Anda di halaman 1dari 4

Review “Atensi Bangsa dan Kemajuannya – Badri Munir Sukoco”

Raisa Rafdian Risly

Universitas Muhammdiyah Malang

Pendahuluan

Perubahan dan pasang-surut kondisi dunia saat ini relatif tinggi. Diantaranya krisis
ekonomi, pangan dan energi, serangan Rusia ke Ukraina, penindasan Israel ke Palestina,
ketegangan antara AS dan China, bencana alam yang semakin sering dan lain sebagainya.
Namun pandemi Covid-19 pernah mempertemukan dan menyatukan berbagai topik yang
menjadi perhatian skala global. Tidak hanya para pemimpin negara, politisi, pengusaha,
cendekiawan, bahkan dunia internasional pun memperhatikan perkembangannya. Seluruh lapisan
masyarakat dari berbagai bidang dan latar belakang di seluruh dunia sangat memperhatikan
berbagai tindakan kesehatan, pencegahan dini, jumlah yang terinfeksi, kematian terkait, inovasi
alat kesehatan, obat-obatan, dan pembuatan vaksin untuk Covid-19. Atensi kolektif ini
mendorong aksi bersama untuk mengatasi dan mengelola pandemi Covid-19 secara cepat dan
efektif. Efektifitas atensi pada penyatuan sumberdaya untuk mencapai ambisi bersama demi
berakhirnya pandemi Covid-19 sepatutnya untuk dicermati. Namun pembelajaran itu kini mulai
luntur saat pandemi sudah teratasi dan kemudian dinamika lokal dan nasional mulai bermunculan
kembali.

Latar Belakang

Tulisan review ini dibuat berdasarkan artikel yang berjudul “Atensi Bangsa dan
Kemajuannya” oleh Badri Munir Sukoco. Sebagai tugas UAS individu mata kuliah Manajemen
Strategik. Dengan mereview tulisan tersebut diharapkan pembaca mendapatkan pandangan dan
sumbangan pemikiran akan pentingnya atensi kolektif yang jika dikelola secara baik oleh
pemerintah suatu negara akan berdampak positif bagi kemajuan negara, namun sebaliknya jika
tidak dikelola dengan baik akan berimbas negatif bagi negara tersebut.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam reveiw ini dengan menggunakan metode
summarize. Sebagai pandangan atau sumbangan pemikiran yang dilandasi dengan mengambil
latar belakang masalah, pembahasan dan mengambil poin-poin penting dari artikel atau opini
tersebut kemudian merangkumnya dan memberikan masukan.

Keunggulan

Kemudahan mencari informasi tentang apapun dimulai saat internet dapat diakses publik
pada tahun 1993. Yang sebelumnya didominasi oleh media mainstream, kini jurnalisme dan
pembuat konten bisa dari siapa saja selama menarik bagi publik. Sehingga dengan meledaknya
informasi juga diiringi dengan membaiknya literasi yang memudahkan publik dalam
memvalidasi informasi yang diperolehnya.

Hal ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah khususnya Indonesia, untuk
mengelola informasi-informasi menjadi isu strategis bangsa untuk mendapat atensi publik.
Karena dengan atensi publik, mampu menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk
memikirkan, meluangkan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan isu atau permasalahan strategis
tersebut.

Pendapat ini juga diperkuat dengan hasil penelitian William Ocasio mengenai Attention-
Based View (ABV) pada tahun 2018. Dimana kinerja suatu organisasi bergantung pada
pemilihan atensi oleh pemimpin yang kemudian dikelola organisasi. Sehingga atensi tersebut
menjadi sebuah agenda strategis yang dikomunikasikan dengan seluruh anggota dengan baik
menjadikan seluruh anggota organisasi fokus pada pengembangan dan implementasi strategi
tersebut. Hal ini menjadikan kinerja organisasi lebih efektif dan memperoleh hasil yang jauh
lebih baik.

Sebagai contoh Korea Selatan yang merupakan negara bekas jajahan Jepang, pada awal
tahun 1970-an merupakan salah satu negara termiskin di Asia. Namun dengan ambisi bangsa
Korea Selatan untuk menjadi makmur dan melebihi Jepang, menjadikannya sebagai atensi
kolektif yang sangat diperhatikan oleh seluruh lapisan masyarakatnya. Bagi seluruh pelajar
memiliki kewajiban belajar lebih keras dan berprestasi, bagi seluruh dosen memiliki karya ilmiah
dan paten demi teknologi yang lebih maju dan bagi seluruh pengusaha memiliki produk yang
lebih unggul. Dan hal ini telah menjadi atensi seluruh anak bangsanya untuk mengalahkan
kemakmuran Jepang. Sehingga pada tahun 1990-an Korea Selatan berhasil menjadi negara yang
maju sampai seperti saat ini.

Kekurangan

Kemudian dari sisi negatif dengan meledaknya informasi bagi publik atau banjirnya
informasi, menjadikan banyaknya informasi yang tidak valid atau hoax. Disamping itu banyak
buzzer atau akun palsu bayaran dari oknum tertentu yang bertebaran untuk menggiring opini
publik kemudian memunculkan propaganda dan perpecahan diantara masyarakat. Dan
dikarenakan semakin viral dan banyaknya viewers menjadikan sumber uang bagi pembuat
konten, maka mereka berlomba-lomba dalam menyajikan isu yang sedang ramai dibahas,
sebelum atensi publik berpindah dan isu tersebut sudah usang. Ditambah lagi atensi publik yang
selalu berpindah dari isu satu ke isu yang lain tidak lebih dari 12 jam menurut Lorenz-Spreen
dkk pada tahun 2019.

Namun apakah konten atau isu yang dibahas dan menjadi atensi publik tersebut penting
bagi kemajuan bangsa Indonesia? Tentunya tidak, karena banyak juga isu-isu viral yang
sejatinya merusak moral anak bangsa dan menjauhkan bangsa Indonesia dari kemajuan.
Sedangkan isu strategis yang seharusnya dibahas dan menjadi atensi publik malah tenggelam
oleh adanya isu-isu yang tidak penting tersebut. Disinilah seharusnya pemerintah menerapkan
regulasi mengenai isu apa yang seharusnya menjadi atensi publik untuk memajukan bangsa,
bukan malah sebaliknya. Isu-isu propaganda yang semakin subur pada seluruh media untuk
mengalihkan atensi publik dari isu-isu yang strategis.

Sebagai contoh negeri China yang pada awal 2000-an bersama-sama dengan Indonesia
memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) diatas 1.000 USD. Namun saat ini China sudah
mencapai PDB 12.539 USD jauh meninggalkan Indonesia yang hanya 4.350 USD. Salah satu
strategi yang dibangun oleh pemerintah China adalah membatasi informasi dari luar negaranya
yang berpotensi menghambat laju kemajuan negara. Salah satunya dengan mengawasi
penggunaan internet, yang kontennya dibatasi hanya demi kemajuan negaranya, seperti konten-
konten yang bermanfaat bagi generasi muda untuk terus memacu potensi yang dimilikinya selain
dari itu akan diblokir oleh negara. Meskipun disisi lain mengorbankan kebebasan dalam
berekspresi, mendapatkan informasi dan beberapa sebagainya, namun hal ini terbukti efektif
dengan melihat hasil yang bangsa China capai saat ini.

Rangkuman

Pandemi Covid-19 sempat mempertemukan dan menyatukan berbagai topik yang menjadi
perhatian dan atensi berskala global. Atensi kolektif ini mendorong aksi bersama dengan seluruh
sumberdaya setiap negara untuk mengatasi dan mengelola pandemi Covid-19 agar segera
berakhir secara cepat dan efektif. Hal ini seharusnya dapat dijadikan peembelajaran oleh para
pemimpin negara untuk dapat mengelola atensi kolektif yang mengarah pada isu strategis yang
dapat memajukan negaranya.
Menurut Prof. Keun Lee (2019) bahwa suatu negara bisa menjadi negara maju karena
pendidikan tinggi yang berkualitas dan meningkatnya kapabilitas berinovasi bangsanya. Atensi
akan pendidikan yang tinggi dan kapabilitas inovasi ini mengantarkan negara keluar dari zona
Middle Income Trap (MIT) atau dalam kategori negara yang sedang berkembang menuju negara
maju, adapun yang atensinya berubah-ubah tentu sebaliknya.

Sedangkan menjadi negara maju, sejatinya menjadi ambisi kolektif bangsa Indonesia.
Namun atensi yang dikembangkan oleh pemerintah maupun yang diterima publik saat ini masih
jauh dari mengarah ke ambisi tersebut. Viralitas sebuah isu yang menyedot atensi bangsa dan
tidak dibutuhkan untuk memajukan bangsa, pemerintah harus segera mengatasinya. Penyajian
isu-isu strategis bangsa sesuai dengan karakteristik publik, baik dari segi usia, pendidikan, atau
penghasilan sangat perlu dilakukan.

Dengan menggandeng influencers dan pembuat konten agar agenda-agenda strategis


bangsa menjadi atensi publik juga bisa dijadikan opsi untuk mengatasinya. Atensi juga perlu
diciptakan oleh jajaran pemimpin negara Indonesia, agar memilih isu-isu strategis bangsa yang
dapat menggerakkan pikiran, waktu, energi, dan sumberdaya anak bangsa untuk mencapainya.
Terutama dari segi pendidikan, seperti isu tingkat pendidikan di Indonesia yang ternyata cukup
rendah dan berada pada posisi 54 dari 78 negara yang diteliti oleh jurnalis dan akedemisi dari
Amerika pada tahun 2022. Atensi kolektif ini yang akan menentukan akselerasi pencapaian
Indonesia Maju 2045 dapat terealisasi atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai