Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

UNDANG-UNDANG KESEHATAN TAHUN 2023


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Aspek Legal Kebidanan
di Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Tasikmalaya

Dosen Pengampu: Siti Patimah, SST., M.Keb

Oleh:
Dian Triana Agustin
Hilda Nurul Fauziah
Ineu Rahmawati
Kelas B RPL

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Undang-undang Kesehatan Tahun 2023”. Shalawat serta
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat bimbingan,
bantuan, dorongan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun
mengucapkan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Nunung Mulyani, APP, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan.
2. Dr. Meti Widaya Lestari, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan Tasikmalaya.
3. Siti Patimah, SST, M.Keb selaku dosen pengampu.
4. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang turut
berperan serta membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, baik dalam penyusunan maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
tanggapan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan
untuk perbaikan makalah di masa yang akan datang.

Tasikmalaya, Agustus 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum............................................................................5
B. Aspek yang disempurnakan............................................................5
C. Pro dan Kontra................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.........................................................................................18
B. Saran...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat setiap orang, baik secara fisik,
mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkannya untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk menjamin kesehatan setiap
orang maka diperlukan adanya suatu upaya. Upaya Kesehatan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif,
dan/atau rehabilitatif oleh pemerintah dan/atau masyarakat. (RUU Kes,
2023)
Negara menjamin kesehatan dalam sebuah peraturan perundang-
undangan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam
pembangunan nasional suatu bangsa. Hukum kesehatan diperlukan untuk
mengatur permasalahan kesehatan agar tercipta ketertiban dalam pergaulan
hidup. Hukum kesehatan adalah semua aturan hukum secara langsung
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan aturan-aturan
pada perangkat hukum perdata, hukum pidana, selama aturan ini mengatur
hubungan hukum dalam pemeliharaan kesehatan.
Tujuan hukum kesehatan pada intinya adalah menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat, diharapkan kepentingan
manusia akan dipenuhi dan terlindungi. Sehingga jelas terlihat bahwa
tujuan hukum kesehatan pun tidak akan banyak menyimpang dari tujuan
hukum itu sendiri, hal ini bisa dilihat dari bidang kesehatan yang
mencangkup aspek sosial dan kemasyarakatan dimana banyak kepentingan
harus dapat diakomodir dengan baik. Untuk tercapainya tujuan hukum
kesehatan tidak luput dari peran pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan

3
adalah semua tindakan yang diambil dalam rangka mencegah dan
memelihara kesehatan masyarakat pada umumnya, keberhasilan upaya
kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan seperti
tenaga sarana prasarana serta adminitrasi dengan jumlah dan mutu yang
memadai.
Peraturan perundang-undangan bersifat dinamis sesuai perkembangan
zaman termasuk hukum kesehatan yang selama ini berlaku. Namun baru-
baru ini publik dikagetkan dengan disahkannya RUU Kesehatan menjadi
UU Kesehatan 2023 pada 11 Juli 2023. Sehingga hal ini menuai pro dan
kontra dari berbagai lapisan tenaga keprofesian.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana gambaran umum Undang-undang Kesehatan 2023?
b. Apa saja aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang
Kesehatan 2023?
c. Apa saja pro dan kontra RUU Kesehatan 2023?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui gambaran umum Undang-undang Kesehatan
2023.
b. Untuk mengetahui aspek yang disempurnakan dalam Undang-
undang Kesehatan 2023.
c. Untuk mengetahui pro dan kontra RUU Kesehatan 2023.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum
Rapat paripurna DPR RI yang dilaksanakan pada hari Selasa 11 Juli
2023 memutuskan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU)
Kesehatan menjadi undang-undang (UU) Kesehatan pada sidang paripurna
DPR RI masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023. Undang-Undang
Kesehatan yang disahkan tersebut terdiri dari 20 bab dengan 458 pasal.
Substansi yang termuat antara lain penguatan tugas dan tanggung jawab
pemerintah dalam pemenuhan kesehatan, penguatan pelayanan kesehatan
primer, pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan, serta transparansi proses
registrasi dan perizinan tenaga medis. (Kemkes, 2023)
Undang-undang kesehatan 2023 disahkan dalam rangka transformasi
regulasi yang bertujuan untuk menyederhanakan pengaturan terkait kesehatan
sebagai terobosan hukum dan UU Kesehatan ini disusun dengan metode
omnibus law. Melalui transformasi kesehatan yang tertuang dalam draf RUU,
DPR bersama dengan Pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalahan
kekurangan dokter dan dokter spesialis, penyederhanaan peraturan, perizinan,
dan tata kelola, fokus kepada layanan Kesehatan primer (preventif dan
promotif), system pembiayaan, dan adopsi teknologi. (Kemkes, 2023).

B. Aspek yang disempurnakan


Ada sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang
Kesehatan, yaitu :
a. Upaya Kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Upaya Kesehatan
sebagai berikut:
1. 23 Upaya Kesehatan, terdiri atas Kesehatan reproduksi; keluarga
berencana; Kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dan lanjut usia;
kesehatan penyandang disabilitas; perbaikan gizi; pelayanan

5
darah; Kesehatan gigi dan mulut; Transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh, terapi berbasis sel punca dan sel, implan Obat
dan/atau Alat Kesehatan, dan bedah plastik rekonstruksi dan
estetika; pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; Bedah
mayat; penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran; Upaya Kesehatan jiwa; Penanggulangan penyakit
menular dan tidak menular; Kesehatan sekolah; Kesehatan
olahraga; Kesehatan lingkungan; Kesehatan kerja; Kesehatan
matra; Pelayanan Kesehatan pada bencana; pengamanan dan
penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; pengamanan
makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; Pelayanan
Kesehatan tradisional; dan/atau Upaya Kesehatan lainnya yang
ditetapkan Menteri.
2. Upaya Kesehatan diselenggarakan dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk telekesehatan,
yang terdiri atas pelayanan klinis (telemedisin) dan pelayanan
nonklinis.
3. Upaya Kesehatan dalam bentuk pelayanan terdiri atas pelayanan
kesehatan primer dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Fasyankes) sebagai berikut:
1. Berdasarkan kemampuan pelayanan, Fasyankes terdiri atas
Fasyankes tingkat pertama, Fasyankes tingkat lanjut, dan
Fasyankes penunjang
2. Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan diselenggarakan oleh
Menteri atau dapat didelegasikan kepada lembaga penyelenggara
akreditasi
3. Dalam rangka peningkatan akses dan mutu Pelayanan Kesehatan,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat mengembangkan jejaring
pengampuan Pelayanan Kesehatan prioritas, kerja sama dua atau

6
lebih Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pusat unggulan (centre of
excellence), sistem Kesehatan akademik (academic health system);
dan/atau Pelayanan Kesehatan terpadu
4. Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi Pelayanan Kesehatan
perseorangan dalam bentuk pelayanan dasar, spesialistik, dan/atau
subspesialistik, dan dapat menyelenggarakan fungsi pendidikan
dan penelitian di bidang Kesehatan
5. Mencabut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dengan
memperbaiki pengaturan organisasi dan tata Kelola pelayanan
rumah sakit.
c. Tenaga medis dan tenaga kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Tenaga Medis dan
Tenaga Kesehatan sebagai berikut:
1. Pengelompokan dan Kualifikasi Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan
2. Pengadaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dilakukan
melalui pendidikan tinggi.
3. Pendidikan profesi bidang kesehatan sebagai bagian dari
pendidikan tinggi dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan
bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan tugas
pemerintahan di bidang pendidikan tinggi, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
kolegium, dan/atau pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain diselenggarakan oleh perguruan
tinggi, pendidikan profesi bidang kesehatan dapat diselenggarakan
oleh Rumah Sakit pendidikan.
4. Penyelenggaraan pendidikan profesi bidang kesehatan oleh Rumah
Sakit pendidikan dilakukan setelah mendapatkan izin dari Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi

7
5. Pendidikan Kedokteran merupakan bagian dari pendidikan tinggi.
Pendidikan kedokteran diselenggarakan setelah mendapatkan izin
yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan tugas
pemerintahan di bidang pendidikan tinggi setelah mendapatkan
rekomendasi Menteri.
6. Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran
dan/atau program studi kedokteran gigi wajib membentuk Fakultas
Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi setelah memenuhi
persyaratan. Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran
Gigi harus memiliki atau bekerja sama dengan Rumah Sakit
Pendidikan.
7. Selain diselenggarakan oleh perguruan tinggi, pendidikan profesi
spesialis dan/atau subspesialis juga dapat diselenggarakan oleh
Rumah Sakit Pendidikan bekerja sama dengan Kolegium, setelah
mendapatkan izin dari Menteri.
8. Pemerintah Pusat membentuk tenaga cadangan Kesehatan untuk
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Kesehatan dan
mendukung ketahanan Kesehatan
9. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara Indonesia dan
warga negara asing lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik di Indonesia harus lulus evaluasi kompetensi yang
dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan kementerian yang
menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi, kolegium,
dan pihak lain yang terkait
10. Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang akan
menjalankan praktik wajib memiliki STR yang diterbitkan oleh
konsil kedokteran, konsil kedokteran gigi, atau konsil masing-
masing kelompok Tenaga Kesehatan atas nama Menteri, setelah
memenuhi persyaratan. STR berlaku seumur hidup.
11. Untuk jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan tertentu dalam
menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki izin dalam

8
bentuk SIP yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota tempat Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
menjalankan praktiknya. SIP masih berlaku sepanjang tempat
praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP dan
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
12. Untuk menjaga mutu dan kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan dalam rangka melindungi masyarakat dibentuk Konsil
Kedokteran Indonesia bagi kelompok tenaga medis dan Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia bagi kelompok Tenaga Kesehatan
yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Menteri.
13. Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memberikan
Pelayanan Kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan bertanggung jawab menyelenggarakan
pengelolaan data rekam medis dalam rangka pengelolaan data
kesehatan nasional
14. Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan
masyarakat wajib membuat catatan Pelayanan Kesehatan yang
dilakukan sehingga dapat diintegrasikan ke dalam sistem data
pasien.
15. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan wajib melaporkan kepada
aparat penegak hukum jika dalam pemberian Pelayanan Kesehatan
mengetahui atau menemukan dugaan tindak pidana pada Pasien
yang dilayani
16. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan membentuk Organisasi
Profesi sebagai wadah untuk pembinaan dan pengawasan martabat
dan etika profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Setiap
kelompok Tenaga Medis dan kelompok atau jenis Tenaga
Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi

9
17. Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar
pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, setiap
perhimpunan ilmu dapat membentuk 1 (satu) Kolegium untuk
masing-masing jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dan
harus mendapat pengakuan oleh Pemerintah
18. Dalam menegakkan disiplin profesi Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan, Menteri membentuk majelis yang dapat bersifat
permanen atau ad hoc
19. Setiap Pasien yang dirugikan akibat kesalahan Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Dalam hal Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan diduga
melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang
menyebabkan kerugian kepada Pasien, perselisihan yang timbul
akibat kesalahan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
21. Mencabut UU 20/2013 ttg Pendidikan Kedokteran, UU 29/2004
ttg Praktik Kedokteran, UU 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan, UU
38/2014 ttg Keperawatan, UU 4/2019 ttg Kebidanan, dan
mengubah UU 20/2003 ttg Sistem Pendidikan Nasional dan UU
12/2012 ttg Pendidikan Tinggi.
d. Perbekalan kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Perbekalan
Kesehatan sebagai berikut:
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan Perbekalan
Kesehatan, terutama Obat esensial dan Obat program nasional
dijamin oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Perencanaan kebutuhan Perbekalan Kesehatan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Pengadaan Perbekalan Kesehatan mengutamakan produk dalam
negeri.

10
4. Untuk menjamin ketahanan nasional, Obat generik International
Nonpropertery Name (INN) yang dipasarkan di Indonesia hanya
boleh dibuat oleh industri farmasi dalam negeri, dan dapat
diberikan fasilitas/insentif, baik fiskal maupun nonfiskal
5. Untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan Obat yang masih
dilindungi paten, dapat dilakukan intervensi berupa pelaksanaan
paten oleh Pemerintah Pusat dan lisensi wajib sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Penggolongan Obat dan Obat Bahan Alam
e. Ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan
RUU Kesehatan menambahkan pengaturan Ketahanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai berikut:
1. Untuk mewujudkan ketahanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin
kemandirian di bidang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
2. Kemandirian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dilakukan
melalui pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dari hulu hingga hilir secara
terintegrasi dengan target penggunaan dan pemenuhan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan yang diproduksi dalam negeri untuk
ketahanan dan kemajuan Kesehatan nasional
3. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan fasilitas
pelayanan kesehatan harus mengutamakan penggunaan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan dalam negeri.
4. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang diproduksi oleh Industri
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan harus memprioritaskan
penggunaan bahan baku produksi dalam negeri.
5. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam mengadakan Obat dan Alat Kesehatan harus
memprioritaskan Obat dan Alat Kesehatan yang menggunakan
bahan baku produksi dalam negeri

