Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 16

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A4

TUTOR : dr. Evi Lusiana, M.Biomed

Diasz Haykal Alie Alfarisyi 04011182025031


Tarisha Zennet Sausan 04011182025032
Arda Tri Wahyuningsih 04011182025033
Putri Amalia Sayekti 04011182025034
Fanny 04011182025035
Khantsa Aqiqa Maritsha Kisman Lolo 04011182025036
Muhammad Yusuf Ditto Pratama 04011182025037
Hafizah Khairin 04011182025038
Dinda Azzahrah Saragih 04011182025039
Ummu Farwa Syabirah 04011182025040

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial untuk Pleno dari Skenario C pada Blok
16 ini. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari Sistem
Pembelajaran PBT di Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami, dr.Evi Lusiana,
M.Biomed yang telah mengarahkan dan membimbing kami dalam menyelesaikan laporan
tutorial ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan serta menjaga
keharmonisan saat menjalani proses tutorial yang lalu. Kami haturkan pula rasa terima kasih
yang paling dalam kepada orang tua kami yang selalu mendukung segala hal yang kami kerjakan
berkenaan dengan pengembangan diri kami.

Kiranya laporan pleno ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Dalam
penyusunan laporan pleno ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dari laporan ini,
mengingat pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan. Terima kasih.

Penyusun,

Kelompok A4

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

I. SKENARIO A BLOK 16 TAHUN 2022 ................................................................................1

II. Klarifikasi Istilah ....................................................................................................................2


III. Identifikasi Masalah...............................................................................................................3
IV. Analisis Masalah .....................................................................................................................4
V. Learning Issues.................................................................................................................... 15
VI. Keterbatasan dalam Pengetahuan .....................................................................................16
VII. Sintesis Masalah ..................................................................................................................17
VIII.Kerangka Konsep ................................................................................................................74
XI. Kesimpulan .........................................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................75

iii
I. SKENARIO C BLOK 16 TAHUN 2022

Tn. Iwan, 48 tahun, seorang pegawai bagian administrasi sebuah perusahaan penerbitan, datang
ke Unit Gawa tDarurat Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang timbul
dan menjalar ke perut, nyeri timbul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh mobilitas fisik.

Tiga bulan yang lalu Tn Iwan beberapa kali mengalami nyeri seperti ini, dan biasanya nyeri
menghilang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri oleh dokter puskesmas. Tapi sejak 1
hari ini nyeri bertambah berat dan tidak menghilang dengan obat-obat yang biasa diberikan,
sehingga penderita di bawa keluarga ke Rumah Sakit.

Selain nyeri,Tn Iwan juga mengeluhkan mual dan muntah 3 kali sejak kemarin, badan terasa
demam dan urin berwarna keruh.

Selama ini buang air besar dan kecil tidak ada masalah,
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : gelisah dan tidak bisa diam (tampak kesakitan)
TD : 120/ 80 mmHg, Nadi 99 x/menit, RR: 26 x/menit Temp: 38 derajat Celcius
Kepala dan Leher : dalam batas normal
Thoraks : dbn
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan kwadran kanan atas
Perkusi : timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA kanan
Auskultasi : bising usus normal

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hb : 14 gr%
Lekosit : 14.000/mm3
Fungsi Ginjal : Ureum 24 , creatinin 1,5

1
Urinalisa : Lekosit penuh, RBC 50/ LPB
Lab lain : dbn
Penunjang Imaging :
USG TUG : Hidronefrosis sedang ginjal kanan
BNO-IVP: tampak bayangan radioopak ukuran 8x10 mm setinggi Vetebra Lumbal IV kanan
Fungsi kedua ginjal masih baik, terdapat hidroureter dan hidronefrosis ginjal kanan grade II

II. KLARIFIKASI ISTILAH


1. Nyeri ketok CVA : Patognomonik Nefphrolitiasis
2. Mobilitas Fisik : Gerakan fisik tubuh yang independen dan terarah atau dari satu atau lebih
ekstremitas (Farlex Dictionary)
3. Demam : Peningkatan sementara suhu tubuh sebagai respon terhadap suatu penyakit (NCBI)
4. Nyeri pinggang kanan : Suatu sindrom berupa nyeri di daerah lumbosakral pada tulang
belakang bagian kanan yang dapat disebabkan oleh berbagai sebab (Trigonum Sudema
Book)
5. Bising usus : Suara yang dihasilkan oleh kontraksi usus besar untuk mendorong kotoran
keluar (Farlex Dictionary)
6. Mual : Suatu sensasi atau perasaan tidak menyenangkan yang mendahului muntah (Dorland,
2002)
7. Gelisah : Tidak tenteram, selalu merasa khawatir (tentang suasana hati); tidak tenang
(tentang tidur); tidak sabar lagi dalam menanti dan sebagainya; cemas (KBBI)
8. Urin keruh : Urin keruh dikarenakan memiliki bahan yang terlihat dalam suspensi (NCBI)
9. Obat penghilang rasa nyeri : Obat untuk meredakan rasa nyeri tanpa mengakibatkan
hilangnya kesadaran (KBBI)

2
III. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Masalah Keterangan
1. Tn. Iwan, 48 tahun, seorang pegawai bagian administrasi
sebuah perusahaan penerbitan, datang ke Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pinggang
kanan. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut, nyeri Identitas dan Keluhan
timbul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh mobilitas Utama
fisik. Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut, nyeri
timbul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh mobilitas
fisik.
2. Tiga bulan yang lalu Tn Iwan beberapa kali mengalami
nyeri seperti ini, dan biasanya nyeri menghilang setelah
Riwayat Perjalanan
diberikan obat penghilang rasa nyeri oleh dokter
Penyakit dan Riwayat
puskesmas. Tapi sejak 1 hari ini nyeri bertambah berat dan
Pengobatan
tidak menghilang dengan obat-obat yang biasa diberikan,
sehingga penderita di bawa keluarga ke Rumah Sakit.
3. Selain nyeri,Tn Iwan juga mengeluhkan mual dan muntah
3 kali sejak kemarin, badan terasa demam dan urin
Keluhan Tambahan
berwarna keruh.
Selama ini buang air besar dan kecil tidak ada masalah,
4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : gelisah dan tidak bisa diam (tampak
kesakitan)
TD : 120/ 80 mmHg, Nadi 99 x/menit, RR: 26 x/menit
Temp: 38 derajat Celcius
Kepala dan Leher : dalam batas normal Pemeriksaan Fsik
Thoraks : dbn
Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan kwadran kanan atas
Perkusi : timpani pada abdomen dan nyeri ketok

3
CVA kanan
Auskultasi : bising usus normal
5. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hb : 14 gr%
Lekosit : 14.000/mm3
Fungsi Ginjal : Ureum 24 , creatinin 1,5
Urinalisa : Lekosit penuh, RBC 50/ LPB
Lab lain : dbn Pemeriksaan Penunjang
Penunjang Imaging :
USG TUG : Hidronefrosis sedang ginjal kanan
BNO-IVP: tampak bayangan radioopak ukuran 8x10 mm
setinggi Vetebra Lumbal IV kanan
Fungsi kedua ginjal masih baik, terdapat hidroureter dan
hidronefrosis ginjal kanan grade II

IV. ANALISIS MASALAH

1. Tn. Iwan, 48 tahun, seorang pegawai bagian administrasi sebuah perusahaan penerbitan, datang
ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri hilang
timbul dan menjalar ke perut, nyeri timbul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh mobilitas fisik.
Nyeri hilang timbul dan menjalar ke perut, nyeri timbul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh
mobilitas fisik.Soal
a. Apakah ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dari pasien terkait keluhan
yg di alaminya?
Prevalensi Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak
insiden terjadi pada usia 40-50 tahun. Berdasarkan skenario Tn. Iwan berumur 48 tahun
sehingga dapat menjadi faktor pengdukung terjadinya kolik ureter.

4
b. Apa saja yang dapat menyebabkan rasa nyeri pada pinggang kanan?

Keluhan nyeri kotik batu saluran kemih dapat dilakukan diagnosis banding dengan
keadaan seperti:
• Kolik ginjal akibat penyakit urologi yang lain, seperti aliran bekuan darah, aliran
jaringan nekrotik, striktur, kompresi atau angulasi berat ureter.
• Nyeri abdomen oleh sebab lain, seperti gastrointestinal (apendisitis, kolesistitis, batu
empedu, pankreatitis). vaskular (infark ginjal, infark limpa, aneurisma aorta),
ginekologi (kista ovarium, adneksitis, kehamilan ektopik, endometriosis), dan lainnya
(abses psoas, infark jantung, diabetes mellitus, feokromositoma).

c. Mengapa nyeri dapat menjalar ke perut?


Saat batu turun ke ureter, nyeri dapat turun ke perut sesuai dengan lokasi batu. Dan juga
adanya persarafan yang terkoneksi antara ginjal dan saluran gastrointestinal sehingga
nyeri dapat menjalar ke perut juga.

d. Apa saja kemungkinan organ yang terkena apabila muncul nyeri di bagian pinggang
kanan?
Organ-organ saluran kemih (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra)

e. Bagaimana tatalaksana nyeri pada kasus?


Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol dengan memperhatikan
dosis dan efek samping obat merupakan obat pilihan pertama pada pasien dengan nyeri
kolik akut.
f. Bagaimana mekanisme/patofisiologi terjadinya nyeri pinggang pada Tn. Iwan?
Batu di dalam ureter akan menimbulkan nyeri karena saat melewati ureter terjadi
peningkatan tegangan ureter dan hidronefrosis yang akan menyebabkan pelepasan
prostaglandin, yang mengakibatkan nyeri kolik yang terkait dengan kondisi tersebut. dan
nyeri pada pinggang kanan yang berarti batu terdapat pada ureter sebelah kanan

g. Apa diagnosis dan diagnosis banding terkait keluhan yg dialami Tn. Iwan?

5
Diagnosis: Nyeri colic dikarenakan urolitiasis (batu saluran kemih) dengan komplikasi
urosepsis.

Diagnosis banding:

1. Infeksi saluran kemih bagian bawah


2. Pyelonephritis
3. Abses ginjal
4. Aneurisma arteri ginjal
5. Appendicitis
6. Divertikulitis
7. Iskemia mesenterika
8. Pankreatitis
9. Kolesistitis
10. Obstruksi usus halus
11. Ovarium Torsion
12. Dysmenorrhea
13. Kehamilan ektopik
14. Aborsi spontan
15. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
16. Konstipasi

2. Tiga bulan yang lalu Tn Iwan beberapa kali mengalami nyeri seperti ini, dan biasanya nyeri
menghilang setelah diberikan obat penghilang rasa nyeri oleh dokter puskesmas. Tapi sejak 1
hari ini nyeri bertambah berat dan tidak menghilang dengan obat-obat yang biasa diberikan,
sehingga penderita di bawa keluarga ke Rumah Sakit.
a. Bagaimana hubungan antara nyeri 3 bulan yang lalu dengan nyeri yang dirasakan
sekarang?
Rasa nyeri sejak 3 bulan yang lalu disebabkan adanya batu pada ureter kanan Tn. Iwan
yang menyebabkan adanya iritasi pada ureter dan menimbulkan nyeri local namun masih
bisa di atasi dengan obat Pereda neri. Kurun waktu, batu pada ureter tersebut sekarang
menjadi membesar atau bertambah banyak sehingga nyeri yang dialami pasien lebih parah

6
lagi dan sudah tidak bisa hilang dengan hanya menggunakan obat pereda nyeri. (Zamzami,
2018)

b. Bagaimana mekanisme kerja dari obat penghilang rasa nyeri?


Parasetamol bekerja secara non selektif dengan menghambat enzim siklooksigenase (cox-1
dan cox-2). Pada cox-1 memiliki efek cytoprotektif yaitu melindungi mukosa lambung,
apabila dihambat akan terjadi efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan ketika cox-2
dihambat akan menyebabkan menurunnya produksi prostaglandin. Prostaglandin
merupakan mediator nyeri, demam dan anti inflamasi. Sehingga apabila parasetamol
menghambat prostaglandin menyebabkan menurunnya rasa nyeri. Sebagai Antipiretik,
parasetamol bekerja dengan menghambat cox-3 pada hipotalamus. Parasetamol memiliki
sifat yang lipofil sehingga mampu menembus Blood Brain Barrier, sehingga menjadi first
line pada antipiretik. Pada obat golongan ini tidak menimbulkan ketergantungan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan (Goodman and Gilman, 2012).

c. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat penghilang rasa nyeri?


Farmakokinetik : Absorbsi parasetamol cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 0.5 jam dan t 12 plasma antara 1-
3 jam. Sebesar 25% parasetamol terikat protein plasma, dan diekskresikan melalui ginjal
(Katzung, 2011). Adanya makanan dalam lambung dapat memperlambat penyerapan
sediaan parasetamol sehingga absorbsi menjadi lambat (Aberg et al, 2009).
Farmakodinamik : Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti
inflamasi. Terdapat perbedaan aktifitas antara obat-obatan tersebut. Sebagai analgesik dan
antipiretik, obat parasetamol hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang. Namun memiliki efektifitas yang tinggi terhadap antipiretik. Hal ini dikarenakan
analgesik menghambat cox-2, sedangkan sebagai antipiretik menghambat cox-3 yang
langsung berada pada saraf sentral di hipotalamus atau sawar otak (Katzung, 2011).

d. Apa saja nama nama obat penghilang rasa nyeri?


Non Steroid Anti Inflammation Drugs (Ibuprofen, Aspirin, Asam mefemanat),
Parasetamol dan Opioid

7
3. Selain nyeri,Tn Iwan juga mengeluhkan mual dan muntah 3 kali sejak kemarin, badan terasa
demam dan urin berwarna keruh. Selama ini buang air besar dan kecil tidak ada masalah.
a. Apa yang menyebabkan Tn iwan mual dan muntah terkait keluhan yg sebelumnya?
Mual dan muntah terjadi karena adanya persarafan yang terkoneksi antara ginjal dan
saluran gastrointestinal. Batu ginjal yang semakin membesar dapat memicu saraf di saluran
gastrointestinal dan berdampak besar terhadap isi perut. Atau mual dan muntah juga bisa
menjadi respons tubuh terhadap rasa sakit akibat batu ginjal.
b. Bagaimana mekanisme terjadinya urin berwarna keruh?
Karena supersatura urin yaitu konsentari larutan urin yang tinggi dan juga karena adanya
perkembangan bakteri
c. Apa penyebab dari demam pada pasien?
Demam biasanya tidak ada, kecuali jika berhubungan dengan infeksi. Pada kasus yang
parah, batu dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih dan/atau dapat menjadi sumber
sepsis. Bakteri menjadi berkembang dan akan menyebabkan inflamasi. Dan kemudian akan
terjadi pelepasan mediator inflamasi yaitu sitokin yang akan menyebabkan timbulnya
demam.

4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : gelisah dan tidak bisa diam (tampak kesakitan)
TD : 120/ 80 mmHg, Nadi 99 x/menit, RR: 26 x/menit Temp: 38 derajat Celcius
Kepala dan Leher : dalam batas normal
Thoraks : dbn
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan kwadran kanan atas
Perkusi : timpani pada abdomen dan nyeri ketok CVA kanan
Auskultasi : bising usus normal

8
a. Bagaimana interpretasi dan nilai normal dari pemeriksaan fisik tersebut?
No Pemeriksaan Fisik Nilai Nilai Normal Interpretasi

1 Keadaan Umum Gelisah dan tidak bisa diam (-) Abnormal


(tampak kesakitan)

2 Tekanan Darah 120 / 80 mmHg <120 / <80 Normal


mmHg

4 Nadi 99 kali / menit, 60 – 100 kali / Normal

5 Pernapasan 26 kali / menit 16-24 kali / Abnormal


menit

6 Suhu 38℃ 36,6°C-37,2°C Abnormal

Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Fisik
Kepala dan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Normal
Leher
Thoraks Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Normal
Abdomen
Inspeksi Datar Datar Normal
Palpasi Tidak Ada Nyeri Nyeri Tekan Kuadran kanan Abnormal
Atas
Perkusi Timpani pada abdomen dan Timpani pada abdomen dan Abnormal
tidak ada nyeri ketok CVA nyeri ketok CVA kanan
Auskultasi 5 - 34 x per menit Bising Usus Normal Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal peneriksaan fisik pada kasus?


1. Keadaan umum
Merupakan respon perilaku terhadap rasa nyeri yang timbul.
2. Pernapasan meningkat

9
Rangsang nosiseptif → pelepasan hormon katabolik salah satunya katekolamin. →
merangsang reseptor nyeri → intensitas nyeri bertambah → siklus vitrousus. →
penurunan tekanan O2, peningkatan tekanan CO2 di arteri pulmonalis, dan penurunan pH
→ merangsang sentra pernafasan → hiperventilasi.
3. Suhu
Infeksi mikroorganisme → merangsang sel-sel darah putih (makrofag dan PMN) →
mengeluarkan faktor pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF, Interferon) → merangsang
endothelium hipotalamus membentuk prostaglandin → meningkatkan set point
hipotalamus → demam.

- Nyeri Tekan Kuadran Kanan Atas

Nyeri pada pinggang atau regio flank merupakan salah satu karakteristik
nonspesifik pada kasus – kasus nefrolitiasis. Sensasi nyeri pada regio flank merupakan
tanda bahwa sumber nyeri berasal dari regangan kapsula renalis di bagian retroperitoneal.
Sensasi nyeri ini juga disebut dengan kolik renal. Pada regio CVA dekstra pasien terdapat
nyeri ketok positif.

Ketika pasien mengalami urolithiasis, maka terbentuklah batu di calyx ginjal, lalu
batu tersebut turun ke proximal ureter sehingga mengalami obstruksi pada ureter. Saat
ureter mengalami obstruksi, terjadilah penumpukan urin di ureter dan gerakan peristaltik
tetap bergerak dan meningkat sehingga otot polos ureter mengalami spasme. Lalu
terjadilah peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadinya peregangan terminal
yang menstimulasi ujung saraf simpatis pre-ganglionik yang mencapai spinal T12 – L2
melalui dorso L2 melalui dorso nerve root sehingga nyeri kolik menjalar ke kuadran
kanan atas.

Pasien dengan kolik ginjal biasanya merasa nyeri pinggang yang tiba-tiba
menjalar dari lateral ke perut dan/atau ke selangkangan. Pasien sering merasakan tingkat
nyeri tumpul yang konstan dan episode kolik dengan peningkatan nyeri. Nyeri konstan
sering disebabkan oleh peregangan kapsul ginjal karena obstruksi, sedangkan nyeri kolik
dapat disebabkan oleh gerakan peristaltik otot polos ureter. Banyak pasien melaporkan
mual atau muntah dan beberapa mungkin melaporkan hematuria masif. Saat batu

10
bermigrasi ke distal dan mendekati kandung kemih, pasien mungkin mengalami disuria,
frekuensi berkemih, urgensi, atau kesulitan buang air kecil.

Mual dan muntah berhubungan dengan kolik ginjal pada sekitar setengah atau
lebih pasien dengan batu obstruktif akut. Hal ini disebabkan oleh jalur persarafan umum
antara ginjal dan saluran GI secara embriologis melalui aferen saraf vagus dan axis
celiacus. Efek ini dapat diperburuk oleh NSAID dan obat opioid yang memiliki efek
samping GI.

- Nyeri Ketok CVA Kanan

Nyeri pada pinggang atau regio flank merupakan salah satu karakteristik
nonspesifik pada kasus-kasus nefrolitiasis. Sensasi nyeri pada regio flank merupakan
tanda bahwa sumber nyeri berasal dari regangan kapsula renalis di bagian retroperitoneal.
Sensasi nyeri ini juga disebut dengan kolik renal. Pada region CVA dekstra pasien
terdapat nyeri ketok positif.

Nyeri ketok CVA mengindikasikan adanya peregangan kapsul ginjal yang


berlebih. Nyeri dapat menyebar ke anterior abdomen menuju umbilikus. Nyeri ginjal
adalah nyeri visceral akibat peregangan kapsul ginjal dan umumnya terasa tumpul, pegal
dan menetap.

5. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hb : 14 gr%
Lekosit : 14.000/mm3
Fungsi Ginjal : Ureum 24 , creatinin 1,5
Urinalisa : Lekosit penuh, RBC 50/ LPB
Lab lain : dbn
Penunjang Imaging :
USG TUG : Hidronefrosis sedang ginjal kanan
BNO-IVP: tampak bayangan radioopak ukuran 8x10 mm setinggi Vetebra Lumbal IV kanan
Fungsi kedua ginjal masih baik, terdapat hidroureter dan hidronefrosis ginjal kanan grade II

11
a. Bagaimana interpretasi dan nilai normal dari pemeriksaan penunjang tersebut?

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin 14 gr/dl Normal 13-18 g/dl Normal

Leukosit 14.000/mm 3
5000 - 1000/mm 3
Abnormal

Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Ureum 24 mg/dL Normal 5-20 mg/dL Abnormal

Creatinin 1,5 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL Abnormal

Pemeriksaan Urinalisis

Leukosit Penuh Positif (+) Negatif (-) Abnormal

RBC 50/LPB 0-3/LPB Abnormal

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

USG TUG Hidronefrosis Tidak ada Abnormal

Sedang ginjal kanan Kelainan

12
BNO-IVP Tampak bayangan radioopak ukuran Tidak tampak Abnormal
8x10 mm setinggi Vetebra Lumbal bayangan radioopak
IV kanan

Fungsi kedua ginjal masih baik Fungsi kedua ginjal Normal


baik

Terdapat hidroureter dan Tidak terdapat Abnormal


hidronefrosis ginjal kanan grade II hidroureter dan
hidronefrosis

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut?


• Leukosit :14.000 🡪 Abnormal
Karena terjadi infeksi maka jumlah sel leukosit meningkat.
• Ureum : 24 mg/dL 🡪 Abnormal
Peningkatan tekanan yang terjadi setelah timbulnya obstruksi ureter memicu
perubahan fungsional dan struktural yang mendalam di dalam ginjal. Obstruksi ureter
dapat menurunkan GFR. Penurunan GFR berbanding lurus dengan penurunan jumlah
komponen darah yang dapat difiltrasi masuk ke dalam tubulus ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan banyak ureum tidak terfiltrasi , hasilnya kadar filtrate tersebut akan
meningkat di dalam serum.
• Kreatinin : 1,5 Abnormal
Jumlah kreatin meningkat karena terganggunya laju filtrasi glomerulus sehingga urea
dan kreatinin melebihi dari jumlah normal.
• Urinalisa leukosit penuh : Abnormal
Peningkatan leukosit dalam urin disebabkan oleh keadaan infeksi.
• RBC 50/LPB : Abnormal
Morfologi eritrosit berlebih menunjukan bahwa terjadinya hematuria glomerular
ataupun ekstra glomerular. Penyebab paling sering oleh glomerulonefritis

13
Pemeriksaan Abnormalitas Mekanisme abnormalitas

USG TUG Hidronefritis sedang Obstruksi saluran kemih → peningkatan aktivitas


ginjal kanan peristaltik sistem kalises maupun ureter → peningkatan
tekanan intrapelvik → merusak papilla ginjal dan
struktur kaliks menjadi tumpul → dilatasi pelvis renalis
dan kaliks mayor → hidronefrosis sedang ginjal kanan

BNO-IVP Tampak bayangan Urolithiasis (Ureterolithiasis) → obstruksi saluran kemih


radioopak ukuran → tampak bayangan radioopak ukuran 8x10 mm
8x10 mm setinggi setinggi Vertebra Lumbal IV kanan
Vetebra Lumbal IV
kanan

Terdapat hidroureter Obstruksi saluran kemih kanan → peningkatan aktivitas


dan hidronefrosis peristaltik sistem kalises maupun ureter → peningkatan
ginjal kanan grade II tekanan intrapelvik → merusak papilla ginjal dan
struktur kaliks menjadi tumpul → dilatasi pelvis renalis
dan kaliks mayor → hidronefrosis ginjal kanan grade II
→ dilatasi ureter → hidroureter

14
V. LEARNING ISSUE
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria
A. Anatomi Sistem Urinaria
B. Fisiologi Sistem Urinaria
2. Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Faktor Risiko
e. Patofisiologi
f. Manifestasi Klinik
g. Diagnosis dan Diagnosis Banding
h. Komplikasi
i. Tata Laksana
j. Prognosis
k. Pencegahan dan Edukasi
l. SKDI
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Penunjang

15
VI. KETERBATASAN DALAM PENGETAHUAN

No. Learning issues What I What I Don’t What I Must How I Will
Know Know Prove Learning
1. Anatomi dan Anatomi dan
Fisiologi Sistem Fisiologi
Urinaria
2. Batu Saluran Definisi Epidemiologi, Patofisiologi,
Kemih Etiologi dan Manifestasi,
(Urolithiasis) Faktor Risiko, Klinis,
Patogenesis, Diagnosis
Melalui text
Komplikasi, Kerja dan
book, jurnal,
dan Prognosis. Diagnosis
sumber
Banding,
literatur
Tatalaksana,
online
Pencegahan,
terpercaya
SKDI
dan
3. Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Interpretasi
terakreditasi.
Fisik dan dan
Mekanisme Mekanisme
abnormal abnormal
4. Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Interpretasi
Penunjang dan dan
Mekanisme Mekanisme
abnormal abnormal

16
VII. SINTESIS MASALAH
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria
A. Anatomi Sistem Urinaria

Sistem urinaria atau sistem perkemihan adalah suatu sistem yang bekerja sebagai
proses penyaringan darah/filtrasi sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh (ekskresi) dan menyerap zat-zat yang masih dibutuhkan oleh
tubuh (reabsorbsi), dimana zat yang tidak digunakan tersebut larut dalam air dan akan
dikeluarkan dalam bentuk urine (air kemih). Sistem urinaria dapat dikatakan sistem kerja
sama tubuh untuk menjaga keseimbangan internal atau homeostasis.

Fungsi utama dari sistem urinaria yaitu sebagai berikut.


• Sebagai filtrasi plasma darah
• Sebagai ekskresi zat yang tidak digunakan tubuh
• Sebagai reabsorpsi zat yang masih dibutuhkan tubuh
Sistem urinaria terdiri beberapa organ yaitu :
1. Ginjal, berfungsi untuk mengeluarkan secret urine
2. Ureter, berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih
3. Kandung kemih, bekerja sebagai penampung urine
4. Uretra, berfungsi untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih

- Ginjal
Ginjal adalah alat ekskresi utama dalam tubuh manusia. Kedudukan ginjal terletak
dibelakang dari cavum abdominalis (rongga perut) di belakang peritonium pada kedua sisi
vertebrata lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen/perut. Ginjal berbentuk
seperti kacang merah (kara/ercis). Sisi dalamnya atau sering dinamakan hilum menghadap ke

17
tulang punggung sedangkan sisi uarnya berbentuk cembung. Jumlah ginjal ada dua yaitu ginjal
kanan dan ginjal kiri. Ukuran ginjal sebelah kiri lebih besar dibanding dengan ginjal sebelah
kanan. Ginjal memiliki ukuran panjang ± 0-12 cm dan lebar ± 6-8 cm dan tebal 2,5 cm dengan
ukuran berat sekitar 200 gram.

(Struktur Ginjal)

Batas bagian atas ginjal kanan adalah organ hati, sedangkan batas atas ginjal kiri adalah
organ limpa. Makna batas ginjal ini, saat kita menarik nafas maka ginjal akan bergerak ke
bawah. Pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dibanding dengan ginjal perempuan. Setiap
ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks (di sebelah luar) yang mengandung semua
kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medulla di sebelah dalam
tempat sebagian besar segmen tubulus berada.
Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus proksimal, kemudian
sampai di tubulus distal, dan akhirnya hingga ke duktus pengumpul (collecting duct). Gabungan
organ glomerulus, tubulus proksimal, tubulus distal, duktus coleduktus dinamakan nefron. Satu
ginjal terdapat 1.000.000 nefron, kalau dua ginjal berarti ada sekitar 2.000.000 nefron. Lihat
gambar letak ginjal berikut :

18
Nefron terdiri dari :
1. Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent yang kemudian
bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang
terlarut dari darah yang melewatinya.
2. Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang
difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
3. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
1) Tubulus kontortus distal
2) Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahanbahan dari cairan tubuli dan
mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.
3) Ansa Henle
Ansa henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu
bagian yang menurun.

- Ureter
Ureter adalah saluran muskuler berbentuk silinder yang mengantarkan urine dari ginjal
menuju kandung kemih (buli-buli/vesica urinaria). Dalam tubuh manusia terdapat dua ureter.

19
Panjang ureter pada orang dewasa ± 25-30 cm dengan luas penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian terletak pada rongga pelvis.
Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Tunika mukosa
Adalah lapisan dari dalam keluar yang tersusun dari sel ephitelium
2. Tunika muskularis
Merupakan otot polos longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat dan anyaman
serabut elastis. Otot ini membentuk tiga stratum/lapisan yaitu, stratum longitodinal, stratum
sirkuler dan stratum longitudinal eksternum.
3. Tunika adventisia ; tersusun dari jaringan ikat longgar.

- Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ yang mengumpulkan urine yang diekskresikan organ ginjal
melalui ureter sebelum dibuang ke luar tubuh melalui uretra. Kandung kemih merupakan
kantong berongga yang terpenuhi otot-otot dan dapat digelembungkan (elastis). Kandung kemih
ini secara anatomi berada di belakang simfisis pubis. Dipersilahkan saudara melihat gambar
sistem urinaria di atas. Bagian kandung kemih terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Fundus
yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian ini terpisah dari rektum
oleh spatium rectosiikale yang terdiri dari jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis
dan prostat.
2. Korpus
yaitu bagian antara verteks dan fundus

20
3. Verteks
yaitu bagian yang maju ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

- Uretra
Uretra adalah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke lubang luar, dilapisi
membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Pada laki-
laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan
fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis yang panjangnya sekitar 20 cm. Uretra
laki-laki terdiri dari : uretra prosaria, uretra membranosa, dan uretra kavernosa.
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis. Panjangnya sekitar 3-4 cm. Lapisan
uretra pada wanita terdiri dari tunika muskularis. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagina). Uretra wanita dikelilingi oleh sfingter uretra dan
disyarafi oleh saraf pudenda. Secara seksualitas daerah di ujung uretra ini sangat sensitif karena
ada ujung-ujung syaraf pudenda. Daerah ini disebut zona erotis uretra atau titik-U.

21
B. Fisiologi Sistem Urinaria

Ginjal
Ginjal adalah organ utama dalam pembentukan dan pengeluaran urin. Sehubungan
dengan itu, ginjal juga berperan penting dalam mengatur konsentrasi hampir seluruh
substansi di cairan ekstra seluler. Dalam menjalankan fungsi tersebut ginjal memiliki 3
mekanisme:
1. Menyaring cairan yang melewati glomerulus (filtrasi)
2. Menyimpan kembali substansi yang masih berguna bagi tubuh dalam batas normal/sub-
normal (reabsorbsi)
3. Mengeluarkan substansi sisa, substansi berbahaya, dan substansi yang berlebihan di
dalam darah (eksresi)
Fungsi ginjal secara umum antara lain:
1. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh.
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus
ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah
merah (SDM) di sumsum tulang
6. Hemostasis, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
(Guyton, 2014)

Proses Pembentukan dan Pengeluaran Urin

1. Filtrasi Glomerulus
Proses pertama dalam pembentukan urine adalah proses filtrasi yaitu proses
perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke kapsula bowman dengan menembus
membrane filtrasi. Membrane filtrasi terdiri dari 3 bagian utama yaitu: sel endotelium
glomerulus, mebran basalis, dan epitel kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus bersifat lebih permeable dibanding bagian tubuh
lainnya. Dinding kapiler tersebut permeable terhadap air dan molekul kecil tetapi tidak
permeable terhadap protein plasma dan etitrosit. Oleh karena itu dalam keadaan normal

22
protein plasma (albumin) dan eritrosit tersaring di glomerulus. Tekanan darah di kapiler
glomerulus juga lebih tinggi yaitu sekitar 70mmHg. Filtrasi cairan juga bergantung pada
perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik di sekitar dinding kapiler.

Gambar 1. Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus. (Sherwood,


2013)

Hasil penyaringan di glomerulus akan menghasilkan urin primer yang memiliki


kandungan elektrolit, kristaloid, ion CL, ion HCO3, garam-garam, glukosa, natrium,
kalium dan asam amino.
Glomerulo Filtration Rate (GFR)
GFR atau disebut juga Laju Filtrasi Glomerulus adalah rata rata kecepatan volume
cairan yang filtrasi di glomerulus ginjal. GFR dapat digunakan sebagai indikator untuk
menilai derajat fungsi ginjal dan gangguan yang terjadi pada ginjal. laju filtrasi
glomerulus (LFG) tidak hanya bergantung pada tekanan filtrasi neto tetapi juga pada
seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi dan seberapa
permeabel membran glomerulus. Sifat-sifat membran glomerulus ini secara kolektif
disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf).

Gambar 2. Rumus GFR (Sherwood, 2013)


23
Dalam kondisi normal, GFR dikedua ginjal berkisar 125ml/menit atau sekitar
180L/24 jam. Bila tekanan darah meningkat, maka tekanan hidrostatik glomerulus juga
meningkat dan meningkatkan GFR yang akhirnya meningkatkan jumlah urin. Sebaliknya,
bila tekanan darah menurun makan GFR menurun dan akan menurunkan produksi urin.

Gambar 3. Refleks baroreseptor memengaruhi LFG dalam regulasi jangka-


panjang tekanan darah arteri (Sherwood, 2013)

2. Reabsorbsi
Setelah filtrat terbentuk, tubulus menangani setiap bahan secara tersendiri
sehingga meskipun konsentrasi semua konstituen di filtrat glomerulus awal identik
dengan konsentrasinya di plasma (kecuali protein plasma), konsentrasi berbagai
konstituen mengalami perubahan bervariasi sewaktu cairan filtrat mengalir melalui
sistem tubulus. Lebih dari 99% plasma yang terfiltrasi dikembalikan ke darah melalui
reabsorpsi. Secara rerata, 124 mL dari 125 mL yang terfiltrasi per menit direabsorpsi.
Reabsorbsi cairan di tubulus melalui 2 mekanisme yaitu transport aktif dan difusi
osmosis.
Proses penting yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi adalah
reabsorpsi aktif Na+ yang dijalankan oleh suatu pembawa Na+-K+ ATPase dependen-
energi di membran basolateral sel tubulus. Transpor Na+ keluar sei ke ruang lateral

24
antara sel-sel oleh pembawa ini menyebabkan reabsorpsi neto Na+ dari lumen tubulus ke
plasma kapiler peritubulus. (Sherwood, 2013)
Reabsorpsi aktif Na+ juga mendorong reabsorpsi pasif (melalui gradien listrik),
H20 (melalui osmosis), dan urea (menuruni gradien konsentrasi urea yang tercipta akibat
reabsorpsi osmotis ekstensif H20). Enam puluh lima persen H20 yang difiltrasi
direabsorpsi dari tubulus proksimal tanpa diatur, didorong oleh reabsorpsi aktif Na+.
Reabsorpsi H20 meningkatkan konsentrasi bahan-bahan lain yang tertinggal di cairan
tubulus, yang sebagian besar adalah produk sisa yang terfiltrasi. Molekul- molekul urea
yang kecil adalah satu-satunya produk sisa yang dapat secara pasif menembus membran
tubulus. Karena itu, urea adalah satu-satunya bahan sisa yang secara parsial direabsorpsi
(50%) karena mengalami pemekatan.
3. Sekresi
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari
kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini adalah rute kedua bagi bagi
masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, dengan yang pertama adalah melalui
filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan
dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma
yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah
ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.
Sistem sekresi terpenting adalah:
1. H+ (membantu meregulasi keseimbangan asam-basa)
2. K+ (menjaga konsentrasi plasma pada kadar yang sesuai untuk mempertahankan
eksitabilitas membran jantung, otot, dan saraf)
3. ion organik, (melaksanakan eliminasi senyawa organik asing dari tubuh dengan lebih
efisien.)
H+ disekresikan di tubulus proksimal, distal, dan koligentes. K+ disekresikan
hanya ditubulus distal dan koligentes di bawah kendali aldosteron. lon organik hanya
disekresikan di tubulus proksimal.

25
Gambar 4. Proses-proses Dasar di Ginjal (Sherwood, 2013)

4. Eksresi urin
Ekskresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh dalam urine. Semua
konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan, tetapi tidak direabsorpsi akan tetap
di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urine dan
dikeluarkan dari tubuh. Dari 125 mL/mnt fltrat yang terbentuk di glomerulus,
normalnya hanya 1 mU/mnt yang tersisa di tubulus untuk diekskresikan di urine. Hanya
zat sisa dan kelebihan elektrolit yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang tertinggal, larut
dalam H20 dalam volume tertentu untuk dieliminasi melalui urine. Karena bahan yang
diekskresikan dikeluarkan atau "dibersihkan" dari plasma, istilah bersihan plasma
merujuk kepada volume plasma yang dibersihkan dari suatu bahan setiap menit oleh
aktivitas ginjal.

Ureter
Masing-masing dari dua ureter mengangkut urin dari pelvis ginjal satu ginjal ke
kandung kemih. Kontraksi peristaltik dinding otot ureter mendorong urin menuju
kandung kemih, tetapi tekanan hidrostatik dan gravitasi juga berkontribusi. Gelombang
peristaltik yang lewat dari pelvis ginjal ke kandung kemih bervariasi dalam frekuensi dari

26
satu sampai lima per menit, tergantung pada seberapa cepat urin terbentuk. Saat kandung
kemih terisi dengan urin, tekanan di dalamnya menekan lubang miring ke dalam ureter
dan mencegah aliran balik urin. Ketika katup fisiologis ini tidak bekerja dengan baik,
mikroba dapat berjalan ke ureter dari kandung kemih untuk menginfeksi satu atau kedua
ginjal (Tortora & Derrickson, 2012).

Vesika Urinaria (Kandung Kemih)


Vesika urinaria berfungsi sebagai tempat penampungan urin sementara sebelum
keluar melalui uretra. Urin masuk ke vesika urinaria secara terus menerus melalui 2 pintu
masuk (muara ureter) yang selalu terbuka. Pada pintu keluar vesika urinaria yang
berhubungan dengan uretra terdapat 2 otot yang selalu berkontraksi dan hanya relaksasi
saat miksi/buang air kecil (BAK). Kedua otot tersebut adalah:
1. Otot spinkter interna yang dikontrol susunan saraf otonom (bawah sadar)
2. Otot spinkter eksterna yang dikontrol susunan saraf volunter (sadar)

Ketika volume urin di kandung kemih melebihi 200- 400 mL, tekanan di dalam
kandung kemih meningkat pesat, dan reseptor regangan di dindingnya mengirimkan
impuls saraf ke sumsum tulang belakang. Impuls ini merambat ke pusat berkemih di
segmen sumsum tulang belakang sakral S2 dan S3 dan memicu refleks tulang belakang
yang disebut refleks berkemih (Tortora & Derrickson, 2012). Kemudian timbul stimulasi
saraf efferent yang menyebabkan dinding vesika urinaria kontraksi dan otot spinkter
interna relaksasi.

Sedangkan otot spinkter eksterna baru akan relaksasi ketika berada dalam situasi yang
tepat (dikendalikan secara sadar). Pada bayi dan lansia fungsi saraf volunter belum/tidak
berfungsi dengan baik sehingga mereka tidak dapat mengatur diri kapan dan dimana
BAK dengan benar (Guyton, 2014).

27
Gambar 5. Kontrol Refleks dan Volunter Berkemih (Sherwood, 2013)
Uretra
Uretra adalah tabung kecil yang mengarah dari lubang uretra internal di dasar
kandung kemih ke bagian luar tubuh. Pada pria dan wanita, uretra adalah bagian terminal
dari sistem kemih dan saluran untuk mengeluarkan urin dari tubuh. Pada pria, uretra
berfungsi untuk mengeluarkan air mani (cairan yang mengandung sperma) juga (Tortora
& Derrickson, 2012).

28
2. Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)
A. Definisi

Batu ginjal terbentuk di dalam ginjal, dan ini disebut nefrolitiasis.Urolitiasis adalah
suatu kondisi yang terjadi ketika batu-batu ini keluar dari pelvis ginjal dan pindah ke sisa
sistem pengumpul urin, yang meliputi ureter, kandung kemih, dan uretra. Banyak pasien
dengan urolitiasis dapat dikelola dengan manajemen hamil, analgesik, dan obat anti-
emetik; namun, batu yang berhubungan dengan obstruksi, gagal ginjal, dan infeksi
memerlukan intervensi yang semakin kritis.

Urolithiasis merupakan suatu kondisi dimana terbentuk batu berupa kristal yang
mengendap dari urin dalam saluran kemih individu (Mehmed & Ender, 2015). Yang
meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra (SMF Urologi, 2010). Batu saluran kemih
pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat,
magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya.
Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif (Purnomo, 2014).

Batu Saluran Kemih (BSK) merupakan suatu kondisi terdapat batu di dalam saluran
kemih yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam urin seperti
kristal. Kristal yang dikeluarkan melalui urin dalam jumlah yang berlebihan dan
menumpuk dalam waktu lama dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, dan infeksi. BSK digolongkan menjadi batu ginjal, batu ureter, batu kandung
kemih, dan batu uretra. BSK sebagian besar mengandung batu kalsium berupa kalsium
oksalat atau kalsium fosfat, secara bersama dapat dijumpai 65-85% dari keseluruhan BSK
(Purnomo, 2010).

Batu saluran Kemih merupakan penyakit yang sering di Indonesia.Batu saluran


kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padatpada saluran kencing yang
berbentukkarena faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bias
berbentuk dari berbagai senyawa,misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam
urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo.EdanPranata, 2014:hal111).

29
Klasifikasi Urolithiasis

Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu saluran
kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu:

1. Nefrolithiasis (batu di ginjal)


Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu didalam pelvis atau
kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan matriks organik (Fauzi &
Putra, 2016).
2. Ureterolithiasis (batu ureter)
Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti, gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian
Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).
3. Vesikolithiasis (batu kandung kemih).
Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung kemih. Hal
ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal urine
mengendap dikandung kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian Soeselo,
Christopher Kusumajaya, 2020).

Urolithiasis adalah suatu kondisi di mana dalam saluran kemih individu


terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015).
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada beberapa
penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:
(Prabawa & Pranata, 2014):

1. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

2. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter

3. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

4. Uretrolithisai disebut sebagai batu pada uretra

30
B. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan


aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yakni faktor
intrinsik suatu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. (Purnomo, 2014).

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya geografi pada beberapa daerah


menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain
sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih, iklim dan
temperature., kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih, diet banyak purin, oksalat,
dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih, penyakit ini sering
dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau
sedentary life (Hasiana, 2014).

Kelainan metabolisme seperti hiperkalciuria, hipoktraturia, hiperoksaluria,


hiperurikosuria, dan diatesesis asam urat dapat mengubah komposisi atau saturasi urin
sehingga dapat meningkatkan pembentukan batu. Setiap disfungsi seluler yang dapat
mempengaruhi berbagai ion urin dan zat lain juga dapat mempengaruhi kejenuhan Ca
oksalat dan kristalisasi di ginjal (Goswami et al., 2014).

Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk


diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan
aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko
kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-buli neurogenik

31
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Prabowo
& Pranata, 2014).

Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam pembentukan batu saluran kemih
adalah sebagai berikut:

1. Teori Nukleasi Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu
yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh yang
lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan
tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi
kristalisasi.
2. Teori Matriks Batu Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu
penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk
matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin
dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Inhibisi yang Berkurang Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau
berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem
urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah
terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi
mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat
tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).

Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk
ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi)
(Boyce, 2010; Moe, 2006)

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor
endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa

32
dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu,
sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air
mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat
ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin
dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang tinggi,
kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu (Boyce, 2010; Corwin,
2009; Moe, 2006)

C. Epidemiologi

Pada negara maju seperti Amerika Serikat ditemui sekitar 5-10% penduduknya
pernah menderita penyakit urolithiasis. Angka kejadian urolithiasis diperkirakan 13%
pada laki-laki dewasa dan 7% pada wanita dewasa.
Data di Indonesia menunjukkan urolithiasis merupakan penyakit kedua terbanyak
setelah infeksi saluran kemih dan penyakit terbanyak di antara penyakit-penyakit yang
memerlukan tindakan di bidang urologi.
Pada urolithiasis, 7-10 dari 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit. Penyakit ini
merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih
dan pembesaran prostat benigna. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan
yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia 40- 50 tahun.

D. Faktor Risiko

Terjadinya pembentukan batu saluran kemih berkaitan dengan adanya kejadian


kekambuhan sebelumnya dan hal tersebut sangat penting dalam tata laksana farmakologi
dan perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Sekitar 50% pembentukan
batu saluran kemih juga dapat ditemukan kekambuhannya setidaknya 1 kali dalam
seumur hidup. Faktor risiko terjadinya pembentukan batu antara lain, terjadinya BSK di
usia muda, faktor keturunan, batu asam urat, batu akibat infeksi, hiperparatiroidisme,
sindrom metabolik, dan obat-obatan.

33
Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut faktor resiko.
Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor
resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat
diubah antara lain: umur atau penuaan, jenis kelamin, riwayat keluarga, penyakit-
penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.

1) Jenis Kelamin Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81%
dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya adalah adanya
peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada laki-
laki dalam pembentukan batu (Vijaya, et al., 2013). Selain itu, perempuan memiliki
faktor inhibitor seperti sitrat secara alami dan pengeluaran kalsium dibandingkan lakilaki
(NIH 1998-2005 dalam Colella, et al., 2005; Heller, et al., 2002).
2) Umur Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila
dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi (Portis &
Sundaram, 2001). Rata-rata pasien urolithiasis berumur 19-45 tahun (Colella, et al., 2005;
Fwu, et al., 2013; Wumaner, et al., 2014).
3) Riwayat Keluarga Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien
(25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah
mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan
membentuk menjadi batu atau calculi (Colella, et al., 2005).
4) Kebiasaan diet dan obesitas Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat
ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu
(Brunner & Suddart, 2015). Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak
bersih, ascorbic acid (vitamin C) juga dapat memacu pembentukan batu (Colella, et al.,
2005; Purnomo, 2012).
Peningkatan ukuran atau bentuk tubuh berhubungan dengan resiko urolithiasis, hal ini
berhubungan dengan metabolisme tubuh yang tidak sempurna (Li, et al., 2009) dan
tingginya Body Mass Index (BMI) dan resisten terhadap insulin yang dapat dilihat
dengan adanya peningkatan berat badan dimana ini berhubungan dengan penurunan pH
urin (Obligado & Goldfarb, 2008). Penelitian lain juga dilakukan oleh Pigna, et al.,

34
(2014) tentang konten lemak tubuh dan distribusi serta faktor resiko nefrolithiasis
menyatakan bahwa rata-rata reponden memiliki berat badan 91,1 kg dengan rata-rata
lemak total 24,3 kg. Berdasarkan pemeriksaan pH urin dan SI asam urat dalam 24 jam
serta pengukuran adiposa di berbagai bagian tubuh didapatkan bahwa lemak tubuh sangat
erat hubungannnya dengan pembentukan batu asam urat dibanding berat badan total dan
BMI yang rendah, hal ini dapat dikarenakan adanya kebiasaan yang buruk dalam
mengontrol diet. Colella, et al., (2005) menyatakan kebiasaan makan memiliki
kemungkinan berhubungan dengan status sosial diatas rata-rata terhadap kejadian
urolithiasis.
5) Faktor lingkungan Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak geografis
dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis lebih tinggi
daripada daerah lain (Purnomo, 2012). Urolithiasis juga lebih banyak terjadi pada daerah
yang bersuhu tinggi dan area yang gersang/ kering dibandingkan dengan tempat/ daerah
yang beriklim sedang (Portis & Sundaram, 2001). Iklim tropis, tempat tinggal yang
berdekatan dengan pantai, pegunungan, dapat menjadi faktor resiko tejadinya urolithiasis
(Colella, et al., 2005).
6) Pekerjaan Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi
serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan
dan merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu karena adanya penurunan
jumlah volume urin (Colella, et al., 2005). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya
urolithiasis, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang teratur bisa mengurangi resiko
terjadinya batu asam urat, sedangkan aktivitas fisik kurang dari 150 menit per minggu
menunjukkan tingginya kejadian renal calculi seperti kalsium oksalat dan asam urat
(Shamsuddeen, et al., 2013).
7) Cairan Asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake cairan
inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis
karena hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran urin/ volume urin (Domingos &
Serra, 2011). Kemungkinan lain yang menjadi penyebab kurangnya volume urin adalah
diare kronik yang mengakibatkan kehilangan banyak cairan dari saluran gastrointestinal
dan kehilangan cairan yang berasal dari keringat berlebih atau evaporasi dari paru-paru
atau jaringan terbuka. (Colella, et al., 2005). Asupan cairan yang kurang dan tingginya

35
kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden urolithiasis
(Purnomo, 2012).
8) Co-Morbiditi Hipertensi berhubungan dengan adanya hipositraturia dan hiperoksalauria
(Kim, et al., 2011). Hal ini dikuatkan oleh Shamsuddeen, et al., (2013) yang menyatakan
bahwa kalsium oksalat (34,8%), asam urat (25%) dan magnesium (42,9%) pada pasien
hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya urolithiasis dan pada umumnya diderita
pada perempuan (69%).

Tabel Faktor Risiko Tinggi Pembentukan Batu

1. Faktor Umum

2. Penyakit yang Berhubungan dengan Batu

3. Kelainan Genetik yang Berhubungan dengan Pembentukan Batu

4. Abnormalitas Anatomis yang Berhubungan dnegan Pembentukan Batu

36
E. Patofisiologi

Urolithiasis terjadi ketika kristal batu yang terdiri dari supersaturasi urin hadir dalam
konsentrasi tinggi dan mulai berkumpul dan mengkristal dalam parenkim ginjal,
membentuk batu ginjal.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urine.
Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan
fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal
dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu
sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas
hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya
jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasanya asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine
bersifat basa.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi)
yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih.

37
Jika batu menyebabkan obstruksi dan meyebabkan tidak memungkinkannya urin
keluar melalui ureter, hidronefrosis dapat terjadi akibat dilatasi pada ureter bagian atas
dan pelvis ginjal. Batu di dalam ureter akan menimbulkan nyeri karena saat melewati
ureter terjadi peningkatan tegangan ureter dan hidronefrosis yang akan menyebabkan
pelepasan prostaglandin, yang mengakibatkan nyeri kolik yang terkait dengan kondisi
tersebut.
Nukleasi dan pertumbuhan kristal merupakan faktor kunci dalam produksi semua
jenis batu ginjal. Nukleasi adalah ketika kristal mulai bergabung bersama untuk memulai
pembentukan batu. Supersaturasi urin dengan bahan organik yang berkontribusi pada
pembentukan batu adalah kekuatan pendorong mekanisme ini.
Ada dua teori, yaitu partikel bebas dan partikel tetap, yang menjelaskan pertumbuhan
dan agregasi kristal. Mekanisme partikel bebas menyatakan bahwa kristal akan
bertambah besar dan beragregasi di dalam urin tubulus. Agregat ini membesar dan
menghalangi aliran urin dari l lubang tubulus, yang mendorong pembentukan batu yang
lebih kecil. Atau, mekanisme partikel tetap yang menyatakan bahwa batu yang terbentuk
menempel pada plak kalsifikasi yang disebut plak randall. Plak ini berakar jauh di dalam
membran basal lengkung Henle.

F. Manifestasi Klinik

Terlepas dari jenis batunya, pasien datang dengan serangkaian gejala yang serupa,
mulai dari tanpa gejala hingga sakit kritis. Gejalanya meliputi onset tiba-tiba hingga
bertahap, nyeri perut/pinggang kolik unilateral yang sering berkurang/menghilang,
hematuria (90% mikroskopis), mual, muntah, dan demam.
Pada kasus yang parah, batu dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih dan/atau
dapat menjadi sumber sepsis. Pada pasien ini, gejalanya lebih parah dan termasuk
kebingungan ringan hingga obtundasi sekunder akibat kelainan metabolik yang parah.
Pada pasien dengan infeksi berat atau sepsis, ketidakstabilan hemodinamik sering terjadi.
Saat batu turun ke ureter, nyeri dapat turun ke perut sesuai dengan lokasi batu dengan
disuria, urgensi, dan frekuensi terkait. Sekitar 30% pasien akan melaporkan hematuria.
Pasien akan mengalami mual dan muntah karena adanya persarafan yang saling

38
terkoneksi antara ginjal dan saluran gastrointestinal. Demam biasanya tidak ada, kecuali
jika berhubungan dengan infeksi.
Nyeri akibat batu saluran kemih dapat dijelaskan lewat dua mekanisme: (1) dilatasi
sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan (2) iritasi lokal dinding ureter atau
dinding pelvis ginjal disertai edema dan pelepasan mediator sakit.

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis

Pasien dengan batu ureter biasanya datang dengan,


1. Nyeri pinggang / colic flank pain dengan radiasi pada bagian tubuh tertentu
2. Keluarnya batu ketika berkemah
3. Nyeri saat berkemih
4. Mual dan muntah
5. Demam parah
6. Hematuria
7. Memungkinkan juga tanpa gejala.

Klinisi akan melakukan pemeriksaan fisik dengan cara palpasi,

1. Bimanual Palpation / Ballotement Test = menentukan pembesaran ginjal


2. CVA Percussion (Costo-Vetrebrae-Angle) = Bila nyeri pada pemeriksaan Ketok CVA
manggambarkan adanya inflamasi dan infeksi ginjal.

Pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk dilakukan pada evaluasi awal pasien suspek
urolitiasis adalah sebagai berikut:

1. Urinalisis dengan mikroskop (dapat menunjukkan adanya darah atau + hematuria


mikroskopis, +/-leukosit esterase, +/- nitrit + WBC), complete blood count
(Leukosit), renal function test (ureum dan kreatinin), HCG urin (semua wanita usia
reproduksi), CBC, CMP, asam laktat, lipase, amilase, kultur darah (jika pasien
memiliki kriteria +SIRS).

39
2. Ultrasonografi ginjal adalah metode yang dapat digunakan untuk menilai urolitiasis
dan merupakan studi pencitraan awal yang ideal pilihan pada pasien untuk
menghindari radiasi. Bentuk pencitraan ini akan mengidentifikasi batu di dalam
ginjal, pyeloureteric, dan vesicoureteric junctions, dan mengidentifikasi hidronefrosis
sekunder akibat urolitiasis obstruktif. Doppler jet juga dapat digunakan untuk menilai
aliran urin. Sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% pada pemeriksaan batu ureter. Batu
akan tampak ekogenik (putih terang) pada USG. Akan terbentuk seperti Mickey
Mouse Sign pada ginjal untuk penilaian hidronephrosis.
3. X-ray ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB) dapat digunakan untuk menilai batu
radiopak (kalsium fosfat dan oksalat), bukan untuk batu radiolusen (asam urat dan
sistin), dan memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 80-87%. Pada Xray, batu dinilai
dari lokasi dan ukurannya. Meskipun hasil rendah dalam kondisi akut, KUB paling
membantu dalam memantau pertumbuhan batu dari waktu ke waktu.
4. BNO IVP, pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria dengan kontras. Digunakan
untuk memeriksa kelainan anatomi dan fungsi dari saluran urologi. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 87% dan spesifitas 94% Namun, hati-hati dalam pemilihan
pemeriksaan ini, karena memiliki kontraindikasi pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal dan alergi pada contras. Pemeriksaan ini juga memiliki
komplikasi Contrast Induced Nephropathy.
5. CT abdomen/panggul tanpa kontras menjadi studi pilihan ideal untuk menilai
ureterolithiasis jika pasien dapat mentoleransi radiasi, dengan sensitivitas 97% dan
spesifisitas 95%. Ada kemungkinan bahwa batu yang berukuran kurang dari 3 mm
mungkin tidak terdeteksi pada pencitraan CT. CT akan memberikan visualisasi dari
setiap jenis batu dengan melihat densitas batu, kecuali batu yang terbentuk akibat
pengobatan HIV (protease inhibitor). CT scan juga berguna karena dapat membantu
memprediksi respons terapeutik terhadap extracorporeal shock wave lithotripsy
(ESWL), karena batu yang memiliki atenuasi yang lebih tinggi pada CT kemungkinan
akan memerlukan peningkatan shock dan respons yang kurang berhasil terhadap
pengobatan itu sendiri. BMI pasien harus dipertimbangkan ketika memilih dosis
standar atau dosis rendah pada CT, dan pedoman saat ini menyatakan bahwa CT scan
dosis rendah tidak dianjurkan untuk pasien dengan BMI lebih dari 30.

40
6. MRI adalah pilihan lain untuk pencitraan urolitiasis. Ini lebih baik dalam sensitivitas
98% dan spesifisitas 95% daripada USG dan KUB Xray tetapi lebih rendah daripada
CT. MRI dapat diandalkan untuk menentukan hidronefrosis, tetapi batu mungkin
tidak selalu divisualisasikan karena bergantung pada identifikasi kalsifikasi dan
rongga sinyal. Manfaat MRI adalah menyediakan pencitraan 3D tanpa radiasi, dan
merupakan pilihan pencitraan lini kedua yang baik untuk pasien hamil dan anak-anak
untuk digunakan sebagai tambahan pada ultrasound. Kontra MRI sehubungan dengan
diagnosis urolitiasis adalah bahwa itu tiga kali lebih mahal dari CT, memakan waktu,
dan tidak tersedia di UGD di mana sebagian besar pasien akan datang.

Pilihan modalitas pencitraan dapat dipilih dengan memperhatikan faktor-faktor


seperti kebiasaan tubuh pasien, keadaan hamil, biaya, dan pertimbangan paparan
radiasi.

Diagnosis Banding

Berikut ini adalah beberapa perbedaan penting yang harus dipertimbangkan pada
pasien dengan ciri-ciri yang disebutkan pada skor STONE, sebagai berikut:

1. Infeksi saluran kemih bagian bawah


2. Pyelonephritis
3. Abses ginjal
4. Aneurisma arteri ginjal
5. Appendicitis
6. Divertikulitis
7. Iskemia mesenterika
8. Pankreatitis
9. Kolesistitis
10. Obstruksi usus halus
11. Ovarium Torsion
12. Dysmenorrhea
13. Kehamilan ektopik
14. Aborsi spontan

41
15. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
16. Konstipasi

H. Komplikasi

Komplikasi pada kejadian urolithiasis, termasuk

1. Acute Renal Failure Secondary


2. Urophaty Obstruction
3. Anuria
4. Infeksi saluran kemih dengan obstruksi ginjal
5. Urosepsis

I. Tata Laksana

Prinsip Terapi Umum Batu Saluran Kemih

Keputusan untuk memberikan tata laksana batu pada saluran kemih bagian atas dapat
berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi umum untuk mengatasi
gejala batu saluran kemih adalah pemberian analgesik harus diberikan segera pada pasien
dengan nyeri kolik akut. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol
dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat pilihan pertama pada
pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik dibandingkan opioid. Obat
golongan NSAID yang dapat diberikan antara lain diklofenak, indometasin, atau ibuprofen.
Pada pasien yang belum diketahui fungsi ginjalnya, pemberian analgetika sebaiknya bukan
NSAID, utamanya bila ada riwayat tindakan untuk untuk batu yang berulang dan
komorbiditas diabetes mellitus.

Pada pasien dengan batu ureter yang diharapkan dapat keluar secara spontan, maka
pemberian NSAID baik tablet maupun supositoria (seperti natrium diklofenak 100-150
mg/hari selama 3-10 hari) dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko nyeri berulang.
Walaupun diklofenak dapat memperburuk fungsi ginjal pada pasien yang sudah terganggu
fungsi ginjalnya, namun tidak berpengaruh pada pasien yang masih memiliki fungsi ginjal
yang normal. Pemberian obat golongan α-blocker, juga dapat menurunkan episode nyeri,

42
namun masih terdapat kontroversi pada beberapa literatur. Pemberian obat simtomatik
segera diikuti dengan terapi desobstruksi drainase dan atau terapi definitif pada batu saluran
kemih. Untuk pasien batu ureter simptomatik, pengangkatan batu segera merupakan tata
laksana pertama apabila memungkinkan.

Tata Laksana Spesifik Batu Ureter

a. Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Batu ureter < 5 mm bisa
keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa :

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk
observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan.

Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam waktu
40 hari dengan ukuran batu hingga 4 mm. Observasi juga dapat dilakukan pada pasien
yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal,
kelainan anatomi saluran ureter).

b. Terapi Farmakologi

Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu


diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu dipertimbangkan
beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi. Apabila timbul komplikasi
seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal, dan kelainan anatomi di ureter
maka terapi perlu ditunda. Penggunaan α-blocker sebagai terapi ekspulsi dapat
menyebabkan efek samping seperti ejakulasi retrograd dan hipotensi. Pasien yang
diberikan α-blocker, penghambat kanal kalsium (nifedipin), dan penghambat PDE-5

43
(tadalafil) memiliki peluang lebih besar untuk keluarnya batu dengan episode kolik yang
rendah dibandingkan tidak diberikan terapi. Terapi kombinasi penghambat PDE-5 atau
kortikosteroid dengan α-blocker tidak direkomendasikan. Obat α-blocker menunjukkan
secara keseluruhan lebih superior dibandingkan nifedipin untuk batu ureter distal. Terapi
ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu ureter,
khususnya batu ureter distal ≥5 mm. Beberapa studi menunjukkan durasi pemberian
terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum ada data yang mendukung untuk
interval lama pemberiannya.

Indikasi Pengangkatan Batu Ureter secara Aktif

Indikasi untuk pengeluaran batu ureter secara aktif antara lain:

• Kemungkinan kecil batu keluar secara spontan;


• Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat;
• Obstruksi persisten;
• Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney); atau
• Kelainan anatomi ureter

c. Pilihan Prosedur untuk Pengangkatan Batu Ureter secara Aktif

Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas batu (stone-free rate) pada batu
ureter, perbandingan antara URS dan SWL memiliki efikasi yang sama. Namun, pada
batu berukuran besar, efikasi lebih baik dicapai dengan menggunakan URS. Meskipun
penggunaan URS lebih efektif untuk batu ureter, namun memiliki risiko komplikasi lebih
besar dibandingkan SWL. Namun, era endourologi saat ini, rasio komplikasi dan
morbiditas secara signifikan menurun.

Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)

Keberhasilan SWL tergantung pada kemanjuran lithotripter dan faktor-faktor berikut:

• ukuran, lokasi (ureteral, pelvis atau kaliks), dan komposisi (kekerasan) batu

• habitus pasien

44
• kinerja SWL

SWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip dari SWL
adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di
luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang
kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar supaya bisa
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.

Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai
beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat
monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk
mungkin akan kesulitan. Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan
terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Ureteroscopy (retrograde and antegrade)

URS adalah prosedur spesialistik minimal invasif dengan menggunakan alat ureteroskop,
berupa selang teropong endoskopi semi rigid atau fleksibel berukuran kurang dari 30
mm yang dilengkapi lensa pada ujungnya. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu
ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Keterbatasan URS adalah tidak
bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas.

d. Tatalaksana Operasi Laparoskopi untuk Batu Ureter

Hanya sedikit studi yang melaporkan pengeluaran batu ureter secara laparoskopik.
Prosedur tersebut biasanya dilakukan untuk beberapa kasus khusus seperti batu ureter
proksimal yang sangat besar sebagai alternatif URS atau SWL. Jika terdapat ahli urologi

45
yang memadai, ureterolitotomi per laparoskopi dapat dilakukan pada batu ureter
proksimal besar sebagai alternatif dari URS atau SWL.

J. Prognosis

Kebanyakan pasien dengan urolitiasis memiliki prognosis yang sangat baik.

Batu yang memiliki gejala asimtomatik / calyceal stone (non-struvite) biasanya tidak
memerlukan intervensi akut dan dapat dipantau dari waktu ke waktu dengan evaluasi rutin
melalui USG atau KUB (Kidney, Ureter, Bladder X-ray).

Batu yang berukuran kurang dari 5-6 mm biasanya dapat keluar secara spontan dan
dapat diobati dengan manajemen medis (obat anti-emetics, analgesia, peningkatan asupan
cairan oral, dan alpha-receptor antagonists [seperti, tamsulosin]). Pasien dengan batu kecil
harus dikonseling tentang modifikasi faktor risiko untuk mencegah kekambuhan batu
berulang.

Batu yang lebih besar mungkin memerlukan teknik yang lebih invasif seperti
extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), percutaneous nephrolithotomy, atau
kombinasi keduanya. Pasien-pasien ini memiliki prognosis yang baik dan harus diberi
konseling tentang manajemen faktor risiko.

Batu yang terinfeksi memiliki prognosis yang baik jika dilakukan intervensi akut dini,
termasuk antibiotik, stabilisasi hemodinamik, dan intervensi untuk menghilangkan batu
sepsis.

K. Pencegahan dan Edukasi

Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih
adalah pencegahan atau menghindari terjadinya kekambuhan. Angka kekambuhan batu
saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% tahun dalam 10 tahun (Purnomo,
2012).

Pencegahan dilakukan berdasarkan kandungan dan unsur yang menyusun batu saluran
kemih dimana hasil ini didapat dari analisis batu (Lotan, et al., 2013). Tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet makanan, cairan dan aktivitas serta perawatan

46
pasca operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi. Beberapa tindakan gaya
hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan urolithiasis adalah:

1. Cairan

Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang bukan disebabkan
karena infeksi bakteri adalah dengan meningkatkan konsumsi air. Peningkatan konsumsi
air setiap hari dapat mengencerkan urin dan membuat konsentrasi pembentuk urolithiasis
berkurang. Selain itu, saat mengkonsumsi makanan yang cenderung kering hendaknya
mengkonsumsi air yang banyak. Konsumsi air sebanyak-banyaknya dalam satu hari
minimal 8 gelas atau setara dengan 2-3 liter per hari (Lotan, et al., 2013)

2. Makanan

a. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti daging) untuk
menurunkan oksalat dalam urin dan resiko pembentukan batu oksalat (Maalouf, et al.,
2010).
b. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan kadar asam urat
dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat (Maalouf, et al., 2010).
c. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena dapat meningkatkan
rasa haus, selain itu garam akan mengambil banyak air dari dalam tubuh sehingga tubuh
akan mengalami dehidrasi tanpa disadari. Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi
garam hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak air yang berfungsi untuk
melarutkan garam yang ada di dalam tubuh (Maalouf, et al., 2010).
d. Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di usus dan dengan demikian akan
menurunkan kadar oksalat dalam urin

3. Aktivitas

Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya urolithiasis. Tingginya


aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan cairan yang seimbang maka ada
kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya pembentukan batu, latihan fisik seperti
treadmill atau aerobic ini dapat dilakukan selama 1 jam/hari selama 5 hari atau dapat

47
melakukan olahraga lari selama 20 meter/menit selama 5 hari (Shamsuddeen, et al.,
2013).

L. SKDI

3) Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien dalam konteks penilaian mahasiswa. Lulusan dokter
mampu menentukan usulan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya.

3. Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK KEADAAN UMUM DAN TANDA VITAL

Keadaan Umum : gelisah dan tidak bisa diam (tampak kesakitan) TD : 120/ 80 mmHg, Nadi 99
x/menit, RR: 26 x/menit Temp: 38 derajat Celcius

A. Interpretasi

No Pemeriksaan Nilai Nilai Normal Interpretasi


Fisik

1 Keadaan Umum Gelisah dan tidak bisa diam (tampak (-) Abnormal
kesakitan)

2 Tekanan Darah 120 / 80 mmHg <120 / <80 Normal


mmHg

4 Nadi 99 kali / menit, 60 – 100 kali / Normal

48
5 Pernapasan 26 kali / menit 16-24 kali / Abnormal
menit

6 Suhu 38℃ 36,6°C-37,2°C Abnormal

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien dapat dinilai dengan melakukan inspeksi pada anamnesis.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dari inspeksi tersebut adalah kesan penampakan sakit,
kesadaran, status gizi, pucat, sianosis, icterus, terdapatnya dismorfia, wajah yang khas.
Kemudian perhatikan juga sikap pasien ketika berbaring apakah gelisah atau tenang dan
kooperatif. Selain itu, perhatikan juga apakah terdapat gerakan involunter, tremor, maupun
kelemahan gerak badan. Perhatikan juga cara pasien berjalan, duduk, maupun berbaring
karena umumnya pasien akan mencari posisi yang nyaman.
2. Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sphygmomanometer dan stestoskop untuk mendengar denyut nadi. Sebelum mengukur
tekanan darah, lakukan beberapa langkah untuk memastikan bahwa pengukuran akan tepat.
Teknik yang benar merupakan hal penting dan mengurangi variabilitas inheren dari pasien
atau pemeriksa, alat, dan prosedur itu sendiri Pada situasi yang ideal, minta pasien untuk
berhenti merokok atau minum minuman berkafein 30 menit sebelum pengukuran tekanan
darah. Berikut adalah langkah-langkah untuk memastikan keakuratan pengukuran tekanan
darah
• Pastikan bahwa ruang periksa tenang dan cukup hangat.
• Minta pasien untuk duduk tenang selama paling sedikit 5 menit di atas kursi
dengan kaki di lantai, dan bukan duduk di tempat tidur/meja periksa.
• Pastikan bahwa lengan yang dipilih bebas dari pakaian. Tidak boleh terdapat
fistula arteriovena untuk dialisis, jaringan parut akibat pengirisan arteri brakialis
sebelumnya, atau tanda-tanda limfedema.
• Palpasi arteri brakialis untuk memastikan bahwa denyutnya teraba.

49
• Letakkan lengan sedemikian sehingga arteri brakialis, di lipat antekubiti, berada
setinggi jantung—sekitar sela iga ke-4 pada pertemuannya dengan sternum.
• Jika pasien duduk, letakkan lengan di atas meja sedikit lebih tinggi dari pinggang
pasien, cobalah topang lengan pasien di ketinggian pertengahan dada.

Berikut adalah interpretasi pengukuran tekanan darah menurut kriteria JNCVII yang
diimplementasikan untuk pasien dewasa.

50
3. Nadi
Pulsasi arteri radialis biasanya dapat dirasakan maksimal di medial radius di dekat
pergelangan tangan menggunakan 2 atau 3 jari tengah pemeriksa. Pemeriksaan nadi arteri
radialis dengan palpasi dilakukan pada arteri radialis kanan dan kiri. Pemeriksaan arteri
juga dilakukan pada arteri perifer lain, yaitu arteri femoralis di fosa inguinalis, arteri
poplitea di fosa poplitea, arteri tibialis posterior di posterior maleolus medialis, dan arteri
dorsalis pedis.
Berikut adalah hal yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan nadi adalah:
a. Frekuensi denyut nadi
Frekuensi denyut nadi diperiksa dalam satu menit. Pemeriksaan nadi sebaiknya
dilakukan setelah pasien istirahat 5 - 10 menit.
• Takikardia (Pulsus frequent) adalah frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit.
Frekuensi nadi yang cepat dapat ditemukan pada kondisi demam, saat latihan
jasmani, atau nyeri.
• Bradikardia (Pulsus rasus) adalah frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit.
Bradikardia dapat ditemukan pada kondisi kelainan pada hantaran rangsang jantung
atau hipertoni parasimpatis.
• Bradikardia relatif adalah kondisi di mana kenaikan suhu tidak sesuai dengan
kenaikan denyut nadi Hal ini dapat ditemukan pada demam tifoid.
b. lrama denyut nadi
lrama denyut nadi dapat ditemukan teratur (regular) atau tidak teratur (iregular).
Bila ditemukan irama yang tidak teratur periksa denyut jantung dengan stetoskop secara
bersamaan. Selain itu perlu diperhatikan lebih lanjut apakah irama yang iregular ini
konsisten dengan irama respirasi
lrama nadi yang iregular ini menunjukkan beberapa kemungkinan, antara lain :
• Sinus aritmia adalah keadaan normal di mana denyut nadi meningkat pada saat
inspirasi dan menurun pada saat ekspirasi.
• Ekstrasistolik adalah keadaan di mana terdapat denyut nadi yang datang lebih cepat
(prematur) kemudian disusul dengan istirahat yang lebih panjang.
• Denyut prematur terkadang tidak teraba pada arteri radialis, sehingga denyut nadi
seolah-olah terhenti sesaat.

51
• Fibrilasi atrial adalah keadaan di mana denyut nadi sama sekali tidak teratur (tidak
ada irama dasar). Pada keadaan ini, denyut jantung harus diperiksa dengan
stetoskop bersamaan dengan denyut nadi, untuk memeriksa adanya
• Pulsus defisit, di mana frekuensi denyut jantung akan lebih tinggi dibandingkan
denyut nadi.
• Blok atrioventricular adalah keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus SA
diteruskan ke ventrikel sehingga pada saat itu ventrikel tidak berkontraksi.
Biasanya terdapat bradikardia pada keadaan ini.

c. Besarnya pengisian nadi.


• Pulsus parvus adalah nadi dengan isi kecil. Pulvus parvus dapat ditemukan pada
kondisi penurunan isi sekuncup ventrikel kiri dan peningkatan resistensi vaskular
perifer. Pulsus magnus (altus) adalah nadi dengan isi besar.
• Pemeriksaan besar pengisian nadi harus memerhatikan juga apakah sama dengan
denyut nadi yang berikutnya. Pengisian nadi yang tetap sama dengan denyut nadi
yang berikutnya disebut ekual, sedangkan pengisian nadi yang tidak sama dengan
denyut nadi berikutnya disebut tidak ekual. Adanya perbedaan isi antara denyut
nadi kanan dan kiri ditemukan pada aneurisma arkus aorta atau pada koarktasio
aorta.
d. Kualitas nadi
Kualitas nadi tergantung pada tekanan nadi. Tekanan nadi adalah selisih antara
tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Pulsus celer timbul bila tekanan nadi cukup
besar di mana pengisian dan pengosongan denyut nadi teraba mendadak. Kondisi
sebaliknya adalah pulsus tardus yang timbul bila tekanan nadi itu kecil. Pada
pulsus tardus, puncak sistolik tertinggal. Kondisi ini dapat ditemukan pada
stenosis katup aorta.
e. Tegangan nadi
Tegangan nadi tergantung pada kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri
radialis. Penebalan dan sklerosis arteri radialis membuat arteri teraba lebih keras
dan kaku. Tekanan darah yang tinggi terkadang membuat arteri radialis teraba

52
lebih tegang. Pada pemeriksaan nadi, beberapa keadaan lain yang dapat
ditemukan :
• Pulsus paradoksus adalah keadaan denyut nadi yang melemah atau hilang
pada saat inspirasi dan mengeras kembali pada saat ekspirasi atau penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada saat inspirasi.
• Pulsus paradoksus mechanicus adalah kondisi yang ditemukan bila denyut
nadi tetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru normal kembali
pada awal ekspirasi. Dalam keadaan normal, terkadang pada saat inspirasi
denyut nadi menjadi sedikit lemah (disebabkan darah sebagian terisap ke
dalam rongga dada) dan kembali keras pada akhir inspirasi (Pulsus paradoksus
dynamicus).
• Pulsus paradoksus dapat ditemukan pada kondisi tamponade jantung dan
obstruksi vena cava superior.
• Pulsus alternans adalah keadaan di mana terdapat perubahan denyut nadi
regular silih berganti antara denyut nadi kuat dan denyut nadi yang lemah.
Denyut nadi yang lemah disebabkan kontraksi miokard yang memburuk dan
sampai pada arteri radialis lebih kecil dibandingkan dengan denyut nadi yang
kuat. Pulsus alternans antara lain ditemukan pada gagal jantung dan takikardia
paroksismal.
• Pulsus bigeminus adalah keadaan di mana terjadi dua denyut nadi berturut-
turut, kemudian disusul oleh pouseyang lebih lama (nadi yang mendua).
Keadaan ini terjadi pada intoksikasi digitalis.
• Dicrotic pulse adalah keadaan di mana segera setelah teraba puncak pulsasi
arteri radialis, teraba lagi puncak pulsasi berikutnya. Kondisi ini dapat
ditemukan pada penyakit-penyakit yang disertai demam, terutama pada
demam tifoid.
4. Pernapasan
Amati laju, irama, kedalaman, dan upaya bernapas. Hitung jumlah pernapasan
dalam 1 menit baik dengan inspeksi maupun dengan diam-diam mendengarkan melalui
trakea dengan stetoskop sewaktu anda memeriksa kepala dan leher atau dada. Dalam
keadaan normal, orang dewasa bernapas sekitar 20 kali per menit dengan pola yang teratur

53
dan tenang. Lenguhan sesekali merupakan hal normal. Periksa apakah ekspirasi
memanjang. Pemeriksaan napas meliputi frekuensi, sifat, dan irama pernapasan. Perhatikan
pula adakah bantuan otot-otot pernapasan
a. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan dewasa normal adalah 16 sampai 24 kali per menit.
Bradipnea adalah frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali per menit. Takipnea
adalah frekuensi pernapasan lebih dari 24 kali per menit.
b. Sifat pernapasan
Sifat pernapasan dibagi menjadi :
• Torakal, misalnya pada pasien dengan tumor dalam perut.
• Abdominal, misalnya pada pasien PPOK.
• Kombinasi (terbanyak) Bila sifat pernapasan yang lebih dominan adalah
torakal, maka disebut torako-abdominal. Sebaliknya, bila sifat pernapasan
yang lebih dominan adalah abdominal, maka disebut abdominotorakal.
Pernapasan torako-abdominal umumnya lebih dominan pada perempuan
sehat, sedangkan pernapasan abdomino-torakal umumnya lebih dominan pada
laki-laki sehat.
c. Irama pernapasan
lrama pernapasan yang normal tampak regular dengan fase inspirasi dan ekspirasi
yang bergantian teratur. Beberapa irama pernapasan yang lain yaitu:
• Takipnea adalah irama pernapasan yang cepat dengan amplitudo rendah.
Takipnea dapat ditemukan pada penyakit paru restriktif nyeri dada preural
dan peningkatan diafragma.
• Hiperpnea (hiperventilasi) adalah irama pernapasan yang cepat dengan
amplitudo tinggi. Penyebab hiperpnea antara lain adalah cemas, latihan
jasmani, asidosis metabolik dan kerusakan batang otak.
• Pernapasan Kussmaul adalah pernapasan yang ditemukan pada kondisi
asidosis metabolik di mana iramanya bisa cepat, normal atau lambat.
• Pernapasan Cheyne Stokes adalah irama pernapasan di mana terdapat periode
apnea (gerakan pernapasan berhenti) kemudian disusul periode hiperpnea
(amplitudo pernapasan mura-mura kecil kemudian cepat membesar dan

54
kemudian mengecil kembali). periode ini timbul secara bergantian. lrama
pernapasan ini dapat ditemukan pada beberapa kondisi seperti kerusakan
otak, gagaljantung, dan uremia.
• Pernapasan Biot (pernapasan ataxic) adalah irama pernapasan yang tidak
teratur baik kecepatan dan amplitudonya. lrama pernapasan ini dapat
ditemukan pada kondisi kerusakan otak dan depresi pernapasan.
5. Suhu
Suhu oral/rerata, biasanya 37°C (98,6°F), berfluktuasi cukup besar. Pada jam-jam
pagi dini hari, suhu dapat turun serendah 35,8°C (96,4°F) dan pada sore atau malam hari,
suhu dapat meningkat hingga 37,3°C (99,1°F). Suhu rektum lebih tinggi daripada suhu oral
dengan rata-rata 0,4 sampai 0,5°C (0,7 sampai 0,9°F), tetapi perbedaan ini juga cukup
bervariasi. Sebaliknya, suhu aksila lebih rendah daripada suhu oral sekitar 1°C, tetapi
luangkan waktu selama 5 sampai 10 menit sebelum membaca suhu, dan pengukuran ini
umumnya dianggap kurang akurat dibandingkan dengan pengukuran lain. Sebagian besar
pasien lebih menyukai pengukuran suhu oral daripada rektum. Namun, mengukur suhu oral
tidak dianjurkan jika pasien tidak sadar, gelisah, atau tidak mampu menutup mulut mereka.
Pembacaan suhu mungkin tidak akurat dan termometer dapat pecah akibat gerakan rahang
pasien yang mendadak.
Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh. Hiperpireksia adalah
peningkatan suhu yang ekstrem, di atas 41,1°C (106°F), sedangkan hipotermia adalah suhu
yang terlalu rendah, dengan suhu rektum di bawah 35°C (95°F). Penyebab demam
mencakup infeksi, trauma seperti pembedahan atau cedera remuk (crush injury),
keganasan, gangguan darah seperti anemia hemolitik, reaksi obat, dan penyakit imun
seperti penyakit kolagen vaskular. Penyebab utama hipotermia adalah pajanan terhadap
dingin. Kausa predisposisi lainnya adalah berkurangnya gerakan seperti pada paralisis,
gangguan dengan vasokonstriksi akibat sepsis atau kelebihan alkohol, kelaparan,
hipotiroidisme, dan hipoglikemia. Orang berusia lanjut sangat rentan terhadap hipotermia
dan juga lebih jarang mengalami demam.

55
C. Mekanisme Abnormal
1. Keadaan umum
Pasien nampak gelisah, tidak bisa diam, dan tampak sakit sedang merupakan
respon perilaku terhadap rasa nyeri yang timbul pada tubuh pasien.
2. Pernapasan
Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya terjadi
pelepasan hormon katabolik salah satunya katekolamin. Katekolamin merangsang
reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah sehingga terjadilah siklus
vitrousus. Sirkulus vitiosus merupakan proses penurunan tekanan O2 di arteri
pulmonalis (PaO2) yang disertai peningkatan tekanan CO2 di arteri pulmonalis
(PCO2) dan penurunan pH akan merangsang sentra pernafasan sehingga terjadi
hiperventilasi.
3. Suhu
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen terbagi menjadi dua yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Sedangkan pirogen endogen
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh penderita. Contoh pirogen eksogen
adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu contoh pirogen eksogen klasik adalah endotoksin. Sedangkan pirogen endogen
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh penderita. Sumber dari pirogen
endogen ini pada umumnya adalah sel darah putih yaitu monosit, neutrofil, dan
limfosit (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin atau
mediator inflamasi atau reaksi imun dari dalam tubuh. Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang lapisan sel yang melapisi pembuluh darah sebelah dalam
atau endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Fungsi dari
prostagladin adalah sebagai ketahanan alamiah tubuh dari segala bentuk perubahan
yang disebabkan zat kimia, mekanik, fisiologi dan rangsangan patologis (Dinarello &
Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu

56
sekarang lebih rendah dari suhu patokan sebelumnya sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas dan terjadilah demam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Fisik
Kepala dan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Normal
Leher
Thoraks Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Normal
Abdomen
Inspeksi Datar Datar Normal
Palpasi Tidak Ada Nyeri Nyeri Tekan Kuadran kanan Abnormal
Atas
Perkusi Timpani pada abdomen dan Timpani pada abdomen dan Abnormal
tidak ada nyeri ketok CVA nyeri ketok CVA kanan
Auskultasi 5 - 34 x per menit Bising Usus Normal Normal

Pemeriksaan Abdomen

1. Inspeksi
Nilai Normal : pada inspeksi abdomen, dapat menilai kontur abdomen (datar, membulat/
cembung, menonjol, atau skafoid), tanda peradangan kulit, dan gerakan abdomen ketika
bernapas. Normalnya kontur abdomen adalah datar.
Interpretasi : Pada kasus didapatkan abdomen yang datar
2. Palpasi
Nilai normal : Ginjal terletak di retroperineum dan biasanya tidak teraba dan idak terasa
nyeri tekan
Interpretasi : Pada kasus, pasien mengalami nyeri tekan kuadran kanan atas
3. Perkusi
Nilai normal : Perkusi rongga abdomen timpani dan tidak ada nyeri ketok CVA

57
Interpretasi : Pada kasus didapatkan hasil pemeriksaan yaitu timpani pada abdomen dan
nyeri ketok CVA kanan
4. Auskultasi
Nilai normal : Bising usus 5 – 34 kali per menit
Interpretasi : Bising usus normal

Mekanisme Hasil Abnormal Pemeriksaan Fisik

Nyeri Tekan Kuadran Kanan Atas

Nyeri pada pinggang atau regio flank merupakan salah satu karakteristik nonspesifik
pada kasus – kasus nefrolitiasis. Sensasi nyeri pada regio flank merupakan tanda bahwa sumber
nyeri berasal dari regangan kapsula renalis di bagian retroperitoneal. Sensasi nyeri ini juga
disebut dengan kolik renal. Pada region CVA dekstra pasien terdapat nyeri ketok positif.

Ketika pasien mengalami urolithiasis, maka terbentuklah batu di calyx ginjal, lalu batu
tersebut turun ke proximal ureter sehingga mengalami obstruksi pada ureter. Saat ureter
mengalami obstruksi, terjadilah penumpukan urin di ureter dan gerakan peristaltik tetap bergerak
dan meningkat sehingga otot polos ureter mengalami spasme. Lalu terjadilah peningkatan
tekanan intraluminal sehingga terjadinya peregangan terminal yang menstimulasi ujung saraf
simpatis pre-ganglionik yang mencapai spinal T12 – L2 melalui dorso L2 melalui dorso nerve
root sehingga nyeri kolik menjalar ke kuadran kanan atas.

Pasien dengan kolik ginjal biasanya merasa nyeri pinggang yang tiba-tiba menjalar dari
lateral ke perut dan/atau ke selangkangan. Pasien sering merasakan tingkat nyeri tumpul yang
konstan dan episode kolik dengan peningkatan nyeri. Nyeri konstan sering disebabkan oleh
peregangan kapsul ginjal karena obstruksi, sedangkan nyeri kolik dapat disebabkan oleh gerakan
peristaltik otot polos ureter. Banyak pasien melaporkan mual atau muntah dan beberapa mungkin
melaporkan hematuria masif. Saat batu bermigrasi ke distal dan mendekati kandung kemih,
pasien mungkin mengalami disuria, frekuensi berkemih, urgensi, atau kesulitan buang air kecil.

Mual dan muntah berhubungan dengan kolik ginjal pada sekitar setengah atau lebih
pasien dengan batu obstruktif akut. Hal ini disebabkan oleh jalur persarafan umum antara ginjal
dan saluran GI secara embriologis melalui aferen saraf vagus dan axis celiacus. Efek ini dapat
diperburuk oleh NSAID dan obat opioid yang memiliki efek samping GI.

58
Nyeri Ketok CVA Kanan

Nyeri pada pinggang atau regio flank merupakan salah satu karakteristik nonspesifik
pada kasus-kasus nefrolitiasis. Sensasi nyeri pada regio flank merupakan tanda bahwa sumber
nyeri berasal dari regangan kapsula renalis di bagian retroperitoneal. Sensasi nyeri ini juga
disebut dengan kolik renal. Pada region CVA dekstra pasien terdapat nyeri ketok positif.

Nyeri ketok CVA mengindikasikan adanya peregangan kapsul ginjal yang berlebih. Nyeri
dapat menyebar ke anterior abdomen menuju umbilikus. Nyeri ginjal adalah nyeri visceral akibat
peregangan kapsul ginjal dan umumnya terasa tumpul, pegal dan menetap.

4. Pemeriksaan Penunjang

Interpretasi

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin 14 gr/dl Normal 13-18 g/dl Normal

Leukosit 14.000/mm3 5000 - 1000/mm3 Abnormal

Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Ureum 24 mg/dL Normal 5-20 mg/dL Abnormal

Creatinin 1,5 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL Abnormal

Pemeriksaan Urinalisis

Leukosit Penuh Positif (+) Negatif (-) Abnormal

59
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

RBC 50/LPB 0-3/LPB Abnormal

Hemoglobin
Menurut Corwin (2009), Hemoglobin merupakan molekul didalam eritrosit (sel darah
merah) terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin.
Terdapat 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah merah. Hemoglobin bertugas menyerap
karbon dioksida dan ion hidro.
Hemoglobin didalam darah yang berada dalam keadaan lebih rendah dari keadaan nilai
normal dapat didefinisikan sebagai anemia. Nilai batasan anemia ini ditentukan berdasarkan
umur, misalnya nilai Hb normal untuk balita adalah 11 g/ 100 ml, wanita dewasa 12 g/100 ml
dan untuk laki- laki dewasa adalah 13 g/100 ml. Mereka dikatakan mengalami anemia apabila
nilai HB berada di bawah nilai normal tersebut ( Faisal & komsan, 2009)
Menurut Nursalam, kadar hemoglobin rendah atau yang biasa disebut Anemia adalah
berkurangnya kadar eritrosit (sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap
millimeter kubik darah dalam tubuh manusia. Hampir semua gangguan pada sistem peredaran
darah disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh, penurunan
kerja fisik
Penurunan daya tahan tubuh. (Murgiyanta, 2006). Anemia bukan suatu penyakit,
melainkan merupakan kondisi yang menghasilkan beberapa perbedaan patologi. Anemia
dicirikan sebagai penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah. Penurunan kadar Hb
berakibat pada menurunnya kapasitas pembawa oksigen dalam darah, Menurut World Health
Organization (WHO), anemia adalah keadaan jumlah sel darah merah yang tak cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisiologi tubuh (WHO, 2011).

Nilai normal Hb pada pria: 13-18 g/dL, sedangkan pada wanita 12-16 g/dL (Kemenkes, 2011).

60
Leukosit

Leukosit adalah sel heterogen yang memiliki fungsi sangat beragam, namun berasal dari
satu sel bakal (stem cell) yang berdiferensiasi atau mengalami pematangan sehingga fungsi-
fungsi sel dapat berjalan. Leukosit merupakan bagian komponen darah yang tidak berwarna.
Warna putih baru dapat dilihat apabila sel sel tersebut mengelompok melekat satu sama lain.
Bentuknya lebih besar dari sel darah merah tetapi jumlahnya lebih sedikit (Sacher, 2009).

Leukosit memiliki fungsi defensif dan reparatif. Defensif artinya dapat mempertahankan
tubuh terhadap benda asing termasuk bakteri penyebab infeksi atau penyakit melalui proses
fagositosis, imunitas humoral dan seluler. Lekosit yang berperan dalam fungsi defensif adalah
monosit, netrofil dan limfosit. Fungsi reparatif, artinya lekosit dapat memperbaiki dan mencegah
terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler. Sel lekosit yang berperan dalam proses
reparatif adalah sel basofil (Evelyn, 2009)

Jumlah lekosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-
lain.Bayi baru lahir memiliki jumlah lekosit tinggi ± 10.000--30.000/µL. Jumlahlekosit tertinggi
bayi saat berumur 12 jam yaitu antara 13.000 - 38.000 /µL. Anak usia 1 tahun 6.000–18.000 sel
/µL darah, usia 7 tahun 6.000–5.000 sel/µL darah, usia 8-12 tahun 4.500–13.500 sel /µL darah.
Nilai normal orang dewasa 4.000–10.000 sel /µL darah. Hitung lekosit terdiri atas dua
komponen, yaitu total sel dalam 1 mm3 darah vena perifer dan hitung jenis (dierential count)
(Hofbrand, 2005).

Nilai normal : 3.200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L (Kemenkes, 2011)

Ureum
Ureum merupakan senyawa nitrogen non protein yang ada di dalam darah (Sumardjo,
2008). Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh
hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk
kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana urin
terganggu (Verdiansah, 2016).
Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan ginjal
mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan terakumulasi dalam darah.

61
Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya.
(Lamb et al., 2006 dalam Indriani, dkk., 2017)
Ureum adalah produk limbah dari pemecahan protein dalam tubuh. Siklus urea (disebut
juga siklus ornithine) adalah reaksi pengubahan ammonia (NH3) menjadi urea (CO(NH2)2)
(Weiner D, et. al. 2015 dalam Loho, dkk., 2016). Keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap
akan diekskresikan ureum kira-kira 25 mg per hari (Hines, 2013).
Reaksi kimia ini sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di ginjal. Hati menjadi
pusat pengubahan ammonia menjadi urea terkait fungsi hati sebagai tempat menetralkan
racun.Urea bersifat racun sehingga dapat membahayakan tubuh apabila menumpuk di dalam
tubuh. Meningkatnya urea dalam darah dapat menandakan adanya masalah pada ginjal (Loho,
dkk., 2016).
Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi.
Metode penetapannya adalah denganmengukur nitrogen atau sering disebut Blood Urea Nitrogen
(BUN). Nilai BUN akan meningkat apabila seseorang mengkonsumsi protein dalam jumlah
banyak, namun pangan yang baru disantap tidak berpengaruh terhadap nilai ureum pada saat
manapun. Hal ini yang menyebabkan adanya hubungan asupan protein dengan kadar ureum
(Benz, RL. 2008 dalam Anwar, 2017).
Referensi Kadar Ureum (Blood Urea Nitrogen / BUN) berdasarkan Kategori Usia

Sumber : Chernecky dan Berger, 2013.

Kreatinin

Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan selama
kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan
konsentrasinya dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal,
kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan

62
fungsi ginjal. Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas
dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi
ginjal karena nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR). Kreatinin adalah produk antara
hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi
kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi
kreatinin.

Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga menjadikannya sebagai
penanda filtrasi ginjal yang baik. Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi
ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan,
difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal. (Verdiansah,
2016). Kadar kreatinin normal untuk orang dewasa perempuan adalah 0.5 sampai 1.1 mg/dl dan
0.6 sampai 1.2 mg/dl untuk laki-laki (Mosby dictionary, 2009).

Nilai normal : 0,6 – 1,3 mg/dL SI : 62-115 μmol/L (Kemenkes, 2011).

Lekosit

Sel darah putih dalam urin dapat menjadi indikasi suatu masalah yang terkait dengan
sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih dalam urin adalah tidak normal. Sistem urin yang
normal, ginjal menyaring darah dan mencegah leukosit untuk melewati urin. Jika pada urin
terlihat adanya tanda-tanda leukosit, dapat di artikan bahwa sistem urin tidak dalam fungsi yang
tepat. Tinggi kandungan sel darah putih dalam urin disebut piuria yang berarti nanah di dalam
urin. (Riswanto dan Rizki, 2015).

Normal jumlah leukosit adalah 4-5/LPB. Leukosit dapat berasal dari saluran urogenitalis.
Leukosit dalam urin umumnya berupa segmen, dalam urin asam leukosit biasanya mengerut,
pada urin lindi lekosit akan mengembang dan cenderung mengelompok. Leukosit umumnya
lebih besar dari eritrosit dan lebih kecil dari sel epitel. (Riswanto dan Rizki, 2015).

Leukosit dalam urin yang melebihi nilai normal dan merupakan gejala utama peradangan
pada ginjal dan saluran kemih. Leukosit dapat dideteksi dengan analisa urin secara mikroskopis.
Sedimen urin bila terdapat >5 leukosit per lapangan pandang besar (LPB) dinyatakan infeksi.

63
Pemeriksaan mikroskopis pada sedimen urin dikatakan leukosituria bila ditemukan leukosit
>5/LPB. (Riswanto dan Rizki, 2015).

Eritrosi
Eritrosit dalam urine dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih, dari
glomerolus hingga meatus uretra, dan pada wanita, mereka mungkin hasil kontaminasi eritrosit,
namun dalam urine normal dapat ditemukan 0-3 sel/LPB. Peningkatan jumlah eritrosit dalam
urine disebut hematuria. Hematuria dibedakan menjadi dua, yaitu hematuria makroskopik (gross
hematuria) dan hematuria mikroskopik. Hematuria makroskopik adalah darah yang dapat terlihat
jelas secara visual dimana urine tampak keruh dengan warna merah sampai coklat. Sedangkan
hematuria mikroskopik adalah apabila ditemukan peningkatan jumlah eritrosit di setiap bidang
mikroskopik (Riswanto dan Rizki, 2015).
Jumlah eritrosit yang lebih dari 5 sel per mikroliter urine dianggap bermakna secara
klinis, maka pemeriksaan visual terhadap warna urine tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi
keberadaan darah. Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine menunjukkan eritrosit utuh
(intact), namun hemoglobin bebas yang dihasilkan baik oleh gangguan hemolitik atau lisisnya
eritrosit tidak terdeteksi. Terdapat 2 bentuk utama eritrosit urine, sebagai berikut.
• Isomorfik, di mana eritrosit terlihat dalam bentuk dan kontur regular yang berasal
dari sistem ekskresi urine.
• Dismorfik, adalah eritrosit yang bentuk dan konturnya iregular yang berasal dari
glomerulus. Eritrosit yang masuk ke dalam urine yang berasal dari glomerulus
menjadi dismorfik, karena mengalami perubahan osmolar yang cepat dan dramatik
selama proses melintasi kapiler glomerulus. (Riswanto dan Rizki, 2015).
Apabila Sawar Filtrasi Glomerulus (SFG) mengalami kerusakan, misalnya pada
glomerulonefritis, protein dan darah akan tampak dalam urine. Sel darah merah akan terjepit dan
terperas saat melintasi fenestra sel endotel sebelum masuk ke ruang Bowman. Pada saat masuk
ke dalam tubulus, sel darah merah tersebut terbenam dalam uromodulin (protein TammHorsfall)
yang akan tampak dalam urine sebagai toraks sel darah merah. Sel darah merah akan mengalami
kerusakan ketika terjepit dalam barier filtrasi glomerulus sehingga dalam urine akan terlihat
dismorfik. (Riswanto dan Rizki, 2015).

64
Adanya eritrosit dismorfik dengan bentuk dan kontur yang iregular dalam urine adalah
patognomonis dari hematuria glomerular yang mengindikasikan adanya pelepasan eritrosit dari
kapiler glomerulus ke dalam ruang urine. Oleh karena itu hematuria glomerulus merupakan
petanda adanya disfungsi dan kerusakan SFG. SFG mempunyai struktur yang sangat kompleks
dan spesifik. SFG hanya permeabel terhadap air dan solut plasma yang berukuran kecil dan
menengah. BFG sangat selektif terhadap protein dan molekul yang lebih besar berdasarkan
ukuran dan berat molekulnya. SFG terdiri dari 5 komponen utama, yaitu:
• Sel endotel
• Membran basal glomerulus,
• Podosit yang mempunyai jonjot (tonjolan kaki/foot processus)
• Slit diaphragms, dan ruang subpodosit, yaitu suatu ruang di antara sel podosit
dan jonjot
• Lapisan permukaan endotel yang mengandung glikosaminoglikan yang melapisi
permukaan endotel dan fenestra (Riswanto dan Rizki, 2015).

Dalam suasana fisiologik, endotel dengan fenestranya yang berukuran 50-100 nm mampu
menahan eritrosit yang berukuran 100 kali lebih besar. Adanya kelainan atau kerusakan pada
komponen BFG akan memudahkan eritrosit menembus SFG. SFG yang rapuh dan mudah pecah
akan menyebabkan terjadinya perdarahan glomerulus. Beberapa faktor yang diduga berperan
dalam terjadinya proses patogenesis tersebut adalah:

• Perubahan genetik komponen SFG mengakibatkan struktur SFG menjadi lebih


rapuh dan mudah pecah.
• Terjadi penimbunan molekul toksik abnormal dalam SFG. (Riswanto dan
Rizki, 2015).

Mekanisme Abnormal

Leukositosis
Batu yang terdapat di saluran kemih dapat menyebabkan trauma pada mukosa di saluran kemih.
Trauma tersebut dapat menyebabkan reaksi inflamasi sehingga dapat memancing terjadinya
marginasi sel darah putih dan peningkatan sel darah putih (Patti L & Leslie SW, 2021). Batu juga
menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menyebabkan leukosit meningkat.

65
Ureum meningkat
Peningkatan tekanan yang terjadi setelah timbulnya obstruksi ureter memicu perubahan
fungsional dan structural yang mendalam di dalam ginjal. Peningkatan tekanan ini paling besar
setelah onset obstruksi dan cenderung menurun seiring waktu dengan obstruksi inkomplit.
Kerusakan pada ginjal yang mengalami obstruksi dipotensiasi oleh kondisi yang secara akut
meningkatkan tekanan ureter (Harris, 2019).
Obstruksi ureter dapat menurunkan GFR. Penurunan GFR berbanding lurus dengan penurunan
jumlah komponen darah yang dapat difiltrasi masuk ke dalam tubulus ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan banyak ureum tidak terfiltrasi , hasilnya kadar filtrate tersebut akan meningkat di
dalam serum.

Kreatinin meningkat

Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya
akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal seperti penyumbatan pada saluran kemih.
Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi kreatinin. Namun, pada kasus ini kreatinin
hanya meningkat sebanyak 0.2 mg/dL dari nilai normal yaitu 1.3 yang artinya terjadi
peningkatan yang tidak terlalu tinggi/signifikan sehingga kedua fungsi ginjal masih baik.

Leukosit penuh
Obstruksi saluran kemih kanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas peristaltic sistem
kalises maupun ureter dan terjadi peningkatan tekanan intrapelvik sehingga merusak papilla
ginjal dan struktur kaliks menjadi tumpul. Selanjutnya akan terjadi dilatasi pelvis renal dan
kaliks mayor sehingga terjadi hidronefrosis yang akan menyebabkan retensi urin. Jika terjadi
retensi urin akan memudahkan terjadinya ISK sehingga Lekosit dapat meningkat/lekosit penuh.
Hematuria (RBC = 50/LPB)
Obstruksi saluran kemih kanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas peristaltic sistem
kalises maupun ureter dan terjadi peningkatan tekanan intrapelvik sehingga merusak papilla
ginjal dan struktur kaliks menjadi tumpul. Selanjutnya akan terjadi dilatasi pelvis renal dan
kaliks mayor sehingga terjadi hidronefrosis yang akan menyebabkan retensi urin. Batu yang
terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya
sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu

66
sehingga terjadi lesi di saluran kemih dan urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah
(hematuria) (Brunner & Suddart, 2015).

Mekanisme Abnormal

1. Leukositosis
Batu yang terdapat di saluran kemih dapat menyebabkan trauma pada mukosa di saluran
kemih. Trauma tersebut dapat menyebabkan reaksi inflamasi sehingga dapat memancing
terjadinya marginasi sel darah putih dan peningkatan sel darah putih (Patti L & Leslie
SW, 2021). Batu juga menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menyebabkan leukosit
meningkat.
2. Ureum meningkat
Peningkatan tekanan yang terjadi setelah timbulnya obstruksi ureter memicu
perubahan fungsional dan struktural yang mendalam di dalam ginjal. Peningkatan
tekanan ini paling besar setelah onset obstruksi dan cenderung menurun seiring waktu
dengan obstruksi inkomplit. Kerusakan pada ginjal yang mengalami obstruksi
dipotensiasi oleh kondisi yang secara akut meningkatkan tekanan ureter (Harris, 2019).
Obstruksi ureter dapat menurunkan GFR. Penurunan GFR berbanding lurus
dengan penurunan jumlah komponen darah yang dapat difiltrasi masuk ke dalam tubulus
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan banyak ureum tidak terfiltrasi , hasilnya kadar
filtrate tersebut akan meningkat di dalam serum.

3. Kreatinin meningkat

Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada dalam jumlah
konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal seperti penyumbatan
pada saluran kemih. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi kreatinin.
Namun, pada kasus ini kreatinin hanya meningkat sebanyak 0.2 mg/dL dari nilai normal
yaitu 1.3 yang artinya terjadi peningkatan yang tidak terlalu tinggi/signifikan sehingga
kedua fungsi ginjal masih baik.

67
4. Leukosit penuh
Obstruksi saluran kemih kanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas
peristaltic sistem kalises maupun ureter dan terjadi peningkatan tekanan intrapelvik
sehingga merusak papilla ginjal dan struktur kaliks menjadi tumpul. Selanjutnya akan
terjadi dilatasi pelvis renal dan kaliks mayor sehingga terjadi hidronefrosis yang akan
menyebabkan retensi urin. Jika terjadi retensi urin akan memudahkan terjadinya ISK
sehingga Leukosit dapat meningkat/leukosit penuh.

5. Hematuria (RBC = 50/LPB)


Obstruksi saluran kemih kanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas
peristaltic sistem kalises maupun ureter dan terjadi peningkatan tekanan intrapelvik
sehingga merusak papilla ginjal dan struktur kaliks menjadi tumpul. Selanjutnya akan
terjadi dilatasi pelvis renal dan kaliks mayor sehingga terjadi hidronefrosis yang akan
menyebabkan retensi urin. Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan
menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga terjadi lesi di saluran kemih
dan urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria) (Brunner & Suddart,
2015).

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

USG TUG Hidronefrosis Tidak ada Abnormal


Sedang ginjal kanan Kelainan
BNO-IVP Tampak bayangan Tidak tampak Abnormal
radioopak ukuran bayangan radioopak
8x10 mm setinggi
Vetebra Lumbal IV
kanan
Fungsi kedua ginjal Fungsi kedua ginjal Normal
masih baik baik

68
Terdapat hidroureter Tidak terdapat Abnormal
dan hidronefrosis hidroureter dan
ginjal kanan grade II hidronefrosis

1. USG
Renal ultrasonograpy bersamaan dengan foto polos abdomen bermanfaat untuk
mengetahui kehadiran batu pada ginjal, hidronefrosis, atau hidroureter yang terasosiasi
dengan densitas (kepadatan) radiografi abnormal yang diyakini sebagai kalkulus saluran
kemih. USG adalah cara yang baik untuk memantau batu yang diketahui setelah terapi
medis atau bedah jika batu cukup besar untuk dideteksi dengan modalitas ini dan berada
dalam posisi yang sesuai.
Diagnosis menggunakan USG memiliki kriteria visualisasi langsung batu, diameter
hidroureter lebih dari 6 mm, dan urinoma perirenal menunjukkan ruptur kaliks. USG lebih
sulit untuk mendeteksi batu kecil dengan ukuran < 5 mm. batu yang dapat diidentifikasi
oleh USG ginjal namun tidak dapat terlihat oleh radiografi polos kemungkinan merupakan
batu asam urat atau batu cystine yang dapat ditangani dnegan terapi alkalinisasi urin.

Indikasi pemeriksaan USG TUG:


• Radang pada tractus urinarius atau urinary tract infection (UTI)
• Terabanya ada mass pada pinggang dan punggung.
• Kadar creatinine yang tinggi.
• Sakit yang hebat pada daerah rusuk atau sakit pinggang.
• Kencing darah (hematuria)
• Berkurangnya atau sedikit jumlah urine yg dikeluarkan.
• Hydronephrosis.
• Tidak terlihat fungsi ginjal pada pemeriksaan BNO-IVP.Tidak terlihat fungsi
ginjal pada pemeriksaan BNO-IVP.
• Terlihat adanya mass di abdomen pada pemeriksaanTerlihat adanya mass di
abdomen pada pemeriksaan radiologi
• Diduga flank mass pada neonatal atau anak-anak.

69
Pemeriksaan USG Ginjal:

1) Pasien tidur telentang, dapat juga miring ke arah kiri untuk scan ginjal kanan
dan miring ke arah kanan untuk scan ginjal kiri (Lihat Gambar)
2) Oleskan jelly USG pada probe convex.
3) Untuk scan ginjal kanan, letakan probe di subcosta bagian samping kanan.
Lalu minta pasien menarik napas, lalu tahan. Lalu ambil gambar dan minta
pasien kembali bernapas normal.
4) Untuk scan ginjal kiri, tempatkan probe interkosta pada midsagital line kiri.
5) Lakukan sweeping untuk mengevaluasi keseluruhan ginjal

Keterangan gambar 2:

a. RLL/ Right Lobe Liver/ Liver lobus kanan


b. RK/ Right Kidney/ Ginjal kanan
c. LK/ Left Kidney/ Ginjal kiri
d. SP/Spleen/ Lien

70
Fitur USG dalam mendeteksi batu saluran kemih termasuk :

a. Fokus echogenic
b. Bayangan akustik
c. Artefak berkelap-kelip pada doppler warna
d. Warna artefak ekor komet

71
Kelainan pada USG Ginjal:

Pemeriksaan Abnormalitas Mekanisme abnormalitas


USG TUG Hidronefritis sedang ginjal Obstruksi saluran kemih →
kanan peningkatan aktivitas
peristaltik sistem kalises
maupun ureter → peningkatan
tekanan intrapelvik →
merusak papilla ginjal dan
struktur kaliks menjadi tumpul

72
→ dilatasi pelvis renalis dan
kaliks mayor → hidronefrosis
sedang ginjal kanan
BNO-IVP Tampak bayangan radioopak Urolithiasis (Ureterolithiasis)
ukuran 8x10 mm setinggi → obstruksi saluran kemih →
Vetebra Lumbal IV kanan tampak bayangan radioopak
ukuran 8x10 mm setinggi
Vertebra Lumbal IV kanan
Terdapat hidroureter dan Obstruksi saluran kemih
hidronefrosis ginjal kanan kanan → peningkatan
grade II aktivitas peristaltik sistem
kalises maupun ureter →
peningkatan tekanan
intrapelvik → merusak papilla
ginjal dan struktur kaliks
menjadi tumpul → dilatasi
pelvis renalis dan kaliks
mayor → hidronefrosis ginjal
kanan grade II → dilatasi
ureter → hidroureter

73
VIII. KERANGKA KONSEP

IX. KESIMPULAN

Tn.Iwan 48 tahun ,seorang pegawai administrasi sebuah perusahaan, mengalami kolik ureter
kanan yang disebabkan oleh batu pada ureter proksimal kanan dengan komplikasi sepsis
(urosepsis)

74
DAFTAR PUSTAKA

Bickey, L., S., Szilagyi, P., G. (2013). Bates’ : Guide to Physical Examination and History-
Taking. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Bowen DK dan Tasian GE (2018). Pediatric Stone Disease. Urol Clin N Am.;45:539-550.

Corbo, J., & Wang, J. 2019. Kidney and Ureteral Stones. Emergency Medicine Clinics of North
America. doi:10.1016/j.emc.2019.07.004
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC

Hernandez JD et al. (2015) Current Trends, Evaluation, and Management of Pediatric


Nephrolithiasis. JAMA Pediatr.;169(10):964-970.

Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Klinik Penyakit Batu Saluran Kemih.
IAUI. 2007

Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Klinik Penyakit Batu Saluran Kemih.
IAUI. 2018

Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia. 2019

Leni, A. S. (2017). Modul Praktikum Sistem Urinaria. Diakses pada 03 Agustus 2022 melalui
http://eprints.aiskauniversity.ac.id/463/1/MODUL%20PRAKTIKUM%20ANATOMI%20
SISTEM%20URINARIA.pdf
Mukarromah, Anik. 2017. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi
Parasetamol Rasional (Studi Dilakukan pada Masyarakat Dusun Karangarum, Desa Bangoan,
Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung). Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan.
University Of Muhammadiyah Malang.

Ningrum, Windy Astuti Cahya. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Komponen
Fisik Dan Komponen Mental Kualitas Hidup Pasien Urolithiasis. Tesis. Program Studi
Magister Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Noegroho, B. S., Daryanto, B., Soebhali, B. & Kadar, D. D., 2018. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. 1 penyunt. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

75
Permatasari, Ayu A.D., & Riza M. 2021. Diagnostik Urolithiasis. MEDFARM :Jurnal Farmasi
dan Kesehatan. 10 (1) : 35-46.

Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Setiati, S., Nafrialdi., et al. (2013). Panduan Sistematis Untuk Diagnosis Fisis : Anamnesis &
Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Jakarta : Interna Publishing.

Sherwood, LZ., 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Skolarikos, A. (2022). EAU Guideline on Urolithiasis, European Association of Urology.

Silverthorn, D. U. (2014). Fisiologi Manusia ( Sebuah Pendekatan Terintegrasi) (Vol. Edisi 6).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Taguchi K, et al.(2019) The Urological Association of Asia Clinical Guideline for Urinary Stone
Disease. Japan: The Japanese Urological Assoiciation.

Thakore P, Liang TH. Urolithiasis. [Updated 2022 Jun 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

Thakore P, Liang TH. 2022. Urolithiasis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559101/
Tortora, G.J., Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Turk C, Skolarikos A, Neisius A, Petrik A, Seitz C. EAU Guidelines on Urolithiasis. European


Association of Urology. 2022:17-27

76
77

Anda mungkin juga menyukai