Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


(Sub Bahasan: Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an, Al-Qur’an Menjawab
Tentang Zaman & Menumbuhkan Cinta Pada Al-Qur’an)

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam

oleh:
Alfarizqi Trianata Ramadhan
NIM : 222313001

TEKNIK MANUFAKTUR
POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG

Jl. Kanayakan no. 21, DAGO 40235, Tromol Pos 851 BANDUNG 40008 INDONESIA
Phone : 62 022 2500241 Fax : 62 022 2502649 Homepage : http ://www.polman-
bandung.ac.id
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih Kepada Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Bapak. Achmad Koswara, S.Ag., M.Ag atas arahannya juga tak lupa kepada semua
pihak yang sudah memberikan bantuannya baik moril maupun materil hingga
tuntasnya makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi penulis secara khusus juga bagi pembaca secara umum. Bahkan
penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa jadi motivasi untuk dapat jadi
semangat dalam pengamalan nyata di kehidupan sehari-hari.

Penulis meyakini bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan tegur dan sapanya atau kritik dan sarannya yang
membangun dari pembaca semua terkhusus dari Bapak Dosen demi untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 12 September 2022


Salam Penuh Hormat
Penulis

2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tinjauan Masalah.....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................5
1.1 Pemeliharaan Al-Qur’an...........................................................................................5
 Definisi Pemeliharaan Al-Qur’an..............................................................................5
 Bentuk-Bentuk Pemeliharaan Al-Qur’an..................................................................6
 SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN.....................................................................8
1.2 Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman.................................................................18
1.3 Menumbuhkan Cinta Pada Al-Qur’an.....................................................................20
BAB III PENUTUP....................................................................................................................22
1.1 Kesimpulan.............................................................................................................22
1.2 Daftar Pustaka........................................................................................................22

3
1.1BAB I

1.2PENDAHULUAN
1.3

1.4 Latar Belakang

Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang menjadi pedoman bagi umat Islam
sejak masa awal turunnya Islam di masa Rasulullah SAW hingga era modern
sekarang ini. Posisinya sangat sakral dan absolut bagi umat Islam karena dia adalah
wahyu yang diturunkan Allah SWT Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan
Malaikat Jibril „alaihissalam. Terdapat beberapa alasan yang menegaskan urgensi Al-
Qur’an selain karna dia adalah wahyu Allah, diantaranya adalah karena Al-Qur‟an
merupakan petunjuk hidup bagi manusia secara umum, dan kaum mukminin secara
khusus. Allah ‫ل جالله‬CC‫ ج‬juga menegaskan bahwa kondisi manusia itu adalah sesat
sebelum Al-Qur‟an diturunkan, oleh karena itulah diturunkan Al-Qur’an dengan
maksud agar manusia itu tidak sesat lagi. Oleh karena pentingnya posisi Al-Qur’an
inilah kemudian Allah ‫ جل جالله‬memberikan jaminan atas otentisitas Al-Qur’an dan
menegaskan bahwa kemurnian Al-Qur‟an akan terus terjaga semenjak diturunkan
hingga hari kiamat.

1.5 Rumusan Masalah.

Penjelasan mengenai sejarah pemeliharaan Al-Qur’an, Al-Qur’an menjawab


tantangan zaman, dan menumbuhkan cinta pada Al-Qur’an

1.6 Tinjauan Masalah

Masalah-masalah tersebut di rumusan malasah ditinjau guna memenuhi tugas


mata kuliah agama

4
1.7BAB II

1.8PEMBAHASAN

1.1 Pemeliharaan Al-Qur’an

1.2 Definisi Pemeliharaan Al-Qur’an

Pemeliharaan Al-Qur‟an terdiri dari dua kata, yaitu pemeliharaan dan


Al-Qur‟an. Pemeliharaan sendiri berasal dari kata pelihara yang berarti jaga
atau rawat, yang diberi imbuhan pe- dan -an yang berarti proses, cara, dan
perbuatan memelihara. Adapun definisi Al-Qur‟an secara istilah yang
disepakati oleh ulama ushul, fikih, dan bahasa, yaitu : Firman (Allah) yang
merupakan mu‟jizat, yang diturunkan kepada Nabi (Muhammad) ‫صلى هللا عليه‬
‫لم‬CCC‫ وس‬,dituliskan di dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan
membacanya bernilai ibadah. Sehingga dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan “Pemeliharaan Al-Qur‟an” di sini adalah segala proses dan
cara yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara kitab suci Al-Qur‟an
sehingga tetap terjaga orisinalitas, otentisitas, dan validitasnya dari segala
bentuk perubahan baik berupa penambahan maupun pengurangan. Selain
pemeliharaan dalam konteks fisik Al-Qur‟an, makalah ini membahas pula
pemeliharaan berupa upaya menjaga validitas Al-Qur‟an dari upaya kritik
yang melemahkannya, dan juga upaya membumikan AlQur‟an dalam diri
umat Islam sebagai wujud eksistensi Al-Qur‟an di tengah-tengah umat Islam.
Namun karena banyaknya usaha dan upaya tersebut terutama dalam hal
membumikan Al-Qur‟an, maka penyusun hanya akan melakukan sampling
sehingga hanya akan membahas satu atau dua contoh secara acak agar dapat
memberikan gambaran umum mengenai upaya pemeliharaan Al-Qur‟an.
1.3 Bentuk-Bentuk Pemeliharaan Al-Qur’an

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa pemeliharaan Al-Qur‟an


bisa dilakukan dengan berbagai bentuk yang pada intinya menjaga dan
mempertahankan orisinalitas, otentisitas, dan validitas Al-Qur‟an sebagai
kitab suci umat Islam. Maka dalam pembahasan ini dapat dibagi proses
pemeliharaan tersebut menjadi beberapa jenis kegiatan yang berlangsung
semenjak diturunkannya Al-Qur‟an hingga masa modern, sebagai berikut :

1.4 Menghafalan Al-Qur‟an


Al-Qur‟an seringkali disebut sebagai Al-Hifdzufii AsShuduur
yang berarti pemeliharaan dalam dada. Sejak awal diturunkan Al-
Qur‟an sudah mulai dijaga dalam bentuk hafalan oleh Rasulullah
maupun umat Islam lainnya. Rasulullah ‫ صاهلل عليه وسلم‬membacakan Al-
Qur‟an secara perlahan kepada para sahabat agar mereka bisa
menghafalnya. Terutama lagi bangsa arab kala itu memiliki tradisi
menghafal yang sangat kuat. Hal ini juga terjadi dikarenakan tradisi
baca tulis belum begitu populer bagi bangsa arab. Karena itulah dalam
beberapa tempat dalam Al-Qur‟an mereka disebut sebagai kaum
Ummiyin (orang-orang yang buta huruf), di antaranya adalah firman
Allah dalam surat Al-Jumu‟ah ayat . Namun walaupun zaman
sekarang baca tulis telah populer, bahkan Al-Qur‟an telah dibukukan
menjadi satu mushaf, umat Islam pada umumnya masih tetap
berbondong-bondong untuk menghafalkan Al-Qur‟an. Salah satu hal
yang mendorong umat Islam untuk menghafalkan Al-Qur‟an adalah
banyaknya motivasi dalam hadits Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫لى هللا علي‬CC‫ ص‬untuk
menghafalnya,

6
1.5 Penulisan Al-Qur‟an
Menuliskan Al-Qur‟an disebut juga Al-Hifdzu fi As-Shuthuur
yaitu menjaga Al-Qur‟an dalam bentuk baris-baris tulisan. Selain
menghafal Al-Qur‟an, beberapa orang sahabat adapula yang terbiasa
menuliskan ayat Al-Qur‟an pada lembaran kulit yang disamak,
pelepah kurma, tulang, ataupun sarana lain yang memungkinkan.

1.6 Pembukuan Al-Qur‟an


Bila pada saat dituliskan Al-Qur‟an masih terpisah-pisah dan tidak
berurutan, maka pembukuan Al-Qur‟an adalah proses penulisan ulang
seluruh isi Al-Qur‟an yang terpisah tersebut menjadi satu mushaf dan
disusun secara berurutan mulai dari surat Al-Fatihah dan An-Naas
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫لى هللا علي‬CC‫ص‬
kepada para sahabat. Pembukuan Al-Qur‟an ini dilakukan pada masa
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radiyallahu „anhu sebagaimana yang
akan dijelaskan pada pembahasan mengenai pemeliharaan Al-Qur‟an
pada masa khulafaur rasyidin. Perbedaan antara penulisan dan
pembukuan Al-Qur‟an terletak pada keadaan Al-Qur‟an ketika
dicatatkan. Adapun penulisan hanya berupa pencatatan teks semata,
sedangkan pembukuan lebih kepada proses penyatuan catatan-catatan
maupun hafalan Al-Qur‟an menjadi satu. Oleh karena itu dalam hal ini
sering digunakan kata Al-Jam‟u yang berarti pengumpulan dalam
menamai proses ini.

1.7 Kodifikasi Al-Qur‟an


Kodifikasi bermakna menghimpun, menggolongkan, mencatat,
atau memberi nomor atau lambang. Sehingga kodifikasi Al-Qur‟an
dapat dimaknai sebagai usaha atau upaya menghimpun,
menggolongkan, mencatat, dan atau memberi kode dalam penulisan
teks Al-Qur‟an. Kodifikasi sering dimaknai dengan kata Al-Jam‟u
yang bermakna pengumpulan. Begitupun proses pemeliharaan Al-

7
Qur‟an sejak masa Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫لى هللا علي‬CC‫ ص‬hingga Khulafaur
Rasyidin sering disebut dengan satu istilah yaitu Al-Jam‟u.

1.8 Penyempurnaan Tulisan Al-Qur‟an & Kaidah Tajwid


Penyempurnaan tulisan Al-Qur‟an yaitu penambahan titik,
harakat, dan tanda baca dalam Al-Qur‟an yang bertujuan untuk
menjaga kefasihan bacaan terhadap Al-Qur‟an. Juga mencegah
terjadinya kesalahan dalam mempelajari atau menghafal Al-Qur‟an
karena faktor „ajamiyah. Adapun pada periode awal Al-Qur‟an
dituliskan tanpa ada tanda baca seperti titik huruf dan juga harakat.
Namun umat Islam saat itu masih mampu untuk membaca Al-Qur‟an
yang notabene berbahasa arab dikarenakan bahasa arab adalah bahasa
yang mereka gunakan sehari-hari, disamping itu banyak dari mereka
menyandarkan bacaan Al-Qur‟an pada hafalannya. Namun ketika
Islam semakin menyebar hingga memasuki negeri non arab (ajam)
sehingga terkadang muncul kesalahan dialek atau pengucapan dalam
bahasa arab. Oleh karena itulah kemudian muncul tanda baca untuk
mencegah terjadinya kesalahan tersebut.

1.9 SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

A. Masa Kenabian
Pada masa Rasulullah pemeliharaan Al-Qur‟an dimulai dengan
menghafal Al-Qur‟an dan mencatat atau menuliskan ayat-ayat yang
turun. Yang mana Al-Qur‟an itu sendiri turun secara berangsur-
angsur selama lebih dari 22 tahun. Dan selama itu pula proses
penghapalan dan penulisan terus berlangsung.
Bahkan dalam hal penulisan Al-Qur‟an mendapatkan tempat
khusus dalam hal pengecualian izin untuk menuliskan suatu hal dari
Rasulullah ibnu Sholah menyebutkan bahwa alasan diizinkannya
melakukan penulisan adalah khawatir seseorang yang hafalannya
tidak kuat akan melupakan hadits tersebut.

8
Adapun bagi orang yang ingatannya kuat beliau tetap
melarangnya karena khawatir nantinya orang tersebut akan bersandar
pada tulisan. Dan alasan kedua adalah karena khawatir teks Al-
Qur‟an tercampur dengan teks hadits, karena itu bila percampuran
teks ini tidak dimungkinkan maka diperbolehkan untuk melakukan
penulisan hadits. Penulisan Al-Qur‟an sendiri pada masa Rasulullah
‫ صلى هللا عليه وسلم‬dilakukan dengan media seadanya, mengingat saat itu
tulis menulis di arab bukanlah suatu hal yang sering dilakukan. Ada
ayat yang ditulis dengan sarana pelepah kurma, kulit kayu, papan
batu, kulit hewan, kertas, dan tulang. Ibnu Abbas menceritakan
bahwa ketika turun suatu ayat atau surat kepada Rasulullah ‫صلى هللا‬
‫لم‬C‫ه وس‬C‫ علي‬maka beliau memanggil orang yang mampu menulis lalu
beliau memerintahkan, “Letakanlah surat ini di tempat yang
menyebutkan hal ini dan hal ini!” Begitulah penulisan Al-Qur‟an
sejak awal telah menerangkan tempat ayat dan surat secara tauqifi
(ketentuan baku) dari Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬sebagaimana Jibril
„alaihissalam ajarkan. Pada masa ini banyak para sahabat yang
menuliskan Al-Qur‟an namun disesuaikan dengan kadar kemampuan
mereka masing-masing, baik kemampuan menyediakan alat tulis
ataupun kemampuan dalam hal menuliskan ayat.
Namun banyak dari mereka yang tidak menulis surat tersebut
secara berurutan, mungkin hal ini dikarenakan ayat Al-Qur‟an juga
tidak turun secara berurutan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
ketidak hadiran mereka pada saat turunnya ayat karena sebab
perdagangan atau peperangan, sehingga ketika mereka kembali ke
Madinah barulah menuliskan ayat atau surat yang terlewatkan
tersebut. Pada masa kenabian ini Al-Qur‟an memang dituliskan oleh
para sahabat ridwanullah „alaihim, akan tetapi tulisan tersebut
terpencar-pencar dan terpisah-pisah, serta belum ada satu mushaf
khusus yang menggabungkan seluruh surat Al-Qur‟an.

9
1.2 Masa Khulafaur Rasyidin
Pemeliharaan Al-Qur‟an pada masa Khulafaur Rasyidin
dimulai dari masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq radiyyalhu „anhu.
Di masa awal kepemimpinannya banyak kelompok yang
membangkang dan menolak membayar zakat, selain itu ada pula
kelompok nabi palsu dan orang-orang yang murtad serta kembali
kepada agama pagan. Abu Bakar memilih bersikap tegas dengan
memerangi ketiga kelompok tersebut secara keseluruhan, maka
peperangan-peperangan tersebut dinamai dengan Huruub Ar-Riddah
yaitu perang yang terjadi untuk melawan kemurtadan. Dan perang
yang paling berat saat itu adalah perang melawan pasukan nabi palsu
Musailamah Al-Kadzab yang disebut sebagai Perang Yamamah.
Pada Perang inilah banyak umat Islam yang gugur, jumlah
mereka sekitar 500 orang dan di antaranya terdapat 30 atau 50
penghafal Al-Qur‟an. Umar bin Khattab radiyallahu „anhu
menganggap fenomena gugurnya segolongan besar penghafal Al-
Qur‟an ini sebagai ancaman terhadap eksistensi Al-Qur‟an. Karena
itu beliau mengajukan usul kepada Khalifah Abu Bakar agar
membukukan Al-Qur‟an menjadi satu kitab. Walau sempat
mengalami penolakan oleh Abu Bakar dan Zaid bin Tsabit namun
pada akhirnya ide tersebut disetujui dan dilakukanlah pembukuan Al-
Qur‟an oleh tim yang diketuai Zaid bin Tsabit. Atas jasa Khalifah
Abu Bakar inilah kemudian Ali bin Abi Thalib radiyallahu „anhu
berkata.
Sumber penulisan Al-Qur‟an adalah para penghapal Al-Qur‟an
yang mutqin dan juga catatan-catatan Al-Qur‟an yang ada sejak masa
Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬.Bahkan untuk menguatkan validitas teks
tersebut panitia pembukuan mensyaratkan harus ada minimal dua
orang saksi atas benarnya teks tersebut. Lalu Al-Qur‟an yang telah

10
ditulis dalam satu mushaf tersebut dipegang oleh Abu Bakar As-
Shiddiq hingga beliau wafat.
Setelah itu mushaf tersebut diwariskan kepada Khalifah Umar
bin Khattab. Dan ketika Umar wafat maka mushaf itu dipegang oleh
Hafsah, istri Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫ صلى هللا علي‬yang juga anak Umar bin
Khattab. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab radiyallahu „anhu
pembebasan wilayah Islam terjadi sangat gencar sehingga wilayah
Islam sudah mencakup mayoritas wilayah Persia, Syam, Palestina,
Mesir, hingga Libya. Yang mana kebanyakan wilayah itu bukanlah
wilayah yang menggunakan bahasa arab sebagai bahasa sehari-
harinya. Khalifah Umar bin Khattab lantas mengeluarkan kebijakan
untuk mengutus para sahabat yang memiliki bekal ilmu mumpuni ke
berbagai wilayah tersebut untuk mengajarkan Islam, termasuk di
antaranya adalah mengajarkan Al-Qur‟an.
Maka masing-masing daerah memiliki guru Al-Qur‟annya
masing-masing. Di Syam terdapat Ubay bin Ka‟ab, di Iraq terdapat
Abdullah bin Mas‟ud, di Homs terdapat Miqdad bin Amru, dan di
Basrah terdapat Abu Musa Al-Asy‟ari. Di antara mereka pun kadang
terdapat perbedaan dalam pembacaan Al-Qur‟an. Hingga pada masa
Utsman bin Affan radiyallahu „anhu menjadi khalifah dan wilayah
Islam semakin meluas ke wilayah „ajam (non arab), munculah
potensi masalah baru dalam hal bacaan Al-Qur‟an yang bisa
menyebabkan perbedaan mencolok dalam bacaan Al-Qur‟an yang
dikhawatirkan bisa membuat umat Islam berpecah belah. Masalah ini
mengemuka pada saat pembebasan wilayah Armenia, dimana
pasukan muslim saat itu terdiri dari masyarakat dari berbagai
wilayah. Saat itu terjadi perselisihan dan pertentangan ketika ada
segolongan di antara mereka yang membaca Al-Qur‟an dan yang lain
mendengar bacaan tersebut berbeda dengan bacaan mereka.

11
Bahkan mereka masing-masing saling mengklaim bahwa
bacaan merekalah yang benar. Hudzaifah bin Yaman menangkap hal
ini sebagai pertanda bahaya bagi persatuan umat Islam, maka dia
bersegera menuju ke Madinah untuk menemui Khalifah Utsman bin
Affan untuk mengutarakan masalah tersebut kepada Utsman dan
memintanya untuk bersikap. Maka Utsman bin Affan meminta
mushaf Al-Qur‟an yang disimpan oleh Hafsah dan kemudian
melakukan penyalinan serta penggandaan teks Al-Qur‟an. Dasar
penyalinan atau penggandaan ini adalah mushaf Al-Qur‟an yang
telah ditulis secara lengkap pada masa Abu Bakar. Selain itu panitia
penyalinan
Al-Qur‟an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Sa‟id bin Al-„Ash, dan Abdurrahman bin Harits, juga
memanggil para penghapal Al-Qur‟an untuk mendeteksi dan
menginventarisir bentuk perbedaan riwayat bacaan yang ada.
Maka mushaf yang ditulis ulang saat itu adalah mushaf yang
mengakomodir perbedaan riwayat bacaan tersebut dalam satu tulisan,
yaitu tulisan Quraisy. Dr. Nuruddin „Ithr menyebutkan setidaknya
terdapat empat kaidah penulisan yang diberlakukan dan dijadikan
kaidah penulisan mushaf utsmani, yaitu: Ditulis dengan lughat
Quraisy, bila tidak memungkinkan menulis perbedaan bacaan dalam
satu mushaf maka dibuatkan mushaf lainnya yang mengakomodir
bacaan tersebut, menyingkirkan unsur lainnya yang bukan termasuk
Al-Qur‟an, dan menetapkan standar tertinggi dalam melakukan
verivikasi terhadap tulisannya. Mushaf ini kemudian dinamakan
sebagai Mushaf „Utsmani dan digandakan menjadi tujuh salinan,
enam lainnya disebar ke berbagai wilayah sedangkan satu salinan
sendiri dipegang oleh khalifah yang disebut sebagai mushaf Al-
Imam.

12
Enam wilayah tersebut yaitu : Syam, Kufah, Basrah, Mekkah,
Bahrain, dan Yaman. Namun Az-Zarkasyi menyebutkan dan
menguatkan pendapat bahwa salinan tersebut hanya berjumlah empat
buah yang disebar ke Kufah, Basrah, Syam, dan Madinah.38 Adapun
mushaf lainnya selain mushaf dari Hafsah kemudian dibakar dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya perpecahan, karena seluruh
perbedaan riwayat bacaan Al-Qur‟an telah diakomodir ke dalam
mushaf utsmani. Di tambah lagi mungkin saja terdapat tulisan-tulisan
tambahan dalam teks tersebut yang bukan merupakan Al-Qur‟an
semisal catatan makna atau tafsir ayat, yang bila tidak dihilangkan
dikhawatirkan akan memunculkan tambahan terhadap teks Al-
Qur‟an.
Adapun pada penghujung masa Khulafaur Rasyidin, yaitu
masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radiyallahu „anhu hampir sulit
menemukan peran yang signifikan dalam berbagai literatur kalsik
yang ada. Karena kebanyakan mengakhiri pembahasan mengenai
Jam‟ul Qur‟an hanya hingga periode Utsman bin Affan radiyallahu
„anhu. Namun ini juga tidak berarti bahwa tidak ada peran Khalifah
Ali bin Abi Thalib dalam menjaga Al-Qur‟an, karena beliau sendiri
merupakan salah satu orang yang hafal Al-Qur‟an secara
keseluruhan. Bahkan Ibnu Nadim mengutip riwayat dari Al-Munadi
bahwa setelah wafatnya Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫لى هللا علي‬CC‫ ص‬Ali bin Abi
Thalib radiyallahu „anhu sempat menuliskan Al-Qur‟an secara
lengkap dari hafalan beliau selama tiga hari karena khawatir akan
hilangnya Al-Qur‟an.
Namun tentu kadar validitas tulisan ini masih belum begitu
kuat dibandingkan mushaf yang ditulis oleh tim penulisan Al-Qur‟an
yang dibentuk Khalifah Abu Bakar, karena menggunakan persaksian
minimal dua orang saksi. Disinyalir kuat pula bahwa dimulainya
pemberian tanda baca AlQur‟an dimulai pada masa Khalifah Ali bin

13
Abi Thalib radiyallahu „anhu, yaitu ketika beliau meminta Abul
Aswad untuk menyusun kaidah bahasa arab untuk memperbaiki
kesalahan bicara masyarakat saat itu. Maka beliau membuat harakat
pada mushaf Al-Qur‟an dengan kode titik, yang mana warna titik
tersebut dibuat berbeda dengan warna tulisan pada mushaf Al-
Qur‟an. Beliau membuat tanda harakat fathah dengan satu titik di
atas huruf, harakat kasrah dengan satu titik di bawah huruf, harakat
dhummah dengan satu titik di depan huruf, dan harakat tanwin
dengan membuatnya.
1.3 Fase Setelah Khulafaur Rasyidin
Penulisan Al-Qur‟an secara lengkap dari awal hingga akhir
dengan urutan surat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah ‫صلى هللا‬
‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫ علي‬telah selesai dilakukan pada masa Khulafaur Rasyidin.
Termasuk mengakhiri perbedaan penulisan mushaf yang dapat
berakibat pada perpecahan di antara kaum muslimin. Maka hal
selanjutnya yang banyak dilakukan oleh umat adalah
menyempurnakan penulisan mushaf dan meneruskan periwayatan Al-
Qur‟an dari generasi sebelumnya kepada generasi setelahnya.
Adapun dalam hal periwayatan Al-Qur‟an kemudian muncul
banyak sekali qiraat bacaan Al-Qur‟an, karena Rasulullah ‫صلى هللا عليه‬
‫لم‬CC‫ وس‬sendiri mengajarkan qiraat yang berbeda-beda kepada para
sahabat. Qiraat tersebut mulai dari yang paling lemah hingga paling
kuat riwayatnya, yaitu maudhu‟, syadz, ahad, masyhur, dan
mutawatir. Adapun yang boleh dibaca hanyalah qiraat mutawatir dan
masyhur. Adapun qiraat yang mutawatir riwayatnya dan bisa
dipastikan berasal dari Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬karena banyaknya
priwayat disebutkan oleh Ibnu Mujahid ada tujuh riwayat, yaitu
riwayat Ibnu Katsir, Ibnu „Amir, „Ashim, Abu „Amru, Hamzah,
Nafi‟, dan Al-Kisaai. Dr. Nuruddin „Ithr menyebutkan tambahan
terhadap jumlah qiraat mutawatir ini sejumlah tiga riwayat sehingga

14
seluruhnya menjadi sepuluh riwayat, yaitu qiraat Abu Ja‟far, Ya‟qub
bin Ishaq, dan Khalaf bin Hisyam.
Lalu kemudian munculah Imam Qiraat pada generasi
setelahnya, diantara yang terkenal yaitu Al-Bizzi dan Qonbul yang
berasal dari riwayat Ibnu Katsir, Hisyam bin Ammar dan Ibnu
Dzakwan dari riwayat Ibnu „Amir, Syu‟bah dan Hafsh dari riwayat
„Ashim, Ad-Duuri dan AsSuusi dari Abu „Amru, Khalaf dan Khalad
dari riwayat Hamzah, Qalun dan Warsy dari riwayat Nafi‟, Abul
Harits dan Ad-Duuri dari riwayat Al-Kisaai, Ibnu Wardan dan Ibnu
Jamaz dari riwayat Abu Ja‟far, Ruwais dan Ruuh dari Ya‟qub, dan
yang terakhir yaitu Ishaq dan Idris dari riwayat Khalaf.
Demikianlah periwayatan qiraat Al-Qur‟an terus berlangsung
dari generasi ke generasi hingga era kontemporer sekarang ini.
Diantara periwayat yang masyhur pada era kontemporer yaitu Al-
„Allamah Abdul Fattah Al-Qadhi (1403 H), Asy-Syaikh „Amir As-
Sayyid „Utsman (1408 H), dan Al-„Allamah Hussein Khitab (1408
H). Dalam hal penulisan Al-Qur‟an, Marwan bin Hakam
menghapuskan mushaf yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar
yang berada pada Hafsah setelah Hafsah wafat dengan tujuan agar
tidak memunculkan dualisme atau anggapan bahwa mushaf utsmani
tidak sempurna, atau ada bagian yang kurang darinya. Lalu untuk
menjaga orisinalitas tulisan teks Al-Qur‟an sejak kodifikasi masa
Utsman bin Affan radiyallahu „anhu, digunakanlah rasm ustmani
sebagai standar penulisan mushaf. Banyak ulama yang mengharuskan
penulisan mushaf menggunakan rasm ustmani. Bahkan Imam Ahmad
mengharamkan penulisan Al-Qur‟an dengan selain rasm utsmani.
Selanjutnya dalam hal penulisan teks Al-Qur‟an dirumuskanlah tanda
baca yang lebih sistematis untuk menjaga agar bacaan Al-Qur‟an
tetap benar walau dibaca oleh orang-orang „ajam.

15
Setelah perumusan titik harakat yang digagas oleh Abul Aswad
Ad-Duali, kemudian disempurnakan oleh Khalil Al-Farahidi dengan
menjadikan tanda harakat berupa ‫ )و‬wawu) kecil di atas huruf sebagai
tanda dhummah, ‫ )ي‬yaa) kecil di bawah huruf sebagai tanda kasrah,
dan ‫ )ا‬alif) kecil di atas huruf sebagai tanda fathah. Akan tetapi
banyak yang menolak konsep AlFarahidi dikarenakan kekhawatiran
terjadi penambahan huruf pada teks Al-Qur‟an. Namun di kemudian
hari konsep harakat Al-Farahidi inilah yang menjadi dasar dari
pengembangan harakat sehingga menjadi sebagaimana yang
digunakan dalam mushaf Al-Qur‟an sebagaimana sekarang. Dalam
penulisan Al-Qur‟an yang tidak kalah pentingnya adalah tanda titik
pada huruf yang disebut juga Nuqath Al-I‟jam. Yang dimaksud
dengan Nuqath Al-I‟jam adalah tanda titik yang terdapat pada huruf
yang berbentuk sama agar bisa dibedakan antara satu dengan yang
lain, semisal huruf ‫ ح‬,‫ خ‬,‫ )ج‬jim, kho, kha).
Hal ini dikarenakan pada awal mulanya huruf-huruf dalam
mushaf Al-Qur‟an tidak memiliki tanda apapun (mujarradan), lalu
dibuatlah titik untuk bisa membedakan antara huruf ‫( ي‬yaa) dan ‫)ت‬
taa). Adapun yang pertama kali merumuskan Nuqath Al-I‟jam
menurut Dr. Ahmad Abu Bilal yaitu Abul Aswad Ad-Duali dan
murid-muridnya: Nashr bin „Ashim, Abdurrahman bin Hurmuz,
Yahya bin Ya‟mar, „Anbasah Al-Fiil, dan Maimun Al-Aqran. Dalam
hal penulisan mushaf Al-Qur‟an memasuki babak baru dengan
ditemukannya alat percetakan oleh bangsa eropa pada abad 15
masehi.
Cetakan mushaf Al-Qur‟an pertama kali hadir di eropa pada
abad 16 di Italia, kemudian disusul pencetakan Al-Qur‟an yang
dilakukan oleh Hinkelmann di Jerman dan Maracci di Italia pada
abad ke 17. Namun dalam cetakan tersebut terdapat banyak
kekeliruan fatal.52 Adapun di dunia Islam, awal mula pencetakan Al-

16
Qur‟an dilakukan Maulaya Utsman di Santo Petersburg, Rusia pada
abad ke 18. Disusul oleh pencetakan Al-Qur‟an di Teheran dan
Tibriz pada abad ke 19. Lalu pada awal abad ke 20 Raja Mesir Fuad I
meminta para Syaikh Al-Azhar membentuk komite pencetakan
mushaf Al-Qur‟an. Setelah melalui proses penelitian dan tahqiq
akhirnya mushaf Al-Qur‟an yang lebih sempurna dari sebelumnya
berhasil dicetak pada tahun 1923. Mushaf ini menggunakan kaidah
penulisan rasm utsmani dengan menambahkan jumlah ayat dalam
setiap surat dan memberi penomoran pada setiap ayat, keterangan
makkiyah atau madaniyah, tanda-tanda waqaf, juz, hizb, rubu‟, dan
ayat sajadah.
Setelah itu muncul pencetakan mushaf Al-Qur‟an di madinah
oleh Majma‟ Al-Malik Fahd yang dipelopori oleh Kerajaan Saudi.
Dibentuklah panitia yang terdiri dari para ulama yang ahli di bidang
Al-Qur‟an dan tulisannya pada tahun 1983. Dengan penerapan
standar penulisan serta pengecekan yang ketat dari panita serta
evaluasi yang berjalan secara berkesinambungan membuat kualitas
mushaf yang dicetak menjadi sangat baik. Mushaf hasil cetakan
Majma‟ ini kemudian disebut Mushaf Madinah.
Selain menyempurnakan penulisan Al-Qur‟an, juga dilakukan
penyederhanaan terhadap konsep tajwid Al-Qur‟an yang mulanya
dipelajari melalui jalur hafalan menjadi tertulis dan lebih konkrit
serta tersusun secara sistematis. Pengertian tajwid yaitu :
Memberikan hak setiap huruf yang dibaca baik berupa sifat yang
melekat pada huruf tersebut, ataupun hukumhukum yang muncul dari
sifat huruf tersebut.
Dari sisi praktik sendiri tajwid sebenarnya telah diajarkan oleh
Rasulullah ‫لم‬CC‫ه وس‬CC‫لى هللا علي‬CC‫ ص‬ketika mengajarkan bacaan Al-Qur‟an
kepada para sahabatnya, begitu juga para sahabat ketika mengajarkan
bacaan AlQur‟an kepada murid-muridnya. Namun dari sisi susunan

17
teoritis ilmu tajwid sendiri baru dimulai setelah periode sahabat.
Adapun peletak dasar ilmu tajwid diperselisihkan, ada yang
menyebut bahwa peletaknya adalah Khalil bin Ahmad Al-Farahidi,
Abul Aswad Ad-Duali, ada yang menyebut Abu Ubaid Al-Qasim bin
Salam, Khalil bin Ahmad, dan adapula yang menyebut beberapa
imam qiraat lainnya. Al-Khaqani juga disebut-sebut sebagai peletak
dasar ilmu tajwid karena dialah yang mula-mula menyusun kitab
dalam ilmu tajwid. Setelah Khaqani kemudian banyak bermunculan
kitab-kitab yang membahas ilmu tajwid semisal kitab At-Tahdid fi
Al-Itqan wa At-Tajwiid karya Ad-Daani (444 H) dan At-Tamhiid fii
Ilm At-Tajwiid karya Ibnul Jazari (833 H). Bahkan kemudian ilmu
tajwid tersebut di nadzamkan dalam bentuk syair semisal Matan
Jazari dan Tuhfatul Athfal.

1.4 Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman

Al Quran adalah pedoman hidup yang benar-benar dapat memberi


petunjuk dan memandu umat manusia menuju kea rah keselamatan hidup di
dunia dan di akhirat, Ianya berfungsi sebagai rahmat dan syifa’, penawar hati
yang gundah gulana, penawar jiwa yang resah dan gelisah. Bagi yang
mengamalkannya diberikan jaminan oleh al-Quran dengan balasan pahala
yang besar, sebaliknya sekiranya manusia sendiri telah mengabaikan dan
menyeleweng dari ajarannya serta enggan untuk patuh dan ta’at kepadanya,
pasti mereka mengalami kerugian yang membawa kekecewaan disepanjang
kehidupannya.

Dalam realita kehidupan saat ini sedang mencari bangunan spiritual


yang kokoh dan tangguh untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan
kemanusiaan, krisis lingkungan global dan kehampaan spiritual akibat

18
hempasan materialisme pragmatisme. Dengan ikhtiar Qur’ani dengan
menempatkan iman dan taqwa sebagai tujuan utama pembangunan
merupakan pilihan strategis sebagaimana di kemukakan Abas Mahmud Al-
Aqqad dalam bukunya Al-Insan Fi Al-Quran Al Karim, ia memperkirakan
semua aliran pemikiran dan ideoligi ciptaan manusia akan larut dan
tenggelam bersama berakhirnya abad 20 ini. Hanya dengan pesan-pesan Al
Quran akan tetap bertahan menghadapi bantingan dan tantangan zaman.
Nah, untuk menjawab berbagai krisis global tersebut tidak ada jalan lain
kecuali kembali menempatkan Al Quran sebagai imam, konsultan dan mitra
dalam realita kehidupan nyata. Sebagaimana dikemukakan oleh DR. Abdul
Hakim Mahmud dalam bukunya tantangan modernitas (Syafi’i Ma’arif
1990) bahwa Al Quran telah membuktikan mampu melahirkan masyarakat
yang harmonis, adil dan egaliter. Yakni masyarakat yang mampu
membumikan pesan-pesan Al Quran dalam realitas

kehidupan seperti rasa kebersamaan, kasih sayang, tolong menolong.


ukhwah, toleran, amar makruf nahi mungkar, demokrasi, amanah dan adil
Dengan menempatkan Iman dan Taqwa sebagai pilar utama dan pertama
dalam tujuan yang ingin dicapainya, ia merupakan wujud dari keimanan
dan amalan dari nilai-nilai Al Qur’an itu sendiri. Iman dan Taqwa adalah
pondasi, kekuatan dan sekaligus filter bagi setiap perilaku umatnya dalam
merealisasikan misi kekhalifaan dan sekaligus misi kehambaannya.
Demikian juga iman dan taqwa menjadi pondasi kekuatan dan sekaligus
filter dasar-dasar logika pembangunan. Nilai Al Quran menjadi kekuatan
evaluatif bagi setiap individu masyarakat dalam mempertanggung
jawabkan amanah yang dititipkan oleh Allah Swt kepadanya.

Dalam pambangunan masyarakat demikianlah yang akan diwujudkan


sehingga lahir suatu bangunan sosial masyarakat yang mandiri,
berbudaya, sejahtera, adil dan makmur baik dalam konteks kehidupan
duniawi maupun kehidupan ukhrawinya. Atau dalam relasi vertikal

19
maupun horizontal, dalam kesholehan pribadi maupun sosial. Untuk
mewujudkan masyarakat yang Qur’ani memang bukan persoalan mudah,
karenanya bagaimana kita menjadikan Al Qur’an sebagai konsultan hidup
dan kehidupan, baik dalam keadaan senang maupun susah, kaya maupun
miskin. Untuk itu langkah paling mendasar adalah bagaimana
membebaskan masyarakat dari buta baca tulis dan pemahaman Al Qur’an.
Inilah tugas sejarah masa depan dari berbagai kegiatan dan upaya
membangun masyarakat yang Qur’ani. Memberantas masyarakat dari but
abaca tulis Al Qur’an haruslah dimulai dengan membangun kekuatan
budaya, bukan formalitas. Kekuatan kultur (budaya) harus dibangun
kembali. Karena itu, Tradisi khataman, tadarus, haflah, simaan al Qur’an
dan pemberdayaan guru ngaji dari rumah kerumah yang sudah mulai
tenggelam dalam limbo sejarah itu harus dibangun kembali. Pusat-pusat
kreatif Al Qur’an (Pesantren Quran, Madrasah/MDA Qur’an/pergurun
tinggi) harus disiapkandengan peran serta masyarakat.

Bea siswa bagi santri-santri yang berperstasi haruslah masyarakat


yang berprestasi Qur’an haruslah disiapkan guna kelangsungan hidup dan
profesinya. Itulah pekerjaan yang harus dibangun dan dikerjakan dengan
semangat Qur’ani. Barangkali itulah sisa-sisa jahiliah kita yang harus
dikikis / dibasuh dengan semangat Al Qur’an. Akankah itu menjadi
kenyataan kultur dan gaya hidup kita kelak dalam pembangunan. Ataukah
Al Qur’an hanya akan menjadi komoditas duniawi semata? Hanya
Mahkamah Iman dan Taqwallah yang akan menjawab. Selamat berjuang
semoga sukses menegakkan generasi Qur’ani yang mampu menjawab
tantangan apapun juga.

1.5 Menumbuhkan Cinta Pada Al-Qur’an

Pada perkembangan zaman sekarang ini, tidak mudah untuk


membentuk kepribadian diri sendiri karena sudah banyak pengaruh dari
lingkungan. Kita perlu untuk membaca Al Quran sejak dini. Hal ini

20
sangat penting karena dengan sendirinya rasa cinta terhadap Al Quran
akan mengalir pada diri kita. Terdapat hadits yang memotivasi untuk
belajar Al Quran yang berbunyi, “Sebaik-baiknya kalian adalah orang
yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya” (HR Bukhari)

Mencintai sesuatu perlu perjuangan dan usaha, termasuk mencintai


Al-Qur’an. Ada beberapa cara agar mampu mencintai Al-Qur’an, salah
satunya adalah; 

Pertama, memperbanyak membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an


di sini bukan soal kwantitas tapi kwalitas, yaitu membaca dengan tartil
dan memahami kandungan maknanya. Sebab dengan memahami
maknanya akan tersingkap keindahan Al-Qur’an. Hal ini perlu
manajemen dan latihan agar senantiasa istiqamah supaya terbiasa. Cinta
akan tumbuh karena terbiasa. 

Kedua, senantiasa membaca tentang keagungan dan kemukjizatan


Al-Qur’an, sebab dengan banyak membaca keagungan Al-Qur’an, hati
akan terpaut untuk selalu membaca Al-Qur’an.

Ketiga, memperbanyak membaca sejarah para sahabat, ulama salaf,


dan ahlu Al-Qur’an yang gemar membaca Al-Qur’an dan mengabdikan
diri untuk Al-Qur’an. Sebab dalam perjalanan hidup mereka terdapat
uswah untuk diteladani, inspirasi untuk diikuti.

Keempat, berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan kemudahan


mencintai Al-Qur’an dan mencapai cintainya. Doa adalah senjata orang
mukmin. 

21
1.6BAB III

1.7PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Melalui makalah ini kita menjadi lebih tahu mengenai proses


pemeliharaan Al-Qur‟an dari masa ke masa, sejak masa Rasulullah ‫صلى هللا عليه‬
‫ وسلم‬hingga zaman kontemporer sekarang ini. Sungguh banyak sekali umat
Islam yang Allah libatkan untuk menjaga orisinalitas, validitas, dan otentisitas
firman-Nya. Karena inilah janji-Nya di dalam Al-Qur‟an bahwa Dia akan
senantiasa menjaga firman-Nya dari segala bentuk perubahan, baik
pengurangan ataupun penambahan. Kita juga dapat mengetahui tentang Al-
Qur’an menjawab tantangan zaman dan bagaimana cara menumbuhkan cinta
pada Al-Qur’an.

1.2 Daftar Pustaka

Ad-Daani, Abu Amru. An-Nuqat. Kairo: Maktabat Al-Kulliyaat AlAzhariyah, t.th..


Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Taarikh Al-Islam wa Wafiyaat AlMasyaahir
wa Al-A‟laam. Beirut: Daar Al-Kitab Al-„Arabi, 1993.
Ahmad, As-Sayyid. Asaanid Al-Qurra Al-„Asyrah wa Ruwaatihimu AlBararah:
Rusumaat Taudhihiyyah fii „Awaali Thuruq Asaaniidihim
ilaa Rasulillah Shallallahu „alaihi wasallam. Riyadh: Maktabat AlMalik Fahd Al-
Wathaniyaa, 2005. cet. 2.

22
Al-Amin, Muhammad Sayyidi. Al-Wajiz fii Hukmi Tajwiidi Al-Kitab Al-
„Aziiz. Madinah: Maktabat Al-„Uluum wa Al-Hikam, 2002.
Al-Baidhawi, Abdullah bin Umar. Anwaar At-Tanziil wa Asraar AtTa‟wiil. Beirut:
Daar Ihyaa‟ At-Turaats Al-„Arabi, 1418 H. Cet. 1.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Al-Jaami‟ Al-Musnad As-Shahih AlMukhtashor
min Umuuri Rasulillah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬wa Sunanihi wa Ayyaamihi.
Beirut: Daar Thauq An-Najaat, 1422 H.
Al-Halabi, Nuruddin Muhammad „Ithr. „Uluum Al-Qur‟an Al-Kariim.
Damaskus: Mathba‟ah As-Sabaah, 1993.
Al-Ibyari, Ibrahim. Taarikh Al-Qur‟an. Beirut: Daar Al-Kutub AlLubnaani, 1991.
Cet. 3.
Al-„Isawi, Yusuf Khalaf. Radd Al-Buhtaan „an I‟rabi Aayaati min AlQur‟an Al-
Kariim. Dammam: Daar Ibn Al-Jauzi, 2010. Cet. 1.
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Al-Qur‟an wa Naqdhu Mathaa‟in ArRuhbaan.
Damaskus: Daar Al-Qolam, 2007. Cet. 1.
Al-Khayyath, Khalifah bin. Taarikh Khalifat Ibn Khayyath. Beirut:
Muassasat Ar-Risalah, 1397 H. Cet. 2.
Al-Maghluts, Sami bin Abdullah. Athlas Al-Khalifah Utsman ibn „Affan
radiyallahu „anhu. Riyadh: Maktabat Al-„Abeekan, 2006. Cet. 1.
Al-Mishri, Abdul Fattah. Hidaayat Al-Qaari ilaa Tajwiid Kalaam AlBaari. Madinah:
Maktabat Thayyibah, t.th. Cet. 2.
Al-Mishri, Muhammad Ali. Al-„Amiid fii „Ilmi At-Tajwiid. Iskandariyah:
Daar Al-„Aqidah, 6440. Cet. 1.
Al-Muthairi, Abdul Muhsin. Da‟awa At-Tha‟iniin fii Al-Qur‟an AlKariim fii Al-
Qarn Ar-Raabi‟ „Asyar Al-Hijri wa Ar-Radd „alaiha.
Beirut: Daar Al-Basyaair Al-Islamiyah, 2006.
Al-„Ubaid, Ali bin Sulaiman. Jam‟u Al-Qur‟an Al-Kariim Hifdzan wa
Kitaabatan. Madinah: Majma‟ Al-Malik Fahd, t.th.

23
Al-Qari‟, Abdul Aziz. Qawaa‟id At-Tajwiid „ala Riwaayat Hafsh „an
„Ashim bin Abi An-Najud. Beirut: Muassasat Ar-Risalah, t.th..
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj. Al-Musnad As-Shahih Al-Mukhtashar
bi Naqli Al-„Adli „an Al-„Adli ilaa Rasulillahi Shallallahu „alaihi
wasallam. Beirut: Daar Ihya At-Turats Al-„Arabi, t.th..
Ar-Rumi, Fahd Abdurrahman. Diraasat fii „Uluum Al-Qur‟an Al-Karim.
Riyadh: Maktabat Al-Malik Fahd Al-Wathaniyya, 2005. Cet. 4.
As-Shalih, Subhi. Mabaahits fii „Uluum Al-Qur‟an. Beirut : Daar Al-„Ilm
li Al-Malaayiin, 2000. Cet. 4.
As-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Beirut: Al-Maktabat Al-
„Ashriyah, t.th..
As-Suyuthi, Jalaludin. Tadrib Ar-Raawi fii Syarhi Taqriib An-Nawaawi.
Riyadh: Daar Thayyibah, t.th..
At-Thabari, Ibnu Jarir. Jaami‟ Al-Bayaan fii Ta‟wil Al-Qur‟aan. Beirut:
Muassasat Ar-Risalah, 2000.
Az-Zarkasyi, Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan fii „Uluum Al-Qur‟an.
Kairo: Daar Ihya Al-Kutub Al-„Arabiyyah „Isa Al-Baabi Al-Halabi
wa Syurakaahu, 1957.
Az-Zurqani, Muhammad. Manahil Al-„Irfan fii „Uluum Al-Qur‟an. Kairo:
Mathba‟ah „Isa Al-Baab Al-Halabi wa Syurakaahu, 1367 H. Cet. 3.
Bek, Muhammad Khudari. Tarrikh At-Tasyrii‟ Al-Islami. Jakarta: Daar
Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007. Cet. 1.
Bilal, Ahmad Muhammad Abu. „Inayat Al-Muslimiin bi Al-Lughat Al-
„Arabiyyah Khidmatan li Al-Qur‟an Al-Karim. Madinah: Majma
Al-Malik Fahd, t.th..

24
Dawud, Abu Bakar bin Abi. Kitaab Al-Mashaahif. Beirut: Daar AlBasyaair Al-
Islamiyyah, 1995. Cet. 2.
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/4-cara-mencintai-al-qur-an-Vjqww
https://bumimuliaproperty.com/menumbuhkan-kecintaan-terhadap-al-quran/
https://ushuluddin.unida.gontor.ac.id/al-quran-menjawab-tantangan-zaman-
kesehatan-pendidikan-dan-ekonomi/

25

Anda mungkin juga menyukai