Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH KOMUNIKASI LISAN, KEPEDULIAN


KARYAWAN DAN KUALITAS LAYANAN TERHADAP
MINAT BELI PELANGGAN DI BRP CELLULAR
TULUNGAGUNG

Disusun Oleh :

1. NOVI FANIA NABILA 2060302100174

2. WANDA HAMIDAH 2060302100182

3. DONI PRAYITNO 2060302100153

4. FAJAR YUDHA PRAWIRA 2060302100154

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TULUNGAGUNG
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


HALAMAN DAFTAR ISI ......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................5
A. Komunikasi Lisan (Words of Mouth)........................................................5
B. Kepedulian Karyawan................................................................................7
C. Kualitas Layanan......................................................................................11
D. Minat Beli.................................................................................................16
E. Kerangka Konsep......................................................................................23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................24
A. Jenis Penelitian ........................................................................................24
B. Populasi dan Sampel.................................................................................24
C. Variabel dan Pengukuran..........................................................................25
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................................26
E. Teknik Analisis Data................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri bisnis di penjuru dunia termasuk di Indonesia sedang
mengalami perkembangan sangat pesat sehingga menyebabkan persaingan
bisnis yang semakin hari semakin kompetitif. Pelaku bisnis tentu dituntut
untuk mampu memanfaatkan peluang yang ada dan memiliki suatu
keunggulan tertentu guna menghadapi pemain baru yang bermunculan dalam
dunia bisnis tersebut. Pelaku bisnis bisa tetap eksis serta bertahan hidup
(survive) apabila memiliki kemampuan kompetitif atau memiliki daya saing
tinggi, sehingga mampu bersaing baik dalam kancah domestik maupun global
(Omar dan Fauzi, 2013).
Guna menghadapi perkembangan industri, perusahaan atau bisnis
pelaku bisnis dituntut mengembangkan strategi bersaing untuk mengungguli
para pesaing. Perusahaan dikatakan memiliki keunggulan bersaing jika
perusahaan tersebut mampu menciptakan nilai yang pada saat tersebut tidak
sedang dilakukan baik oleh kompetitor maupun calon kompetitor dan
perusahaan-perusahaan lain tidak mampu meniru kelebihan strategi ini
(Ferdinand, 2013). Selain itu, perusahaan harus mampu merebut hati
konsumen dan mampu memahami keinginan dari konsumen tersebut sehingga
konsumen akan memutuskan untuk membeli barang atau jasa yang
ditawarkan.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi minat beli pelanggan
adalah komunikasi lisan atau word of mount (WOM). Febiana et al., (2014)
menyatakan bahwa variabel word of mouth berpengaruh terhadap minat beli
konsumen, dimana minat beli dapat timbul karena adanya word of mouth yang
diukur dengan indikator reference group (keluarga, teman dekat, dan kenalan).
Menurut Kotler & Keller (2012:500) pemasaran dari mulut ke mulut dapat
diartikan sebagai komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik antar masyarakat
yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau
menggunakan produk atau jasa. Word of mouth dapat timbul akibat dari

1
kepuasan dan kepercayaan konsumen. Menurut Sidharta & Suzanto (2015)
bahwa kepuasan dan kepercayaan konsumen dapat meningkatkan sikap
konsumen dalam melakukan pembelian ulang.
Selain itu dalam menghadapi lingkungan yang kompetitif, maka
perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki tradisi bekerja lebih baik,
dimana karyawan bekerja bukan lagi hanya memenuhi sebuah tugas yang
dibebankan tetapi juga memikirkan upaya lain di luar tugasnya agar
perusahaan mencapai tujuan yang ditetapkan (Noruzy, 2011:842). Karyawan
yang memiliki kepedulian tidak hanya pada tugasnya semata tetapi juga
memiliki perhatian pada pencapaian tujuan perusahaan, berarti karyawan
tersebut memiliki organizational citizenship behavior (OCB) atau perilaku
kewarganegaraan organisasional (PKO).
Selanjutnya Lupiyoadi dan Hamdani (2009) mengemukakan bahwa
kualitas pelayanan karyawan terhadap pelanggan juga berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan, dimana pelayanan yang buruk berakibat lebih besar
terhadap kepuasan pelanggan daripada pelayanan yang dikategorikan baik.
Implementasi strategi dengan kategori terbaik akan meningkatkan kepuasan
dan kesetiaan pelanggan lebih besar daripada tidak ada pemasaran yang
relasional yang dilakukan. Dan sebaliknya implementasi strategi dengan
kategori terburuk akan menurunkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan lebih
besar daripada tidak ada pemasaran yang relasional yang dilakukan.
Tjiptono dan Diana (2001), mengemukakan bahwa kualitas dan
kepuasan konsumen berkaitan erat. Kualitas memberikan suatu dorongan
kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat kepada perusahaan. Dalam
jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami
dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan
demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana
perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan
meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang
menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan

2
kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan
kualitas memuaskan.
BRP Cellular Tulungagung merupakan salah satu toko cellurar terbesar
di Tulungagung yang melayani jual-beli handphone dan accesoris handphone.
Pada era sekarang ini tentu tiap individu membutuhkan handphone untuk
sarana komunikasi maupun dimanfaatkan untuk hal yang lain atau juga
sebagai gaya hidup. Adanya persaingan yang cukup kompetitif antara
beberapa took handphone di Tulungagung, BRP Cellular berusaha
mengembangkan strategi bersaingnya guna menarik hati konsumen agar
mempercayakan kebutuhan handphone mereka pada BRP Cellular dengan
meningkatkan dan mempertahankan komunikasi lisan (WOM), kepedulian
karyawan dan kualitas layanan. Hal tersebut bertujuan agar konsumen atau
pelanggan merasa puas dan percaya pada BRP Cellular sehingga mereka akan
memutuskan untuk membeli handphone di toko tersebut.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Komunikasi Lisan
(WOM), Kepedulian Karyawan Dan Kualitas Layanan Terhadap Minat Beli
Pelanggan di BRP Cellular Tulungagung”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penulis, maka permasalahan yang
tertuang dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah komunikasi lisan (WOM) berpengaruh secara parsial terhadap
minat beli pelanggan di BRP Cellular Tulungagung?
2. Apakah kepedulian karyawan berpengaruh secara parsial terhadap minat
beli pelanggan di BRP Cellular Tulungagung?
3. Apakah kualitas layanan berpengaruh secara parsial terhadap minat beli
pelanggan di BRP Cellular Tulungagung?
4. Apakah komunikasi lisan (WOM), kepedulian karyawan dan kualitas
layanan berpengaruh secara simultan terhadap minat beli pelanggan di
BRP Cellular Tulungagung?

3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh komunikasi lisan (WOM) secara parsial terhadap
minat beli pelanggan di BRP Cellular Tulungagung
2. Mengetahui pengaruh kepedulian karyawan secara parsial terhadap minat
beli pelanggan di BRP Cellular Tulungagung
3. Mengetahui pengaruh kualitas layanan secara parsial terhadap minat beli
pelanggan di BRP Cellular Tulungagung
4. Mengetahui pengaruh komunikasi lisan (WOM), kepedulian karyawan dan
kualitas layanan secara simultan terhadap minat beli pelanggan di BRP
Cellular Tulungagung

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi BRP Cellular Tulungagung
Hasil penelitian ini bagi perusahaan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan perusahaan dalam menerapkan komunikasi lisan (WOM),
kepedulian karyawan dan kualitas layanan agar dapat meningkatkan minat
beli pelanggan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan peneliti mengenai
faktorfaktor yang mempengaruhi pengaruh komunikasi lisan (WOM),
kepedulian karyawan dan kualitas layanan secara simultan terhadap minat
beli pelanggan.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat
umum dan khususnya mahasiswa, seta dapat menjadi bahan refernsi untuk
penelitian yang akan datang.

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Lisan (Words of Mouth)


Komunikasi dari mulut ke mulut (words of mouth) masih merupakan
jenis aktivitas pemasaran yang paling efektif. Word of mouth (WOM)
didefinisikan sebagian komunikasi lisan, dari orang ke orang antara receiver
dan communicator yang bersifat nonkomersial tentang sebuah merek, produk
ataupun jasa (Yunita dan Oktaria, 2014).
Rahmadevita, dkk (2014) mengemukakan bahwa informasi yang
diperoleh melalui WOM lebih dipercaya karena informasi tersebut didapat
orang yang kita kenal. WOM tersebut langsung berasal dari orang lain yang
menggambarkan secara pribadi pengalamannya sendiri, maka ini jauh lebih
jelas bagi konsumen daripada informasi yang terdapat dalam iklan. Hasil
bersihnya adalah bahwa informasi WOM jauh lebih mudah terjangkau oleh
ingatan dan mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar terhadap konsumen.
Destari dan Kasih (2014), menjelaskan bahwa WOM terjadi ketika
pelanggan berbicara kepada orang lain mengenai pendapatnya tentang suatu
produk, layanan atau perusahaan tertentu pada orang lain. Apabila pelanggan
menyebarkan opininya mengenai kebaikan produk maka disebut sebagai
WOM positif tetapi bila pelanggan menyebarluaskan opininya mengenai
keburukan produk maka disebut sebagai WOM negatif. Sedangkan WOM
Positif dapat berarti apabila seseorang melakukan bisnis dengan suatu
perusahaan dan melakukan rekomendasi kepada orang lain mengenai
perusahaan tersebut.
Komunikasi WOM dapat menjadi sangat berpengaruh dalam suatu
keputusan pembelian, hal tersebut sangatlah penting dalam perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa yang bersifat intangible (tidak berwujud). Oleh
karena itu sulit untuk mengevaluasi produk jasa sebelum melakukan
pembelian terhadap produk tersebut. Lebih jauh lagi jasa tidak memiliki suatu
standar ukuran tertentu dan hal itulah yang menyebabkan jasa lebih beresiko
dibanding dengan produk barang, sehingga pengelola bisnis jasa perlu

