Anda di halaman 1dari 8

1.

Berikan penjelasan bagaimana penerapan teori behavioristik, teori sosial


kognitif, dan teori konstruktivisme di dalam kelas!
Penerapan teori belajar
a. Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon, adapun
akibat adanya interaksi antara dengan respon siswa mempunyai pengalaman baru
yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru.
Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini. Materi yang cocok
untuk metode ini antara lain materi yang memerlukan latihan dan pembiasaan,
seperti: B. Materi percakapan bahasa asing, penanganan komputer, dll.
b. Teori sosial kognitif merupakan perluasan dari teori Belajar Behavioristik yang
fokus pada bagaimana lingkungan dan penguatan mempengaruhi perilaku
seseorang. Sementara, teori Belajar Sosial menyatakan bahwa seseorang bisa
mempelajari perilaku melalui pengamatan. Contohnya Saat memberi pujian ke
siswa A karena sudah menolong temannya, pasti siswa yang lain akan meniru
perilaku siswa A itu agar mendapatkan pujian yang sama. Dari proses
pengamatan yang siswa lakukan terhadap lingkungannya, perilaku dan cara
belajarnya juga ikut berubah. Sebab, inti dari teori belajar ini adalah pengamatan
dan pemodelan, tak sedikit orang yang menyebutnya sebagai observational
learning atau modelling learning.
c. Teori belajar konstruktivisme merupakan teori pembelajaran dasar yang
mengembangkan kemampuan logis dan analitis murid yang berdasar pada
pengalaman serta lingkungan sekitar. Penerapan dari teori ini adalah sebagai
berikut
Langkah 1: Memancing Keingintahuan
Pada langkah awal yaitu memberikan sejumlah pertanyaan terkait konsep yang
sedang dibahas dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang sudah diketahui, pembelajaran konstruktivisme merupakan
penemuan makna di balik konsep-konsep. Maka dari itu, harus diberikan
gambaran berdasarkan pada pengalaman hidup atau suasana di sekitarnya.

Langkah 2: Melakukan Penyelidikan


Sebelumnya sudah menanyakan sebuah masalah pada siswa, selanjutnya adalah
mencari solusi dengan cara menyelidiki. Dalam proses ini tercipta kegiatan
membaca buku dan mencari sumber data dari internet yang kemudian diorganisir
menjadi ilmu yang relevan. Secara tidak langsung tahap ini dapat menciptakan
rasa keingintahuan yang dipenuhi siswa secara mandiri.

Langkah 3: Memaparkan Konsep


Setelah proses eksplorasi dilakukan, berikutnya adalah memberikan pemaparan
konsep yang didapat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari tahap
sebelumnya.

Langkah 4: Mengondisikan Kelas


Tahap mengondisikan kelas dilakukan demi memberikan pengalaman belajar
yang optimal. Caranya adalah dengan membuat suasana belajar kelas yang
nyaman. Ciptakan kehangatan dan  kesantunan namun tetap berwibawa.

2. Berikan penjelasan model-model pembelajaran apa saja yang terbentuk


berdasarkan prinsip konstruktivisme!
Terdapat dua pandangan konstruktivistik, yaitu konstruktivistik kognitif yang
dicetuskan oleh Jean Piaget dan konstuktivistik sosial dari Vigotsky. Perbedaan
kedua teori tersebut terletak pada penekanan pada proses konstruksi dan peran agen
pemenuhannya. Vigotsky menempatkan konteks sosiokultural sebagai pembentuk
struktur kognitif dan bahasa seseorang. Piaget menekankan tahapan perkembangan
kognitif sebagai syarat bagi pemerolehan pengetahuan dan keterampilan dalam
berpikir.
Inti dari aplikasi pendekatan konstruktivistik dapat ditemui dalam pembelajaran
kooperatif, model belajar penemuan (inquiry), model jigsaw, cooperative scripting
dan model investigasi kelompok. Unsur filosofi dalam pembelajaran konstruktivistik
yaitu kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk
melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukan
individu. Keberagaman yang dimaksud yaitu individu menyadari bahwa dirinya
berbeda dengan orang lain.

3. Diskusikan dalam kelompok, buatlah rencana untuk meningkatkan motivasi


para siswa yang ada di kelas dengan gambaran sebagai berikut:
a. Tania, 7 tahun, memiliki kemampuan rendah dan keinginan yang rendah
untuk sukses.
 Belajar Sambil Bermain
Dunia anak adalah dunia permainan. Cara memotivasi yang paling mudah bagi
orang tua adalah membiarkan anak melakukan permainan yang mengandung
muatan edukasi pembelajaran, tergantung pada usianya.
Cara belajar sambil bermain ini akan membuat anak lebih rileks, senang
belajar, dan orang tua pun lebih santai dalam mendampingi.
Berikan permainan edukatif pada anak sesuai dengan jenjang dan tahapan
usianya. Upayakan menemukan muatan pendidikan dalam setiap permainan
atau hal-hal menarik yang ada di sekitar anak
 Berkreasi dan Berkarya
Mengajak anak belajar dengan cara teori saja, membaca saja, atau hal-hal yang
sifatnya hanya tekstual akan membuat anak menjadi bosan. Anak akhirnya
akan jenuh, malas dan minta berhenti belajar karena tertarik ingin melakukan
permainan yang lebih kreatif.
Jadi Parent Pinters, bagaimana cara agar anak semangat belajar?
Ajaklah anak berkreasi dan berkarya menghasilkan sesuatu yang lebih nyata.
Dalam hal ini pelajaran yang dilakukan harus menggunakan tahapan praktik
yang lebih jelas menggunakan perangkat tertentu yang membuat anak lebih
terkesan.
Gunakan alat peraga, membuat sesuatu hal akan menjadi hal seru bagi anak
dibandingkan hanya mendengarkan penjelasan.
 Jangan Fokus pada Nilai dan Hasil
Belajar adalah proses untuk mengetahui sesuatu, jadi bagi Parent Pinters
jangan menargetkan hal-hal berlebihan atas kemampuan anak jika tak sesuai
dengan kenyataan.
Memberi target nilai dan hasil yang tinggi pada anak yang tidak memiliki
kemampuan memadai hanya akan membuat anak stres, takut kepada orang tua
dan akhirnya malas belajar.
Menumbuhkan semangat enjoy dan senang pada sesuatu tidak semestinya
didasarkan pada hasil dan nilai, tetapi bagaimana anak bisa menjalani proses
dengan baik.
Ajarkan kepada anak bahwa hal paling penting dalam belajar adalah proses
untuk terus belajar dan mencari tahu, soal hasil dan nilai hanyalah efek dari
sebuah usaha yang terus menerus.
 Masuk dalam kehidupan Anak
Mengapa orang tua tidak bisa memahami kemampuan anaknya, sebab orang
tua memandang dalam persepsi sebagai orang tua. Cobalah sesekali masuk
dalam kehidupan anak. Berpikir dan merasakan dunia anak-anak yang
memang dunia bermain.
Parent Pinters mungkin sering kesal saat anak terus menerus bermain
sementara mereka belum belajar, sedang dalam persepsi anak mereka kesal
saat ingin bermain tetapi orang tua menyuruh belajar.
Sebagai orang tua, Parent Pinters perlu masuk dan menyelami dunia anak agar
bisa mengambil keputusan dan motivasi yang tepat pada anak untuk belajar.
 Memulai dari Minat dan Bakat
Menemukan minat dan bakat anak penting untuk ditemukan, dikembangkan
dan dimotivasi sejak dini. Jika Parent Pinters berhasil menemukan hal ini pada
anak sejak dini maka mendorong anak untuk lebih semangat belajar dan
berprestasi di bidang yang disukai anak akan semakin mudah.
Hal yang jadi masalah seringkali apa yang menjadi keinginan anak tidak sama
dengan apa yang menjadi keinginan orang tua, atau apa yang menjadi
keinginan anak kurang didukung dengan baik oleh orang tua.
Belajar pun akhirnya tidak semangat, tidak maksimal dan sudah pasti prestasi
yang diraih akan jauh dari yang diharapkan.
 Memberi Dukungan Sepenuhnya
Bila Parent Pinters ingin anak sukses di bidang tertentu yang mereka minati,
maka dukungan adalah hal mutlak yang harus diberikan. Dukungan bukan
hanya saat Parent Pinters sudah memasukkan anak ke lembaga pendidikan
terbaik, memenuhi fasilitas hobinya atau sejenisnya, tetapi dukungan moril
adalah hal utama yang memberi motivasi tak ternilai.
Sebagai contoh orang tua datang langsung ke sekolah anak untuk menyaksikan
kompetisi yang dijalani, mengajak anak jalan-jalan mengikuti kegiatan yang
disenangi anak, berlatih bersama atau belajar bersama anak, mengajak anak
ngobrol sambil memberikan motivasi dan pemahaman.
Keterlibatan secara emosional adalah hal yang sangat berkesan bagi anak dan
menumbuhkan semangat tersendiri.
 Memberi Apresiasi
Semangat dan prestasi memang harus didukung dengan apresiasi yang
memadai. Bukan hanya anak-anak yang butuh apresiasi, orang dewasa pun
senang jika proses belajar diapresiasi. Nah, Parent Pinters bisa memberikan
apresiasi positif terhadap keberhasilan belajar atau prestasi yang didapatkan
anak.
Berilah apresiasi yang mendidik. Jika membelikan dalam bentuk barang, pilih
jenis barang yang bermanfaat dan memiliki nilai edukatif, jika dalam bentuk
aktivitas tetap harus mengedepankan kebutuhan edukasi anak.
Dukung semangat belajar dan berprestasi pada anak dengan memasukkan
mereka ke pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Kuliah hingga
jenjang S2 dan S3 sesuai dengan kemampuan.

b. Samuel, 10 tahun, yang  bekerja keras untuk menjaga harga dirinya pada
tingkat tinggi, tetapi memiliki rasa takut akan gagal yang kuat
 Beritahu anak-anak bahwa Anda tidak mengharapkan mereka menjadi
sempurna. Biarkan mereka tahu bahwa cinta orang tua tidak bersyarat, terlepas
dari apakah mereka berhasil atau gagal.
 Bantu anak-anak melihat sisi baik dari kegagalan. Motivasi mereka untuk
berlatih lebih keras, belajar lebih lama, atau mencoba solusi yang berbeda
untuk sebuah masalah.
 Dorong anak lakukan hal yang baru. Anak-anak secara alami tertarik pada
hobi yang diminati dan mereka mendapat prestasi. Jangan membatasi apa yang
anak ingin lakukan.
 Puji anak-anak atas usaha dan keberanian mereka untuk mengatasi
kemunduran. Dorong mereka untuk mencoba lagi jika mereka gagal pada kali
pertama.
 Menjadi teladan bagi anak dengan memberikan contoh sikap yang positif
ketika Anda pun mengalami kegagalan.
c. Sandra, 13 tahun, yang tenang di kelas dan meremehkan keterampilan
mereka.
 Menyelidiki mengapa anak meremehkan mereka
Pendidik dapat menyelediki hal tersebut dengan memerhatikan kegiatan sehari-
hari anak, mulai dari apa yang ia lihat di televisi/media sosial dan dengan siapa
anak bermain serta bagaimana mereka berkomunikasi.
 Menanamkan karakter positif pada anak
Seringkali ada banyak alasan mengapa anak meremehkan anak lain, dan biasanya
salah satu contohnya adalah karena rasa iri atau cemburu yang dimiliki anak
terhadap temannya.
Sehingga penting bagi pendidik untuk menanamkan karakter positif pada anak,
agar ia bisa bersyukur atas dirinya sendiri, baik itu kelebihan maupun
kekurangannya. Dengan demikian, maka tak akan ada lagi alasan bagi anak untuk
mengejek teman-temannya.
 Menasehati anak tidak di depan orang banyak
Dalam berbicara dan menasihati anak, pilihlah momen yang tepat ketika hanya
berdua dengan anak sehingga pendidik dapat menyampaikan pesan dari hati ke
hati.
Pastikan untuk tidak memarahi atau membentak anak di tempat umum, karena ini
dapat mempermalukannya. Tak jarang ia pun juga akan acuh dengan nasihat
tersebut.
 Menghindari langsung menyudutkan anak
 Memberi contoh yang baik pada anak
 Meminta anak untuk merenungi perbuatannya
 Mengajari anak untuk memperlakukan orang-orang di sekitarnya dengan baik

d. Robert, 16 tahun, yang menunjukkan sedikit minat di sekolah dan saat ini
tinggal bersama dengan bibinya (Anda sudah tidak dapat menghubungi
orangtuanya)
 Menunjukkan empati atau dukungan kepadanya
Setelah anak bercerita mengenai apa penyebab ia malas bersekolah,
melakukan pendekatan secara perlahan
 Membicarakan masalah yang dihadapi anak dengan pihak sekolah
meluangkan waktu bertemu dengan orang tua, guru atau kepala sekolah untuk
membicarakan masalah tersebut. Dengan cara ini, masalah yang dihadapi anak
mungkin bisa terpecahkan sehingga ia dapat mau kembali bersekolah.
 Ajak anak untuk menikmati kegiatan sekolah. ...
 Bersikap tegas saat anak tidak mau sekolah. ...
 Menghindari kondisi nyaman berada di rumah saat tidak sekolah. ...
 Meminta anak belajar di rumah.
1. Apa itu belajar
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki arti sebagai upaya
memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar
adalah sebuah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu
atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki
tentang sesuatu.

2. Bagaimana belajar dilihat dari beberapa sudut pandang teori


belajar (behaviorism, social-cognitivism, constructivism)

a. Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah


laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon, adapun akibat
adanya interaksi antara dengan respon siswa mempunyai pengalaman baru yang
menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru. Tidak
semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini. Materi yang cocok untuk
metode ini antara lain materi yang memerlukan latihan dan pembiasaan, seperti:
B. Materi percakapan bahasa asing, penanganan komputer, dll.
b. Teori sosial kognitif merupakan perluasan dari teori Belajar Behavioristik yang
fokus pada bagaimana lingkungan dan penguatan mempengaruhi perilaku
seseorang. Sementara, teori Belajar Sosial menyatakan bahwa seseorang bisa
mempelajari perilaku melalui pengamatan. Contohnya Saat memberi pujian ke
siswa A karena sudah menolong temannya, pasti siswa yang lain akan meniru
perilaku siswa A itu agar mendapatkan pujian yang sama. Dari proses pengamatan
yang siswa lakukan terhadap lingkungannya, perilaku dan cara belajarnya juga
ikut berubah. Sebab, inti dari teori belajar ini adalah pengamatan dan pemodelan,
tak sedikit orang yang menyebutnya sebagai observational
learning atau modelling learning.
c. Teori belajar konstruktivisme merupakan teori pembelajaran dasar yang
mengembangkan kemampuan logis dan analitis murid yang berdasar pada
pengalaman serta lingkungan sekitar. Penerapan dari teori ini adalah sebagai
berikut
Langkah 1: Memancing Keingintahuan
Pada langkah awal yaitu memberikan sejumlah pertanyaan terkait konsep yang
sedang dibahas dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang sudah diketahui, pembelajaran konstruktivisme merupakan
penemuan makna di balik konsep-konsep. Maka dari itu, harus diberikan
gambaran berdasarkan pada pengalaman hidup atau suasana di sekitarnya.

Langkah 2: Melakukan Penyelidikan


Sebelumnya sudah menanyakan sebuah masalah pada siswa, selanjutnya adalah
mencari solusi dengan cara menyelidiki. Dalam proses ini tercipta kegiatan
membaca buku dan mencari sumber data dari internet yang kemudian diorganisir
menjadi ilmu yang relevan. Secara tidak langsung tahap ini dapat menciptakan
rasa keingintahuan yang dipenuhi siswa secara mandiri.

Langkah 3: Memaparkan Konsep


Setelah proses eksplorasi dilakukan, berikutnya adalah memberikan pemaparan
konsep yang didapat berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari tahap
sebelumnya.

Langkah 4: Mengondisikan Kelas


Tahap mengondisikan kelas dilakukan demi memberikan pengalaman belajar
yang optimal. Caranya adalah dengan membuat suasana belajar kelas yang
nyaman. Ciptakan kehangatan dan  kesantunan namun tetap berwibawa.

3. Motivasi belajar (berdasarkan kebutuhan, tujuan, emotional-interest,


keterampilan regulasi diri)

Emosi dan motivasi memberi warna pada perilaku manusia sehari-hari dan juga
sangat berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar. Emosi berperan dalam
membantu mempercepat atau justru memperlambat proses pembelajaran. Dan
emosi juga membantu proses pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan.

Motivasi belajar berdasarkan kebutuhan, Abraham Maslow membuat Hierarchy of


Needs-nya, dia berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh lima kebutuhan
esensial: fisiologis, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri (juga dikenal
sebagai pemenuhan diri). Bertujuan untuk Membuat siswa menjadi semangat
belajar, Meminimalisir Rasa Jenuh, Membantu siswa dalam menemukan
tujuannya, menumbuhkan sikap optimisme dalam diri siswa, dan siswa menjadi
eksploratif. Dalam proses pembelajaran, emotional interest, minat dan rasa
tertarik siswa dapat meningkatkan motivasi belajarnya. Regulasi diri akan
membantu siswa mengendalikan pikiran, perasaan dorongan dan hasrat yang
sifatnya eksternal untuk mencapai cita-citanya. Empat komponen regulasi diri:
kontrol kognitif, regulasi motivasi, regulasi perilaku, dan regulasi konteks.

4. Paradigma personal peserta didik (growth mindset dan fixed mindset)

Pada growth mindset, seseorang memiliki keyakinan yang mendasar bahwa


pembelajaran dan kecerdasan mereka dapat tumbuh seiring waktu, upaya dan
pengalaman. Ketika seseorang percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih pintar, mereka
menyadari bahwa jika mereka melakukan upaya itu akan berdampak pada keberhasilan,
sehingga mereka bersedia untuk meluangkan waktu lebih agar mencapai keberhasilan
yang lebih tinggi. Growth mindset didasarkan pada keyakinan bahwa prestasi akademik
yang baik berasal dari upaya yang gigih dalam belajar.

Pada fixed mindset, seseorang tidak percaya bahwa mereka dapat mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan dan bakat mereka. Mereka juga percaya bahwa bakat saja
yang mengarah pada kesuksesan dan tidak diperlukan usaha untuk mencapai sebuah
keberhasilan. Di sekolah, seorang siswa yang memiliki fixed mindset tetap takut untuk
mencoba sekalipun diberikan kesempatan oleh gurunya. Para siswa tidak berusaha
mencari bantuan karena mereka percaya bahwa segala sesuatu yang dilakukan
bertujuan untuk mengukur kecerdasan mereka. Pola pikir seperti ini yang akan menjadi
sumber turunnya motivasi pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai