Anda di halaman 1dari 18

PEMBINAAN GURU DENGAN SUPERVISI ARTISTIK

DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Supevisi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu

Prof. Dr. H. Muwahid Shulhan, M.Ag.

Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I

Disusun oleh :

Muhammad Akhsanul Muhtadin (12501204015)

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG

2020

i
PRAKATA

Puji Syukur Alahmdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas


segala karunianya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat
dan salam semoga abadi terurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan
umaatnya.

Sehubung dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis


mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negri
Tulungagung yang telah memberikan segala fasilitas dalam menunjang
pembelajaran hingga terselesainya makalah ini.
2. Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag., selaku direktur utama Lembaga
Pascasarjana Institut Agama Islam Negri (IAIN) Tulungagung.
3. Dr. Ahmad Tanzeh, M.Pd.I., selaku Kepala Prodi Manajemen
Pendidikan Islam Lembaga Pascasarjana Institut Agama Islam Negri
(IAIN) Tulungagung.
4. Prof. Dr. H. Muwahid Shulhan, M.Ag. dan Dr. Hj. Binti Maunah,
M.Pd.I., selaku dosen pengampu mata kuliah supervisi pendidikan
Islam yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam
menyelesaikan makalah ini.
Dengan penuh harapan semoga jasa kebaikan dan kesabaran
mereka diterima Allah SWT, dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya,
karya ini penulis sunguhkan kepada segenap pembaca, dengan jarapan
adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga
karya ini bermanfaat dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Kediri, 20 Oktober 2020


Penulis

M. Akhsanul Muhtadin

ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Pengertian Supervisi Artistik..............................................................................3
B. Standar supervisi artistik....................................................................................5
1. Quality vs. Quantity (kualitas dan kuantitas)..........................................................5
2. Colleague vs. Manager (rekan dan manajer)..........................................................6
3. Educational Connoisseurship (keahlian pendidikan).............................................6
4. Educational Criticism (kritik pendidikan)..............................................................6
5. Frequency (frekuensi)............................................................................................7
6. Freedom (kebebasan).............................................................................................7
C. Ciri Supervisi Artistik..........................................................................................8
D. Pembinaan Guru dengan Supervisi Artistik dalam Perspektif Islam..............9
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP......................................................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................................13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru merupakan pendidik dan pengajar yang bersinggungan langsung

dengan individu, guru bagi peserta didik dijadikan sebagai contoh teladan yang

menjadi acuan bagi perilaku peserta didik. Sehingga guru harus mempunyai

atitude baik yang dapat menggembangkan pribadi peserta didik kearah yang lebih

baik lagi.1 Dengan mengikuti perkembangan zaman yang semakin berlangsung

terus menerus tanpa bisa dibendung, seorang guru dituntut untuk meningkatkan

kompetensinya, kompetensi yang baik dan bagus akan membawa dampak pada

pemahaman peserta didik yang utuh dan menghindari kesalahpahaman.

Seorang guru mempunyai tugas mengajarkan pengetahuan kepada peserta

didik, bukan hanya sekedar mengetahui materi yang akan diajarkannya saja, tetapi

seorang guru juga harus memahami secara meluas dan mendalam materi yang

akan disampaikan.2 Selain itu untuk membangun pendidikan yang lebih baik lagi

maka guru harus melakukan supervise, supervisi menjadi penting di lakukan demi

pengembangan pendidikan selanjutnya. Karena dalam supervisi tersebut akan di

berikan pembinaan-pembinaan terhadap apa yang di butuhkan oleh setiap individu

maupun lembaga melalui supervisi yang berkaitan.

Untuk lebih meningkatkan supervisi akademik maka di butuhkan beberapa

pendekatan dalam pelaksanaanya. Dan dalam hal ini akan di bahasa sedikit

1
Daryanto, Belajar dan Mengajar (Bandung: YRAMA WIDYA, 2010), hlm. 197.
2
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan & Sumber Belajar (Jakarta:
PRENADAMEDEIA GROUP, 2011), hlm 54.

