b. Samuel, 10 tahun, yang bekerja keras untuk menjaga harga dirinya pada
tingkat tinggi, tetapi memiliki rasa takut akan gagal yang kuat
Beritahu anak-anak bahwa Anda tidak mengharapkan mereka menjadi
sempurna. Biarkan mereka tahu bahwa cinta orang tua tidak bersyarat, terlepas
dari apakah mereka berhasil atau gagal.
Bantu anak-anak melihat sisi baik dari kegagalan. Motivasi mereka untuk
berlatih lebih keras, belajar lebih lama, atau mencoba solusi yang berbeda
untuk sebuah masalah.
Dorong anak lakukan hal yang baru. Anak-anak secara alami tertarik pada
hobi yang diminati dan mereka mendapat prestasi. Jangan membatasi apa yang
anak ingin lakukan.
Puji anak-anak atas usaha dan keberanian mereka untuk mengatasi
kemunduran. Dorong mereka untuk mencoba lagi jika mereka gagal pada kali
pertama.
Menjadi teladan bagi anak dengan memberikan contoh sikap yang positif
ketika Anda pun mengalami kegagalan.
c. Sandra, 13 tahun, yang tenang di kelas dan meremehkan keterampilan
mereka.
Menyelidiki mengapa anak meremehkan mereka
Pendidik dapat menyelediki hal tersebut dengan memerhatikan kegiatan sehari-
hari anak, mulai dari apa yang ia lihat di televisi/media sosial dan dengan siapa
anak bermain serta bagaimana mereka berkomunikasi.
Menanamkan karakter positif pada anak
Seringkali ada banyak alasan mengapa anak meremehkan anak lain, dan biasanya
salah satu contohnya adalah karena rasa iri atau cemburu yang dimiliki anak
terhadap temannya.
Sehingga penting bagi pendidik untuk menanamkan karakter positif pada anak,
agar ia bisa bersyukur atas dirinya sendiri, baik itu kelebihan maupun
kekurangannya. Dengan demikian, maka tak akan ada lagi alasan bagi anak untuk
mengejek teman-temannya.
Menasehati anak tidak di depan orang banyak
Dalam berbicara dan menasihati anak, pilihlah momen yang tepat ketika hanya
berdua dengan anak sehingga pendidik dapat menyampaikan pesan dari hati ke
hati.
Pastikan untuk tidak memarahi atau membentak anak di tempat umum, karena ini
dapat mempermalukannya. Tak jarang ia pun juga akan acuh dengan nasihat
tersebut.
Menghindari langsung menyudutkan anak
Memberi contoh yang baik pada anak
Meminta anak untuk merenungi perbuatannya
Mengajari anak untuk memperlakukan orang-orang di sekitarnya dengan baik
d. Robert, 16 tahun, yang menunjukkan sedikit minat di sekolah dan saat ini
tinggal bersama dengan bibinya (Anda sudah tidak dapat menghubungi
orangtuanya)
Menunjukkan empati atau dukungan kepadanya
Setelah anak bercerita mengenai apa penyebab ia malas bersekolah,
melakukan pendekatan secara perlahan
Membicarakan masalah yang dihadapi anak dengan pihak sekolah
meluangkan waktu bertemu dengan orang tua, guru atau kepala sekolah untuk
membicarakan masalah tersebut. Dengan cara ini, masalah yang dihadapi anak
mungkin bisa terpecahkan sehingga ia dapat mau kembali bersekolah.
Ajak anak untuk menikmati kegiatan sekolah. ...
Bersikap tegas saat anak tidak mau sekolah. ...
Menghindari kondisi nyaman berada di rumah saat tidak sekolah. ...
Meminta anak belajar di rumah.
1. Apa itu belajar
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki arti sebagai upaya
memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar
adalah sebuah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu
atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki
tentang sesuatu.
Emosi dan motivasi memberi warna pada perilaku manusia sehari-hari dan juga
sangat berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar. Emosi berperan dalam
membantu mempercepat atau justru memperlambat proses pembelajaran. Dan
emosi juga membantu proses pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan.
Pada fixed mindset, seseorang tidak percaya bahwa mereka dapat mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan dan bakat mereka. Mereka juga percaya bahwa bakat saja
yang mengarah pada kesuksesan dan tidak diperlukan usaha untuk mencapai sebuah
keberhasilan. Di sekolah, seorang siswa yang memiliki fixed mindset tetap takut untuk
mencoba sekalipun diberikan kesempatan oleh gurunya. Para siswa tidak berusaha
mencari bantuan karena mereka percaya bahwa segala sesuatu yang dilakukan
bertujuan untuk mengukur kecerdasan mereka. Pola pikir seperti ini yang akan menjadi
sumber turunnya motivasi pada siswa.