Anda di halaman 1dari 5

Memulihkan Diri dari Learning Loss Covid

Memulihkan Diri dari Learning Loss


Pandemi Covid-19 membuat siswa kehilangan 5-6 bulan pembelajaran dalam setahun. Perlu
penyesuaian kurikulum untuk pulih.
Koran Tempo, Kamis, 21 September 2023

Siswa mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di SDN 01 Cipayung, Jakarta, Juli
2022. TEMPO/Subekti. tempo : 169525955489_819675
Ringkasan Berita Ini
 Penelitian menyatakan pandemi Covid-19 membuat siswa Indonesia kehilangan 5-6
bulan pembelajaran dalam setahun dan dampaknya masih berlangsung.
 Peneliti pendidikan mengusulkan empat kebijakan untuk membantu percepatan
pemulihan learning loss.
 Dari perubahan kurikulum sampai partisipasi aktif para guru.
Sejak masa pandemi lalu, kita sering mendengar istilah learning loss atau menurunnya
pengetahuan dan keterampilan siswa secara akademis. Artikel kami sebelumnya membahas
potensi pemulihan dari learning loss tersebut.
Baca: Evaluasi Learning Loss Pasca-Pandemi
Menariknya, beberapa sekolah serta siswa bisa pulih dari learning loss lebih cepat dibanding
yang lain. Apa saja faktor-faktor yang mempercepat pemulihan tersebut?
1. Penyesuaian Kurikulum
Literatur menunjukkan bahwa kurikulum di negara berkembang cenderung memiliki target
pembelajaran yang ambisius. Indonesia, contohnya, memiliki target kurikulum yang tidak
hanya banyak, tapi juga cenderung lebih tinggi dibanding target-target internasional.
Dalam kurikulum 2013, menghitung penjumlahan bilangan hingga 99 merupakan kompetensi
yang harus dikuasai siswa kelas I. Namun, menurut Global Proficiency Framework
Sustainable Development Goals (GPF SDG), kemampuan ini seharusnya dikuasai oleh siswa
kelas II. GPF SDG menggambarkan tingkat kemahiran minimum membaca dan matematika
di tingkat global yang diharapkan dikuasai siswa kelas I-IX.
Contoh lainnya, menentukan hubungan antar-unit pengukuran terstandardisasi (misalnya, kg,
g, m, dan cm) adalah kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa kelas III dalam kurikulum
2013. Tapi hal ini diharapkan dikuasai oleh siswa kelas VI dalam GPF SDG.
Studi kami menunjukkan bahwa siswa yang gurunya melakukan penyesuaian kurikulum
selama masa pandemi mengalami pemulihan hasil belajar empat bulan lebih cepat dibanding
siswa yang gurunya tidak melakukan penyesuaian kurikulum.
Penyesuaian kurikulum yang dilakukan guru umumnya berfokus pada kemampuan dasar
literasi dan numerasi. Kemampuan dasar ini adalah prasyarat siswa untuk mempelajari
pengetahuan dan keterampilan yang lebih kompleks di jenjang berikutnya. Misalnya, untuk
kemampuan literasi, guru berfokus mengajarkan anak tentang bunyi huruf, pengenalan huruf,
suku kata, dan kata sebagai modal awal siswa untuk bisa lancar membaca.
Adaptasi pembelajaran ini dilakukan oleh guru, baik secara mandiri maupun mengacu pada
kurikulum darurat, yaitu kurikulum 2013 yang disederhanakan, yang sudah disediakan oleh
pemerintah. Idealnya, target kurikulum memang ditentukan berdasarkan evaluasi terhadap
perkembangan kognitif dan kemampuan belajar siswa, sehingga siswa bisa mendapat
pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Siswa saat menjalani Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SD Negeri Cipayung
03, Jakarta, 2021. TEMPO/Subekti
2. Melakukan Adaptasi Pembelajaran
Selain penyesuaian kurikulum, pembelajaran berdiferensiasi juga terbukti mempercepat
pemulihan pembelajaran yang setara dengan 2-3 bulan. Pembelajaran berdiferensiasi
memberikan kesempatan bagi guru untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan
kemampuan siswa yang berbeda-beda berdasarkan asesmen diagnostik. Asesmen diagnostik
adalah asesmen awal yang dilakukan guru untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, dan
kelemahan peserta didik.
Sebagai contoh, di salah satu sekolah yang kami observasi, guru mengelompokkan siswa
berdasarkan kemampuan dasar literasinya. Guru menggunakan kartu gambar dan huruf
(gambar apel serta huruf A) untuk anak-anak yang belum mengenal huruf. Sementara itu,
untuk anak-anak yang sudah mengenal kata, guru memberi mereka potongan kata agar anak
bisa menyusun kalimat. Terakhir, untuk anak-anak yang sudah mampu membaca, guru
menggunakan buku cerita bergambar dan meminta anak menjawab pertanyaan dari cerita
tersebut.
Pembelajaran berdiferensiasi bukan untuk membedakan siswa, tapi memberikan peluang bagi
guru untuk menyesuaikan instruksi pembelajaran, tugas, serta media belajar. Pendekatan ini
memungkinkan siswa mendapat kesempatan belajar yang sama untuk terus berkembang
sesuai dengan potensinya.
3. Partisipasi Aktif Guru
Kami juga menemukan bahwa guru yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengembangan
kompetensi selama masa pandemi memiliki siswa dengan pemulihan pembelajaran yang
lebih cepat (setara dengan tiga bulan) dibanding guru yang tidak mengikuti kegiatan
pengembangan kompetensi.
Sayangnya, studi kami yang lain menemukan bahwa partisipasi guru di kegiatan kelompok
kerja guru (KKG), yaitu kelompok kegiatan profesional bagi guru SD/MI yang masih berada
dalam satu gugus/kecamatan, cenderung menurun selama masa pandemi akibat pembatasan
wilayah dan penutupan sekolah.
Karena itu, penting bagi pemangku kepentingan, baik di daerah maupun nasional, untuk bisa
memastikan semua guru, khususnya yang selama ini memiliki kesempatan lebih terbatas,
mengembangkan kapasitas profesionalnya, baik secara tatap muka di KKG maupun kegiatan
pelatihan daring.

Siswa baru hadir di hari pertama tahun ajaran baru di SD Negeri Anyelir 1, Kota Depok, 17
Juli 2023. Tempo/Gunawan Wicaksono
4. Dukungan Pemangku Kepentingan
Selain faktor guru, kepemimpinan kepala sekolah serta dukungan pemerintah menjadi faktor
kunci pemulihan pembelajaran.
Kepala sekolah yang aktif melakukan pendampingan secara berkala kepada guru cenderung
memiliki siswa dengan pemulihan pembelajaran yang lebih cepat setara dengan lima bulan
pembelajaran. Demikian juga kepala sekolah yang selama masa pandemi memiliki program
khusus untuk memulihkan proses pembelajaran, pemulihan pembelajarannya menjadi tiga
bulan lebih cepat.
Di sisi lain, bantuan dari pemerintah, baik secara materiil maupun dukungan teknis, untuk
menunjang pembelajaran jarak jauh penting dalam mendorong kepala sekolah dan guru
menjalankan tugasnya di sekolah. Sekolah yang selama masa pandemi mendapat bantuan
pemerintah dalam bentuk kuota Internet, komputer, atau insentif uang untuk melakukan
pembelajaran luring di titik kumpul memiliki siswa dengan pemulihan pembelajaran yang
lebih cepat tiga bulan dibanding yang tidak.
Di Bima, Nusa Tenggara Barat, contohnya, guru-guru di salah satu SD mengaku mendapat
bantuan berupa kuota Internet dan insentif transportasi untuk melakukan pembelajaran luring
di titik kumpul. Bantuan ini memudahkan mereka dalam melaksanakan kelas daring ataupun
tatap muka. Selain itu, bantuan tersebut membantu siswa mengakses materi pelajaran dan
sumber bacaan tambahan dengan lebih mudah serta belajar secara mandiri.
Namun guru SD lain di daerah yang sama mengatakan tak menerima bantuan kuota sama
sekali dan hanya terhenti pada tahap registrasi nomor telepon. Hal ini sangat menyulitkan
mereka dalam mendistribusikan materi, sehingga banyak siswa kehilangan akses
pembelajaran selama masa pandemi.
Temuan studi kami ini menegaskan bahwa percepatan pemulihan dari learning loss bukanlah
hal mustahil. Namun percepatan ini membutuhkan penyesuaian serta perubahan sistem yang
melibatkan guru, kepala sekolah, serta pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan
belajar yang optimal bagi siswa.
---
Artikel ini ditulis oleh George Sukoco, Anisah Zulfa, dan Rasita Purba dari Inovasi untuk
Anak Sekolah Indonesia (Inovasi); serta Senza Arsendy, mahasiswa doktoral The University
of Melbourne. Terbit pertama kali di The Conversation.
Tempo
https://koran.tempo.co/read/pendidikan/484568/memulihkan-diri-dari-learning-loss-covid

Anda mungkin juga menyukai