Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Landasan Bimbingan Dan Konseling


(Landasan Sosial Budaya)
OLEH DOSEN PENGAMPU: Moh. Rizki Djibran S.Pd M.Pd

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
YUMI PAPONA (111422006)
NILJA GOBEL (111422002)
RONALD LENGKUNG (111422140)
ABD AMAR W BUMULO (111422014)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU


PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin-Nya
semata saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi
besar Muhammad SAW, semoga rahmat selalu tercurah kearah beliau, keluarga, sahabat, dan
juga kepada kita sekalian.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Rizki Djibran S.Pd M.Pd selaku dosen untuk
Mata Kuliah Landasan Bimbingan Dan Konseling yang telah membimbing, menasehati, dan
berbagi ilmu dengan sukarela kepada kami.

Kami juga ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam
menyelesaikan makalah ini, kami sadar jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
memang kesempurnaan itu pada hakikatnya hanya milik Sang Pencipta semesta, oleh karena itu
dengan senang hati kami menerima masukan berupa kritik dan saran kan dari pembaca agar kami
bisa memperbaiki pembuatan makalah kami kedepannya.

Gorontalo, 12 Maret 2023

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3

BAB I............................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................5

1.3 Tujuan................................................................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6

2.1 Faktor-faktor Sosial Budaya yang Menimbulkan Kebutuhan akan Bimbingan...................................6

2.2 Perubahan Konstelasi Keluarga.........................................................................................................7

2.3 Perkembangan Pendidikan................................................................................................................8

2.4 Dunia Kerja........................................................................................................................................9

2.5 Perkembangan Kota Metropolitan ...................................................................................................9

2.6 Perkembangan Komunikasi...............................................................................................................9

2.7 Seksisme dan Rasisme.......................................................................................................................9

2.8 Kesehatan Mental..............................................................................................................................9

2.9 Perkembangan Teknologi..................................................................................................................9

2.10 Kondisi Moral dan Keagamaan........................................................................................................9

2.11 Kondisi Sosial Ekonomi....................................................................................................................9

iii
BAB III........................................................................................................................................................11

PENUTUP...................................................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................11

3.2 Saran................................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali dipandang
secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya termasuk teori pemikiran
sistem kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dalam praktek keseharian.
Terkadang sosial budaya digambarkan menjadi suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat
atau sesuatu diluar kemampuan panca indra(Cicourel, 2013). Perilaku sosial atau tingkah laku
manusia (behavior) semata-mata dipahami sebagai sesuatu yang ditentukan oleh sesuatu
rangsangan (stimulus)yang datang dari luar dirinya. Indifidu sebagai aktor tidak hanya sekedar
penanggap pasif terhadap stimulus tetapi menginterpretasikan stimulus yang diterima itu.
Masyarakat dipandang sebagai aktor kreatif dari realitas sosial, sehingga perubahan sosialpun
dapat terjadi dan akan berdampak pada aspek lain khususnya interaksi sosial pada masyarakat
(Rofiq A., 2008).

Interaksi sosial diatas yang diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik
yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orangorang secara perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut terjadi karena adanya saling mengerti maksud dan
tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Rasa saling mengerti dapat menjadikan
interaksi yang dinamis antara satu pihak dengan pihak yang lain, sehingga tujuan dari suatu
program masyarakat akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat itu sendiri (Pribadi,
2004). Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-tujuan
dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu dimana ketika ia mangambil manfaat dari
tindakan memberikan perbedaan yang menjadikan manfaat dari tindakan tersebut menjadi lebih
dapat dimanfaatkan untuk menjadi solusi dari permasalahan sosial. Masyarakat yang menjadikan
suatu aturan budaya sebagai solusi terbaik tanpa berfikir jernih dalam menyelesaikan
permasalahan tidak akan bertahan lama dalam melakukan aktivitas sosial (Darwis, 2003).

Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap kebudayaan di dunia. Baik
kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan

vi
hubungan yang luas. Kebudayaan sangat mudah berganti dan dipengaruhi oleh kebudayaan lain,
sehingga akan menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu kebudayaan terdapat
sifat sosialis masyarakat yang didalamnya terdapat suatu ikatan sosial tertentu yang akan
menciptakan kehidupan bersama (Sulismadi & Sofwani, 2011).

Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa diuraikan


dan dilihat beragam vairabel dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam arti suatu pandangan
yang menyeluruh yang menyangkut pandangan hidup, sikap dan nilai. Pembangunan kebudayaan
dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan untuk recovery, bangkit dari kondisi yang
buruk, bangkit untuk memperbaiki kehidupan bersama, bangkit untuk menjalin kesejahteraan.
Dalam hal inilah sosial budaya berperan untuk memberikan solusi terbaik bagi beragam
bidangkehidupan (Widianto & Pirous, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Landasan Sosial Budaya
2. Bagaiaman Landasan Sosial Budaya Sebagai Pembentuk Konsep Positif Pada Anak
3. sBagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Perubahan Konstelasi Keluarga?
4. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Perkembangan Pendidikan?
5. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Dunia Kerja?
6. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Perkembangan Kota Metropolitan?
7. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Perkembangan Komunikasi?
8. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Seksisme dan Rasisme?
9. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Kesehatan Mental?
10. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Perkembangan Teknologi?
11. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Kondisi Moral dan Keagamaan?
12. Bagaimana Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Kondisi Sosial Ekonomi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Landasan Sosial Budaya
2. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam perubahan konstelasi keluarga
3. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya budaya dalam perkembangan pendidikan
4. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam dunia kerja
5. Untuk mengetahui faktor faktor sosial budaya dalam perkembangan kota metropolitan

vii
6. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam perkembangan perkembangan
komunikasi
7. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam seksime dan rasisme
8. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kesehatan mental
9. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam perkembangan teknologi
10. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kondisi moral dan keagamaan
11. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dalam kondisi sosial ekonomi

viii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Sosial Budaya


Landasan social budaya merupaakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai factor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan social
budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan social budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan social budaya dapat mngekibatkan tersingkir
daari lingkungannya. Lingkungan social budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan peerilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan.
Apabila perbedaan dalam social budaya ini tidak "dijembatani", maka tidak mustahil akan timbul
konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi
maupun sosialnya.2.1 Faktor-faktor Sosial Budaya yang Menimbulkan Kebutuhan akan
Bimbingan. Kebutuhan akan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi
oleh individu yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Semakin rumit struktur masyarakat dan
keadaannya, semakin banyak dan rumit pulalah masalah yang dihadapi oleh individu yang
terdapat dalam masyarakat itu.Jadi kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor
yang menambah rumitnya keadaan masyarakat di mana individu itu hidup. Faktor-faktor itu di
antaranya sebagai berikut. (John J. Pietrofesa dkk., 1980; M. Surya & Rochman N., 1986; dan
Rochman N., 1987).

2.2 Landasan Sosial Budaya Sebagai Pembentuk Konsep Positif Pada Anak

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan. Setidaknya
manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya
harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk

ix
memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada
sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa
yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu
adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk
terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Secara sosiologi,
pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat
berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara.

2.2 Perubahan Konstelasi Keluarga


Pada tahun 1970 keluarga di Amerika mengalami perubahan yang cukup berarti, seperti:
melemahnya otoritas pria (suami), mening- katnya tuntutan kesamaan hak bagi kaum
perempuan, dan meretaknya kedekatan hubungan antar anggota keluarga. Masalah tersebut
diikut: oleh permasalahan lain, yaitu semakin meningkat- nya angka perceraian dari tahun 1970
sampai tahun 1980-an, dan kecenderungar. pola orangtua tunggal (one/single-parent) dalam
keluarga. Suatu artikel yang berjudul "Typical American Family-A Vinishing Institution"
menyimpulkan hasil penelitian dan pemikiran sejumlah para ahli nasional tentang keluarga
sebagai berikut.

1) Anak-anak diasuh secara berbeda dan sering dilakukan oleh orang luar
(outsiders).
2) Ibu merasa dihantui oleh perasaan bersalah pada saat mening- galkan anak-
anaknya untuk pergi bekerja.
3) Perceraian dan masalah lain yang menyertainya terus meningkat.
4) Keluarga kehilangan fungsi ekonomi, karena kaum perempuan menjadi lebih
mandiri dalam bidang finansial.
5) Pasangan suami-istri cenderung kurang berminat untuk mempunyai anak.
Masalah lain yang menerpa keluarga di Amerika adalah sebagai berikut.
1) Meningkatnya pelecehan seksual terhadap anak-anak yang diestimasi mulai 5% sampai
15% dari penduduk Amerika. Pelecehan ini melibatkan para anggota keluarga atau orang-
orang yang dikenal oleh keluarga. Dalam banyak kasus, pelecehan seksual ini dipicu oleh

x
masalah lain, seperti minuman keras, ketidakberfungsian keluarga, dan ekonomi yang
murat- marit.
2) Masalah pemukulan terhadap istri merupakan peristiwa yang sering terjadi dalam
keluarga. Kasus ini diperkirakan sekitar satu juta peristiwa dalam satu tahunnya.
3) Banyak orangtua yang datang ke konselor untuk mendis- kusikan kesulitan dalam
berkomunikasi dengan anak, dan masalah penyalahgunaan obat dan minuman keras yang
dilakukan anak.

Terkait dengan masalah keluarga yang disfungsional, Stephen R. Covey (1997)


mengemukakan sekitar 30 tahun yang lalu terjadi perubahan situasi keluarga yang sangat kuat
dan dramatis, yaitu terjadinya peristiwa berikut.

1) Angka kelahiran anak yang tidak sah meningkat menjadi 400%.


2) Persentase orangtua tunggal (single parent) telah berlipat ganda.
3) Angka perceraian yang terjadi telah berlipat ganda, banyak pernikahan yang berakhir
dengan perceraian. 4) Peristiwa bunuh diri di kalangan remaja meningkat sekitar 300%.
4) Skor tes bakat skolastik para siswa turun sekitar 73 butir.
5) Masalah nomor satu para wanita Amerika pada saat ini adalah tindakan kekerasan
(pemerkosaan). Sekitar empat juta wanita telah mendapat perlakuan kasar dari para
pasangannya.
6) Seperempat remaja yang melakukan hubungan seksual telah terkena penyakit kelamin
sebelum menamatkan sekolahnya di Sekolah Menengah Atas.

Ketidakberfungsian keluarga yang melahirkan dampak negatif bagi kehidupan moralitas


saak telah mendapat perhatian organisasi wanita se-Asia Pasifik (Pan Pacific South East Asia
Women's Association, PPSEAWA), yaitu dengan mengadakan konferensinya yang ke 20 di
Kuala Lumpur, Malaysia. Konferensi itu menyimpul- kan bahwa "kerusakan yang terjadi dalam
keluarga di abad 20 semakin buruk. Perceraian dan perpisahan, nyata-nyata menempati posisi
tinggi. Diperkirakan sekitar 40%-50% generasi mendatang akan menjadi keluarga yang broken
home, akibat perceraian orangtuanya, atau mereka yang hanya memiliki orangtua tunggal (single
parent). Oleh karena itu, tidak boleh kaget apabila kenakalan remaja, kekerasan dan tindak
kriminal yang dilakukan anak-anak muda akan semakin mewabah. Di samping itu,

xi
kebergantungan para pemuda pada obat-obatan terlarang tidak akan dapat dikontrol lagi, di
sebagian besar negara di dunia ini" (Suara Pembaharuan: 27 November 1997).

keluarga yang diwarnai nilai-nilai agama akan melahirkan generasi muda yang berakhlak
mulia, dan juga suasana kehidupan masya- rakat yang harmonis. Apabila yang terjadi sebaliknya,
maka malapetakalah yang dialami oleh para anggota keluarga dan juga masyarakat pada
umumnya.

Yaumil C. Akhir (Djuriah M. Utja, 1995) dalam membahas fungsi keluarga,


mengemukakan bahwa terdapat beberapa fungsi keluarga, yaitu: (a) fungsi keagamaan, (b)
fungsi sosial budaya, (c) fungsi cinta kasih, (d) fungsi perlindungan, (e) fungsi reproduksi, (f)
fungsi sosialisasi dan pendidikan, (g) fungsi ekonomi, dan (h) fungsi pembinaan lingkungan.

Keluarga yang fungsional (normal) adalah keluarga yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut.:

6) Saling memperhatikan dan mencintai.


7) Bersikap terbuka dan jujur.
8) Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan mengakui
pengalamannya.
9) Ada sharing masalah di antara anggota keluarga.
10) Mampu berjuang mengatasi masalah kehidupannya.
11) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi.
12) Orang tua mengayomi atau melindungi anak.
13) Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik.
14) Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai
budaya.
15) Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

2.3 Perkembangan Pendidikan


Demokrasi dalam bidang kenegaraan menyebabkan demokratisasi dalam bidang
kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Hal ini berarti pemberian kesempatan kepada setiap
orang untuk menik- mati pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun oleh badan
swasta. Kesempatan yang terbuka ini menyebabkan berkumpulnya murid-murid dari berbagai

xii
kalangan yang berbeda- beda latar belakangnya antara lain: agama, etnis, keadaan sosial, adat
istiadat, dan ekonomi. Hal semacam ini menimbulkan bertum- puknya masalah yang dihadapi
oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran itu. Tidak sedikit konflik yang terjadi dalam
kelompok semacam itu. Kelompok itu terdiri atas orang-orang yang pada mulanya tidak hendak
bersatu, sedangkan dalam kesempatan yang terbuka itu, mereka terpaksa bergaul bersama-sama.

Hal ini sering menimbulkan terjadinya kelompok-kelompok kecil yang berusaha


memisahkan diri dari kelompok besar dimana mereka berada. Dan hal ini menambah
meruncingnya pertentangan- pertentangan yang memerlukan pemecahan yang sungguh-sungguh.
Pemecahan ini dapat diperoleh dengan melaksanakan bimbingan bagi anggota kelompok yang
bersangkutan, dalam hal ini kelompok murid sekolah. Pada tahun 1970 telah terjadi perubahan
yang cukup dramatis di sekolah-sekolah negeri di Amerika, yaitu meningkatnya perhatian
terhadap penuntasan keterampilan belajar yang fundamental, seperti membaca, menulis,
berbicara, dan aritmatik/matematika). Sebagai akibat dari pelaksanaan falsafah demokrasi dan
perkembangan teknologi, program pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, program pendidik- an pun perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan
masyara- kat itu. Perkembangan pendidikan tampak dalam tiga arah, ialah arah meninggi,
meluas, dan mendalam.

Arah meninggi tampak dalam bertambahnya kesempatan dan kemungkinan bagi murid
untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Arah ini menimbulkan kebutuhan
bimbingan bagi murid-murid untuk memilih kelanjutan sekolah kelanjutan sekolah yang paling
tepat, serta menilai kemampuan murid yang bersang- kutan, apakah dia tepat untuk melanjutkan
pelajaran. Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai jurusan khusus dan
sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih jurusan yang
khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid. Arah mendalam tampak dalam
berkembangnya ruang lingkup dan keragaman disertai dengan pertumbuhan tingkat kerumitan
dalam tiap bidang studi. Hal ini menimbulkan masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang
studi dengan tekun. Perkembangan ke arah ini bersangkut paut pula dengan kemampuan dan
sikap serta minat murid terhadap bidang studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa
setiap murid memerlukan perhatian yang bersifat individual dan khusus. Dalam hal ini pula
terasa sekali kebutuhan akan bimbingan di sekolah.

xiii
2.4 Dunia Kerja
Dewasa ini masalah karir telah menjadi komponen layanan bimbingan yang lebih penting
dibandingkan pada masa sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh adanya berbagai perubahan
dalam dunia kerja, terutama pada tahun 1970-an. Berbagai perubahan itu di antaranya sebagai
berikut.

1) Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap para pekerja yang tidak memiliki


keterampilan.
2) Meningkatnya kebutuhan terhadap para pekerja yang profesio nal dan memiliki
keterampilan teknik.
3) Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari penerapan teknologi maju.
4) Berkembangnya perindustrian di berbagai daerah.
5) Berbagai jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan yang baru.
6) Semakin bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda dalam dunia kerja.

2.5 Perkembangan Kota Metropolitan

Situasi di atas mungkin akan semakin lebih buruk lagi di masa yang akan datang, karena
kecenderungan bertumbuhnya kota-kota di abad 21 (dan seterusnya) akan semakin diperparah
dengan meledaknya arus urbanisasi.

Sehubungan dengan hal ini, Saeful Dullah (Potret Pertumbuhan Kota di Abad ke-21,
Pikiran Rakyat, 14-9-1996) mengemukakan dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota di
abad-21, terutama kota-kota berkembang yaitu sebagai berikut.

1) Umumnya migrasi orang desa ke kota di negara berkembang lebih banyak dimotivasi
dengan niat untuk "mengadu nasib," ketimbang untuk "memenuhi permintaan kebutuhan
pekerjaan" sebagaimana halnya banyak terjadi dalam proses urbanisasi di negara-negara
industri di abad-19.
2) Tidak mengherankan apabila masalah pengangguran dan kemiskinan dengan segala
akibat sosial yang ditimbulkannya diproyeksikan akan semakin menjadi masalah serius
bagi sejumlah kota besar di negara berkembang.
3) Keadaan akan semakin serius karena kebanyakan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
dan keterampilan yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di kota. Hasil studi

xiv
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan bahwa sebagian besar tenaga
kerja, khususnya wanita adalah tenaga kerja murah yang tidak memiliki keterampilan.
Mereka adalah kelompok manusia yang paling rendah, dan akan menjadi kelompok
manusia pertama yang tergilas oleh roda persaingan hidup di kota. Akhirnya mereka
terpuruk, sehingga terpaksa melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya.
4) Masalah pemukiman yang ditandai dengan menjamurnya pendirian rumah gubuk yang
ilegal atau tidak memiliki sama sekali tempat berlindung, merupakan masalah pelik lain
yang akan membuat lingkungan semakin buruk kota-kota besar di negara berkembang.
Konon menurut laporan konferensi tentang habitat yang berlangsung di Istambul (Turki),
Jakarta pada abad-21 nanti termasuk salah satu kota raksasa yang akan memiliki
perubahan terburuk dunia.
5) Masalah lain adalah terbatasnya kemampuan penyediaan fasilitas air bersih dibanding
jumlah permintaan kebutuhan. Ironisnya penduduk miskin kota terpaksa harus membeli
air jauh lebih mahal ketimbang mereka yang berbeda pada kelas menengah ke atas.
6) Yang paling menyedihkan lagi adalah bahwa Bank Dunia memperkirakan bahwa pada
tahun 2000, setiap tahunnya tidak kurang dari 5 juta anak akan meniggal akibat
lingkungan yang semakin buruk.

Ernaldi Bahar (Republika, 25 September 1995) mengemukakan bahwa: "gangguan jiwa


merupakan gambaran khas sebuah kota metropolitan yang diperkirakan angkanya akan semakin
membesar setiap tahunnya." Perkembangan metropolitan yang cepat, lengkap. dengan berbagai
masalahnya sering tak mampu diadaptasi masyarakat dengan baik, sehingga memicu timbulnya
ketegangan. Hal ini terjadi di kota-kota besar dunia, seperti di New York (USA), angka
gangguan jiwa menjangkiti satu dari empat orang atau 25%; dan di London (Inggris) yang
mencapai angka 20%. Sedangkan di Jakarta sendiri salah satu dari lima orang, jelasnya dari 8,7
juta penduduk Jakarta, yaitu 1,74 juta menderita gangguan jiwa.

Menurut Dr. Yusmansyah Idris, Sp.Kj. (Republika, 12-12-03) masalah kesehatan jiwa di
Indonesia menduduki urutan kedua setelah penyakit menular. Keberadaan penyakit menular di
tengah- tengah masyarakat mencapai 22%, sedangkan masalah kesehatan jiwa berkisar antara 10-
15% dari total jumlah penduduk sekitar 210 juta jiwa. Menurut dia 3/1000 penduduk Indonesia
mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (seperti cemas, gelisah, dan depresi). Istilah depresi

xv
merupakan fenomena psikologis individu yang menunjukkan karakteristik: selalu merasa sedih
bersikap dingin, kurang memiliki perhatian terhadap lingkungan, dan pesimitik.

2.6 Perkembangan Komunikasi

Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan manusia sangatlah besar.
Pengaruhnya seperti virus influensa yang Dampak media massa (terutama televisi) terhadap
kehidupan manusia sangatlah besar. Pengaruhnya seperti virus influensa yang mudah menyebar
ke tubuh manusia. Televisi telah menjadi pusat hiburan keluarga. Dewasa ini anak-anak dan para
remaja rata-rata menghabiskan waktu setiap harinya sekitar 6 jam untuk menonton televisi.
Propaganda atau iklan yang ditayangkan televisi telah mengembangkan sikap konsumerisme di
kalangan masyarakat.

Di samping itu program-program yang ditayangkannya tidak sedikit yang merusak nilai-
nilai pendidikan, karena banyak adegan kekerasan, mistik, dan a moral. Sehubungan dengan hal
tersebut, sangatlah penting bagi orangtua untuk membimbing anak, dalam rangka
mengembangkan kemampuannya untuk menilai setiap tayangan yang ditontonnya secara kritis.
Dalam hal ini layanan bimbingan yang memfasilitasi berkembangnya kemampuan anak dalam
mengambil keputusan (decision-making skill) merupakan pendekatan yang sangat tepat.

2.7 Seksisme dan Rasisme

Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis
kelamin yang lainnya. Sementara rasisme merupakan paham yang mengunggulkan ras yang satu
dari ras lainnya. Di Amerika, seksisme masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum di
kalangan masyarakat. Fenomena ini seperti nampak dari sikap para orangtua yang masih
memegang budaya tradisional dalam pemilihan karir bagi anak wanita, yaitu membatasi atau
tidak memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk memilih sendiri karir yang diminatinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka program bimbingan mempunyai peranan penting, dalam
upaya membantu orangtua agar memiliki pemahaman bahwa anak wanita pun memiliki peluang
yang sama dengan anak laki-laki dalam memilih karir yang disenanginya.

Rasisme masih menyelimuti iklim kehidupan masyarakat di Amerika. Selama tahun


1978-1979 para pemimpin kulit hitam sudah bersikap apatis dalam melawan perlakuan

xvi
diskriminatif (rasisme) terhadap mereka. Perlakuan diskriminatif atau rasisme ini seperti adanya
pembatasan pemberian kesempatan bekerja kepada kalangan muda kulit hitam. Kondisi ini
menyebabkan semakin banyaknya para penganggur di kalangan muda kulit hitam, yang
diperkirakan sekitar 25%.

2.8 Kesehatan Mental

Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata semakin marak, tidak dapat
dihentikan. Data tentang maraknya masalah kesehatan mental ini dilaporkan oleh Coleman yang
melakukan survey pada tahun 1974. Laporan itu menunjukkan bahwa (a) 10 juta orang Amerika
mengalami gangguan jiwa (neurotik), (b) dua juta orang mengalami sakit jiwa (psikosis),
200.000 orang atau lebih mencoba melakukan bunuh diri, (c) empat juta orang atau lebih
mengalami kepribadian anti sosial, (d) 1.5 juta remaja atau orang dewasa melakukan kejahatan
yang serius, (e) 500.000 orang berurusan dengan lembaga-lembaga pengadilan, (f) sembilan juta
orang kecanduan minuman keras (alkohol), (g) satu juta orang atau lebih menyalahgunakan obat-
obat terlarang, dan (h) 5.5 juta anak- anak dan orang dewasa mengalami gangguan emosional.

Terkait dengan masalah ini, maka sekolah-sekolah atau lembaga-Iembaga perusahaan


dituntut untuk menyelenggarakan program layanan bimbingan dan konseling dalam upaya
mengem- bangkan mental yang sehat, dan mencegah serta menyembuhkan mental yang tidak
sehat.

2.9 Perkembangan Teknologi

Dengan perkembangan teknologi yang pesat, timbul dua masalah penting, yang
menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat, ialah (1) penggantian sebagian besar
tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, dan hal ini mau tidak mau menyebabkan
pengangguran, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki
keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus pula bagi orang-orang yang hendak
menjabatnya.

Kedua masalah utama ini menimbulkan kebutuhan bagi orang- orang yang bersangkutan,
terutama murid-murid di sekolah, untuk mendapatkan pengetahuan tentang berbagai pilihan
jabatan dan cara memilihnya dengan tepat. Hal ini menimbulkan kebutuhan pada mereka untuk

xvii
meminta bantuan kepada orang lain atau badan yang berwenang untuk memecahkannya. Dan di
sinilah kebutuhan akan bimbingan itu terasa sangat dibutuhkan.

2.10 Kondisi Moral dan Keagamaan

Kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-masing individu


menyebabkan seorang individu berpikir dan menilai setiap agama yang dianutnya. Kadang-
kadang menilainya berdasarkan nilai-nilai moral umum yang dianggapnya paling baik. Hal
semacam ini kadang-kadang menimbulkan keraguan akan kepercayaan yang telah diwarisinya
dari orangtua mereka.

Dalam pada itu, terutama pada para kaum muda, penilaian terhadap keyakinan agama itu
sering didasarkan atas kesenangan pribadi yang nyata yang akan membawa kepada perasaan
tertekan oleh norma-norma agama ataupun nilai moral yang dianut oleh orangtuanya atau
masyarakat terdekat. Ini dibandingkannya pula dengan norma-norma yang telah diciptakan
dalam kelompok mereka sendiri. Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-
pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena menyangkut hal yang sangat mendasar dan
peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh
individu yang bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk
menanggulanginya.

2.11 Kondisi Sosial Ekonomi

Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi di antara anggota kelompok campuran,
menimbulkan masalah yang berat. Masalah ini terutama sangat dirasakan oleh individu yang
berasal dari golongan ekonomi lemah, tidak mampu, atau golongan "rendahan." Di kalangan
mereka, terutama anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi lemah, tidak mustahil timbul
kecemburuan sosial, perasaan rendah diri, atau perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan
anak-anak dari kelompok orang-orang kaya. Untuk menanggulangi masalah ini dengan
sendirinya memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari golongan
yang kurang mampu atau pun mereka dari golongan sebaliknya.

xviii
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk
lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan
untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada
akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

3.2 Saran
Saran LandasanFilosofis Dan LandasanPsikologisuntukkedepannya guru bimbingan dan
konselinglebihmenerapkanlandasan-landasantersebutdalam proses pembelajaran di sekolah agar
kedepannyalebihterwujudnyasebuat proses pembelajaran yang efektif

xix
DAFTAR PUSTAKA

Pietrofesa, J.J. et.al. (1980). Guidance An Introduction. Chicago. Rand McNally College
Publishing Company.

Prayitno dan Amti, Erman. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Surya, M. dan Natawidjaja, Rochman. (1986). Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta:
Universitas Terbuka.

xx

Anda mungkin juga menyukai