AZWANI Fiqih-Muqarin
AZWANI Fiqih-Muqarin
Disusun Oleh :
AZWANI
NIM. 3091108
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I....................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II..................................................................................................................... 3
A. Membaca Al-Fatihah bagi Makmum dalam Shalat......................................3
B. Hukum Membaca Fatihah bagi Makmum menurut Imam Mazhab............. 4
C. Shalat............................................................................................................6
D. Hukum Menjamak Shalat menurut Imam Mazhab.................................... 12
BAB III..................................................................................................................15
Kesimpulan............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 17
ii
lO MoARcPSD|32461662
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran maupun Hadis adalah sumber awal hukum yang dalam bahasa
hukum juga disebut sebagai nas atau dalil. Dalil merupakan petunjuk kepada
tujuan keberadaan nas yang berupa teks didasarkan pandangan yang benar
mengenai hal tersebut, baik itu yang bersifat (qat‘i) maupun itu bersifat asumsi
(dzanni), keinginan dari proses penafsiran yang sering menimbulkan perbedaan
maupun pertentangan (Abd al-Laṭīf al-Khaṭib). Sementara itu di kalangan ahli
fiqh pertentangan ini disebut ta‘ārud al-adillah.
Dalam Islam, shalat merupakan suatu bentuk ibadah yang paling krusial,
melalui salatlah cara seorang muslim mengingat serta mendekatkan diri pada
sang pencipta, yaitu Allah SWT, dan shalat juga dapat menjaga seseorang
tersebut dari perbuatan keji dan mungkar. dan pada akhirnya seseorang itu akan
mendapatkan kebahagiaan dan ketenteraman jiwa karena selalu mengingat Allah
melalui shalat tersebut.
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua dari lima rukun, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya. Islam itu dibangun
atas lima dasar, pertama: bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan bersaksi
Muhammad itu merupakan utusan Allah, kedua: mendirikan shalat, dan
seterusnya. Untuk mendapatkan kualitas shalat yang sempurna, maka
memahami dan mempraktikkan salat dengan benar merupakan suatu
keniscayaan. Kemudian untuk dapat memahami salat dengan benar tentunya
setiap individu muslim harus merujuk terhadap praktik Rasulullah SAW. Untuk
dapat mengetahui praktik salat beliau, maka mentala'ah hadis tentang salat
merupakan jalannya.
Dalam fenomena keseharian, umat Islam setelah wafat Rasulullah SAW,
dan khususnya pasca era sahabat mengalami perbedaan pengalaman dalam
ibadah salat, baik perbedaan bacaan maupun gerakan bahkan urutan dari
1
lO MoARcPSD|32461662
keduanya. Perbedaan pemahaman dan pengalaman ini juga terjadi pada bacaan
fatihah bagi makmum dalam salat jahar. Ada sebagian kaum muslim yang tetap
membacanya, ada pula yang tidak perlu membacanya karena sudah terwakili
oleh bacaan imam. Bagi yang membacanya dilakukan pada saat imam membaca
surat lain setelah ia membaca Fatihah atau pada saat imam diam setelah
membaca Fatihah.
Dalam kitab-kitab fikih klasik dijelaskan bahwa alasan dibolehkannya
menjamak dan mengqashar shalat adalah perjalanan jauh. Namun dalam
kenyataan kehidupan sekarang banyak ditemukan keadaan-keadaan yang lebih
menyulitkan dibandingkan perjalanan jauh. Untuk memenuhi hajat kehidupan
yang bertaraf dharuriyat (kebutuhan esensial), menyangkut nafkah kehidupan,
banyak yang bekerja sepenuh waktu, sebagai supir taksi, karyawan pabrik,
penambang, pekerja bengkel, pilot dan co pilot, dokter dan pasien, terjebak
kemacetan lalu lintas, dan lainnya yang mengakibatkan mereka mengalami
kesulitan dalam menunaikan kewajiban shalat pada waktunya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengkajian untuk merespon realitas yang terjadi di zaman
modern tersebut. Dalam makalah ini penulis akan mengkaji bagaimana
hukumnya mengqashar shalat dan menjama’shalat dengan alasan macet dan
kesibukan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum menurut para Imam
Mazhab?
2. Bagaimana hukum menjamak sholat menurut para Imam Mazhab?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum menurut
para Imam Mazhab.
2. Untuk mengetahui hukum menjamak sholat menurut para Imam Mazhab.
lO MoARcPSD|32461662
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta, Rabbani Press, 1999), hal. 14
2
Al-Qur’an Kemenag, hal. 512
3
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna. Tujuan Dan Pelajaran Dari Al Fatihah dan Juz
amma), (Ciputat: Lentera Hati, 2008). Hal. 7
3
lOMoARcPSD|32461662
pasukan dengan sebutan ummul-jaisy (induk pasukan). Karena ini pula, Makkah
dinamai Ummul Qura. Sebab, ia adalah kota yang menghimpun semua negeri
disekelilingnya. Ada juga pendapat yang mengatakan Ummul-Qura (induk/ibu
negeri) karena bumi ini dibulatkan bermula darinya. Al-Fatihah adalah surah
lengkap pertama yang diturunkan. Adapun yang turun sebelumnya adalah awal
surah al-Muddatstsir, al-Muz' zammil, al-'Alaq, dan al-Qalam. Adapun ayat al-
Qur'an yang kali pertama diturunkan adalah awal surah al;Alaq.4
4
Pentahqiq: Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khelidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, ( Jakarta
Timur : Maghfirah Pustaka, 2016),hal.3
5
Zainal Abidin, Hukum Membaca Fatihah Bagi Makmum Menurut Empat Mazhab,Iqra 4
Oktober 2022 6:27 WIB
lOMoARcPSD|32461662
diriwayatkan dari Nabi SAW " Barang siapa yang melakukan shalat di belakang
imam, maka bacaan imam sudah mewakili bacaannya." Hadits tersebut
diriwayatkan dari sejumlah jalur. Selain itu ada sekitar delapan puluh sahabat
senior yang dikutip pernyataannya tentang larangan bagi makmum untuk
membaca Al-Qur'an, di antaranya Al-Murtadha dan Abdullah. Bahkan ada
riwayat dari sejumlah sahabat yang menyatakan bahwa membaca Al-Qur'an bagi
makmum dapat membatalkan shalat, namun riwayat itu tidak benar, karena
pendapat yang paling kuat dan yang paling hati-hati adalah pendapat yang
menyatakan bahwa hukumnya makruh tahrim.
c. Mazhab Imam Maliki
Menurut mazhab maliki membaca Al-Qur'an bagi makmum hukumnya
dianjurkan dalam shalat yang tidak dilantangkan, dan dimakruhkan dalam shalat
yang dilantangkan, kecuali jika maksud membacanya adalah untuk menetralisir
perbedaan pendapat, maka hukum membacanya dianjurkan.
Selain itu mazhab Maliki berpendapat bahwa makmum wajib membaca
surat Al-Fatihah ketika sholat sirriyah saja.
d. Mazhab Imam Hambali
Menurut mazhab Hambali membaca Al-Qur'an bagi makmum hukumnya
disarankan dalam shalat yang tidak dilantangkan, dan juga dalam shalat yang
dilantangkan namun hanya pada saat imam terdiam (tidak sedang membaca Al-
Qur'an). Sedangkan hukum membaca Al-Qur'an bagi makmum dalam shalat
yang dilantangkan saat imam sedang membaca Al-Qur'an adalah makruh6
Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa makmum wajib membaca fatihah
baik dalam sholat sirriyah (sholat dzuhur dan ashar) maupun sholat jahriyah
(sholat magrib, isya’ dan subuh).
6
Syaikh Abdurrahman Al-juzairi, Fikih 4 Mazhab Jilid 1, ( Jakarta Timur : Pustaka Al-
Kautsar, 2017), h. 384-385
lOMoARcPSD|32461662
C. Shalat
1. Pengertian Shalat
Pada hakikatnya, manusia sebagai hamba Allah wajib mengabdi dan taat
kepada Allah selaku pencipta karena ada hak Allah untuk disembah dan tidak
disekutukan. Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas
hanya pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan
hati, seperti yang diperintahkan dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian
itulah agama yang lurus.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk beribadah
kepada Allah dengan menjalankan ibadah yang lurus, lurus berarti jauh dari
syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan. Menjalankan segala
apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi segala apa yang dilarang oleh
Allah. Sementara lebih lanjut dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 Allah
menjelaskan:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah
Aku”.
Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi manusia
yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang hanya
mengharapkan ridho Allah. Kedudukan manusia yang diciptakan sebagai
mkhluk yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allah yang lain, bukan
berarti manusia bisa hidup dengan mulus tanpa ada halangan dan cobaan.7
Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari cobaan dan ujian, bahkan ada
7
Nur Hidayat, Akidah Akhlak Dan Pembelajarannya, (Yogyakarta : Ombak, 2015), cet.Ke-
1,h.31
lOMoARcPSD|32461662
Artinya: “Dan kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan, di
antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian.
Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-
buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
Penjelasan dari ayat di atas bahwa Allah menguji hambanya tidak hanya
dengan cobaan yang berupa bencana atau kesengsaraan. Adakalanya Allah
memberikan kenikmatan yang berlimpah ruah dengan harta berlimpah, kasih
sayang antar sesama manusia, jabatan tinggi, kehormatan, keluarga yang penuh
kebahagiaan. Ketika segala bentuk kenikmatan Allah limpahkan kepada seorang
hamba, akankah seorang hamba tetap berada dalam jalan Allah, beriman dan
bertakwa kepada Allah dan menggunakan kenikmatannya sebagai upaya untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah atau bahkan melakukan hal yang sebaliknya.8
Dengan demikian shalat merupakan tumpuan utama bagi kehidupan
manusia, karena shalat secara bahasa adalah Doa, sedangkan secara istilah shalat
adalah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan tindakan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam. Menurut Ustadz Labib Mz “Shalat adalah ibadah
yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dangan takbir
dan disudahi dengan salam menurut syarat-syarat tertentu.”
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103 :
Artinya: Ambilah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdo’alah untuk mereka ini. Sesungguhnya do’amu itu
8
Syamsul Rijal, Pengantar Studi Khasanah Pemikiran Islam Pada Kanvas wawasan Dan
Kawasan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2016), cet.Ke-1, h.107-108
lOMoARcPSD|32461662
9
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Terjemah Maroqil Ubudiyah, (Jawa Timur : Mutiara Ilmu
Agency, 2013), cet.Ke-2, h.88
lOMoARcPSD|32461662
shalat yang dikerjakan bergantian dalam satu waktu. Seperti halnya Sayyid Bakri
menyebutkan definsi jama’ shalat sebagai berikut:
Artinya: Yaitu mengumpulkan salah satu dari dua shalat kepada yang lain dalam
satu waktu dari keduanya, baik keduanya itu dikerjakan secara berurutan sempurna
atau keduanya dikerjakan secara qasar atau salah satunya dikerjakan dengan
sempurna dan yang lain dikerjakan secara qasar.10
2. Tujuan dan Kegunaan Menjama’ Shalat
Shalat adalah merupakan salah satu kewajiban yang disyari’atkan oleh
Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Shalat yang wajib adalah shalat lima
waktu yang harus ditunaikan oleh setiap muslim selama sehari semalam. Shalat
merupakan rukun terpenting di antara rukun-rukun Islam lainnya. Ia menempati
urutan kedua setelah dua kalimat syahadat dan urutan setelahnya adalah zakat,
puasa, dan haji.
Shalat merupakan ibadah yang terdiri perkataan dan perbuatan. Dari sudut
pandang ini, ia bagaikan sebuah pedoman khusus yang bisa mendidik manusia
untuk mampu memahami bahwa rutinitas yang selalu ia lakukan sebanyak lima kali
setiap hari itu, membuat ikatan antara dirinya dengan Tuhannya lebih kuat daripada
ikatannya dengan segala apapun yang ada, menyadarkan dirinya bahwa ketuhanan-
Nya adalah merupakan inti bagi kehidupan manusia.11
Allah membolehkan shalat jama’ adalah untuk memberikan keringanan dan
kemudahan kepada setiap manusia agar dapat menjalankan ibadah dalam kondisi
apapun, dan shalat adalah ibadah yang tidak boleh ditinggal, sedangkan manfaat
dari shalat jama’ ialah untuk memudahkan setiap umat manusia dalam bepergian
jauh hendak menunaikan shalatnya, dan Allah selalu memberikan kemudahan
kepada setiap hamba-Nya dalam melaksanakan ibadah.
10
Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Lubabul Hadits, (Yogyakarta : Pustaka Hati, 2020), cet.Ke-
1, h.48
Syaikhu, et.al, Perbandingan Mahzab Fiqih, (Yogyakarta : CV Aswaja Pressindo, 2014),
11
cet.Ke-2, h.142
lOMoARcPSD|32461662
10
12
Amjad Rasyid, Syarah Safinatun Naja, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2021),
cet.Ke-1, h.23
lOMoARcPSD|32461662
11
Jama’ Taqdim adalah melakukan dua shalat fardhu pada waktu shalat yang
pertama. Bentuknya ada dua. Pertama shalat Dzuhur dilakukan langsung berurutan
dengan shalat Ashar, yang dilakukan pada waktu Dzuhur. Kedua, shalat Magrib
dengan Isya’ dilakukan secara berurutan pada waktu Magrib.
2) Jama’ Ta’khir
Sedangkan jama’ Ta’khir adalah kebailkan dari jama’ Taqdim, yaitu
melakukan dua shalat fardhu pada waktu shalat yang kedua. Bentuknya juga ada
dua. Pertama shalat Dzuhur dilakukan langsung berurutan dengan shalat Ashar,
yang dilakukan pada waktu shalat Ashar. Kedua, shalat Magrib dan shalat Isya’
dilakukan secara berurutan pada waktu Isya’.13
Artinya: “Sengaja aku shalat Ashar 4 raka’at jama’ dengan Dzuhur menjadi
imam/ma’mum karena Allah ta’ala.”
2) Shalat Magrib tiga raka’at dengan niat seperti biasa hingga selesai,
kemudian berdiri kembali untuk melaksanakan shalat Isya’dengan
melafazkan niat dalam hati:
13
Labib Mz, Tuntunan Shalat Lengkap, (Jakarta : Sandro Jaya, 2005), cet.Ke-2, h.92
lOMoARcPSD|32461662
12
Artinya: “Sengaja aku shalat Dzuhur 4 raka’at jama’ dengan Ashar menjadi
imam/ma’mum karena Allah ta’ala.”
Kemudian berdiri lagi kembali untuk melaksanakan shalat Ashar dengan
melafazkan niat seperti biasa.
b. Shalat Magrib 3 raka’at dengan niat dalam hati:
13
2. Hujan
Seseorang diperbolehkan untuk melaksanakan shalat jama’ apabila dalam
keadaan hujan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari
yang berbunyi:
Artinya : “Sesungguhnya Nabi SAW menjama’ shalat Magrib dengan shalat
Isya’ disuatu malam yang sedang hujan lebat”. (HR. Bukhari)
Adapun pendapat para Imam Mazhab mengenai soal ini adalah sebagai berikut:
a. Golongan Syafi’I membolehkan seorang mukim menjama’ shalat Zuhur
dengan shalat Ashar dan shalat Magrib dengan shalat Isya’ secara taqdim
saja, dengan syarat adanya hujan ketika membaca takbiratul ihram dalam
shalat yang pertama sampai selesai, dan hujan masih turun ketika memulai
shalat yang kedua.15
b. Menurut Maliki, boleh menjama’ taqdim dalam masjid antara shalat Magrib
dan shalat Isya’ disebabkan karena hujan yang telah atau akan turun, juga
14
Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid, alih Bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun,(Jakarta:
Pustaka Amani, 2007), h. 377.
15
Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, (Beirut Lebanon : Dar Al Kutb
Al-Ilmiyah), Juz I t,th, h. 533.
lOMoARcPSD|32461662
14
boleh dikerjakan karena banyak lumpur di tengah jalan dann malam yang
gelap, hingga menyukarkan orang buat memakai sadal. Menjama’ shalat
zuhur dan shalat Ashar karena hujan ini, dimakruhkan.16
c. Golongan hanbali berpendapat bahwa boleh menjama shalat Maghrib
dengan shalat Isya’ saja, baik secara taqdim atau ta’khir, disebabkan adanya
salju, lumpur,dingin yang sangat serta hujan yang membasahkan pakaian.
Keringanan ini hanya khusus bagi orang yang shalat jama’ah di mesjid yang
datang dari tempat yang jauh, hingga dengan adanya hujan tersebut, ia
terhalang dalam perjalanan. Bagi orang yang rumahnya di dekat mesjid atau
yang shalat jama’ah di rumah saja, atau ia dapat pergi ke mesjid dengan
melindungi tubuh, maka tidak boleh menjama’ shalat.17
d. Golongan Hanafi berpendapat bahwa menjama’ shalat Zhuhur dengan shalat
Ashar, shalat Maghrib dengan shalat Isya’ pada waktu hujan tidak
diperbolehkan.18
16Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Ahmad Shiddiq, Abdul Amin, Fatuhal Arifin
dan Moh. Abidun, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), h. 245.
17
Ibid.
18
Ahmad bin Qudamah, Al-Mughni, (Beirut-Lebanon : Dar Al-Kutb Al-Ilmiyah), Juz II,t,th,
h. 58.
lOMoARcPSD|32461662
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makmum adalah orang yang dipimpin oleh imam dalam shalat berjamaah,
atau orang yang mengikuti imam dari belakang dalam melaksanakan shalat
berjamaah. Adapun hukum makmum membaca surat al-Fatihah dalam
melaksanakan shalat menurut imam mazhab adalah sebagai berikut:
a. Mazhab Imam Syafi’i
Menurut mazhab Asy-Syafi’i makmum juga diwajibkan untuk membaca
surat Al-Fatihah, kecuali ia datang sebagai masbuk saat imam sudah selesai
membaca surat Al-Fatihah secara keseluruhan atau sudah membaca
sebagiannya, jika demikian maka imam sudah menanggung beban bacaan surat
Al-Fatihahnya, selama imam tersebut memang layak untuk menanggungnya,
yakni tidak dalam keadaan berhadats.
b. Mazhab Imam Hanafi
Menurut mazhab Hanafi makmum membaca surat al-Fatihah hukumnya
makruh Tahrim baik dalam shalat yang lantang ataupun tidak, sebagaimana
diriwayatkan dari Nabi SAW " Barang siapa yang melakukan shalat di belakang
imam, maka bacaan imam sudah mewakili bacaannya." Hadits tersebut
diriwayatkan dari sejumlah jalur. Selain itu ada sekitar delapan puluh sahabat
senior yang dikutip pernyataannya tentang larangan bagi makmum untuk
membaca Al-Qur'an, di antaranya Al-Murtadha dan Abdullah. Bahkan ada
riwayat dari sejumlah sahabat yang menyatakan bahwa membaca Al-Qur'an bagi
makmum dapat membatalkan shalat, namun riwayat itu tidak benar, karena
pendapat yang paling kuat dan yang paling hati-hati adalah pendapat yang
menyatakan bahwa hukumnya makruh tahrim.
15
lOMoARcPSD|32461662
16
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2022. Hukum Membaca Fatihah Bagi Makmum Menurut Empat
Mazhab.
Al-Jawi, Muhammad Nawawi. 2013. Terjemah Maroqil Ubudiyah. Jawa Timur.
Mutiara Ilmu.
Al-Juzairi, Syaikh Abdurrahman. 2017. Fikih 4 Mazhab Jilid 1. Jakarta Timur. Pustaka
Al-Kautsar.
Al-Syarbini, Muhammad Al-Khatib. Mugni Al-Muhtaj. Beirut Lebanon. Dar Al Kutb
Al-Ilmiyah.
As-Syuyuthi, Imam Jalaluddin. 2020. Lubabul Hadits. Yogyakarta. Pustaka hati.
Hidayat, Nur. 2015. Akidah Akhlak Dan Pembelajarannya. Yogyakarta. Ombak.
Mz, Labib. 2005. Tuntunan Shalat Lengkap. Jakarta. Sandro Jaya.
Nata, Abuddin. 1999. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta. Rabbani Press.
Rasyid, Amjad. 2021. Syarah Safinatun Naja. Jakarta Timur. Pustaka Al-Kautsar.
Rijal, Syamsul. 2016. Pengantar Studi Khasanah Pemikiran Islam Pada Kanvas
Wawasan Dan Kawasan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Rusyid, Ibnu. 2007. Bidayah Al-Mujtahid: alih Bahasa Imam Ghazali Said dan
Achmad Zaidun. Jakarta. Pustaka Amani.
Shihab, M. Quraish. 2008. Al-Lubab: Makna. Tujuan Dan Pelajaran Dari Al Fatihah
dan Juz amma. Ciputat. Lentera Hati.
Syaikhu, dkk. 2014. Perbandingan Mazhab Fiqih. Yogyakarta. CV. Aswaja Pressindo.
17