati
dan dan kebanyakan nilai ulangan mereka rendah.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka solusi yang diperlukan yaitu
suatu alternatif model pembelajaran yang menarik dan dapat melibatkan siswa
secara aktif bekerjasama, berdiskusi dan berargumentasi dengan teman sekelas
agar dapat menemukan sendiri konsep-konsep matematika melalui penyajian
masalah yang dekat dengan kehidupan nyata siswa. Penyajian masalah tersebut
bertujuan agar siswa lebih dekat dengan matematika dan siswa dapat memahami
manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan pengalaman
yang bermakna dalam belajar yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan menyelesaikan masalah kontekstual siswa mempeoleh atau
membangun pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan
berpikir dan keterampilan menyelesaikan suatu permasalahan
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut
adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) . Dimana model
pembelajaran PBL siswa dituntut untuk mengumpulkan informasi berdasarkan
permasalahan yang diberikan sehingga siswa dapat membangun pengetahuan
yang baru dengan mengolah informasi dan menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Model PBL ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi
meningkat juga membuat perubahan dalam pembelajaran khususnya dalam segi
peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai
pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-
langkah penyelesaian yang sudah jadi, melainkan guru berkeliling kelas
memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk
menjadi lebih sadar akan pentingnya pembelajaran. Hal ini juga didukung oleh
hasil penelitian Arif Rachman (2018) dan Didik Yuliyanto (2015) bahwa
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika
pada materi pokok Matriks.
7

Matriks adalah salah satu cabang ilmu dari bidang studi matematika yang
diajarkan di sekolah pada kelas XI. Dalam kehidupan sehari-hari, persoalan
Matriks banyak ditemui salah satunya yaitu digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan matematika misalnya dalam menemukan solusi masalahan
persamaan linier, memudahkan dalam membuat analisis mengenai suatu masalah
ekonomi yang mengandung bermacam-macam variabel, dikaitkan dengan
penggunaan program linier, analisis input, output baik dalam ekonomi, statistik,
maupun dalam bidang pendidikan, manajemen, kimia, dan bidang-bidang
teknologi lainnya. Namun, dalam pembelajaran Matriks guru masih belum
memberikan soal berupa permasalahan melainkan hanya memberikan soal-soal
perhitungan. Dalam hal ini, peneliti mengambil materi Matriks yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL).
Menurut Arends (dalam Trianto, 2009), Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu pendekatan dimana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian dan
Kebudayaan (2017) PBL bertujuan untuk mendorong siswa belajar melalui
berbagai masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau permasalahan yang
dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya serta melatih
siswa terampil dalam menyelesaikan masalah.
Melalui penerapan PBL, siswa dituntut untuk mengumpulkan informasi
berdasarkan permasalahan yang diberikan sehingga siswa dapat membangun
pengetahuan yang baru dengan mengolah informasi dan menggunakan
pengetahuan yang telah dimilikinya. PBL juga dapat membantu guru untuk
meningkatkan proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Oleh karena itu, peneliti memilih Problem Based Learning (PBL) untuk
diterapkan pada pembelajaran matematika guna memperbaiki proses pembelajaran
dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5
8

Pekanbaru semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019 pada materi pokok Matriks
kompetensi dasar 3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan
menggunakan masalah kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang
meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta
transpose; 4.3 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan matriks
dan operasinya; 3.4 Menganalisis sifat-sifat determinan dan invers matriks
berordo 2 x 2 dan 3 x 3; 4.4 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
determinan dan invers matriks berordo 2 x 2 dan 3 x 3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Apakah penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) dapat memperbaiki proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5
Pekanbaru semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019 pada materi pokok Matriks
kompetensi dasar 3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan
menggunakan masalah kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang
meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta
transpose; 4.3 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan matriks
dan operasinya; 3.4 Menganalisis sifat-sifat determinan dan invers matriks
berordo 2 x 2 dan 3 x 3; 4.4 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
determinan dan invers matriks berordo 2 x2 dan 3 x 3 ?”

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5
Pekanbaru pada materi Matriks melalui penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL).
9

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri dan pihak-
pihak tertentu. Manfaat yang diharapkan adalah :
1. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dapat menambah pengalaman belajar baru dengan menggunakan
masalah kontekstual sebagai titik awalnya, menjadikan siswa terlibat
aktif dalam proses pembelajaran, meningkatkan kepercayaan diri siswa,
dan mahir memecahkan masalah matematika dengan baik yang pada
akhirnya akan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI
MIA 1 SMA Negeri 5 Pekanbaru
2. Bagi guru, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
diterapkan guru matematika kelas XI MIA 1 SMA Negeri 5 Pekanbaru
3. Bagi SMA Negeri 5 Pekanbaru, model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat menjadi salah satu masukan untuk meningkatkan
kuliatas pembelajaran di sekolah dalam rangka meningkatkan hasil
belajar matematika siswa
4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan berpijak untuk
mengembangkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dalam pembelajaran matematika

E. Defenisi Operasional
Defenisi operasional berguna untuk mengurangi kesalahan pemahaman dan
perbedaan penafsiran terhadap variabel yang digunakan. Beberapa definisi
operasional tentang variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah kehidupan sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis sekaligus membangun pengetahuan
baru dari materi pelajaran. Fase PBL adalah: (1) orientasi peserta didik
kepada masalah; (2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar; (3)
10

membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4)


mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar matematika adalah kemampuan kognitif yang dimiliki dan
dicapai siswa dalam bentuk angka atau skor ulangan harian setelah mengikuti
proses pembelajaran matematika melalui penerapan model Problem Based
Learning (PBL) .

Anda mungkin juga menyukai