6
melakukan pengelolaan pelanggan secara baik agar pelanggan melakukakan
WOM positif.
Seorang pelanggan biasa berbicara kepada orang lain ketika mencari
saran atau opini mengenai suatu produk atau perusahaan. WOM merupakan
suatu mekanisme tertua dimana melalui WOM dapat disebarluaskan,
diekspresikan dan dibangun mengenai opini seseorang terhadap produk, merk,
dan jasa (Destari dan Kasih (2014). WOM sebagai komunikasi dari satu orang
kepada orang lain, dimana seseorang yang menjadi penerima informasi tidak
merasakan adanya nilai komersial ketika si pemberi informasi merekomendasi
hal-hal yang berkaitan dengan merk, produk atau jasa tertentu.
WOM pada dasarnya adalah pesan tentang produk atau jasa suatu
perusahaan, ataupun tentang perusahaan itu sendiri, dalam bentuk komentar
tentang kinerja produk, keramahan, kejujuran, kecepatan pelayanan dan hal
lainnya yang dirasakan dan dialami oleh seseorang yang disampaikan kepada
orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk pesan yang sifatnya
positif maupun negatif bergantung pada apa yang dirasakan oleh si pemberi
pesan tersebut atas jasa yang ia konsumsi (Erida, 2009).
Suatu pengaruh dari WOM akan mempengaruhi seseorang dalam
berperilaku serta minat beli, dimana penelitian tentang positif WOM
memberikan perhatian yang lebih terhadap suatu produk dan minat beli
dibandingkan konsumen yang menerima negative WOM, karena WOM di
kenal sebagai alat yang memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi
pilihan para konsumen, dan juga banyaknya perusahaan yang memanfaatkan
konsumen lainnya. Hasil penelitian ini didapat bahwa suatu media WOM pada
suatu produk dapat efektif mempengaruhi suatu perilaku dan minat beli
seseorang terhadap produk yang memiliki perbedaan tingkat keterlibatan serta
suatu informasi dari mulut kemulut WOM dari suatu pesan dan satu sumber
yang menyampaikan informasi tersebut.
Komunikasi WOM adalah kekuatan yang sangat kuat dalam
mempengaruhi keputusan pembelian di masa depan, khususnya ketika akan
memilih jasa dengan risiko tinggi (Mithll dan Newman, 1999 dalam Yunita
den 13 Oktaria, 2014). Gagasan dalam perilaku konsumen tentang komunikasi

7
WOM mempunyai peran penting dalam pembentukan sikap dan perilaku
konsumen. Menurut Horrison Walker (2001) menjelaskan bahwa komunikasi
WOM antara lain dapat diukur melalui:
1. Frekuensi komunikasi
2. Kesenangan menceritakan pengalaman
3. Meyakinkan orang lain untuk melakukan

B. Kepedulian Karyawan
1. Pengertian Kepedulian/Empati
Empati menurut Hoffman (2000) adalah kemampuan yang terjadi
karena seseorang memiliki perasaan yang berhubungan dengan situasi
dirinya sendiri. Adapun menurut Davis (1980) empati merupakan reaksi
yang cepat, tidak disengaja, dan munculnya perasaan emosional terhadap
pengalaman orang lain, dan kemampuan untuk mengenali pengalaman
emosional orang lain tanpa adanya perantara.
Menurut Fauzia (2014) empati adalah kemampuan memposisikan
diri sendiri pada posisi orang lain dan memaknai pengalaman tersebut
serta untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Empati
merupakan kegiatan menelaah perasaan sendiri pada satu kejadian suatu
objek alamiah atau suatu karya estesis, serta realisasi dan pengertian
terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain. Menurut Puspita &
Gumelar (2014) empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian
terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara
tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.
Berdasarkan dari beberapa definisi yang dituliskan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kepedulian atau empati merupakan munculnya
perasaan emosional, memahami, mengenal dan memaknai perasaan atau
pengalaman orang lain yang kemudian memproyeksikannya menjadi
sebuah tindakan tanpa adanya perantara. Pada penelitian ini, teori empati
yang digunakan adalah penjelasan yang dikemukakan oleh Davis (1980).
Hal ini didasarkan pada cangkupan pengertian dari empati menurut Davis
(1980) sudah dapat mencakupi pengertian empati secara luas.

8
2. Aspek-Aspek Empati
Davis (1980) mengungkapkan bahwa ada empat aspek yang
terdapat dalam empati, yaitu:
a. Pengambilan Perspektif (Perspective Taking)
Pengambilan perspektif merupakan kecenderungan seseorang
untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan atau cepat.
Contohnya adalah bagaimana seseorang mencoba memahami cara
pikir, perasaan atau kondisi orang lain dengan melihat suatu hal dari
sudut pandang orang tersebut.
b. Fantasi (Fantasy)
Fantasi merupakan kemampuan seseorang untuk memposisikan
diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan
dari karakter khayal dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau
ditonton. Contohnya ketika seseorang terbawa perasaan sedih, senang,
dan takut ketika melihat potongan adegan dalam kisah fiktif yang
mereka baca ataupun tonton.
c. Kecemasan Empatik (Empathic Concern)
Kecemasan empatik yaitu perasaan simpati yang berorientasi
kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami
orang lain. Contohnya ketika seseorang merasa kasihan atau sedih
ketika melihat orang lain yang kesulitan ataupun diperlakukan tidak
adil.
d. Tekanan Pribadi (Personal Distress)
Tekanan pribadi adalah kecemasan pribadi yang berorientasi
pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi situasi
interpersonal yang tidak menyenangkan. Contohnya adalah ketika
seseorang merasa cemas atau tidak nyaman ketika melihat pengalaman
negatif yang dialami orang lain.
Menurut Saputra (2016) merumuskan bahwa empati memiliki
beberapa aspek yaitu :

9
a. Kehangatan
Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang
untuk bersikap hangat terhadap orang lain. Kehangatan dapat
diwujudkan dari adanya rasa cinta atau kasih sayang yang diberikan
antara satu orang ke orang yang lain.
b. Kelembutan
Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang
untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang
lain. Contoh dari kelembutan adalah tidak memperlakukan seseorang
dengan etika yang buruk, seperti berkata kasar, menganiyaya, dan
sebagainya.
c. Peduli
Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk
memberikan perhatian terhadap sesama maupun lingkungan sekitar.
Peduli dapat diwujudkan dari adanya perilaku saling tolong menolong,
menghargai, berbagi, dan sebagainya.
d. Kasihan
Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang
untuk bersikap iba atau belas kasih terhadap orang lain. Kasihan dapat
dicontohkan dengan seseorang yang merasakan iba dan sedih ketika
melihat orang lain yang sedang mengalami hal buruk.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui terdapat beberapa poin
penting terkait aspek-aspek yang mampu menjelaskan empati. Aspek-
aspek yang dirumuskan Davis mengemukakan bagaimana rasa empati bisa
terbentuk dari dalam diri seseorang disertai dengan pola pikir dan motivasi
yang berbeda. Hal ini sedikit berbeda dengan aspek yang dikemukakan
oleh Batson dan Coke, yang menjelaskan bahwa empati bisa terbentuk
dengan adanya perasaan atau sikap yang sudah terdapat pada diri individu.
Namun, pada dasarnya, aspek-aspek dari kedua teori memiliki banyak
kesamaan. Seperti aspek kasihan dan peduli oleh Batson dan Coke yang
dapat dirangkum dalam aspek empathic concern dari Davis. Aspek-aspek

10
yang dirumuskan oleh Davis kemudian dipilih oleh peneliti karena sudah
dianggap mampu mendiskripsikan empati secara lebih detail.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian/ Empati
Menurut Nurhidayati (2012) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku empati, yaitu:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui permainan-
permainan memberikan peluang kepada anak untuk mengalami
sejumlah emosi, membantu untuk lebih berfikir dan memberikan
perhatian kepada orang lain, serta lebih terbuka terhadap kebutuhan
orang lain sehingga akan meningkatkan kemampuan berempati anak.
b. Mood dan feeling
Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik, maka
dalam berinteraksi dan menghadapi orang lain akan lebih baik serta
menerima keadaan orang lain.
c. Proses belajar dan indentifikasi
Pada proses belajar, anak belajar membetulkan respons-respons
khas dari situasi yang khas, yang disesuaikan dengan peraturan yang
dibuat oleh orang tua atau penguasa lainnya. Apa yang telah dipelajari
anak di rumah pada situasi tertentu, diharapkan anak dapat
menerapkannya pada waktu yang lebih luas.
d. Situasi atau tempat
Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik di
bandingkan dengan situasi lainnya bergantung dengan pengalaman
sebelumnya yang pernah seseorang itu dapatkan.
e. Komunikasi dan bahasa
Komunikasi dan bahasa sangat mempengaruhi seseorang untuk
mengungkapkan dan menerima empati. f. Pengasuhan Lingkungan
yang berempati dari suatu keluarga sangat membantu anak dalam
menumbuhkan empati dalam dirinya. Pengasuhan dari keluarga yang
hangat dan dengan orangtua yang memiliki empati yang baik akan
cenderung menurunkan empati yang baik pula bagi anak-anaknya.

11
C. Kualitas Layanan
1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Dalam menejelaskan pengertian kualitas pelayanan ini penulis
mengambil beberapa pendapat para ahli yaitu:
a. Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan (Batinggi dan Badu, 2009).
b. Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan (Siswanto, 2005).
c. Kualitas jasa/pelayanan berfokus pada pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2007).
Konsep kualitas sendiri sebenarnya bersifat relatif, yaitu tergantung
dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi.
Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten
satu sama lain, yaitu: 1). Persepsi konsumen 2). Produk/jasa dan 3).
Proses. Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hampir selalu
dapat dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa atau layanan
(Lupiyoadi, 2013).
Selanjutnya Lupiyoadi (2013), mengemukakan bahwa kualitas
memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas aspek-aspek
berikut:
a. Kinerja (performance). Kinerja disini merujuk pada karakter produk
inti yang meliputi merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-
aspek kerja individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh
preferensi subjektif pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum.
b. Keistimewaan produk (features). Dapat berbentuk produk tambahan
dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk.
Keragaman produk biasanya diukur secara subjektif oleh masing-
masing individu (dalam hal ini pelanggan) yang menunjukkan adanya

12
perbedaan kualitas suatu produk (jasa). Dengan demikian,
perkembangan kualitas suatu produk jasa menuntut karakter
flesibelitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.
c. Reliabilitas/keterandalan (reliability). Dimensi ini berkaitan dengan
timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak
berfungsi (malfunction) pada suatu priode. Keandalan suatu produk
yang menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam
memilih produk (jasa). Hal ini menjadi semakin penting mengingat
besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan
apabila produk yang dianggap tidak reliabel mengalami kerusakan.
d. Kesesuaian (conformance). Dimensi lain yang berhubungan dengan
kualitas suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam
industrinya. Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari
tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan
kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi,
dan beberapa kesalahan lain.
e. Ketahanan atau daya tahan (durability). Ukuran ketahanan suatu
produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis,
ketahanan suatu produk didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang
diperoleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas. Secara
ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk
dilihat dari jumlah kegunaan yang dapat diperoleh sebelum terjadi
kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk.
f. Kemampuan pelayanan (serviceability). Kemampuan pelayanan bisa
juga disebut dengan kecepatan, kompetisi, kegunaan, dan kemudahan
produk diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak
hanya memerhatiakan adanya penurunan kualitas produk tetapi juga
waktu sebelum disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi
dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan kerusakan produk, dan
pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat merefleksikan
adanya perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan yang
diterima, di mana kemampuan pelayanan suatu produk tersebut

13
menghasilkan suatu kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai
secara subjektif oleh konsumen.
g. Estetika (aesthetics). Estetika merupakan dimensi pengukuran yang
paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat dari bagaimana suatu
produk didengar oleh pelanggan. Dengan demikian, estetika jelas
merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.
h. Kualitas yang dirasakan (percieved quality). Konsumen tidak selalu
memilki informasi lengkap mengenai atribut-atribut produk (jasa).
Namun umumnya pelanggan memiliki informasi tentang produk secara
tidak langsung, misalnya melaui merek, nama, dan negara produsen
atau penyedia jasa.
2. Unsur-unsur Kualitas Pelayanan
Setiap organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan
bentuk-bentuk aktualisasi kualitas layanan. Kualitas layanan yang
dimaksud adalah memberikan bentuk pelayanan yang optimal dalam
memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan kepuasan dari pelanggan
yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi pelayanannya.
Konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh
lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan RATER
(responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability). Konsep
kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku
dari pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang
kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian sesuai dengan kualitas
layanan yang diterima.
Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala
bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang
menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness),
menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik
(tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-
orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya
(reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara
konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.

14
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan RATER kebanyakan
organisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam
menerapkan aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam
memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan
yang diberikan oleh karyawan dalam memenuhi tuntutan pelayanan
masyarakat. Aktualisasi konsep RATER juga diterapkan dalam penerapan
kualitas layanan karyawan baik karyawan pemerintah maupun non
pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi
kualitas layanan dengan menerapkan konsep RATER yang dikemukakan
Lupiyoadi (2013), sebagai berikut:
a. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dangan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap
yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
Tuntutan keandalan karyawan dalam memberikan pelayanan yang
cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang
yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja karyawan dalam
memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus
dari setiap karyawan dalam memberikan pelayanannya. Inti pelayanan
keandalan adalah setiap karyawan memiliki kemampuan yang andal,
mengetahui mengenai seluk-beluk prosedur kerja, mekanisme kerja,
memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak
sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan
dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan
yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak
positif atas pelayanan tersebut yaitu karyawan memahami, menguasai,
handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya.
b. Jaminan dan kepastian (Assurance)

15
Yaitu pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan para karyawan
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain
komunikasi (comunication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya
bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap
karyawan, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian
pelayanan yang baik, dan perilaku dari karyawan dalam memberikan
pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas
pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima
pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk
pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.
c. Berwujud (Tangible)
Yaitu kemapuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensiya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasaran fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang,
dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi),
serta penampilan karyawannya.
Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang
menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang
ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang
diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik
biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia,
teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan
yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam
menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk
pelayanan fisik yang dapat dilihat.
d. Empati (Empathy)

16
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan pelanggan. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian danpengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian,
keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan
melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang
ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami
keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga
keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan
memiliki perasaan yang sama. Artinya setiap bentuk pelayanan yang
diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati
terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan
pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya
rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan
merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat,
mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan
adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari,
sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang
diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
e. Ketanggapan (Responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat/responsif dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
merupakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

D. Minat Beli

17
1. Pengertian Minat Beli
Minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana
seseorang mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu
produk, bedasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan
mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk. Menurut Kotler
dan Keller (2013:137) minat beli adalah perilaku konsumen yang muncul
sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan
untuk melakukan pembelian. Minat yang muncul dalam melakukan
pembelian menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam
benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat dan yang pada
akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya, maka
konsumen akan mengaktualisasi apa yang ada dalam benaknya tersebut
(Ferdinand, 2014:189).
Menurut Julianti (2014:88) minat beli sebagai kekuatan pendorong
atau sebagai motif yang bersifat instristik yang mampu mendorong
seseorang untuk menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa
paksaan dan selektif pada satu produk untuk kemudian mengambil
keputusan membeli. Bila manfaat mengkonsumsi produk yang dirasakan
lebih besar dibandingkan pengorbanan untuk mendapatkannya, maka
dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Sedangkan menurut Nugroho
(2013:342) minat beli adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih
prilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses
pengintegrasian ini ialah suatu pilihan (choice),  yang disajikan secara
kognitif sebagai keinginan berperilaku.
Lebih lanjut menurut Helmi (2015:15), minat beli konsumen adalah
kecendrungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli
suatu barang. Kesediaan untuk membayar barang atau jasa konsumen yang
memiliki minat terhadap suatu produk atau jasa dapat dilihat dari bentuk
pengorbanan yang dilakukan terhadap barang atau jasa, konsumen yang
cenderung memiliki minat lebih terhadap barang atau jasa, konsumen yang
cenderung memiliki minat lebih terhadap suatu barang atau jasa akan

18
bersedia untuk membayar barang atau jasa tersebut dengan tujuan
konsumen yang berminat dapat menggunakan barang atau jasa tersebut.
Minat beli (willingness to buy) merupakan bagian dari komponen
perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Suatu produk dapat dikatakan telah
dikonsumsi oleh konsumen apabila produk tersebut telah diputuskan untuk
dibeli. Keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh nilai produk yang
dievaluasi. Bila manfaat yang dirasakan lebih besar dibandingkan
pengorbanan untuk mendapatkannya, maka dorongan untuk membelinya
semakin tinggi. Sebaliknya, bila manfaatnya lebih kecil dibandingkan
pengorbanannya maka biasanya pembeli akan menolak untuk membeli dan
pada umumnya beralih mengevaluasi produk lain yang sejenis. Pada
kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan
dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan dari luar dirinya, baik berupa
rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan minat beli merupakan
keinginan untuk membeli yang timbul setelah konsumen merasa tertarik
dan ingin memakai produk yang dilihatnya. Dan merupakan pernyataan
mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah
produk dengan merek tertentu. Hal tersebut sangat diperlukan oleh
pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk,
baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat beli
untuk memprediksi perilaku konsumen di masa yang akan datang.
2. Indikator Minat beli
Menurut Ferdinand (2014:189), minat beli dapat diidentifikasi
melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk.
b. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku
seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut.

