Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kunjungan Rumah

Congestive Heart Failure ec Hipertensi Grade II

Oleh :
Eunike Dian Secapramana 10.2014.233

Dosen Pembimbing :
dr. Melda Suryana, M.Epid

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, April 2016


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami
laksanakan untuk memenuhi salah satu kewajiban kami dalam Kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Makalah ini bertujuan
adalah untuk mengetahui penanganan kuratif, preventif dan rehabilitatif pasien dengan
pendekatan kedokteran keluarga. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas segala
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dalam rangka penyelesaian makalah ini, kepada:
dr. Melda Suryana, M.Epid.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga di masa mendatang
dapat meningkatkan diri lebih baik lagi.

Jakarta, April 2016

Penyusun
Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Jantung merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Jantung memiliki
dua atrium, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, yang membentuk ruang atas jantung, dan
dua ventrikel, yaitu ventrikel kiri dan ventrikel kanan, yang membentuk ruang yang lebih
rendah pada jantung.1 Salah satu fungsi jantung adalah untuk memompakan darah baik ke
paru maupun ke seluruh tubuh. Bagian jantung yang berfungsi untuk memompakan darah
ke paru-paru adalah ventrikel kanan, sedangkan bagian jantung yang berfungsi untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh adalah ventrikel kiri.
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi pemompaan ini, baik
pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang menyebabkan darah berkumpul
di arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya. Bendungan ini menyebabkan kemacetan di
paru-paru (cairan terbendung di paru-paru), penurunan output jantung, peningkatan beban
jantung, penurunan efisiensi kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume,
peningkatan denyut jantung, dan hipertrofi. Kompensasi ini dapat menyebabkan
peningkatan risiko serangan jantung dan penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.2
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif tersebut merupakan alasan kedatangan
penderita ke rumah sakit. Berdasarkan data Medicare di Amerika Serikat dan data
Scottish di Eropa, gagal jantung merupakan penyebab rawat inap yang paling banyak di
rumah sakit.3 Data lain menyebutkan bahwa sekitar 5 juta warga Amerika mengalami
gagal jantung, dan terjadi penambahan 550.000 penderita gagal jantung setiap tahunnya. 4
Selain insidensi yang tinggi, angka kematian pada gagal jantung kongestif juga tidak
sedikit. Salah satunya, gagal jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru yang
memiliki angka kematian 12% di rumah sakit.3 Data lain menunjukkan bahwa angka
kematian akibat gagal jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah
dari penderita gagal jantung mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah
didiagnosis.4

Tingginya insidensi dan angka kematian pada gagal jantung kongestif sesuai dengan data
tersebut menunjukkan bahwa kasus gagal jantung kongestif memerlukan perhatian lebih
di kalangan masyarakat. Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal
jantung kongestif ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.
Puskesmas : Klari
Kunjungan Rumah, Desa Duren, April 2016

1.2. Data Riwayat Keluarga


1. Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. F
Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 26 April 1968
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : RT 12/RW 06 , Desa Duren, Karawang
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : tidak sekolah
2. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan Kesehatan Sekarang : Kurang
b. Kebersihan Perorangan : Kurang
c. Penyakit yang Sering Diderita : Tidak diketahui
d. Penyakit Keturunan : Tidak Ada
e. Penyakit Kronis/Menular : Tidak Ada
f. Kecacatan Anggota Keluarga : Tidak Ada
g. Pola Makan : Kurang
h. Pola Istirahat : Kurang
i. Jumlah Anggota Keluarga : 3 orang
3. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan Buruk : Makan tidak teratur
b. Pengambilan Keputusan : Diri sendiri
c. Ketergantungan Obat : Tidak Ada
d. Tempat Mencari Pelayanan Kesehatan : Puskesmas
e. Pola Rekreasi : Kurang

4. Keadaan Rumah/Lingkungan
a. Jenis Bangunan : Semipermanen
b. Lantai Rumah : Semen
c. Luas Rumah : 5 meter x 7,5 meter
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Kurang
f. Ventilasi : Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban Keluarga : Ada
i. Sumber Air Minum : Air sumur dimasak
j. Sumber Pencemaran Air : Ada
k. Pemanfaatan Pekarangan : Tidak ada
l. Tempat Pembuangan Sampah : Tidak Ada
m. Sanitasi Lingkungan : Kurang

5. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan Beribadah : Cukup
b. Keyakinan Tentang Kesehatan : Cukup

6. Keadaan Sosial Keluarga


a. Tingkat Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah
b. Hubungan Antar Keluarga : Baik
c. Hubungan Dengan Orang Lain : Baik
d. Kegiatan Organisasi Sosial : Kurang
e. Keadaan Ekonomi : Kurang

7. Kultural Keluarga
a. Adat yang Berpengaruh : Sunda

8. Daftar Anggota Keluarga


Hubungan
Keadaan
No Nama dengan Umur Pekerjaan Agama
Kesehatan
keluarga
Sudah
1 Danang Ayah 70 tahun - Islam
meninggal
2 Anisa Ibu 68 tahun Ibu rumah tangga Islam TBC
3 Fredi Anak 1 47 tahun Buruh pabrik Islam Gagal
Jantung
Kronis
4 Deni Anak 2 40 tahun Buruh pabrik Islam (-)

1
2

3 4

Keterangan :

1. Ayah : sudah meninggal


2. Ibu : TBC
3. Os : gagal jantung kronis
4. Anak 2 :-

9. Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 3 bulan yang lalu.

10. Keluhan Tambahan :


Batuk

11. Riwayat Penyakit Dahulu :


Sejak 3 bulan yang lalu os mengeluh sesak napas, sesak dipengaruhi aktifitas bila
berjalan ± 50 m, sesak tidak dipengaruhi posisi dan cuaca. Nyeri dada (-), dada berdebar-
debar (+) timbul bersamaan dengan sesak napas setelah beraktifitas, batuk (+), dahak (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Sekitar 2 minggu ini os mengeluh sesak napas ketika beraktifitas berjalan jauh ± 10
meter, sesak berkurang bila os istirahat, os juga sering terbangun di malam hari karena
sesak dan sesak berkurang bila os duduk, sesak dipengaruhi cuaca (-), batuk (+), dahak
(-), demam (-). Os juga mengeluh perutnya membesar, mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati
(-), sembab pada kelopak mata di pagi hari (-), bengkak pada kaki (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan.

12. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum : Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda Vital:
- Frekuensi Nadi : 82 kali/menit
- Tekanan Darah : 160/100 mmHg
- Frekuensi Napas : 20 kali/menit
- Suhu : 36,6 0C
d. Data Antropometi
₋ Berat Badan : 65 kg
₋ Tinggi Badan : 155 cm
₋ Lingkar Kepala : -
₋ Lingkar Dada :-
₋ Lingkar Lengan Atas : -

Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
 Bentuk dan Ukuran : Normocephali, tidak ada deformitas
 Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam dengan uban,
distribusi merata, kulit kepala tidak ada kelainan.
 Wajah : Normal
 Mata : Conjunctiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
 Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
 Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, Pernapasan cuping hidung (-)
 Bibir : Merah, tidak kering, sianosis (-)
 Gigi-geligi : Tidak ada karies gigi
 Mulut : Bentuk normal, tidak ada stomatitis, sianosis (-)
 Lidah : Bentuk normal, lidah tidak kotor
 Tonsil : Tonsil T1-T1 tenang,tidak hiperemis
 Faring : Tidak hiperemis
b. Leher : Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak
teraba membesar.
c. Toraks
₋ Dinding Toraks: Simetris, pergerakan dinding toraks simetris, tidak ada
retraksi.
₋ Paru:
 Inspeksi : Gerak dinding dada simetris
 Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : pekak pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi kasar +/+, wheezing -/-
₋ Jantung
 Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus kordis
 Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga IV garis midclavicularis
sinistra
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

d. Abdomen
₋ Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak pelebaran vena
₋ Auskultasi : Bising usus (+) normal
₋ Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
e. Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Anggota gerak : Akral hangat + + oedema + +
+ + + +
h. Tulang Belakang : Tidak ada kelainan
i. Kulit : Tidak ada kelainan
j. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata
k. Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
l. Pemeriksaan Neurologis: Meningeal sign (-)
13. Diagnosa Penyakit : CHF ec Hipertensi Grade 2
14. Diagnosa Keluarga : Keluarga dalam keadaan sakit

15. Anjuran Penatalaksaan Penyakit:


a. Promotif : Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
hipertensi, komplikasi penyakit, dan keteraturan dalam berobat sehingga
terkontrol tekanan darahnya. Menghimbau agar dapat menjalankan pola hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga ringan dan
mengurangi aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif : Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan diet rendah
garam, olahraga yang rutin, dan hindari faktor risiko yaitu stress. Memotivasi
untuk rutin kontrol tekanan darah.
c. Kuratif : Terapi Medikamentosa :
1. Obat anti hipertensi : Captopril 2x12,5 mg
Furosemid 1x 20mg

Terapi Non-Medikamentosa:
1. Diet rendah garam
2. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga, tidak merokok, kurangi
minum kopi dan hindari stress)
d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur

16. Prognosis
1. Penyakit : dubia ad bonam
2. Keluarga : dubia ad bonam
3. Masyarakat : dubia ad bonam

17. Resume
Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu
pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan
lain seperti sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa
sesak yang dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah
halus pada kedua basal paru, adanya pelebaran batas jantung, serta adanya ascites.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham
sudah terpenuhi.
Terapi yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini bertujuan
untuk mengurangi ascites yang ada pada pasien ini dengan mengurangi beban awal
jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu, juga diberikan digoksin 2x 0,125 mg
untuk memperbaiki kontraktilitas jantung. Aspilet 80 mg diberikan sebagai
antiagregasitrombus, untuk mencegah terjadinya tromboemboli. Sedangkan captopril 2x
12,5 mg diberikan untuk menurunkan tekanan darahnya, karena pasien ini juga menderita
hipertensi.

Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1Pendahuluan

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung.
Gagal jantung dapat memberikan spectrum klinis yang luas, mulai dari ukuran
jantung LV yang masih normal, dengan EF yang masih cukup, sampai LV yang
berat, dengan/ atau EF yang sangat buruk. Dampak dari gagal jnatung secara cepat
berpengaruh terhadap kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan
kematian sel akibat kekerangan oksigen. Kurangnya suplai oksigen ini dapat
menganggu system kerja otak, yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan
kesadarahan. Sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosis suatu
gagal jantung sedini mungkin untuk mengurangi angka mortalitas akibat gagal
jantung. Maka dari itu penulis menyusun karya tulis ini untuk menginformasikan
kepada pembaca mengenai hal-hal tersebut.

2.2 Epidemiologi

Gagal jantung adalah masalah yang berkembang luas di seluruh dunia, dengan lebih
dari 20 juta orang mengalami sindrom klinis ini. Prevalensi keseluruhan gagal
jantung dalam populasi orang dewasa di negara maju adalah 2%. Prevalensi gagal
jantung meningkat seiring usia, dan mempengaruhi 6-10% orang-orang dengan usia
diatas 65 tahun. Meskipun insiden gagal jantung lebih rendah pada wanita
dibanding pria, namun setidaknya setengah dari seluruh kasus gagal jantung adalah
wanita, karena harapan hidup mereka yang lebih tinggi. Resiko berkembangnya
gagal jantung pada usia 40 tahun adalah 1:5.1

2.3 Faktor risiko

Tabel 1.1 Kausa-kausa dan faktor-faktor pencetus timbulnya gagal jantung 2

Penyakit jantung iskemik Gagal sirkulasi


 Sindrom coroner akut  Septicemia
 Komplikasi mekanik dan infark akut  Hygrotoxicosis
 Infark ventrikel kanan  Anemia
Valvular  Pirai
 Stenosis valvular  Tamponade
 Regusgitasi valvular  Emboli paru
 Endocarditis Dekompensasi pada gagal jantung kronik
 Diseksi aorta  Tidak patuh minum obat
Miopatia  Volume overload
 Post-partum kardiomiopati  Infeksi, terutama pneumonia
 Miokarditis akut  Cerebrovascular insult
Hipertensi/aritmia  Operasi
 Hipertensi  Disfungsi renal
 Artimia akut  Asma/PPOK
 Penyalahgunaan obat
 Penyalahgunaan alkohol

2.4 Pengaruh sosial ekonomi gagal jantung

Pada negara berkembang dengan sosial ekonomi yang rendah yang menjadi penyebab
gagal jantung adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi.
Pengaruh ekonomi atau penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pengobatan
dan kekambuhan gagal jantung.

Klasifikasi

2.5 Forward and backward heart failure

Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa darah dalam
jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin sedikit.
Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi dari organ-organ vital menurun
yaitu otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).3

Backward failure, bahwa ventrikel gagal memompa darah sehingga darah terkumpul
dan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang bermuara ke dalam atrium juga
naik, sehingga volume akhir sistolik meningkat. Teori backward failure merupakan
reaksi mekanisme kompensasi pada gagal jantung yaitu hukum jantung starling dimana
distensi ventrikel membantu mempertahankan CO. menurut konsep ini, tekanan
diastolik ventrikel kiri, atrium kiri, vena-vena pulmonalis berakibat backward
transmission of pressure dan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya
berakibat gagal jantung kanan. Seringkali vasokonstriksi pulmonal merupakan salah
satu penyebab hipertensi pulomonal. Tanda khas backward failure adalah kongesti paru
dan edema yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.3

Gambar 1. Forward and backward heart failure

2.6 Gagal jantung sistolik dan diastolik

Gagal jantung sistolik

Sindrom klinik dengan gejala sesak nafas,lelah dan intoleransi aktivitas fisik dimana
gambaran dominan jantung adalah besar, dilatasi jantung dan gangguan fungsi sistolik.
Bisa disertai atau tidak disertai penyakit katup jantung.2

Gagal jantung diastolik

Istilah ini dipakai saat fraksi ejeksi saat istirahat adalah normal atau mendekati normal.
Atau disebut juga preserved ejection fraction. Tanda dari gagal jantung tampak,dan
ukuran jantung kecil atau normal. Bisa terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan gangguan
pengisian jantung akibat perubahan kekakuan ventrikel kiri atau bukti lain dari
disfungsi diastolik.5 Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardigrafi aliran
darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Ada tiga macam gangguan fungsi diastolik : 1)
gangguan relaksasi, 2) pseudohormonal, 3) tipe retriktif.2
2.7 Gagal jantung kiri dan kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Pada gagal jantung kiri,
tekanan kapiler paru akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan dispnea dan takipnea
melalui reseptor-J di paru dan edema paru (asma kardiak) dengan hipoksia dan
hiperkapnia sistemik. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru
kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis.Tetapi karena perubahan biokimia gagal
jantung terjadi pada miokard kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung
yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. Pada gagal jantung
kanan akan terjadi edema perifer (terutama di kaki bagian bawah seharian; dan pada
malam hari terjadi pengeluaran air dengan diuresis nokturnal).2

Gambar 2. Gagal jantung kiri dan kanan

2.8 Low heart failure and High heart failure


Gagal jantung low-output dan high-output .Gagal jantung output rendah terjadi
sekunder dari penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit
pericardial dan valvular. Gagal jantung output tinggi terjadi pada pasien dengan
pengurangan resistensi vaskular sistemik seperti anemia, kehamilan, fistula AV, beri-
beri dan hipertiroid. Pada praktisi klinik, gagal jantung output rendah atau tinggi selalu
tidak dapat dibedakan.2

2.9 Klasifikasi fungsional dan penilaian objektif

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung pertama kali
diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA).2,4,5

Menurut NYHA, gagal jantung dibagi menjadi 4 kelompok :

 NYHA klas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik
sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.

 NYHA klas II : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat


terhadappembatasan ringan aktivitas fisik. merasa enak pada saat istirahat. Aktivitas
fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea, atau angina.

 NYHA klas III : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pada pembatasan
berat aktivitas fisik. merasa enak pada saat istirahat. Aktivitas yang kurang dari
aktifitas fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea, atau angina

 NYHA klas IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu
melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meski dalam keadaan istirahat.1,2,4

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/ American


Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 yang menekankan pembagian gagal
jantung aberdasarkan progresivitas kelainan struktural dari jantung dan perkembangan
status fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini, perkembangan gagal jantung dibagi
menjadi 4 stages A,B,C, dan D. 2,4,5
Tingkat Uraian
A Pasien menandakan ada faktor risiko gagal jantung (diabetes,
hipertensi, PJK) namun belum ada kelainan struktural dari jantung
(cardiomegali, LVH) maupun kelainan fungsional
B Pasien ada faktor-faktor risiko gagal jantung seperti pada stage A
dan sudah terdapat kelainan struktural, LVH cardiomegali dengan
atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat asimptomatik
C Pasien sedang dalam dekompensasi dan atau pernah gagal jantung,
yang didasari oleh kelainan struktural dari jantung.
D Pasien dengan penyakit jantung struktural tingkat lanjut dan gejala-
gejala gagal jantung pada istirahat, walaupun telah diberi terapi
medis maksimal dan membutuhkan intervensi khusus.
Patofisiologi

3.1 Hukum starling jantung

Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan selama


pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah darah yang
dipompa ke dalam aorta atau arteri pulmonalis. Kontraksi ventrikel yang menurun akan
mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sehingga volume darah yang
menumpuk dalam ventrikel saat diastol (volume akhir diastolik) lebih besar dari
normal. Berdasarkan hukum Frank-Starling, peningkatan volume ini akan
meningkatkan pula daya kontraksi ventrikel sehingga dapat menghasilkan curah
jantung yang lebih besar. 4

3.2 Disfungsi diastolik dan sistolik

Disfungsi diastolik, terjadi gangguan relaksasi miokard akibat peningkatan kekakuan


dinding ventrikel dan penurunan compliance sehingga pengisian ventrikel saat fase
diastol terganggu.

Disfungsi Sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel


biasanya berasal dari infark miokard. Kerusakan otot sehingga tidak mampu
berkontraksi secara penuh, dan sekali lagi volume sekuncup turun. Penurunan volume
sekuncup menyebabkan penurunan tekanan darah, yang segera diikuti dengan insiasi
respon refleks menyesuaikan untuk mengembalikan ke kondisi sebelumnya. karena
ventrikel yang rusak tidak mampu mengembalikan volume sekuncup, refleks tetap
berlanjut . Terutama, stimulasi simpatis reseptor B1 jantung menjadi kronis. Penelitian
menyatakan bahwa pengaktifan respon simpatis yang kronis pada akhirnya menurunkan
kadar kalsium di dalam, dan pelepasan kalsium dari reticulum sarcoplasmic sel-sel
myokard. penurunan kalsium otot jantung menyebabkan eksitasi-kontraksi ganda,
akibatnya produksi kekuatan otot jantung menghilang, disritmia, dan akhirnya terjadi
disfungsi kontraktil serta perubahan bentuk sel otot jantung.2
Gambar 3. Disfungsi diastolik dan sistolik
Diunduh dari : www.google.com

3.3 Akibat neurohormonal

Perangsangan neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik, sistem renin-


angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik dan peptida natriuretik.

Penurunan curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus carotis dan arkus
aorta sehingga terjadi perangsangan simpatis dan penghambatan parasimpatis yang
mengakibatkan peningkatan denyut jantung, kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi
vena dan arteri sistemik sehingga terjadilah  peningkatan curah jantung, peningkatan
aliran balik vena ke jantung dan peningkatan tahanan perifer

Penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi arteri renalis sehingga


merangsang reseptor sel juxtaglomerulus yang kemudian mensintesis renin dan
terjadilah hidrolisis angiotensinogen menjadi angiotensin I, angiotensin I dikonversi
menjadi angiotensin II oleh ACE yang kemudian menginduksi vasokonstriksi dan
sekresi aldosteron sehingga terjadi  peningkatan tahanan perifer, retensi natrium dan air
yang mengakibatkan peningkatan aliran balik vena ke jantung hingga terjadilah
peningkatan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling.6

3.4 Remodeling jantung


Remodeling miokardium terjadi sesaat setelah dimulainya gagal jantung (NYHA
stadium 1) melalui perangsangan mekanis dan neurohormonal. Hal ini pasti akan
memengaruhi perkembangan gagal jantung. Penyebab remodeling adalah:

1) Peningkatan tegangan dinding yang diantara berbagai efeknya, meningkatkan


konsentrasi Ca2+ di sitosol, serta

2) Sinyal pertumbuhan sistemik (katekolamin, ADH, angiotensin II; insulin pada


diabetes tipe II) dan lokal (endotelin, TGF, Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), fibrolast GF (FGF), dan penurunan penghambat pertumbuhan (NO dan
PGI2). Sel miokardium membesar (hipertrofi), tetapi terjadi ketidakpekaan
terhadap katekolamin (penurunan jumlah reseptor pada adrenoreseptor β1,
peningkatan protein Gi antagonis, pemishaan reseptor), dan penurunan aktivitas
Ca2+-ATPase.

