Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING


(PBL) SEBAGAI RUJUKAN DALAM PEMBELAJARAN
MATA PELAJARAN PRODUKTIF TEKNIK SEPEDA MOTOR
SMK NEGERI 1 TLANAKAN

Disusun Oleh:
Dimas Danang Bagus Sadewa, S.Pd
NIP. 19940718 201903 1 005

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


SMK NEGERI 1 TLANAKAN
JL. RAYA TLANAKAN KM.09

1
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 35 ayat 3 tentang kurikulum


menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi
dengan mengacu pada Permenristekdikti No.44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan.
SMK Negeri 1 Tlanakan memiliki lima Konsentrasi Keahlian, diantaranya Agribisnis
Pengolahan Hasil Perikanan, Teknik Sepeda Motor, Teknik Komputer dan Jaringan, Desain
Komunikasi dan Visual serta Teknik Kimia Industri. Mayoritas siswa yang bersekolah di SMK
Negeri 1 Tlanakan adalah anak-anak dari pesisir, sehingga memiliki karakter dan gaya belajar
yang sedikit berbeda dengan siswa di wilayah kota. Siswa kurang focus dan sulit menangkap
materi pembelajaran. Yang mana dapat di ketahui dari hasil belajar siswa setiap hari, rata-rata
hanya sekitar 5% saja yang dapat mencapai ketuntasan tujuan pembelajaran. Sehingga guru
memerlukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa.
Sebagaimana sudah dijelaskan, model pembelajaran berpusat pada siswa (student center)
menjadi titik tolak amanat dalam implementasi pembelajaran mata kuliah wajib umum (Dikti,2016).
Model pembelajaran dimaksud yaitu pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di kelas (Suherman, 2003:7). Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada
siswa adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/PBL). Menurut Barrows (1992)
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan suatu metode pembelajaran yang berlandaskan pada
prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan untuk proses mendapatkan
dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru.
PBL merupakan pembelajaran yang diadministrasikan dengan cara menyajikan suatu
permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka
ruang dialog. Tulisan ini mencoba membuat makalah model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) dalam penyelenggaraan pembelajaran pada mata pelajaran Pemeliharaan Mesin
2
Sepeda Motor. Merujuk penjelasan sebelumnya, penulis bermaksud melakukan studi literatur
dalam rangka memahami konseptual, prosedural dan asesmen untuk menerapkan PBL.

Metode Pendekatan

Studi ini memakai kajian sumber kepustakaan melalui penelusuran jurnal-jurnal,


artikel, dan buku-buku yang berkaitan dengan materi penulisanan makalah. Arikunto (2006)
mendefinisikan studi kepustakaan sebagai metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran, jurnal, dan literatur lainnya yang bertujuan untuk
membentuk landasan teori. Hasil kajian model pembelajaran berbasis masalah terkait
konseptual, prosedural dan asesmen dijelaskan secara deskriptif.

Rumusan Masalah

Makalah ini bermaksud menjelaskan permasalahan penyelidikan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?


2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?
3. Bagaimana cara melaksanakan asesmen model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?

3
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (PBL) mula-mula digunakan di perguruan tinggi dalam


perkuliahan medis di Southern Illinois University School of Medicine. Dr. Howard Barrows
(1982) staf pengajar perguruan tersebut mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai:
“a learning method based on the principle of using problems as a starting point for the
acquisition and integration of new knowledge”. Suatu metode pembelajaran berlandaskan pada
prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan untuk proses
mendapatkan dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru.

Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif terutama


berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, peserta
didik belajar mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran berbasis masalah dapat membuat peserta didik belajar melaui upaya penyelesaian
permasalahan dunia nyata (real world problem) secara terstruktur untuk mengonstruksi
pengetahuan peserta didik. Pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk aktif melakukan
penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan dosen berperan sebagai fasilitator atau
pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher
order thingking) dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan


dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi
penyelidikan, dan memuka dialog. Persoalan yang dikaji hendaknya merupakan persoalan
konstekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan harus
dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan
tercakup dalam kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sebuah permasalahan
pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan karena merupakan permasalahan
multi konsepsi, bahkan dapat merupakan masalah multi disiplin ilmu.

4
Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Metode pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan mengkaji permasalahan yang


terkait dengan penguasaan materi pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar
multi disiplin, dan keterampilan hidup. Bagan keterkaitan permasalahan dengan tujuan
pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut (Tan, 2003).

Penguasaan pengetahuan Belajar multidisiplin

Permasalahan

Keterampilan hidup Belajar


Keterampilan
mandiri Menggali informasi
menyelesaikan masalah
Belajar berkelompok
Belajar reflektif

Gambar 1. Keterkaitan Permasalahan PBL dengan Tujuan Belajar

Menurut Norman dan Schmidt (1992), pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam beberapa hal, yakni: mentransfer konsep dan permasalahan baru,
integrasi konsep, ketertarikan/minat belajar, belajar dengan arahan sendiri; dan keterampilan
belajar.

5
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Skenario pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah hendaknya


memenuhi karakteristik berikut: (i) terkait dengan dunia nyata; (ii) memotivasi pebelajar; (iii)
membutuhkan pengambilan keputusan; (iv) multi-tahap; (v) dirancang untuk kelompok; (vi)
menyajikan pertanyaan terbuka memicu diskusi; (vii) mencakup tujuan pembelajaran, berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking), dan keterampilan lainnya (Ridwan, 2015:131).
Pannen (2001:86) memberikan arahan petunjuk langkah-langkah dalam penerapan
pembelajaran berbasis masalah yaitu: (i) mengidentifikasi masalah, (ii) mengumpulkan data, (iii)
menganalisis data, (iv) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (iv)
memilih cara untuk memecahkan masalah, (v) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (vi)
melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (vii) melakukan tindakan (action) untuk
memecahkan masalah.
Arends (2004) membagi tahap-tahap administrasi pembelajaran berbasis masalah yang
dilaksanakan oleh fasilitator (dosen) meliputi:
- Tahap 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran,

logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
- Tahap 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan

mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

- Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa


mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan
dan pemecahan.
- Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya.
- Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa
melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama
berlangsungnya pemecahan masalah.
Pierce dan Jones (dalam Ratnaningsih, 2003: 126) menjelaskan bahwa pengkondisian yang harus
muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: (i)

6
Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan mahasiswa untuk berperan sebagai pemecah
masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan mahasiswa pada situasi yang
mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan
dugaan dan rencana penyelesaian. (ii) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang
mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi. (iii) Performansi
(performance) yaitu menyajikan temuan. (iv) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan
dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat diterapkan untuk menyelesaikan
permasalahan sesuai dalam contoh sub pokok bahasan Identitas Nasional buku Pendidikan
Kewarganegaraan Tahun 2016 halaman 43. Berikut kutipan tugas permasalahan kontekstual
mengenai sub bahasan identitas nasional dasar negara Pancasila dalam pengamalan di masyarakat:
Pertanyaan: Apakah Pancasila sebagai identitas sudah tercermin dalam sikap dan perilaku
bangsa Indonesia? Bentuklah kelas menjadi 5 kelompok untuk melakukan kegiatan
mewawancarai seorang Tokoh Masyarakat guna mencara jawab tentang:
a. Kelompok 1: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sila 1?
b. Kelompok 2: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sila 2?
c. Kelompok 3: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sila 3?
d. Kelompok 4: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sila 4?
e. Kelompok 5: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang
mencerminkan sila 5?
Selain wawancara, kelompok Anda perlu melakukan pengamatan sesuai dengan tugas wawancara.
Bandingkan hasil wawancara tersebut dengan hasil pengamatan Anda. Hasil pengerjaan tugas
disusun dalam bentuk tulisan dan dibagikan kepada kelompok lain, selain diserahkan kepada
dosen Pengampu.

7
ASESMEN DAN
EVALUASI

Asesmen

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan
untuk menilai keterampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan mahasiswa terhadap
tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar (learning to learn), penyelesaian
dan penggunaan sumber serta pengembangan keterampilan memecahkan masalah. Dalam
pembelajaran berbasis masalah dosen berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan
metakognitif peserta didik, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi.
Disamping itu peserta didik bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai
pemecah masalah (problem solver).
Penelitian Arends (2004) menemukan ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh
peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: (i) Belajar berbasis inkuiri
(merumuskan pertanyaan investigasi) dan keterampilan melakukan pemecahan masalah. Ini dapat
memicu keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan
melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning; (ii) Belajar
pemeranan orang dewasa (adult role behaviors); dan (iii) Keterampilan belajar mandiri (skills for
independent learning).

Evaluasi

Penyusunan tes hasil belajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran mencakup; a)


berorientasi dan terfokus pada pembelajaran peserta didik; b) sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan Pendidikan; c) berpusat pada perubahan wawasan, pengetahuan, sikap, nilai dan
perubahan tingkah laku peserta didik; d) bersifat menguraikan belajar; e) khusus dalam aspek
tertentu, dapat diobservasi dan diukur, dan/atau dinilai; f) jelas dan dapat dimengerti oleh peserta
didik.
Domain yang merupakan sasaran dalam merumuskan tujuan mengacu pada model Bloom
(1956) meliputi; domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Model Bloom mengalami revisi pada
tahun 2001. Muri Yusuf (2015:199) menjelaskan perbandingan klasifikasi Dimensi
Kognitif menurut Bloom dan revisi Anderson & Krothwohl sebagai berikut:

8
Anderson &

B.S. Bloom Krothwohl

9
Evaluation Creativing
Synthesis Evaluating
Analysis Analysing
Application Applying
Comprehension Understanding
Knowledge Remembering
Gambar 2. Perbandingan Klasifikasi Dimensi Kognitif Bloom dan Anderson & Krothwohl

Dimensi Pengetahuan (knowledge) dibedakan atas empat kelompok, yaitu pengetahuan


fakta (factual knowledge), pengetahuan konsep (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan meta-kognitif (meta cognitive knowledge), sedangkan
dari segi Dimensi Proses Kognitif dapat pula dibedakan menjadi: mengingat (remember),
memahami/mengerti (understand), menggunakan/aplikasi (apply), Analisa (analyze), menilai
(evaluate), kreatif (creative). Perbedaan Taksonomi Bloom dan versi revisi yaitu konten kreatif
dan sintesis diintegrasikan ke dalam domain kreatif.

Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut. a.


Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
b. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah c. Meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar
d. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru e. Mendorong
mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
f. Mendorong kreativitas dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang dilakukan g. PBL
dapat membuat pembelajaran bermakna.
h. PBL melatih mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
i. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

10
a. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan
pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu
arah (teacher centered learning).
b. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang
diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
c. PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui
metode pengajaran yang berbeda.
d. Mahasiswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama di domain yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
e. Seorang dosen mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai
bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk
melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi dosen. Ini bisa
sulit pada awalnya bagi dosen untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator,
mendorong mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan
mereka solusi.

11
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu metode pembelajaran yang


berlandaskan pada prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan
untuk proses mendapatkan dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru. Pembelajaran berbasis
masalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam beberapa hal, yakni: mentransfer konsep
dan permasalahan baru, integrasi konsep, ketertarikan/minat belajar, belajar dengan arahan
sendiri; dan keterampilan belajar.

Karakteristik-karakteristik yang melekat dalam model pembelajaran berbasis masalah


yaitu: i) Belajar inkuiri (merumuskan pertanyaan investigatif) dan keterampilan melakukan
pemecahan masalah dimana menstimulasi mahasiswa menggunakan keterampilan berpikir tingkat
tinggi (higher-order thinking skill) memancing stimulasi mental seperti; induksi, deduksi,
klasifikasi, dan reasoning; ii) Peran perilaku dewasa (adult role behaviors); dan iii) Keterampilan
belajar mandiri (skills for independent learning).

Asesmen (penilaian) mempertimbangkan pembelajaran dalam tipologi Bloom. Dimensi


Pengetahuan (knowledge) dibedakan atas empat kelompok, yaitu pengetahuan fakta (factual
knowledge), pengetahuan konsep (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural
knowledge), dan pengetahuan meta-kognitif (meta cognitive knowledge), sedangkan dari segi
Dimensi Proses Kognitif dapat pula dibedakan menjadi: mengingat (remember),
memahami/mengerti (understand), menggunakan/aplikasi (apply), Analisa (analyze), menilai
(evaluate), kreatif (creative).

12
Saran dan Rekomendasi

Kajian menyeluruh atas penjelasan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)


memberikan variasi pembelajaran yang sangat baik untuk merangsang kreativitas dan motivasi
intrinsik mahasiswa serta independensi mereka dalam belajar. Studi ini merekomendasi
pembuatan bentuk asesmen operasional per-sub bab bahasan mata pelajaran Produktif
Pemeliharaan Mesin Sepeda Motor untuk kemudahan administrasi program evaluasi
pembelajaran. Studi lanjutan untuk kajian model pembelajaran berbasis mahasiswa (SCL) lainnya
perlu diintegrasikan antara lain; pembelajaran berbasis ikuiri dan penemuan (IBL dan DCL) dan
pembelajaran berbasis proyek (PjBL). Model pembelajaran tersebut merupakan model integratif
pembelajaran saintifik dalam kurikulum 2013, esensi elaboratif dari pembelajaran berbasis
mahasiswa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arends. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta


Gijselaers, Wim H. 1996. Connecting problem‐based practices with educational theory. New
Directions For Teaching And Learning. No. 68, Winter 1996. Josse-Bass Publishers.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/tl.37219966805
Muri Yusuf, A. 2015. Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan: Pilar Penyedia Informasi dan
Kegiatan
Pengendalian Mutu Pendidikan (Edisi I). Jakarta: Prenamedia Group
Tim Dikti. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum: Pendidikan Kewarganegraan. (Tidak
diperjual- belikan). Jakarta: Ditjen Belmawa Dikti.
Tim Penulis. 1991. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP. IKIP Yogyakarta.
Pannen, dkk. 2001. Kontruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: DIKTI DEPDIKNAS
Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya.
Ridwan Abdullah, S. 2013. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum (Cetakan
ke-3). Jakarta: PT. Bumi Aksar

14
15

Anda mungkin juga menyukai