1
tentang pendekatan artistik yang merupakan salah satu pendekatan yang ada

dalam supervisi akademik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas,


maka masalah dalam penulisan ini yaitu:

1.  Bagaimana pengertian supervisi artisitik?


2. Bagaimana standar supervise artistik?
3. Bagaimana  bagaimana pembinaan guru dengan supervisi artistik dalam
perspektif pendidikan Islam?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang dapat diambil


sebagai berikut?

1. Untuk mendeskripsikan pengertian supervisi artistik


2. Untuk mendeskripsikan standar supervisi artistik
3. Untuk mendeskripsikan pembinaan guru dengan supervisi artistic
dalam perspektif pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Supervisi Artistik

Guru menjadi faktor yang menentukan mutu pendidikan peserta

didik karena guru menjadi orang yang berhadapan langsung dengan

peserta didik dalam proses pembelajaran. Karena itu diperlukan sosok

guru yang terampil dan berkompeten tinggi.3

Dalam melaksanakan tugasnya guru membutuhkan orang lain

dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi untuk menjadi guru

yang lebih baik, sehingga bantuan tersebut dapat menjawab apa dan

bagaimana yang guru lakukan untuk menghadapi masalah pendidikan.

Orang-orang yang membantu guru dalam dunia pendidikan dapat disebut

dengan supervisor.

Adapun pengertian supervise menurut M. Ngalim Purwanto yang

dikutip oleh Binti Maunah, Supervisi pendidikan mempunyai pengertian

yang luas, yaitu segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju

kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personil sekolah

lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan,

bimbingan, kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-

guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-

pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat

pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara


3
M. Shabir U., “Kedudukan Guru Sebagai Pendidik: (Tugas dan Tanggung Jawab, Hak dan
Kewajiban, dan Kompetensi Guru),” AULADUNA, no. 36 (2009), hlm. 222.

3
penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan

sebagainya, Dengan kata lain: Supervisi pendidikan adalah suatu aktivitas

pembinaan yang direncana- kan untuk membantu para guru dan pegawai

sekolah lainya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.4

Sehingga dapat kita pahami bahwa supervisor adalah orang yang

melaksanakan kegiatan supervisi dan langsung berhubungan dengan para

guru khususnya dalam rangka peningkatan proses pembelajaran agar lebih

efektif.

Pelaksanaan supervisi yang selama ini dilakukan masih terfokus

pada pengetahuan guru saja, belum pada aspek art. Melalui supervisi

artistik guru dinilai tidak hanya pada tingkat pengetahuannya (knowledge)

saja, namun juga tingkat keterampilan (skill) dan seni (art). Supervisi

artistik bertolak dari pandangan bahwa mengajar, bukan semata-mata

sebagai science tapi juga merupakan suatu art. Kepala sekolah sebagai

supervisor melaksanakan tugasnya dengan menyusun instrumen sesuai

dengan karakteristik guru yang disupervisi. Model supervisi artistik

menuntut seorang supervisor dalam melaksanakan tugasnya harus

berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki sikap arif.5

Selain itu, menurut Eisner yang dikutip oleh Christopher T. F.

Hanson mendefinisikan pengawasan artistik sebagai pendekatan

pengawasan yang “bergantung pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan

4
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam (Teori dan Praktik), (Yogyakarta : TERAS, 2009),
hlm. 23.
5
Siti Musrikah, “Pengelolaan Supervisi Artistik Kepala Sekolah Dasar Negeri 1 Selojari Klambu
Grobogan”, Jurnal Varidika, No. 1, Vol. 28 (Juni, 2016), hlm. 52.

4
supervisor sebagai cara untuk mengapresiasi yang signifikan kehalusan

yang terjadi di kelas, dan itu mengeksploitasi ekspresif, puitis, dan

seringkali metaforis potensi bahasa untuk disampaikan kepada guru atau

orang lain yang keputusannya mempengaruhi apa yang terjadi sekolah,

dan apa yang telah diamati.6

B. Standar supervisi artistik

Menutut Eisner yang dikutip oleh Christopher T. F. Hanson , ada

enam ciri pengawasan artistik dalam babnya tentang topik yang sama di

Karyanya pada tahun 1982 yang berjudul “Supervision of teaching”.

Factor-faktor ini dapat dianggap sebagai karakteristik supervisi artistik dan

dapat memahami realita apa yang terjadi di lapangan.

1. Quality vs. Quantity (kualitas dan kuantitas)

pengawasan yang bergantung dan terlalu condong ke arah

perspektif kualitatif akan dapat memanipulasi data kuantitatif. Itu

model yang saat ini ada, didorong oleh pengujian dan penilaian

standar, juga memiliki bobot banyak di ranah ukuran dan skala

kuantitatif yang menuntut pengajaran dan promosi instruksi dalam

persfektif kesuksesan didefinisikan secara sempit berdasarkan skor.

Bahkan lebih meresahkan, adalah konversi pengamatan kualitatif

agar sesuai dengan perfektif kuantitatif ini. Untuk menyatakan

bahwa sebagian besar dari apa yang sebenarnya terjadi di kelas

pada akhirnya hilang dengan adanya konversi tersebut.

6
Christopher T. F. Hanson, “Six Standards for Artistic Supervision: A concise survey of the
literature and philosophies of Elliot Eisner”, (Texas State University), hlm 7.

5
2. Colleague vs. Manager (rekan dan manajer)

Pengawasan artistik mempromosikan kolegialitas dan bergantung

pada hubungan yang dibangun dalam kepercayaan dan saling

menghormati untuk mendorong dan mendukung guru dalam

praktik otonom mereka untuk mendapatkan keuntungan

pembelajaran siswa. Eisner menunjukkan bahwa “guru…

dibedakan oleh gaya dan gaya mereka kekuatan tertentu.

Pengawasan yang berorientasi artistik akan mengenali gaya ini dan

mencoba membantu guru memanfaatkannya dengan memperkuat

arah positif. Sehingga guru tidak merasa”diawasi” yang notabenya

seperti atasan bawahan tetapi dengan cara membangun sifat

kolegalitas.

3. Educational Connoisseurship (keahlian pendidikan)

Pengawasan artistik yang sukses membutuhkan pengawas untuk

menjadi penikmat pendidikan dan menggunakan kosakata yang

lebih kaya untuk menggambarkan apa yang mereka amati.

Penikmat pendidikan akan memperhatikan bidang keahlian peserta

didik apa yang mungkin terlewatkan oleh orang lain. Sehingga

mereka dapat memotret fenomena kelas; seperti yang dibutuhkan

individu.

4. Educational Criticism (kritik pendidikan)

Pengawasan artistik yang sukses membutuhkan pengawas untuk

menjadi kritikus pendidikan secara praktis menafsirkan

6
pengamatan mereka melalui penerapan teori, model, dankonsep

yang mempromosikan definisi yang luas dan mencakup pengajaran

dan pembelajaran.

5. Frequency (frekuensi)

Pengawasan artistik yang sukses membutuhkan observasi yang

sering untuk mengembangkan pemahaman temporal tentang apa

yang terjadi di kelas. Seorang supervisor akan dapat menilai

pembelajaran yang benar sebagai hasil yang pengajaran yang

efektif. Apa yang bisa dilakukan supervisor di kelas itu adalah

menghasilkan gambaran tentang apa yang terjadi dikelas

menghasilkan "cuplikan" kegiatan di kelas.

6. Freedom (kebebasan)

Pengawasan artistik yang sukses mendorong fleksibilitas,

kreativitas, kecerdikan, dan kebaruan proses pembelajaran untuk

siswa, guru dan pengawas. Standar terakhir ini sangat penting

untuk pembentukan dan promosi sekolah demokratis. Eisner

berpendapat bahwa “tujuan utama Sekolah adalah untuk

memungkinkan siswa menjadi arsitek pendidikan mereka sendiri

sehingga mereka dapat menciptakan diri mereka sendiri selama

hidup mereka ”7

7
Christopher T. F. Hanson, “Six Standards for Artistic Supervision: A concise survey of the
literature and philosophies of Elliot Eisner”, hlm. 6-14.

7
C. Ciri Supervisi Artistik

Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampak dirinya

dalam reaksi dengan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga

para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk

berusaha maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain,

mengerti orang lain dengan problema-problema yang dikemukakan, menerima

orang lain sebagaimana adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri.

Itulah supervisi artistik.

Menurut Sergiovani Th dalam bukunya Supervision of Teaching yang

dikutip oleh Luk-luk Nur Mufidah yang menyamakan beberapa ciri yang khas

tentang model supervisi yang artistik, antara lain:

1. Supervisi yang artistik memerlukan perhatian agar lebih banyak

mendengarkan daripada banyak bicara.

2. Supervisi artistik memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup/keahlian

khusus, untuk memahami apa yang dibutuhkan seseorang sesuai dengan

harapannya.

3. Supervisi yang artistik sangat mengutamakan sumbangan yang unik dari

guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.

4. Model artistik terhadap supervisi, menuntut untuk memberi perhatian lebih

banyak terhadap proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi

sepanjang waktu tertentu, sehingga diperoleh peristiwa-peristiwa yang

signifikan yang dapat ditempatkan dalam kontek waktu tertentu.

8
5. Model artistik terhadap supervisi memerlukan laporan yang menunjukkan

bahwa dialog antara supervisor yang supervisinya dilaksanakan atas dasar

kepemimpinan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

6. Model artistik terhadap supervisi memerlukan suatu kemampuan

berbahasa dalam cara mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap oang

lain yang dapat membuat orang ain dapat membuat orang lain dapat

menangkap dengan jelas ciri ekspresi yang diungkapkan itu.

7. Model artistik terhadap supervisi memerlukan kemampuan untuk

menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan, sehingga orang lain

memperoleh pengalaman dan membuat mereka mengapresiasikan yang

dipelajarinya.

8. Model artistik terhadap supervisi menunjukkan fakta bahwa supervisi yang

bersifat individual, dengan kekhasannya, sensitivitas dan pengalaman

merupakan instrumen yang utama digunakan di mana situasi pendidikan

itu diterima dan bermakna bagi orang yang disupervisi. 8

D. Pembinaan Guru dengan Supervisi Artistik dalam Perspektif Islam

Supervisi yang dilakukan oleh supervisor berkisar mengenai masalah

pelaksanaan aturan aturan dan ketentuan serta undang-undang yang telah

ditetapkan. Kebiasaan yang dilakukan oleh sebahagian supervisor dalam

melaksanakan supervisi ke lembaga–lembaga pendidikan lebih banyak bersifat

mencari kekurangan dan kesalahan yang dilakukan para pelaksana atau petugas

dalam menjalan tugas yang telah dirancang sebelumnya.

8
Luk-Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta : Teras, 2009), hlm. 37-38.

9
Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia No. 0141 / Tahun 1969, tertanggal 25 November 1969

diadakan reorganisasi Depertemen Pendidikan Kebudayaan pada tahun 1970.

Surat Keputusan Menteri Pendidikan tersebut telah melakukan perubahan

terhadap sebutan inspeksi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan yang

dirubah menjadi pembinaan.

Perubahan-perubahan tersebut dimaksudkan, agar usaha-usaha yang

dilakukan oleh para supervisor dalam usaha bimbingan dan menuntun para guru,

berkenaan dengan proses belajar mengajar di depan kelas atau di sekolah, dapat

terlaksana dengan baik, sesuai ketentuan yang telah diatur. Jika pembinaan para

guru dilaksanakan para supervisor secara kontinyu, diharapkan dapat

menimbulkan semangat dan gairah bekerja para guru dalam menjalankan

tugasnya.9

Pembinaan guru penting dilakukan untuk menungjang kinerja guru yang

akan berimbas pada peserta didik yang lebih baik, pembinaan guru dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

1. On the jobtrining

On the job training dapat dilakukan dengan menggunakan

bagan, gambar, pedoman, contoh yang sederhana, demonstrasi,

dan lain-lain. Dalam hal ini, peserta pelatihan dapat belajar secara

langsung, sehingga mengetahui kondisi real pekerjaan dan segala

aspek pendukung pekerjaan.10


9
Abu Bakar, “Supervisi Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Sosial Budaya, No. 1, Vol. 8 (Januari,
2011), hlm. 2-3.
10
Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hlm.77

10
2. Demonstration and Example

Demonstration and Example adalah metode latihan yang

dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-

cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contohcontoh atau

percobaan yang didemonstrasikan. Demonstrasi merupakan

metode latihan yang sangat efektif karena peserta melihat sendiri

teknik mengerjakannya dan diberikan penjelasan-penjelasanya,

bahkan jika perlu boleh dicoba mempraktekannya. “Metode

demonstrasi biasanya dikombinasikan dengan alat bantu belajar

seperti gambargambar, teks materi, ceramah dan diskusi.” Dalam

membina kompetensi pedagogik guru, seorang pembina atau

kepala sekolah dapat mendemontrasikan kegiatan mengajar

dengan memberikan setiap penjelasan tentang penyelenggaraan

pembelajaran.11

3. Classroom Methods

“Metode ruang kelas merupakan metode yang dilakukan di

dalam kelas walaupun dapat pula dilakukan di area pekerjaan.”

“Metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran),

conference (rapat), programmed instruction, metode studi kasus,

role playing, metode diskusi dan metode seminar.”12 Metode ini

yang sering kita jumpai diberbagai proses pembelajaran, karena

metode ini mudah untuk dilakukan dari berbagai macam usia.


11
Ibid, hlm. 78.
12
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 54

11
Dengan adanya beberapa pilihan metode yang disediakan

untuk pembinaan guru dan karyawan, maka kepala sekolah dapat

memilihkan mana metode yang sesuai untuk diterapkan pada saat

pembinaan. Hal ini penting untuk diketahui agar proses

pembinaan dapat berlangsung dengan lancar dan tepat sasaran

sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Supervisi artistik mencoba menilai siswa bukan berdasarkan pengetahuan
siswa (knowledge) saja, tetapi supervise artistic juga mencoba memperhatikan
ketrampilan (skill) dan seni (art) dari setiap individu, karena seorang siswa
mempunyai ciri dan khasnya masing.

Supervisi artistik mempunyai 6 ciri : (1) Quality vs. Quantity (kualitas dan
kuantitas) (2) Colleague vs. Manager (rekan dan manajer) (3) Educational
Connoisseurship (keahlian pendidikan) (4) Educational Criticism (kritik
pendidikan)(5) Frequency (frekuensi) (6) Freedom (kebebasan).

Dari uraian tersebut dapat berjalan jika guru didampingi atau disupervisi
oleh rekan kerja atau kepala sekolah dengan cara pembianaan, adanya pembinaan
guru oleh supervisor diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru, pembinaan
dapat dilakukan dengan (1) on the job trining, (2) demonstration and example dan
(3) Classroom Methods

13
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto,. Belajar dan Mengajar (Bandung: YRAMA WIDYA, 2010).


Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan & Sumber
Belajar (Jakarta: PRENADAMEDEIA GROUP, 2011).
U, M. Shabir. “Kedudukan Guru Sebagai Pendidik: (Tugas dan Tanggung Jawab,
Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru),” AULADUNA, no. 36 (2009).
Maunah, Binti. Supervisi Pendidikan Islam (Teori dan Praktik), (Yogyakarta :
TERAS, 2009), hlm. 23.
Siti Musrikah. “Pengelolaan Supervisi Artistik Kepala Sekolah Dasar Negeri 1
Selojari Klambu Grobogan”, Jurnal Varidika, No. 1, Vol. 28 (Juni, 2016).
Hanson, Christopher T. F. “Six Standards for Artistic Supervision: A concise
survey of the literature and philosophies of Elliot Eisner”, (Texas State
University).
Mufidah, Luk-Luk Nur. Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta : Teras, 2009)
Bakar, Abu.“Supervisi Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Sosial Budaya, No. 1,
Vol. 8 (Januari, 2011).
Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011).

14

Anda mungkin juga menyukai