Akibatnya, potensial aksi miokardium memanjang (akibat penurunan arus repolarisasi)


dan potensial istirahat menjadi kurang negatif. Hal ini dapat menyebabkan aritmia
(reentry, after-potential, pacu jantung ektopik); pada beberapa keadaan bahkan
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel terjadi pada sekitar 50 % pasien
gagal jantung dan merupakan penyebab kematian jantung yang mendadak. Secara
keseluruhan kontraktilitasnya melemah (di antara beberapa faktor, terjadi akibat
pemisahan fungsional sebagian antara reseptor dihidropiridin dan rianodin serta
kemampuan relaksasi miokardium menurun (peningkatan konsentrasi Ca2+ di sitosol
saat diastol). Pengaktifan fibroblas (FGF dan lainnya) juga berperan dalam hal ini dan
menyebabkan peningkatan penimbunan kolagen di dinding ventrikel serta fibrosis pada
miokardium dan pembuluh darah. Akibat dan gejala sistemik gagal jantung kronis
terutama disebabkan oleh retensi air dan garam.8

3.5 Abnormalitas daripada gagal jantung

Peningkatan volume akhir diastolik juga akan meningkatkan tekanan di dinding


ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang pertumbuhan
hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan
dinding dan meningkatkan massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan kontraksi
ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi akan meningkat kekakuannya
(elastisitas berkurang) sehingga mekanisme kompensasi ini selalu diikuti dengan
peningkatan tekanan diastolik ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri.

Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium; sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial tergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertaidengan meningkatnya ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban
volume, seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer
yang tersusun secara serial.8

Manifestasi klinis

Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan takipneu. Meskipun secara konvensional,
kelelahan menunjukan cardiac output yang rendah pada gagal jantung, namun gejala ini juga
terdapat pada abnormalitas otot skeletal dan penyakit komorbid non-kardiak lainnya
(misalnya anemia). Pada stadium awal gagal jantung, sesak napas hanya terjadi saat aktivitas;
namun, seiring dengan progresifitas penyakit, sesak napas terjadi pada aktifitas yang lebih
ringan, dan selanjutnya sesak napas terjadi pada saat istirahat. Penyebab sesak napas pada
gagal jantung bersifat multifaktoral. Mekanisme terpenting adalah kongesti pulmonal yang
disertai akumulai cairan interstisial atau intraalveolar, yang mengaktifasi reseptor juksta
kapiler J, yang kemudian menstimulasi karakteristik pernapasan cepat dan dangkal dari
cardiac dyspneu. Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada sesak napas saat aktifitas
termasuk berkurangnya compliance paru, meningkatnya resistensi jalan napas, kelelahan
pada otot-otot pernapasan dan atau diafragma, dan anemia. Sesak napas lebih sedikit
frekuensinya pada onset gagal jantung ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspid dibandingkan
dengan gagal jantung ventrikel kiri.1

- Sesak nafas (respiratory distress)

Sesak nafas diakibatkan oleh tekanan dalam kapiler tinggi yang disebabkan
oleh meningkatnya tekanan pada ventrikel kiri dan atrium kiri. penderita dengan
gagal jantung kiri menunjukan ventilasi yang restriktif, menurunnya kapasitas
vital sebagai konsekuensi terdesaknya udara didalam alveoli oleh cairan
interstitial atau darah (pecahnya kapiler) atau keduanya, akibatnya paru menjadi
kaku dan compliance menurun. Kapiler paru baik dibronkial maupun alveoli
bermuara pada vena pulmonalis, akibatnya tekanan vena pulmonalis yang tinggi
terjadi kongesti baik dikapiler alveoli maupun kapiler bronkus. Selanjutnya
terjadi udema mukosa bronkial, bahkan dapat terjadi juga pecahnya kapiler
menyebabkan batuk produktif dan mungkin hemoptisis, udema pada mukosa
bronkus menyebabkan resistensi terhadap aliran udara dengan akibat
respiratory distress sama dengan asma. Udema pada alveoli menyebabkan
sianosis, kemungkinan frothy sputum selain dispnea. Reflex dispnea berasal
atau dirangsang oleh distensi kapiler, meningkatnya rigiditas paru,
terganggunya pertukaran udara akibat udema interstitial, alveoli dan bronkus.4

- Dispnea on effort

Dispnea on effort seringkali terjadi dan merupakan keluhan dini dari gagal
jantung kiri. Pada sebagian penderita terdapat kongesti pulmonum, tetapi tidak
mengeluh DOE, hal ini disebabkan mereka secara gradual tanpa disadari banyak
berdiam diri maupun membatasi diri di tempat tidur. Penurunan toleransi
terhadap aktivitas dalam waktu singkat hendaknya diwaspadai akan adanya
gagal jantung. sesak napas yang timbul sejak lama dan berulang, riwayat sesak
napas sejak muda mungkin akibat penyakit paru. Pada penderita dengan ansietas
mengeluh napas harus dalam, napas tidak masuk kedalam, sesak napas selama
istirahat tetapi selama latihan sesak napas hilang.4

- Paroxysmal Nocturnal Dyspneau (PND)


Paroxysmal Nocturnal Dyspneau (PND) merupakan episode akut sesak napas
dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari sehingga membangunkan
pasien dari tidurnya, biasanya 1-3 jam setelah pasien istirahat. PND dapat
berupa batuk atau wheezing, yang kemungkinan disebabkan peningkatan
tekanan arteri bronkial yang berakibat kompresi jalan napas, bersamaan dengan
edem paru interstisial yang menyebabkan resistensi jalan napas. Ortopneu dapat
dikurangi dengan posisi tegak saat duduk dengan kaki tergantung, sedangkan
pasien dengan PND sering bermanifestasi batuk yang persisten dan wheezing
bahkan setelah mereka duduk dengan posisi tegak. Asma kardiak berhubungan
erat dengan PND, yang berkarakteristik wheezing yang dikarenakan
bronkospasme, dan harus dibedakan dengan wheezing dari penyebab asma
primer dan pulmoner.4
- Orthopnea

Penderita dengan orthopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan
berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya atau berkurangnya sesak napas
pada posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya
tekanan hidrostatik pada bagian atas paru sehingga menambah kapasitas vital
paru.

Diagnosis
5.1 Kriteria framingham2
Diagnosis CHF ditegakan dengan kriteria Framingham jika terdapat minimal 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Berikut adalah Kriteria Framingham:

Kriteria Mayor
 Paroxysmal nocturnal dyspnea
 Distensi vena di leher
 Acute pulmonary edema
 Hepatojugular Reflux
 S3 Gallop
 Radiographic cardiomegaly
 Berat  badan berkurang 4,5 kg dalam 5 hari (sesudah diberi terapi gagal jantung)
 Central venous pressure lebih dari 16 cm H2O (menggunakan catheter vena)

Kriteria Minor
 Batuk malam hari
 Efusi pleura
 Takikardi (>120 kali per menit)
 Edema pada kedua pergelangan kaki (angkle edema)
 Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari nilai maksimum
(menggunakan spirometri)
Kriteria Minor tidak bisa digunakan jika ada penyakit penyerta lain seperti pulmonary
hypertension, chronic lung disease, cirrhosis, ascites, atau nephrotic syndrome.

Kekuatan Diagnosis
Kriteria Framingham memiliki sensitivitas yang baik tetapi spesifisitas-nya kurang
baik: Sensitivity: 96%, Specificity: 78%.

5.2 Kriteria gagal jantung Minesota


Kriteria gagal jantung minesota adalah skema klasifikasi baru untuk gagal jantung
yang bermanfaat untuk pemantauan dan tindak lanjut mortalitas. Kriteria Minnesota
dilakukan dengan menganalisis kasus laten dengan menggunakan enam variabel
dari kriteria Framingham ditambah fraksi ejeksi ventricular dan merupakan tanda
yang penting dari petologi jantung. Variabel tersebut termasuk :4
- Dispnea saat istirahat maupun saat olahraga
- Rales paru
- Kardiomegali
- Left ventricular ejection fraction < 40 %
- Suara jantung S3
- Edema interstitial atau pulmonary
- Detak jantung > 120 kali/menit
Kriteria minesota memberikan perbedaan yang lebih baik daripada kriteria
Framingham dan kriteria lain pada pasien gagal jantung kongestif dan infark
miokard. Kriteria gagal jantung Minnesota didasarkan pada model statistik.

