DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
YUMI PAPONA (111422006)
NILJA GOBEL (111422002)
RONALD LENGKUNG (111422140)
ABD AMAR W BUMULO (111422014)
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin-Nya
semata saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi
besar Muhammad SAW, semoga rahmat selalu tercurah kearah beliau, keluarga, sahabat, dan
juga kepada kita sekalian.
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Rizki Djibran S.Pd M.Pd selaku dosen untuk
Mata Kuliah Landasan Bimbingan Dan Konseling yang telah membimbing, menasehati, dan
berbagi ilmu dengan sukarela kepada kami.
Kami juga ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam
menyelesaikan makalah ini, kami sadar jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
memang kesempurnaan itu pada hakikatnya hanya milik Sang Pencipta semesta, oleh karena itu
dengan senang hati kami menerima masukan berupa kritik dan saran kan dari pembaca agar kami
bisa memperbaiki pembuatan makalah kami kedepannya.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
iii
BAB III........................................................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................11
3.2 Saran................................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali dipandang
secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya termasuk teori pemikiran
sistem kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dalam praktek keseharian.
Terkadang sosial budaya digambarkan menjadi suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat
atau sesuatu diluar kemampuan panca indra(Cicourel, 2013). Perilaku sosial atau tingkah laku
manusia (behavior) semata-mata dipahami sebagai sesuatu yang ditentukan oleh sesuatu
rangsangan (stimulus)yang datang dari luar dirinya. Indifidu sebagai aktor tidak hanya sekedar
penanggap pasif terhadap stimulus tetapi menginterpretasikan stimulus yang diterima itu.
Masyarakat dipandang sebagai aktor kreatif dari realitas sosial, sehingga perubahan sosialpun
dapat terjadi dan akan berdampak pada aspek lain khususnya interaksi sosial pada masyarakat
(Rofiq A., 2008).
Interaksi sosial diatas yang diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik
yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orangorang secara perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut terjadi karena adanya saling mengerti maksud dan
tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Rasa saling mengerti dapat menjadikan
interaksi yang dinamis antara satu pihak dengan pihak yang lain, sehingga tujuan dari suatu
program masyarakat akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat itu sendiri (Pribadi,
2004). Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-tujuan
dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu dimana ketika ia mangambil manfaat dari
tindakan memberikan perbedaan yang menjadikan manfaat dari tindakan tersebut menjadi lebih
dapat dimanfaatkan untuk menjadi solusi dari permasalahan sosial. Masyarakat yang menjadikan
suatu aturan budaya sebagai solusi terbaik tanpa berfikir jernih dalam menyelesaikan
permasalahan tidak akan bertahan lama dalam melakukan aktivitas sosial (Darwis, 2003).
Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap kebudayaan di dunia. Baik
kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan
vi
hubungan yang luas. Kebudayaan sangat mudah berganti dan dipengaruhi oleh kebudayaan lain,
sehingga akan menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu kebudayaan terdapat
sifat sosialis masyarakat yang didalamnya terdapat suatu ikatan sosial tertentu yang akan
menciptakan kehidupan bersama (Sulismadi & Sofwani, 2011).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Landasan Sosial Budaya
2. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam perubahan konstelasi keluarga
3. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya budaya dalam perkembangan pendidikan
4. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam dunia kerja
5. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam perkembangan kota metropolitan
vii
6. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam perkembangan perkembangan
komunikasi
7. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam seksime dan rasisme
8. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kesehatan mental
9. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam perkembangan teknologi
10. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kondisi moral dan keagamaan
11. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kondisi sosial ekonomi
viii
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Landasan Sosial Budaya Sebagai Pembentuk Konsep Positif Pada Anak
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan. Setidaknya
manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya
harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk
ix
memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada
sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa
yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu
adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk
terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Secara sosiologi,
pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat
berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara.
1) Anak-anak diasuh secara berbeda dan sering dilakukan oleh orang luar
(outsiders).
2) Ibu merasa dihantui oleh perasaan bersalah pada saat mening- galkan anak-
anaknya untuk pergi bekerja.
3) Perceraian dan masalah lain yang menyertainya terus meningkat.