19
Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk
referensinya.
d. Minat eksploratif, minan ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan
mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk
tersebut.
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran
yang membentuk suatu persepsi. Minat beli yang muncul menciptakan
suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya, yang pada akhirnya
ketika seseorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan
mengaktualisasikan apa yang terdapat dalam benak konsumen. Dan minat
beli tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Beli
Menurut Kotler (2012:182), minat beli merupakan bagian dari
perilaku membeli sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli
kurang lebih sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
membeli. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli yaitu:
a. Faktor-faktor kebudayaan.
1) Budaya, adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang
yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya
sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian
besar adalah dipelajari.
2) Sub budaya, yaitu mempunyai kelompok- kelompok sub budaya
yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang
khas untuk perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya
yaitu kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras
dan wilayah geografis.
3) Kelas sosial, yaitu kelompok dalam masyarakat, dimana setiap
kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang
sama.
b. Faktor-faktor sosial.

20
1) Kelompok Referensi, yaitu kelompok-kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok
keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan
pengaruh secara langsung terhadap seseorang. Adapun anggota
kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok primer
seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi
dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang
informal.
2) Keluarga, yaitu anggota keluarga dapat memberikan pengaruh
yang kuat terhadap perilaku pembeli. Dalam sebuah organisasi
pembelian konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian.
Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah keluarga orientas.
Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung
seseorang yang dapat memberikan orientasi agama, politik dan
ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga
yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki
seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga
prokreasi.
3) Peranan dan status, yaitu kedudukan seseorang dalam setiap
kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status.
Setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan
penghargaan umum oleh masyarakatnya meliputi kelompok acuan,
keluarga serta peran dan status. Peran dan status seseorang di
dalam masyarakat dapat mempengaruhi perilaku pembelian.
Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka
akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut
dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya.
c. Faktor-faktor pribadi
1) Usia dan tahap daur hidup, yaitu pembelian seseorang terhadap
barang dan jasa akan berubah-ubah selama hidupnya. Demikian
halnya dengan selera seseorang berhubungan dengan usianya.

21
2) Pekerjaan, yaitu dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan,
perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan
kelompok pekerjaan tertentu.
3) Keadaan ekonomi, yatu keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat
dari tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan
produk. Biasanya pemilihan produk dilakukan berdasarkan
keadaan ekonomi seseorang seperti besaran penghasilan yang
dimiliki, jumlah tabungan, hutang dan sikap terhadap belanja atau
menabung.
4) Gaya hidup, yaitu dapat diartikan sebagai sebuah pola hidup
seseorang yang terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya
yang terbentuk melalui sebuah kelas sosial dan pekerjaan. Tetapi,
kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya
sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah
peluang dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang
mengarahkan merek kepada gaya hidup seseorang.
5) Kepribadian dan konsep diri, yaitu kepribadian merupakan ciri-ciri
psikologis yang membedakan setiap orang sedangkan konsep diri
lebih kearah citra diri. Setiap orang memiliki berbagai macam
karateristik kepribadian yang bebeda-beda yang dapat
mempengaruhi aktivitas kegiatan pembeliannya. Kepribadian
merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda yang
menghasilkan sebuah tanggapan relatif konsiten dan bertahan lama
terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya
digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti
kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, pertahanan
diri dan kemapuan beradaptsi.
d. Faktor-faktor Psikologis
1) Motivasi, yaitu suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk
mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap
kebutuhan itu.

22
2) Persepsi, yaitu proses individu memilih, merumuskan, dan
menafsirkan masukan informasi dari panca indera untuk
menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia.
Persepsi juga merupakan interpretasi dari sensasi dan proses
pemilihan informasi akan hal-hal tertentu yang berarti bagi
konsumen.
3) Faktor psikologis persepsi merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku membeli. Persepsi akan suatu produk
menjadi salah satu karakteristik dasar dalam pemasaran lewat
pemberian perhatian lebih serta penciptaan produk yang kuat
tersebut akan dipersepsi oleh konsumen dalam melakukan
pembelian.
4) Pembelajaran
Pembelajaran menunjukan perubahan perilaku seseorang karena
pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui saling pengaruh antara
dorongan, stimulant, tanggapan dan penguatan.
5) Keyakinan dan sikap
Melalui tindakan dan pembelajaran orang mendapat keyakinan dan
sikap yang akan mempengaruhi perilaku pembelian. Keyakinan
adalah pemikiran yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu

23
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah
diuraikan dimuka mengenai variabel komunikasi lisan (WOM), kepedulian
karyawan dan kualitas layanan serta pengaruhnya terhadap minat beli
pelanggan, maka kerangka pemikiran teoritis yang diajukan dalam penelitian
ini digambarkan sebagai berikut :

(X1)
Komunikasi lisan (WOM)

H1
(Y)
H2 Minat beli pelanggan
(X2)
Kepedulian karyawan

H3
(X3)
Kualitas layanan
H4

Keterangan:
: Secara Parsial
: Secara Simultan
Gambar Kerangka Teoritik

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang
menganalisis data-data secara statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut
untuk memperoleh kesimpulan (Sugiyono, 2016). Peneliti memilih jenis
penelitian statistik dalam bentuk penelitian korelasional yaitu sifat
mengidentifikasi hubungan variabel-variabel untuk melihat hubungan sebab
akibat atau hubungan kausal. Pada dasarnya, pendekatan ini menggambarkan
data melalui angka-angka, seperti persentasi, tingkat pengangguran,
kemiskinan, data rasio keuangan, dan lain sebagainya. Tujuan penelitian
kuantitatif yaitu untuk mengembangkan dan menggunakan model matematis,
teori dan hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang diselidiki oleh
peneliti (Suryani dan Hendryadi, 2017).

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pelanggan pasien di BRP
Cellular Tulungagung rata-rata tiap bulan sejumlah 250 orang.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2016) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagian pelanggan
di BRP Cellular Tulungagung yang sesuai dengan kriteria sampel
penelitian. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: pelanggan

25
yang datang ke BRP Cellular Tulungagung dan membeli produk, bersedia
diteliti dan kooperatif.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2016). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode non probability sampling
dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016).
Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling
adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan
yang penulis tentukan. Oleh karena itu, sampel yang dipilih sengaja
ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh penulis
untuk mendapatkan sampel yang representatif.

C. Variabel dan Pengukuran


Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).
1. Variabel Bebas
Variabel independent sering disebut sebagai variabel stimulus,
prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat) (Arikunto, 2018).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah:
a. Komunikasi lisan (WOM) (X1)
b. Kepedulian karyawan (X2)
c. Kualitas layanan (X3)
2. Variabel Terikat
Variabel dependent adalah variabel yang tergantung variabel lain.
(Arikunto, 2013). Variabel ini disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

26
terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Arikunto, 2018).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah minat
beli pelanggan (Y).

D. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
metode survey dan teknik pengumpulan data menggunakan angket yang
diwujudkan dalam bentuk pernyataan. Menurut Sugiyono (2016: 199)
kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya.
Teknik Pengambilan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan
menggunakan angket tertutup yang berupa pernyataan tertulis, yang diberikan
kepada respoonden untuk diisi sesuai dengan keadaan sebenarnya. Angket
dalam penelitian ini berbentuk rating scale, berupa butir pernyataan-
pernyataan yang diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukan tingkatan:
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), Sangat
Tidak Setuju (STS). Pada setiap pernyataan yang dijawab oleh responden
memiliki nilai yang tercantum di bawah ini:
Sangat Setuju : Skor 5
Setuju : Skor 4
Kurang Setuju : Skor 3
Tidak Setuju : Skor 2
Sangat Tidak Setuju : Skor 1

E. Teknik Analisis Data


1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsian atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

27
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi, (Sugiyono: 2017).
Dengan statistik deskriptif data yang terkumpul dianalisis dengan
perhitungan masing-masing variabel sehingga dapat menggambarkan
masing-masing komunikasi lisan (WOM) (X1), kepedulian karyawan
(X2), kualitas layanan (X3), dan minat beli pelanggan (Y).
2. Analisis Statistika
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linear berganda adalah
analisis yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang
menyeluruh mengenai pengaruh antara variabel laba bersih,
pendapatan komperehensif lain dan bidang usaha terhadap
Kemandirian pendanaan perusahaan dengan menggunakan program
SPSS versi 22. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan dari beberapa variabel independen terhadap variabel
dependen maka digunakan model regresi linier berganda (multiple
linier regression method), yang dirumuskan sebagai berikut :

Y = α 0+ β 1 X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + e

Keterangan :
Y = Minat beli pelanggan
α = Konstanta
e = Variable residual
β 1,2,3= Koefisien regresi variabel
X1 = Komunikasi lisan (WOM)
X2= Kepedulian karyawan
X3= Kualitas layanan
b. Pengujian Hipotesis
Model regresi yang sudah memenuhi asumsi-asumsi klasik
tersebut akan digunakan untuk menganalisis data melelui pengujian
hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan meliputi uji parsial (t-test) dan
uji pengaruh simultan (F-test).

28
1) Uji Regresi Simultan (Uji F)
Menurut Sugiyono (2016) “Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen atau variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (terikat).”
Langkah-langkah untuk pengujian data adalah:
a) Menentukan hipotesis:
H0 :b1, b2, = 0 tidak berpengaruh terhadap minat beli pelanggan
Ha :b1, b2, b3, b4 ≠ 0 berpengaruh terhadap minat beli pelanggan.
b) Menganalisis data penelitian yang telah diolah dengan kriteria
pengujian yaitu:
(1) H0 ditolak, Ha diterima yaitu bila nilai probabilitas < taraf
signifikasi 0,05 berarti variabel independen (X) yaitu
komunikasi lisan (WOM), kepedulian karyawan dan
kualitas layanan secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen (Y) (minat beli pelanggan).
(2) H0 diterima, Ha ditolak yaitu bila nilai probabilitas > taraf
signifikasi 0,05 berarti variabel independen (X) yaitu
komunikasi lisan (WOM), kepedulian karyawan dan
kualitas layanan secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen (Y) (minat beli pelanggan.
2) Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Menurut Sugiyono (2016) “Uji statistik t pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.”
Langkah-langkah untuk pengujian data adalah:
a) Menentukan hipotesis:
H0 : b1 = b2 = b3 = 0 tidak berpengaruh terhadap minat beli
pelanggan
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 berpengaruh terhadap minat beli pelanggan
b) Menganalisis data penelitian yang telah diolah dengan kriteria
pengujian yaitu:

29
(1) H0 ditolak, Ha diterima yaitu jika nilai probabilitas <
taraf signifikan 0,05 berarti variabel independen
komunikasi lisan (WOM) (X1), kepedulian karyawan
(X2), kualitas layanan (X3) secara individual
berpengaruh terhadap variabel dependen minat beli
pelanggan (Y) atau,
(2) H0 diterima, Ha ditolak yaitu bila nilai probabilitas >
taraf signifikan 0,05 berarti variabel independen
komunikasi lisan (WOM) (X1), kepedulian karyawan
(X2), kualitas layanan (X3) secara individual tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen minat beli
pelanggan (Y).

30
DAFTAR PUSTAKA

Amdil Anas. 2019. Pengaruh Kenikmatan Makanan dan Kualitas Pelayanan


terhadap Minat Beli Sate Padang Kupak. Jurnal Ilmiah Maksitek Vol 4. No.
2, Juni 2019.

Aptaguna A. dan Pitaloka E. 2016. Pengaruh Kualitas Layanan dan Harga


terhadap Minat Beli Jasa Go-jek. Widyakala Volume 3 Maret 2016.

Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi


Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Athiyah Sholiha Nisa. 2018. Analisis Pengaruh Harga Kepercayaan dan Kualitas
Pelayanan terhadap Minat Beli Ulang dalam Berbelanja Online di
Instagram. Skripsi, Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basu, Swastha dan Irawan 2007. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:
Liberty.

Febiana, D., Kumadji, S., & Sunarti. 2014. Pengaruh Word of Mouth terhadap
Minat Beli serta Dampaknya pada Keputusan Pembelian (Survei pada
Pengunjung yang Melakukan Pembelian pada Biker’s Resto dan Cafe di
Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 16(1), 1-6.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 23.
(Edisi 8). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hasan, A. 2010. Marketing dari Mulut ke Mulut Word of Mouth Marketing.


Cetakan Pertama. Yogyakarta: MEDPRESS.

Hidayat, A. A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data:


Contoh Aplikasi Studi Kasus. Jakarta: Salemba Medika.
J. Paul Peter & James H. Donnelly Jr. (2007). Marketing Management
Knowledge & Skills, 7th Edition, McGraw Hill International Edition,
Singapore.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management Edisi 14. Global
Edition.Pearson Prentice.

Kotler, P., & Keller, K. L. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip & Armstrong, G. (2012). Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi 13. Jilid
1. Jakarta : Erlangga.
Kotler, Philip, 2006, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Terjemahan Hendra Teguh
dkk, Jakarta: PT. Prenhalindo.

Leon, G. S., & Kanuk, L. L. (2010). Consumer Behavior. 10/E. Boston: Pearson.

31
Lupiyoadi, R., & Hamdani, A. (2011). Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 2.
Jakarta: Salemba Empat.

Muhammad Aries. 2018. Pengaruh Word Of Mouth terhadap Minat Beli serta
Dampaknya pada Keputusan Pembelian. Skripsi. Jurusan Administrasi
Bisnis Minat Bisnis Internasional, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya Malang.

Nuri Mahdi Arsyanti, Sri Rahayu Tri Astuti. 2016. Analisis Pengaruh Kualitas
Produk, Kualitas Layanan dan Keragaman Produk Terhadap Kepuasan
Pelanggan Serta Dampaknya Terhadap Minat Beli Ulang (Studi pada Toko
Online Shopastelle, Semarang). Diponegoro Journal of Management.
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016.

Nurul Latifah. 2013. Analisis Pengaruh Kemenarikan Desain Produk, Persepsi


Harga, dan Kepedulian Karyawan Terhadap Keputusan Pembelian Lensa
Kontak Pada Optik Beta Semarang. Skripsi, Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Ekonomi, Volume 22
Nomor 1, Pebruari 2020.
Philip Kotler, 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi Millenium, Jilid 2, Jakarta: PT
Prenhallindo.

Revina Anisa Agnelia dan Aditya Wardhana. 2016. Pengaruh Word Of Mouth
terhadap Minat Beli Konsumen Baraya Travel Pool Buah Batu. Jurnal
Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship Vol. 10, No. 2, Oktober 2016.

Septian Wulandari. 2020. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Minat Beli Ulang
dengan Kepuasan Konsumen sebagai Variabel Intervening pada Pengguna
Transportasi Migo di Surabaya. Jurnal Pendidikan Tata Niaga (JPTN)
Volume 8 No 2 Tahun 2020.

Shafira Ramadhanti Salsyabila, Aditya Ryan Pradipta, Danang Kusnanto. 2021.


Pengaruh promosi dan kualitas pelayanan terhadap minat beli pada
marketplace shopee. Jurnal Manajemen - Vol. 13 (1) 2021, 37- 46.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Yogyakarta: Alfabeta.

Tjiptono, 2011. Pemasaran jasa. Malang: Bayumedia.

Umar Bakti, Hairudin, dan Maria Septijantini Alie. 2020. Pengaruh Kualitas
Pelayanan, Produk dan Harga Terhadap Minat Beli Pada Toko Online
Lazada di Bandar Lampung.

32

Anda mungkin juga menyukai