5.3 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

Penelusuran riwayat penyakit yang detil adalah langkah pertama mendiagnosa gagal
jantung. Sedangkan pemeriksaan fisik keseluruhan adalah langkah selanjutnya
dalam menegakkan diagnosa gagal jantung. Hal ini harus disertai dengan
pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk penegakan diagnosis dan tingkat
keparahan penyakit.
5.4 MRI dan CT scan

 Rontgen foto thoraks

Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tanda-tanda bendungan
paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari cardiothoracic ratio lebih dari
50% pada gambaran posteroanterior. Pasien dengan predominan disfungsi diastolik
dapat mempunyai ukuran jantung yang normal, salah satu menjadi petanda untuk
membedakan disfungsi sistolik vs diastolik. Apabila telah terjadi edema paru, dapat
ditemukan gambaran kabut di daerah perihiller, penebalan interlobar fissure (kerleys
line). Sedangkan pada kasus yang berat dapat ditemukan efusi pleura.2

 Elektrokardiogram

Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung pada penyakit dasar.
Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu terjadi iskemik dan
gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir semua EKG dapat ditemukan
gambaran takikardia, left-bundle-branch-block dan perubahan segmen ST -dan
gelombang T.2

 Ekokardiografi

Ekokardiografi dua-dimensi dengan Doppler adalah rekomendasi tinggi untuk semua


pasien dengan gagal jantung. Pemeriksaan ini membantu penilaian dari ukuran
ventrikel kiri, massa dan fungsi. Karena tidak biasanya pasien memiliki lebih dari satu
abnormalitas jantung yang mempengaruhi perkembangan dari gagal jantung,
ekokardiografi memberikan nilai tambahan dengan penilaian kuantitatif dari dimensi,
geomettri, ketebalan dan pergerakan dari ventrikel kanan dan kiri. Serta penilaian
kualitatif dari atria, pericardium, struktup katup dan vaskular. Spesifik dan sensitif
untuk menilai meningkatnya massa ventrikel (hipertrofi ventrikel).2

5.5 Pemeriksaan asam basa

Analisa gas darah arterial, memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi
respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) dan harus dinilai pada setiap
pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis petanda perfusi jaringan yang buruk
atau retensi CO2 dikaitkan pada prognosa buruk. Pengukuran dengan pulse oxymetry
dapat mengganti analisa gas darah arterial. Tetapi tidak bisa memberikan informasi
pCO2 atau keseimbangan asam basa, dan tidak bisa dipercaya pada sindrom low output
yang berat atau vasokontriksi dan status syok.2

5.6 Pemeriksaan laboraturium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, uream creatinin, gula darah, albumin, enzyme
hati dan INR harus merupakan pemeriksaan awal pada semua penderita gagal jantung.
Kadar sodium yang rendah, urea, dan creatinin yang tinggi memberikan prognosa buruk
pada gagal jantung. Peninggian sedikit dari cardiac troponin bila terlihat pada gagal
jantung akut, walau tidak ada SKA. Peningkatan dari troponin yang disertai dengan
SKA merupakan petanda prognosa yang tidak baik. 2
Bab 3
Pembahasan

Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Dimana unsur-unsur tersebut
saling berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan
mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri.
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit hipertensi. Pasien
berpola hidup kurang sehat dan tidak teratur minum obat sehingga memacu perburukan
penyakit. Pasien mengaku malas untuk mengkonsumsi obat tiap hari karena bila tidak ada
keluhan maka pasien tidak minum obat.
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur yang
disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di
Puskesmas, sebaiknya dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan
untuk memperbaiki pola hidup pasien.
Bab 4
Kesimpulan dan Saran

Dalam epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses interaksi
antara: pejamu (host),penyebab (agent), dan lingkungan (environment).Segitiga epidemiologi
(John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit seperti penjamu,
agent dan lingkungan.Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai hubungan
antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2
Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada faktor etiologinya.
Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya,
sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi yang penyebabnya
karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira 5% dari
penderita hipertensi.
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker,
penggantian kalium, penghambat saluran kalsium dan ACE-inhibitor. Hipertensi yang
terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik. Prognosis sangat baik,
tergantung gaya hidup.
Daftar Pustaka

1. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th edition. McGraw-Hill: 2012.

2. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu


penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-2. Jakarta: InternalPublishing; 2009.h. 1583-95.

3. Braunwald. Heart failure. Dalam. Harrison’s Principles of internal medicine, edisi 16.
McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2001. Hal 1367 - 1377.

4. Palupi S.E.E. Gagal jantung dalam Kumpulan Kuliah Kardiologi. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta. 2007.Hal 40-61.

5. Boedi S. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga university press. Surabaya. 2003.h.121-


140.

6. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta:EGC; 2010. h. 293-300.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai