Oleh :
Eunike Dian Secapramana 10.2014.233
Dosen Pembimbing :
dr. Melda Suryana, M.Epid
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami
laksanakan untuk memenuhi salah satu kewajiban kami dalam Kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Makalah ini bertujuan
adalah untuk mengetahui penanganan kuratif, preventif dan rehabilitatif pasien dengan
pendekatan kedokteran keluarga. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas segala
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dalam rangka penyelesaian makalah ini, kepada:
dr. Melda Suryana, M.Epid.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga di masa mendatang
dapat meningkatkan diri lebih baik lagi.
Penyusun
Bab 1
Pendahuluan
Tingginya insidensi dan angka kematian pada gagal jantung kongestif sesuai dengan data
tersebut menunjukkan bahwa kasus gagal jantung kongestif memerlukan perhatian lebih
di kalangan masyarakat. Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal
jantung kongestif ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.
Puskesmas : Klari
Kunjungan Rumah, Desa Duren, April 2016
4. Keadaan Rumah/Lingkungan
a. Jenis Bangunan : Semipermanen
b. Lantai Rumah : Semen
c. Luas Rumah : 5 meter x 7,5 meter
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Kurang
f. Ventilasi : Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban Keluarga : Ada
i. Sumber Air Minum : Air sumur dimasak
j. Sumber Pencemaran Air : Ada
k. Pemanfaatan Pekarangan : Tidak ada
l. Tempat Pembuangan Sampah : Tidak Ada
m. Sanitasi Lingkungan : Kurang
5. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan Beribadah : Cukup
b. Keyakinan Tentang Kesehatan : Cukup
7. Kultural Keluarga
a. Adat yang Berpengaruh : Sunda
1
2
3 4
Keterangan :
9. Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 3 bulan yang lalu.
Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
Bentuk dan Ukuran : Normocephali, tidak ada deformitas
Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam dengan uban,
distribusi merata, kulit kepala tidak ada kelainan.
Wajah : Normal
Mata : Conjunctiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, Pernapasan cuping hidung (-)
Bibir : Merah, tidak kering, sianosis (-)
Gigi-geligi : Tidak ada karies gigi
Mulut : Bentuk normal, tidak ada stomatitis, sianosis (-)
Lidah : Bentuk normal, lidah tidak kotor
Tonsil : Tonsil T1-T1 tenang,tidak hiperemis
Faring : Tidak hiperemis
b. Leher : Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak
teraba membesar.
c. Toraks
₋ Dinding Toraks: Simetris, pergerakan dinding toraks simetris, tidak ada
retraksi.
₋ Paru:
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : pekak pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi kasar +/+, wheezing -/-
₋ Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus kordis
Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga IV garis midclavicularis
sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
d. Abdomen
₋ Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak pelebaran vena
₋ Auskultasi : Bising usus (+) normal
₋ Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
e. Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Anggota gerak : Akral hangat + + oedema + +
+ + + +
h. Tulang Belakang : Tidak ada kelainan
i. Kulit : Tidak ada kelainan
j. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata
k. Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
l. Pemeriksaan Neurologis: Meningeal sign (-)
13. Diagnosa Penyakit : CHF ec Hipertensi Grade 2
14. Diagnosa Keluarga : Keluarga dalam keadaan sakit
Terapi Non-Medikamentosa:
1. Diet rendah garam
2. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga, tidak merokok, kurangi
minum kopi dan hindari stress)
d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur
16. Prognosis
1. Penyakit : dubia ad bonam
2. Keluarga : dubia ad bonam
3. Masyarakat : dubia ad bonam
17. Resume
Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu
pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan
lain seperti sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa
sesak yang dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah
halus pada kedua basal paru, adanya pelebaran batas jantung, serta adanya ascites.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham
sudah terpenuhi.
Terapi yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini bertujuan
untuk mengurangi ascites yang ada pada pasien ini dengan mengurangi beban awal
jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu, juga diberikan digoksin 2x 0,125 mg
untuk memperbaiki kontraktilitas jantung. Aspilet 80 mg diberikan sebagai
antiagregasitrombus, untuk mencegah terjadinya tromboemboli. Sedangkan captopril 2x
12,5 mg diberikan untuk menurunkan tekanan darahnya, karena pasien ini juga menderita
hipertensi.
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1Pendahuluan
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung.
Gagal jantung dapat memberikan spectrum klinis yang luas, mulai dari ukuran
jantung LV yang masih normal, dengan EF yang masih cukup, sampai LV yang
berat, dengan/ atau EF yang sangat buruk. Dampak dari gagal jnatung secara cepat
berpengaruh terhadap kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan
kematian sel akibat kekerangan oksigen. Kurangnya suplai oksigen ini dapat
menganggu system kerja otak, yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan
kesadarahan. Sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosis suatu
gagal jantung sedini mungkin untuk mengurangi angka mortalitas akibat gagal
jantung. Maka dari itu penulis menyusun karya tulis ini untuk menginformasikan
kepada pembaca mengenai hal-hal tersebut.
2.2 Epidemiologi
Gagal jantung adalah masalah yang berkembang luas di seluruh dunia, dengan lebih
dari 20 juta orang mengalami sindrom klinis ini. Prevalensi keseluruhan gagal
jantung dalam populasi orang dewasa di negara maju adalah 2%. Prevalensi gagal
jantung meningkat seiring usia, dan mempengaruhi 6-10% orang-orang dengan usia
diatas 65 tahun. Meskipun insiden gagal jantung lebih rendah pada wanita
dibanding pria, namun setidaknya setengah dari seluruh kasus gagal jantung adalah
wanita, karena harapan hidup mereka yang lebih tinggi. Resiko berkembangnya
gagal jantung pada usia 40 tahun adalah 1:5.1
Pada negara berkembang dengan sosial ekonomi yang rendah yang menjadi penyebab
gagal jantung adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi.
Pengaruh ekonomi atau penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pengobatan
dan kekambuhan gagal jantung.
Klasifikasi
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa darah dalam
jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin sedikit.
Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi dari organ-organ vital menurun
yaitu otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).3
Backward failure, bahwa ventrikel gagal memompa darah sehingga darah terkumpul
dan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang bermuara ke dalam atrium juga
naik, sehingga volume akhir sistolik meningkat. Teori backward failure merupakan
reaksi mekanisme kompensasi pada gagal jantung yaitu hukum jantung starling dimana
distensi ventrikel membantu mempertahankan CO. menurut konsep ini, tekanan
diastolik ventrikel kiri, atrium kiri, vena-vena pulmonalis berakibat backward
transmission of pressure dan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya
berakibat gagal jantung kanan. Seringkali vasokonstriksi pulmonal merupakan salah
satu penyebab hipertensi pulomonal. Tanda khas backward failure adalah kongesti paru
dan edema yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.3
Sindrom klinik dengan gejala sesak nafas,lelah dan intoleransi aktivitas fisik dimana
gambaran dominan jantung adalah besar, dilatasi jantung dan gangguan fungsi sistolik.
Bisa disertai atau tidak disertai penyakit katup jantung.2
Istilah ini dipakai saat fraksi ejeksi saat istirahat adalah normal atau mendekati normal.
Atau disebut juga preserved ejection fraction. Tanda dari gagal jantung tampak,dan
ukuran jantung kecil atau normal. Bisa terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan gangguan
pengisian jantung akibat perubahan kekakuan ventrikel kiri atau bukti lain dari
disfungsi diastolik.5 Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardigrafi aliran
darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Ada tiga macam gangguan fungsi diastolik : 1)
gangguan relaksasi, 2) pseudohormonal, 3) tipe retriktif.2
2.7 Gagal jantung kiri dan kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Pada gagal jantung kiri,
tekanan kapiler paru akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan dispnea dan takipnea
melalui reseptor-J di paru dan edema paru (asma kardiak) dengan hipoksia dan
hiperkapnia sistemik. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru
kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis.Tetapi karena perubahan biokimia gagal
jantung terjadi pada miokard kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung
yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. Pada gagal jantung
kanan akan terjadi edema perifer (terutama di kaki bagian bawah seharian; dan pada
malam hari terjadi pengeluaran air dengan diuresis nokturnal).2
Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung pertama kali
diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA).2,4,5
NYHA klas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik
sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.
NYHA klas III : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pada pembatasan
berat aktivitas fisik. merasa enak pada saat istirahat. Aktivitas yang kurang dari
aktifitas fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea, atau angina
NYHA klas IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu
melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meski dalam keadaan istirahat.1,2,4
Penurunan curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus carotis dan arkus
aorta sehingga terjadi perangsangan simpatis dan penghambatan parasimpatis yang
mengakibatkan peningkatan denyut jantung, kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi
vena dan arteri sistemik sehingga terjadilah peningkatan curah jantung, peningkatan
aliran balik vena ke jantung dan peningkatan tahanan perifer
Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium; sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial tergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertaidengan meningkatnya ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban
volume, seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer
yang tersusun secara serial.8
Manifestasi klinis
Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan takipneu. Meskipun secara konvensional,
kelelahan menunjukan cardiac output yang rendah pada gagal jantung, namun gejala ini juga
terdapat pada abnormalitas otot skeletal dan penyakit komorbid non-kardiak lainnya
(misalnya anemia). Pada stadium awal gagal jantung, sesak napas hanya terjadi saat aktivitas;
namun, seiring dengan progresifitas penyakit, sesak napas terjadi pada aktifitas yang lebih
ringan, dan selanjutnya sesak napas terjadi pada saat istirahat. Penyebab sesak napas pada
gagal jantung bersifat multifaktoral. Mekanisme terpenting adalah kongesti pulmonal yang
disertai akumulai cairan interstisial atau intraalveolar, yang mengaktifasi reseptor juksta
kapiler J, yang kemudian menstimulasi karakteristik pernapasan cepat dan dangkal dari
cardiac dyspneu. Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada sesak napas saat aktifitas
termasuk berkurangnya compliance paru, meningkatnya resistensi jalan napas, kelelahan
pada otot-otot pernapasan dan atau diafragma, dan anemia. Sesak napas lebih sedikit
frekuensinya pada onset gagal jantung ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspid dibandingkan
dengan gagal jantung ventrikel kiri.1
Sesak nafas diakibatkan oleh tekanan dalam kapiler tinggi yang disebabkan
oleh meningkatnya tekanan pada ventrikel kiri dan atrium kiri. penderita dengan
gagal jantung kiri menunjukan ventilasi yang restriktif, menurunnya kapasitas
vital sebagai konsekuensi terdesaknya udara didalam alveoli oleh cairan
interstitial atau darah (pecahnya kapiler) atau keduanya, akibatnya paru menjadi
kaku dan compliance menurun. Kapiler paru baik dibronkial maupun alveoli
bermuara pada vena pulmonalis, akibatnya tekanan vena pulmonalis yang tinggi
terjadi kongesti baik dikapiler alveoli maupun kapiler bronkus. Selanjutnya
terjadi udema mukosa bronkial, bahkan dapat terjadi juga pecahnya kapiler
menyebabkan batuk produktif dan mungkin hemoptisis, udema pada mukosa
bronkus menyebabkan resistensi terhadap aliran udara dengan akibat
respiratory distress sama dengan asma. Udema pada alveoli menyebabkan
sianosis, kemungkinan frothy sputum selain dispnea. Reflex dispnea berasal
atau dirangsang oleh distensi kapiler, meningkatnya rigiditas paru,
terganggunya pertukaran udara akibat udema interstitial, alveoli dan bronkus.4
- Dispnea on effort
Dispnea on effort seringkali terjadi dan merupakan keluhan dini dari gagal
jantung kiri. Pada sebagian penderita terdapat kongesti pulmonum, tetapi tidak
mengeluh DOE, hal ini disebabkan mereka secara gradual tanpa disadari banyak
berdiam diri maupun membatasi diri di tempat tidur. Penurunan toleransi
terhadap aktivitas dalam waktu singkat hendaknya diwaspadai akan adanya
gagal jantung. sesak napas yang timbul sejak lama dan berulang, riwayat sesak
napas sejak muda mungkin akibat penyakit paru. Pada penderita dengan ansietas
mengeluh napas harus dalam, napas tidak masuk kedalam, sesak napas selama
istirahat tetapi selama latihan sesak napas hilang.4
Penderita dengan orthopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan
berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya atau berkurangnya sesak napas
pada posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya
tekanan hidrostatik pada bagian atas paru sehingga menambah kapasitas vital
paru.
Diagnosis
5.1 Kriteria framingham2
Diagnosis CHF ditegakan dengan kriteria Framingham jika terdapat minimal 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Berikut adalah Kriteria Framingham:
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena di leher
Acute pulmonary edema
Hepatojugular Reflux
S3 Gallop
Radiographic cardiomegaly
Berat badan berkurang 4,5 kg dalam 5 hari (sesudah diberi terapi gagal jantung)
Central venous pressure lebih dari 16 cm H2O (menggunakan catheter vena)
Kriteria Minor
Batuk malam hari
Efusi pleura
Takikardi (>120 kali per menit)
Edema pada kedua pergelangan kaki (angkle edema)
Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari nilai maksimum
(menggunakan spirometri)
Kriteria Minor tidak bisa digunakan jika ada penyakit penyerta lain seperti pulmonary
hypertension, chronic lung disease, cirrhosis, ascites, atau nephrotic syndrome.
Kekuatan Diagnosis
Kriteria Framingham memiliki sensitivitas yang baik tetapi spesifisitas-nya kurang
baik: Sensitivity: 96%, Specificity: 78%.
Penelusuran riwayat penyakit yang detil adalah langkah pertama mendiagnosa gagal
jantung. Sedangkan pemeriksaan fisik keseluruhan adalah langkah selanjutnya
dalam menegakkan diagnosa gagal jantung. Hal ini harus disertai dengan
pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk penegakan diagnosis dan tingkat
keparahan penyakit.
5.4 MRI dan CT scan
Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tanda-tanda bendungan
paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari cardiothoracic ratio lebih dari
50% pada gambaran posteroanterior. Pasien dengan predominan disfungsi diastolik
dapat mempunyai ukuran jantung yang normal, salah satu menjadi petanda untuk
membedakan disfungsi sistolik vs diastolik. Apabila telah terjadi edema paru, dapat
ditemukan gambaran kabut di daerah perihiller, penebalan interlobar fissure (kerleys
line). Sedangkan pada kasus yang berat dapat ditemukan efusi pleura.2
Elektrokardiogram
Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung pada penyakit dasar.
Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu terjadi iskemik dan
gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir semua EKG dapat ditemukan
gambaran takikardia, left-bundle-branch-block dan perubahan segmen ST -dan
gelombang T.2
Ekokardiografi
Analisa gas darah arterial, memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi
respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) dan harus dinilai pada setiap
pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis petanda perfusi jaringan yang buruk
atau retensi CO2 dikaitkan pada prognosa buruk. Pengukuran dengan pulse oxymetry
dapat mengganti analisa gas darah arterial. Tetapi tidak bisa memberikan informasi
pCO2 atau keseimbangan asam basa, dan tidak bisa dipercaya pada sindrom low output
yang berat atau vasokontriksi dan status syok.2
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, uream creatinin, gula darah, albumin, enzyme
hati dan INR harus merupakan pemeriksaan awal pada semua penderita gagal jantung.
Kadar sodium yang rendah, urea, dan creatinin yang tinggi memberikan prognosa buruk
pada gagal jantung. Peninggian sedikit dari cardiac troponin bila terlihat pada gagal
jantung akut, walau tidak ada SKA. Peningkatan dari troponin yang disertai dengan
SKA merupakan petanda prognosa yang tidak baik. 2
Bab 3
Pembahasan
Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Dimana unsur-unsur tersebut
saling berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan
mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri.
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit hipertensi. Pasien
berpola hidup kurang sehat dan tidak teratur minum obat sehingga memacu perburukan
penyakit. Pasien mengaku malas untuk mengkonsumsi obat tiap hari karena bila tidak ada
keluhan maka pasien tidak minum obat.
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur yang
disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di
Puskesmas, sebaiknya dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan
untuk memperbaiki pola hidup pasien.
Bab 4
Kesimpulan dan Saran
Dalam epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses interaksi
antara: pejamu (host),penyebab (agent), dan lingkungan (environment).Segitiga epidemiologi
(John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit seperti penjamu,
agent dan lingkungan.Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai hubungan
antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2
Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada faktor etiologinya.
Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya,
sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi yang penyebabnya
karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira 5% dari
penderita hipertensi.
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker,
penggantian kalium, penghambat saluran kalsium dan ACE-inhibitor. Hipertensi yang
terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik. Prognosis sangat baik,
tergantung gaya hidup.
Daftar Pustaka
1. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th edition. McGraw-Hill: 2012.
3. Braunwald. Heart failure. Dalam. Harrison’s Principles of internal medicine, edisi 16.
McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2001. Hal 1367 - 1377.
4. Palupi S.E.E. Gagal jantung dalam Kumpulan Kuliah Kardiologi. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta. 2007.Hal 40-61.
6. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis.
Jakarta:EGC; 2010. h. 293-300.
Lampiran