11
6. Dalam rangka mendukung kemandirian industri Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan, Pemerintah Pusat dapat memberikan prioritas
insentif bagi industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
7. Pemerintah melakukan mitigasi risiko terhadap sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang diperlukan dalam kondisi bencana, KLB atau
Wabah
f. Sistem informasi kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Sistem Informasi
Kesehatan sebagai berikut:
1. Sistem Informasi Kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Fasyankes, dan masyarakat.
2. Penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib menghubungkan
sistem yang dikelolanya dengan sistem yang mengintegrasikan
seluruh Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Kesehatan
3. Sistem Informasi Kesehatan memuat data dan informasi yang
bersumber dari: Fasilitas Pelayanan Kesehatan, instansi Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; badan/lembaga yang
menyelenggarakan program jaminan sosial nasional, badan/lembaga
lain yang menyelenggarakan kegiatan di bidang Kesehatan;
kegiatan masyarakat selain Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
pelaporan mandiri perorangan; dan sumber lainnya
4. Penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib menjamin
pelindungan data dan informasi Kesehatan setiap individu.
g. Teknologi kesehatan
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Teknologi
Kesehatan sebagai berikut:
1. Teknologi Kesehatan diselenggarakan, dihasilkan, dikembangkan,
dan dievaluasi melalui penelitian, pengembangan, dan pengkajian,
untuk peningkatan Sumber Daya Kesehatan dan Upaya Kesehatan

12
2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendorong pemanfaatan
produk Teknologi Kesehatan dalam negeri.
3. Dalam rangka mendukung Pelayanan Kesehatan, Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah mendorong pemanfaatan Teknologi
Kesehatan termasuk teknologi biomedis
h. Kejadian luar biasa dan wabah
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan Wabah sebagai berikut:
1. KLB adalah meningkatnya kejadian, kesakitan, kematian, dan/atau
kecacatan akibat penyakit dan masalah kesehatan yang bermakna
secara epidemiologis di suatu daerah pada kurun waktu tertentu.
2. Wabah adalah meningkatnya kejadian luar biasa penyakit menular
yang ditandai dengan jumlah kasus dan/atau kematiannya
meningkat dan menyebar secara cepat dalam skala luas/
3. Pengaturan secara khusus mengenai KLB yang meliputi kegiatan
kewaspadaan KLB, antara lain dengan kegiatan surveilans secara
rutin, kegiatan penanggulangan KLB untuk mencegah peningkatan
eskalasi penyakit dan masalah kesehatan dan berdampak semakin
luas serta kegiatan pada pasca-KLB dalam rangka pemulihan yang
dilaksanakan secara terkoordinasi, komprehensif, dan
berkesinambungan di wilayah, Pintu Masuk, dan pelabuhan atau
bandar udara yang melayani lalu lintas domestik
4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan
Kewaspadaan Wabah, Penanggulangan Wabah, dan pasca Wabah
untuk melindungi masyarakat dari Wabah yang secara teknis
kesehatan dikoordinasikan oleh Menteri bekerja sama dengan
pimpinan kementerian/lembaga terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Mencabut UU 4/1984 ttg Wabah Penyakit Menular dan UU 6/2018
ttg Kekarantinaan Kesehatan
i. Pendanaan kesehatan

13
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Pendanaan
Kesehatan sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan
dana yang dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan: a. upaya kesehatan
masyarakat dengan prioritas pendekatan promotif, preventif, kuratif,
dan/atau rehabilitatif; b. upaya kesehatan termasuk penanggulangan
kejadian luar biasa dan/atau wabah; c. penguatan sumber daya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; d. penguatan pengelolaan
kesehatan; e. penelitian, pengembangan, dan inovasi bidang
kesehatan; dan f. program kesehatan strategis lainnya.
2. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota memprioritaskan anggaran kesehatan di luar
gaji dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah
3. Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada
Pemerintah Daerah dalam rangka upaya peningkatan kinerja
pendanaan kesehatan.
4. RUU mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan beberapa
pengaturan baru beberapa yang diatur dalam UU 20/2004 ttg SJSN
dan UU 24/2011 ttg BPJS.
5. Peserta yang mengalami kekerasan atau kecelakaan tunggal lalu
lintas yang membutuhkan layanan medis dalam rangka pengobatan
berhak mendapat manfaat sesuai dengan kebutuhan medis.
6. Besaran iuran jaminan kesehatan untuk Peserta penerima upah,
Peserta bukan penerima upah, dan Peserta bukan pekerja ditetapkan
berdasarkan persentase tertentu dari upah atau pendapatan rumah
tangga seseorang
7. Penghentian kerja sama dengan fasilitas kesehatan secara sepihak
oleh BPJS Kesehatan harus dikoordinasikan dengan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
j. Komite kebijakan sektor kesehatan (KKSK)

14
RUU Kesehatan menambahkan pengaturan KKSK sebagai berikut:
1. KKSK merupakan wadah koordinasi dan komunikasi dalam rangka
akselerasi pembangunan dan memperkuat ketahanan sistem
Kesehatan yang menyelenggarakan pencegahan dan penanganan
berbagai permasalahan kebijakan di bidang Kesehatan.
2. KKSK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presidendibantu oleh sekretariat yang berkedudukan di Kementerian
Kesehatan.
3. KKSK bertugas mengoordinasikan pelaksanaan akselerasi
pembangunan dan memperkuat ketahanan sistem Kesehatan

C. Pro dan Kontra


Ada sejumlah poin dalam RUU Kesehatan dipersoalkan oleh tenaga
kesehatan sehingga rancangan itu ditolak untuk disahkan menjadi UU yaitu:
a. Mondatory Spending

DPR RI dan pemerintah sepakat untuk menghapus alokasi anggaran


kesehatan minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen. Pemerintah
beranggapan, penghapusan ini bertujuan agar mandatory spending diatur
bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen
belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu
di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal. Akan tetapi, penghilangan
pasal ini justru tak sesuai dengan amanah Deklarasi Abuja Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MPR RI X/MPR/2001.
b. STR seumur hidup

Dalam salah satu rancangan nya, disebutkan bahwa setidaknya STR


akan diberlakukan seumur hidup tanpa diregistrasikan kembali. Padahal
tujuan STR diregistrasikan ulang selama 5 tahun sekali adalah demi
menunjang akan adanya ilmu-ilmu yang terus berkembang setiap waktu.
Tentu saja wacana ini menimbulkan banyaknya kecaman dari masyarakat
dari pihak yang pro ataupun kontra akan isu ini.

15
eberapa nakes berargumen bahwa mereka merasa dibebani akan biaya
registrasi STR dimana gaji mereka saja sangat minim bahkan kurang
memenuhi kebutuhan mereka. Banyak penekanan akan administrasi STR
yang banyak membebani nakes dan membuat mereka menyetujui akan
terbitnya RUU. Mereka beranggapan bahwa pembaharuan ilmu ada
banyak cara. RUU diharapkan dapat dibuat dengan mempertimbangkan
tidak hanya kesejahteraan masyarakat namun juga tenaga Kesehatan
c. Kemudahan izin dokter asing

Dalam beleid yang baru disahkan tersebut, disebutkan berbagai


persyaratan bagi dokter asing maupun dokter WNI yang diaspora dan mau
kembali ke dalam negeri untuk membuka praktik. Sesuai peraturan
tersebut, untuk membuka praktik di dalam negeri mesti memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) sementara, Surat Izin Praktek (SIP), dan Syarat
Minimal Praktek. Akan tetapi, jika dokter diaspora dan dokter asing itu
sudah lulus pendidikan spesialis maka mereka bisa dikecualikan dari
persyaratan itu.
Aturan itu dinilai berbahaya karena dokter spesialis dapat beroperasi
tanpa rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Selama ini, dokter
wajib mendapatkan rekomendasi dari IDI berupa STR sebelum
mengajukan permohonan SIP ke Kementerian Kesehatan.
d. Syarat surat keterangan sehat dan rekomendasi

Melalui RUU Kesehatan, persyaratan bagi seorang dokter untuk


mendapatkan SIP juga diubah. Sesuai aturan baru, untuk mendapatkan SIP
(Surat Izin Praktik), tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi.
Menurut IDI, aturan itu sama saja mencabut peran organisasi profesi
terkait persyaratan praktik tenaga kesehatan. Sebab dengan aturan itu,
seorang dokter tidak lagi memerlukan surat keterangan sehat dan
rekomendasi dari organisasi profesi untuk mendapatkan SIP.

16
DI berpandangan, surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon
tenaga kesehatan yang bakal memulai praktik kondisinya sehat dan tidak
mempunyai masalah etik dan moral.
e. Pembatasan jumlah organisasi profesi

UU Kesehatan yang baru juga dianggap mengatur peran dan


pembatasan terhadap organisasi profesi. "Setiap kelompok Tenaga Medis
dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi,"
demikian isi Pasal 314 ayat 2 UU Kesehatan. Yang dipertanyakan oleh IDI
adalah apakah nantinya organisasi profesi tunggal itu diterapkan untuk
seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi menaungi
tenaga kesehatan yang spesifik seperti dokter gigi, dokter mata, dan
sebagainya.
f. Kekhawatiran kriminalisasi nakes
Dalam UU Kesehatan yang baru juga terdapat pasal yang mengatur
tentang ancaman pidana penjara bagi mereka yang melakukan kelalaian
berat. "Setiap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan
kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan
pidana penjara paling lama tiga tahun," demikian isi Pasal 462 ayat 1.
Lantas pada ayat 2 disebutkan, "Jika kelalaian berat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun". IDI menilai pasal
itu akan berpotensi mumunculkan kriminalisasi dokter lantaran tidak
terdapat penjelasan rinci terkait poin kelalaian.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang-undang Kesehatan 2023 merupakan penyempurnaan dari
berbagai peraturan perundangan yang sudah ada dengan tujuan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia melalui berbagai
perbaikan dalam pelayanan kesehatan di fasilitas primer dan sekunder.
Pengesahan Undang-undang Kesehatan 2023 ini diharapkan bahwasanya
sistem kesehatan yang tangguh dapat dibangun di seluruh Indonesia,
termasuk daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.
B. Saran
Pengesahan Undang-undang Kesehatan 2023 terkesan terburu-buru
mengingat rancangan baru di usulkan pada tahun 2022. Sehingga alangkah
lebih baik untuk lebih mendalami terlebih dahulu isi setiap poin dengan
melibatkan atau jajak pendapat semua organisasi profesi kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aida, Nur. 2023. Pro dan Kontra UU Kesehatan yang baru disahkan. dalam web
https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/12/123000265/pro-kontra-uu-
kesehatan-yang-baru-disahkan?page=all diakses pada Minggu 6 Agustus
2023 jam 22:00 WIB
DPR RI. 2023. Rancangan Undanng-Undang Kesehatan Tahun 2023. dalam web
https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20230214-012516-
3408.pdf diakses pada Sabtu 5 Agustus 2023 jam 20:00 WIB

Laras, Kevi. 2022. Pro Kontra STR Dokter akan Berlaku Seumur Hidup, Konsil
Kedokteran Indonesia Angkat Bicara : Okezone health diakses pada Minggu
6 Agustus 2023 jam 21:00 WIB
Rokom. 2023. Ketok Palu! RUU Kesehatan Sah jadi Undang-Undang. dalam web
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230711/4643487/
ketok-palu-ruu-kesehatan-sah-jadi-undang-undang/ diakses pada Minggu 6
Agustus 2023 jam 15:00 WIB
Rokom. 2023. STR Dokter Seumur Hidup, Syarat Pemenuhan Kompetensi Tetap
Berlaku – Sehat Negeriku (kemkes.go.id) diakses pada Minggu 6 Agustus
2023 jam 17:00 WIB
Thea, Rhena. 2023. Pro dan Kontra Wacana STR Seumur Hidup. (republika.co.id)
diakses pada Minggu 6 Agustus 2023 jam 22:15 WIB

19

Anda mungkin juga menyukai