4) Keluarga kehilangan fungsi ekonomi, karena kaum perempuan menjadi lebih
mandiri dalam bidang finansial.
5) Pasangan suami-istri cenderung kurang berminat untuk mempunyai anak.
Masalah lain yang menerpa keluarga di Amerika adalah sebagai berikut.
1) Meningkatnya pelecehan seksual terhadap anak-anak yang diestimasi mulai 5% sampai
15% dari penduduk Amerika. Pelecehan ini melibatkan para anggota keluarga atau orang-
orang yang dikenal oleh keluarga. Dalam banyak kasus, pelecehan seksual ini dipicu oleh
x
masalah lain, seperti minuman keras, ketidakberfungsian keluarga, dan ekonomi yang
murat- marit.
2) Masalah pemukulan terhadap istri merupakan peristiwa yang sering terjadi dalam
keluarga. Kasus ini diperkirakan sekitar satu juta peristiwa dalam satu tahunnya.
3) Banyak orangtua yang datang ke konselor untuk mendis- kusikan kesulitan dalam
berkomunikasi dengan anak, dan masalah penyalahgunaan obat dan minuman keras yang
dilakukan anak.
xi
kebergantungan para pemuda pada obat-obatan terlarang tidak akan dapat dikontrol lagi, di
sebagian besar negara di dunia ini" (Suara Pembaharuan: 27 November 1997).
keluarga yang diwarnai nilai-nilai agama akan melahirkan generasi muda yang berakhlak
mulia, dan juga suasana kehidupan masya- rakat yang harmonis. Apabila yang terjadi sebaliknya,
maka malapetakalah yang dialami oleh para anggota keluarga dan juga masyarakat pada
umumnya.
Keluarga yang fungsional (normal) adalah keluarga yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut.:
xii
kalangan yang berbeda- beda latar belakangnya antara lain: agama, etnis, keadaan sosial, adat
istiadat, dan ekonomi. Hal semacam ini menimbulkan bertum- puknya masalah yang dihadapi
oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran itu. Tidak sedikit konflik yang terjadi dalam
kelompok semacam itu. Kelompok itu terdiri atas orang-orang yang pada mulanya tidak hendak
bersatu, sedangkan dalam kesempatan yang terbuka itu, mereka terpaksa bergaul bersama-sama.
Arah meninggi tampak dalam bertambahnya kesempatan dan kemungkinan bagi murid
untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Arah ini menimbulkan kebutuhan
bimbingan bagi murid-murid untuk memilih kelanjutan sekolah kelanjutan sekolah yang paling
tepat, serta menilai kemampuan murid yang bersang- kutan, apakah dia tepat untuk melanjutkan
pelajaran. Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai jurusan khusus dan
sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih jurusan yang
khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid. Arah mendalam tampak dalam
berkembangnya ruang lingkup dan keragaman disertai dengan pertumbuhan tingkat kerumitan
dalam tiap bidang studi. Hal ini menimbulkan masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang
studi dengan tekun. Perkembangan ke arah ini bersangkut paut pula dengan kemampuan dan
sikap serta minat murid terhadap bidang studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa
setiap murid memerlukan perhatian yang bersifat individual dan khusus. Dalam hal ini pula
terasa sekali kebutuhan akan bimbingan di sekolah.
xiii
2.4 Dunia Kerja
Dewasa ini masalah karir telah menjadi komponen layanan bimbingan yang lebih penting
dibandingkan pada masa sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh adanya berbagai perubahan
dalam dunia kerja, terutama pada tahun 1970-an. Berbagai perubahan itu di antaranya sebagai
berikut.
Situasi di atas mungkin akan semakin lebih buruk lagi di masa yang akan datang, karena
kecenderungan bertumbuhnya kota-kota di abad 21 (dan seterusnya) akan semakin diperparah
dengan meledaknya arus urbanisasi.
Sehubungan dengan hal ini, Saeful Dullah (Potret Pertumbuhan Kota di Abad ke-21,
Pikiran Rakyat, 14-9-1996) mengemukakan dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota di
abad-21, terutama kota-kota berkembang yaitu sebagai berikut.
1) Umumnya migrasi orang desa ke kota di negara berkembang lebih banyak dimotivasi
dengan niat untuk "mengadu nasib," ketimbang untuk "memenuhi permintaan kebutuhan
pekerjaan" sebagaimana halnya banyak terjadi dalam proses urbanisasi di negara-negara
industri di abad-19.
2) Tidak mengherankan apabila masalah pengangguran dan kemiskinan dengan segala
akibat sosial yang ditimbulkannya diproyeksikan akan semakin menjadi masalah serius
bagi sejumlah kota besar di negara berkembang.
3) Keadaan akan semakin serius karena kebanyakan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
dan keterampilan yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di kota. Hasil studi
xiv
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan bahwa sebagian besar tenaga
kerja, khususnya wanita adalah tenaga kerja murah yang tidak memiliki keterampilan.
Mereka adalah kelompok manusia yang paling rendah, dan akan menjadi kelompok
manusia pertama yang tergilas oleh roda persaingan hidup di kota. Akhirnya mereka
terpuruk, sehingga terpaksa melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya.
4) Masalah pemukiman yang ditandai dengan menjamurnya pendirian rumah gubuk yang
ilegal atau tidak memiliki sama sekali tempat berlindung, merupakan masalah pelik lain
yang akan membuat lingkungan semakin buruk kota-kota besar di negara berkembang.
Konon menurut laporan konferensi tentang habitat yang berlangsung di Istambul (Turki),
Jakarta pada abad-21 nanti termasuk salah satu kota raksasa yang akan memiliki
perubahan terburuk dunia.
5) Masalah lain adalah terbatasnya kemampuan penyediaan fasilitas air bersih dibanding
jumlah permintaan kebutuhan. Ironisnya penduduk miskin kota terpaksa harus membeli
air jauh lebih mahal ketimbang mereka yang berbeda pada kelas menengah ke atas.
6) Yang paling menyedihkan lagi adalah bahwa Bank Dunia memperkirakan bahwa pada
tahun 2000, setiap tahunnya tidak kurang dari 5 juta anak akan meniggal akibat
lingkungan yang semakin buruk.
Menurut Dr. Yusmansyah Idris, Sp.Kj. (Republika, 12-12-03) masalah kesehatan jiwa di
Indonesia menduduki urutan kedua setelah penyakit menular. Keberadaan penyakit menular di
tengah- tengah masyarakat mencapai 22%, sedangkan masalah kesehatan jiwa berkisar antara 10-
15% dari total jumlah penduduk sekitar 210 juta jiwa. Menurut dia 3/1000 penduduk Indonesia
mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (seperti cemas, gelisah, dan depresi). Istilah depresi
xv
merupakan fenomena psikologis individu yang menunjukkan karakteristik: selalu merasa sedih
bersikap dingin, kurang memiliki perhatian terhadap lingkungan, dan pesimitik.
Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan manusia sangatlah besar.
Pengaruhnya seperti virus influensa yang Dampak media massa (terutama televisi) terhadap
kehidupan manusia sangatlah besar. Pengaruhnya seperti virus influensa yang mudah menyebar
ke tubuh manusia. Televisi telah menjadi pusat hiburan keluarga. Dewasa ini anak-anak dan para
remaja rata-rata menghabiskan waktu setiap harinya sekitar 6 jam untuk menonton televisi.
Propaganda atau iklan yang ditayangkan televisi telah mengembangkan sikap konsumerisme di
kalangan masyarakat.
Di samping itu program-program yang ditayangkannya tidak sedikit yang merusak nilai-
nilai pendidikan, karena banyak adegan kekerasan, mistik, dan a moral. Sehubungan dengan hal
tersebut, sangatlah penting bagi orangtua untuk membimbing anak, dalam rangka
mengembangkan kemampuannya untuk menilai setiap tayangan yang ditontonnya secara kritis.
Dalam hal ini layanan bimbingan yang memfasilitasi berkembangnya kemampuan anak dalam
mengambil keputusan (decision-making skill) merupakan pendekatan yang sangat tepat.
Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis
kelamin yang lainnya. Sementara rasisme merupakan paham yang mengunggulkan ras yang satu
dari ras lainnya. Di Amerika, seksisme masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum di
kalangan masyarakat. Fenomena ini seperti nampak dari sikap para orangtua yang masih
memegang budaya tradisional dalam pemilihan karir bagi anak wanita, yaitu membatasi atau
tidak memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk memilih sendiri karir yang diminatinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka program bimbingan mempunyai peranan penting, dalam
upaya membantu orangtua agar memiliki pemahaman bahwa anak wanita pun memiliki peluang
yang sama dengan anak laki-laki dalam memilih karir yang disenanginya.
xvi
diskriminatif (rasisme) terhadap mereka. Perlakuan diskriminatif atau rasisme ini seperti adanya
pembatasan pemberian kesempatan bekerja kepada kalangan muda kulit hitam. Kondisi ini
menyebabkan semakin banyaknya para penganggur di kalangan muda kulit hitam, yang
diperkirakan sekitar 25%.
Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata semakin marak, tidak dapat
dihentikan. Data tentang maraknya masalah kesehatan mental ini dilaporkan oleh Coleman yang
melakukan survey pada tahun 1974. Laporan itu menunjukkan bahwa (a) 10 juta orang Amerika
mengalami gangguan jiwa (neurotik), (b) dua juta orang mengalami sakit jiwa (psikosis),
200.000 orang atau lebih mencoba melakukan bunuh diri, (c) empat juta orang atau lebih
mengalami kepribadian anti sosial, (d) 1.5 juta remaja atau orang dewasa melakukan kejahatan
yang serius, (e) 500.000 orang berurusan dengan lembaga-lembaga pengadilan, (f) sembilan juta
orang kecanduan minuman keras (alkohol), (g) satu juta orang atau lebih menyalahgunakan obat-
obat terlarang, dan (h) 5.5 juta anak- anak dan orang dewasa mengalami gangguan emosional.
Dengan perkembangan teknologi yang pesat, timbul dua masalah penting, yang
menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat, ialah (1) penggantian sebagian besar
tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, dan hal ini mau tidak mau menyebabkan
pengangguran, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki
keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus pula bagi orang-orang yang hendak
menjabatnya.
Kedua masalah utama ini menimbulkan kebutuhan bagi orang- orang yang bersangkutan,
terutama murid-murid di sekolah, untuk mendapatkan pengetahuan tentang berbagai pilihan
jabatan dan cara memilihnya dengan tepat. Hal ini menimbulkan kebutuhan pada mereka untuk
xvii
meminta bantuan kepada orang lain atau badan yang berwenang untuk memecahkannya. Dan di
sinilah kebutuhan akan bimbingan itu terasa sangat dibutuhkan.
Dalam pada itu, terutama pada para kaum muda, penilaian terhadap keyakinan agama itu
sering didasarkan atas kesenangan pribadi yang nyata yang akan membawa kepada perasaan
tertekan oleh norma-norma agama ataupun nilai moral yang dianut oleh orangtuanya atau
masyarakat terdekat. Ini dibandingkannya pula dengan norma-norma yang telah diciptakan
dalam kelompok mereka sendiri. Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-
pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena menyangkut hal yang sangat mendasar dan
peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh
individu yang bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk
menanggulanginya.
Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi di antara anggota kelompok campuran,
menimbulkan masalah yang berat. Masalah ini terutama sangat dirasakan oleh individu yang
berasal dari golongan ekonomi lemah, tidak mampu, atau golongan "rendahan." Di kalangan
mereka, terutama anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi lemah, tidak mustahil timbul
kecemburuan sosial, perasaan rendah diri, atau perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan
anak-anak dari kelompok orang-orang kaya. Untuk menanggulangi masalah ini dengan
sendirinya memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari golongan
yang kurang mampu atau pun mereka dari golongan sebaliknya.
xviii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk
lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan
untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada
akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
3.2 Saran
Saran LandasanFilosofis Dan LandasanPsikologisuntukkedepannya guru bimbingan dan
konselinglebihmenerapkanlandasan-landasantersebutdalam proses pembelajaran di sekolah agar
kedepannyalebihterwujudnyasebuat proses pembelajaran yang efektif
xix
DAFTAR PUSTAKA
Pietrofesa, J.J. et.al. (1980). Guidance An Introduction. Chicago. Rand McNally College
Publishing Company.
Prayitno dan Amti, Erman. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
Surya, M. dan Natawidjaja, Rochman. (1986). Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
xx