Anda di halaman 1dari 15

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.2 Genap (2023.1)

Nama Mahasiswa : SYFA FAUZIA AL ASKIA

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 049101373

Tanggal Lahir : 24/02/2002

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM 4211/ HUKUM AGRARIA

Kode/Nama Program Studi : 311/ ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 42/SEMARANG

Hari/Tanggal UAS THE : SELASA, 27/06/2023

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : SYFA FAUZIA AL ASKIA


NIM : 049101373
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211/HUKUM AGRARIA
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : 42 / SEMARANG

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Jepara, 27 Juni 2023
Yang Membuat Pernyataan

SYFA FAUZIA AL ASKIA


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

LEMBAR JAWABAN UAS HUKUM AGRARIA

1. A. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada presiden. BPN dipimpin oleh seorang kepala. BPN mempunyai tugas, seperti yang
tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional yaitu
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-
undangan.

Tertib administrasi pertanahan memiliki peran penting dalam menunjang pelaksanaan kewenangan, tugas, dan
fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Indonesia. Tertib administrasi pertanahan melibatkan pengelolaan
data dan informasi yang akurat, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
memperlancar berbagai kegiatan yang melibatkan tanah, seperti perencanaan pembangunan, pengadaan tanah,
pendaftaran hak atas tanah, dan pengelolaan sertifikat tanah.

Dalam penyelenggaraan tertib administrasi bidang pertanahan, BPN berperan sebagai lembaga yang
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelayanan administrasi pertanahan. BPN memiliki
kewenangan dalam hal pendaftaran tanah, penerbitan sertifikat tanah, pengukuran dan pemetaan, serta
pengelolaan data dan informasi pertanahan.

Selain itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki tugas, dan fungsi untuk mengatur dan mengurus
berbagai aspek administratif terkait pertanahan di Indonesia. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah
tertib administrasi pertanahan. Dalam upaya menciptakan tertib administrasi pertanahan yang baik, BPN
perlu melaksanakan beberapa tindakan, di antaranya:
1. Inventarisasi dan pendaftaran tanah
BPN harus melakukan inventarisasi dan pendaftaran tanah secara sistematis dan menyeluruh untuk
mendapatkan data yang akurat mengenai kepemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia (UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria).
2. Sertifikasi dan Legalisasi Tanah
Badan Pertanahan Nasional memiliki peran penting dalam menerbitkan sertifikat tanah yang valid dan
sah. Sertifikat tanah memberikan bukti kepemilikan yang jelas kepada pemilik tanah. Badan
Pertanahan Nasional harus memastikan bahwa proses sertifikasi tanah dilakukan secara transparan dan
akurat..
3. Penyediaan informasi pertanahan
BPN perlu menyediakan informasi mengenai status dan kondisi tanah yang mudah diakses oleh
masyarakat dan pihak-pihak terkait. Hal ini penting untuk memudahkan proses pengurusan sertifikat
dan transaksi tanah (Peraturan Presiden No. 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan).
4. Pengawasan dan penegakan hukum
BPN harus memastikan bahwa semua transaksi dan perubahan status tanah dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini termasuk mengawasi dan menindak pelanggaran hukum yang
terjadi dalam proses administrasi pertanahan (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria).
5. Pelayanan publik
BPN perlu meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam proses pengurusan sertifikat dan dokumen
pertanahan lainnya. Hal ini mencakup mempersingkat waktu proses, mengurangi biaya, dan
meningkatkan transparansi (Peraturan Presiden No. 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan).
6. Penanganan Sengketa Tanah
Badan Pertanahan Nasional harus memiliki mekanisme yang efektif untuk menangani sengketa tanah.
Proses penyelesaian sengketa harus cepat, adil, dan transparan. Badan Pertanahan Nasional dapat
bekerja sama dengan lembaga peradilan atau mengembangkan mekanisme alternatif seperti mediasi
atau arbitrase.
7. Penyuluhan dan Edukasi:
Badan Pertanahan Nasional harus berperan dalam menyediakan penyuluhan dan edukasi kepada
masyarakat tentang hak-hak dan kewajiban terkait dengan pertanahan. Penyuluhan ini dapat mencakup
informasi tentang proses pendaftaran tanah, sertifikasi tanah, dan perlindungan hukum terkait dengan
hak kepemilikan tanah. Referensi untuk langkah ini bisa mencakup program penyuluhan yang
dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional atau publikasi edukatif yang diterbitkan
8. Kerjasama dan Koordinasi
Badan Pertanahan Nasional perlu menjalin kerjasama dan koordinasi dengan lembaga pemerintah
lainnya seperti Badan Pertanahan Daerah (BPD), untuk memastikan kesesuaian dan konsistensi dalam
administrasi pertanahan di tingkat lokal. Kolaborasi antara BPN dan BPD penting guna memastikan
kelancaran pendaftaran tanah, penerbitan sertifikat, dan pemeliharaan data tanah di daerah., selain itu
BPN juga perlu untuk mengadakan kerjasama dengan instansi perpajakan, lembaga keuangan, atau
lembaga pengelola lahan atau lembaga lainnya . Hal ini penting untuk mengintegrasikan data dan
informasi yang diperlukan dalam administrasi pertanahan.

Referensi:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
- Peraturan Presiden No. 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan
- Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan Untuk Menunjang Pelaksanaan
Kewenangan, Tugas dan Fungsi i Badan Pertanahan Nasional dari :
(https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/view/6491) ) Diakses 27 Juni 2023 11:33 WIB
- Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan Untuk Menunjang Pelaksanaan
Kewenangan, Tugas dan Fungsi i Badan Pertanahan NasionalPeraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 79 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah dari :
(https://jdih.bpn.go.id/data_permen/P11B_2010.pdf) Diakses 27 Juni 2023 10:46 WIB
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dari
(https://jdih.bpn.go.id/data_permen/P9A_2018.pdf) Diakses 27 Juni 2023
1.B Berdasarkan analisis saya Pembuatan balik nama sertifikat tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat memiliki
konsekuensi yang merugikan jika dilihat dari sudut pandang tertib administrasi pertanahan.
Berikut adalah hasil analisis saya mengenai akibat hukum pembuatan balik nama sertifikat tanpa
sepengetahuan pemiliknya yang ditinjau dari tertib administrasi pertanahan:
1. Pelanggaran Hak Kepemilikan
Pembuatan balik nama sertifikat tanah tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat melanggar hak kepemilikan
yang sah. Tindakan ini dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum, konflik, dan sengketa yang merugikan
pemilik asli tanah. Ini dapat mengganggu dan mengancam kepastian hukum dalam administrasi
pertanahan. Hal ini karena proses pembuatan sertifikat tanah harus didasarkan pada data yang akurat dan
valid, termasuk data mengenai kepemilikan dan hak atas tanah tersebut.

2. Tertib Administrasi Pertanahan


Tertib administrasi pertanahan mencakup keberlanjutan dan keandalan data dan informasi mengenai
kepemilikan tanah. Pembuatan balik nama tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat merusak integritas
sistem administrasi pertanahan dan menghasilkan catatan yang tidak akurat atau tidak sah. Ini akan
mempengaruhi ketertiban administrasi pertanahan secara keseluruhan. Selain itu Dalam rangka menjaga
tertib administrasi pertanahan, penting untuk menjamin bahwa proses pembuatan sertifikat tanah
didasarkan pada data yang akurat dan valid, serta memastikan bahwa pemilik tanah diberikan kesempatan
untuk memberikan masukan dan memverifikasi informasi yang terkait dengan kepemilikan tanah mereka.

3. Ketidakpercayaan Masyarakat
Tindakan pembuatan balik nama tanah tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat menciptakan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem administrasi pertanahan dan lembaga yang bertanggung
jawab atasnya. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses pendaftaran tanah dan
sertifikasi tanah secara keseluruhan.
4. Kerugian Finansial dan Ekonomi
Akibat hukum dari pembuatan balik nama tanah tanpa sepengetahuan pemiliknya dapat berdampak pada
kerugian finansial dan ekonomi. Pemilik asli tanah yang kehilangan hak kepemilikan tanah dapat
menderita kerugian finansial yang signifikan, seperti kehilangan investasi atau kehilangan nilai properti
mereka.

Referensi:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
- Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pemberian Kuasa dan Pemindahan Kuasa Hak atas Tanah
- Akibat Hukum pembuatan balik nama sertifikat tanpa sepengetahuan pemiliknya dari
(https://e.journal.unsrat.ac.id/ jak_lexprivatum,+38.+Jurnal+JEREMIA+SUPIT.pdf) Diakses 27
Juni 2023
2.A
Tidak setiap badan hukum dapat memiliki hak milik atas tanah secara universal. Hak milik atas tanah dapat diberikan
kepada badan hukum sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di negara atau yurisdiksi tertentu. Namun,
persyaratan dan batasan yang berlaku untuk badan hukum dalam memiliki hak milik atas tanah dapat bervariasi.

Kemudian pada Pasal 21 ayat (2) UUPA tersirat bahwa badan hukum dapat memiliki hak milik atas tanah
apabila ada penetapan oleh pemerintah. Ayat tersebut menyiratkan peluang badan hukum memiliki hak
milik atas tanah namun dengan persyaratan jika ada penetapan dari Pemerintah.

Selain itu hal mengenai badan badan hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat
Mempunyai Hak Milik Atas Tanah; Badan-badan hukum yang disebut dibawah ini dapat mempunyai hak
milik atas tanah, Menurut peraturan ini adalah :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-undang
No. 79 tahun 1958 (Lembaran- Negara tahun 1958 No. 139);
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri
Agama;
d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar Menteri
Kesejahteraan Sosial.

REFERENSINYA
 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat
Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
 Badan-Badan Hukum yang Dapat Punya Hak Milik Atas Tanah Dari
(https://www.hukumonline.com/klinik/a/badan-badan-hukum-yang-dapat-punya-hak-milik-atas-tanah-
lt5157dfd187cf9/) Diakses 27 Juni 2023

2.B Status hak milik atas tanah seseorang tidak dapat secara langsung dilihat hanya dari penguasaannya atau
pemilikan fisik yang dimiliki. Penguasaan fisik atas tanah tidak selalu mencerminkan kepemilikan hukum yang sah.
Untuk mengetahui status hak milik atas tanah. perlu mengacu pada bukti-bukti hukum yang ada.

Penguasaan fisik tanah dapat berupa pendudukan, penggunaan, atau pengelolaan tanah oleh seseorang atau badan
hukum tertentu. Namun, untuk memastikan status hak milik, perlu memeriksa bukti-bukti hukum seperti sertifikat
tanah, akta jual beli, atau dokumen legal lainnya yang memberikan bukti sah atas kepemilikan.

Oleh karena itu, untuk mengetahui status hak milik atas tanah seseorang, perlu dilakukan pengecekan terhadap
sertifikat hak atas tanah yang dimilikinya. Sertifikat tersebut harus diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional atau
instansi yang berwenang di daerah masing-masing.

REFERENSINYA
 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( Pasal 16)
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
3.A Sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Pendaftaran tanah
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah, sehingga dapat melindungi pemilik
dan pengguna tanah dari tuntutan yang tidak sah.

Pendaftaran tanah dilakukan melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dilakukan secara terbuka dan
transparan. Setiap orang dapat memperoleh informasi mengenai status tanah dan hak-hak yang terkait
dengan tanah tersebut melalui pendaftaran yang dilakukan oleh BPN. Selain itu, dalam proses pendaftaran
tanah, BPN juga melakukan verifikasi dan validasi dokumen serta informasi yang disampaikan oleh pemilik
tanah, sehingga tercipta kepastian hukum atas hak-hak atas tanah yang terdaftar.

Namun, terdapat beberapa kendala dalam sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia, seperti adanya
tindakan-tindakan penipuan dalam pengalihan hak atas tanah dan adanya sengketa tanah antara pemegang
hak. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki sistem pendaftaran tanah, seperti
peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap tindakan penipuan dan sengketa tanah.

Referensi:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.

3.B
Perjanjian jual-beli tanah dengan hanya bukti bayar berupa kuitansi belum tentu berdasarkan asas-asas
pendaftaran tanah. Asas-asas pendaftaran tanah mengacu pada prinsip-prinsip hukum yang mengatur
tentang pengakuan dan pendaftaran hak atas tanah dalam sistem hukum yang berlaku di suatu negara.

Sesuai dengan asas-asas pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, Yang dimana asas-asas pendaftaran
tanah diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Dalam asas-asas pendaftaran tanah, dokumen resmi seperti sertifikat
tanah merupakan bukti yang sah atas kepemilikan hak atas tanah.dokumen resmi seperti sertifikat tanah
merupakan bukti yang sah atas kepemilikan hak atas tanah. Namun demikian, perjanjian jual-beli tanah
dengan hanya bukti bayar berupa kuitansi dapat diakui sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah jika proses
jual-beli tersebut dilakukan secara sah dan memenuhi persyaratan hukum yang berlaku maka, sejalan
dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian sah jika terdapat kesepakatan antara para pihak, dituangkan dalam bentuk tertentu, dan
dilakukan dengan tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum.
maka perjanjian tersebut dapat diakui sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Namun demikian, agar
perjanjian jual-beli tersebut memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat, disarankan untuk melakukan proses
pendaftaran hak atas tanah di Kantor Pertanahan setempat atau melalui Notaris yang berwenang.
Referensi:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
- Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah (UUHT)
- Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
4.A Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum ("UU PTBPU"). Bahwa Pemerintah dapat melakukan pengadaan tanah untuk keperluan
mendesak, UU PTBPU memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengambil tanah milik warga
secara paksa, dengan memberikan ganti rugi yang adil dan wajar kepada pemiliknya.

Dalam UU PTBPU, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar pengadaan tanah dapat dilakukan,
yaitu:

1. Kepentingan umum yang menjadi dasar pengadaan tanah harus jelas dan nyata;
2. Pengadaan tanah harus dilakukan dengan cara yang proporsional, efektif, dan efisien;
3. Pengadaan tanah harus memperhatikan hak asasi manusia dan hak kepemilikan;
4. Ganti rugi harus diberikan secara adil dan wajar kepada pemilik tanah yang terkena dampak pengadaan;
5. Proses pengadaan tanah harus dilakukan secara transparan dan partisipatif.

Referensi:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum.
- Situmorang, H. (2012). Analisis Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan di Indonesia. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan, 9(1), 13-28

4.B
Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, seringkali terdapat konflik mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian yang harus diterima oleh pihak yang berhak atas ganti kerugian. Pada umumnya, dalam proses pengadaan
tanah untuk kepentingan umum, pihak yang berwenang akan menawarkan ganti kerugian kepada pemilik tanah atau
pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut. Namun, jika pemilik tanah atau pihak yang berhak atas ganti kerugian
tidak setuju dengan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang ditawarkan, maka terdapat beberapa mekanisme
untuk menyelesaikan perbedaan tersebut.

Menurut UU PTBPU, pihak tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari
sejak menerima tawaran ganti rugi. Pengadilan Negeri akan mempertimbangkan kembali besarnya ganti
rugi yang seharusnya diterima oleh pemilik tanah, dan memutuskan besaran yang lebih adil dan wajar.
Apabila pihak yang berhak atas ganti rugi tetap tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri, dapat
mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

Referensi:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum.
- Situmorang, H. (2012). Analisis Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan di Indonesia. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan, 9(1), 13-28.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai