Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SEJARAH BAHASA SUNDA DAN BUDAYA SUKU SUNDA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa indonesia

Semester 1
Dosen : Nurkahfi Irwansyah, S.pd.,M.Pd.

Oleh :

NAMA : Ray Rifal Sunjana

KELAS : TELM002

NIM : 231010100300

UNIVERSITAS PAMULANG

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya
Sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini dengan rencana. M akalah yang
Berjudul‘‘Sejarah Bahasa Sunda’’Ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas yang telah
diberikan. Selain itu makalah ini juga berfungsi untuk menambah wawasan
tentang‘‘Sejarah Bahasa Sunda’’.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak/ibu dosen selaku yang telah


memberikan tugas ini sehingga saya dapat menambah wawasan tentang dan
pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu keritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Ray, 29 Oktober 2023

ii
Penulis

DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

Rumusan Masalah .....................................................................................2

Tujuan Penulisan .......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................4

Sejarah Bahasa Sunda ................................................................................4

Tata Krama Bahasa Sunda ........................................................................18

Keunikan Bahasa Sunda ...........................................................................19

iii
BAB III PENUTUP............................................................................22

Kesimpulan ............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kebudayaan manusia, peribahasa sangat penting perannya dalam


kehidupan sehari-hari. Bangsa-bangsa dari belahan dunia dan kebudayaan
manapun tidak terlepas dan peribahasa dan memiliki perbendaharaan
peribahasanya masing-masing yang digunakannya dalam komunikasi kehidupan
sehari-hari. Begitu pun dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia banyak
dikenal peribahasa yang populer dimasyarakat misalnya ungkapan-
ungkapan:‘‘gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan
belang,”atau ‘‘kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan, atau
menepuk air di dulang terpecik muka sendiri,”dan masih banyak contoh-contoh
lainnya yang jumlahnya tidak terhitung. Ini menunjukan bahwa bahasa Indonesia
memiliki peribahasa yang melimpah.

Secara linguistisk, dijelaskan peribahasa merupakan penggalan kalimat yang telah


membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat. Sedangkan dalam
kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan, peribahasa adalah ungkapan atau
kalimat ringkas, padat dan berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip
hidup, atau aturan tingkah laku.

Pemertahanan sistem itu terkait dengan pembaruan sistem bahasa. Sebuah sistem
bahasa membuat pembaruan dengan tujuan agar dapat tetap melaksanakan
fungsinya sebagaimana dikemukakan. Walaupun semua sistem bahasa dapat
mengalami pembaruan, tapi bukan berarti semua subsistem yang membentuknya
berpeluang sama untuk berubah. Subsistem leksikon cenderung lebih sering dan
mudah mengalami pembaruan dibandingkan dengan subsistem struktur seperti
dalam bahasa Sunda. Selama puluhan tahun, struktur sebuah sistem bahasa bisa
tetap, tetapi subsistem leksikon bisa mengalami perubahan dengan munculnya
kata baru akibat inovasi dan tampilnya makna baru pada kata yang sudah ada.

1
Pembaruan bahasa ini sering juga ditentukan oleh sebuah lembaga dengan
harapam inovasi pada sisi-sisi tertentu bisa tampil sesuai dengan kaidah bahasa
disamping pembaruan yang bersifat alami. Dalam hal ini, pembaruan bahasa
terkait dengan pembakuan bahasa yang bersangkutan.

Untuk memenuhi keperluan hidupnya, semua manusia, baik sebagai individu


maupun masyarakat, akan menunjukan mobilitas dalam berinteraksi dengan
manusia lain. Bahkan jika diperlukan, sebuah masyarakat dapat melaksanakan
migrasi besar-besaran menuju daerah lain untuk keperluan itu dengan berbagai
motivasi sosialnya. Kontak antarmanusia tidak mungkin dapat dihindari demi
memenuhi keperluan hidup dalam mempertahankan kehidupan. Dalam
mempertahankan kondisi tertentu, bersamaan dengan terjadinya kontak antar
manusia, terjadi pula kontak bahasa.

Bahasa Sunda sebagai bahasa masyarakat etnik Sunda merupakan salah satu
bahasa dengan jumlah penutur besar di Indonesia di samping bahasa Jawa. Bahasa
ini digunakan hampir di seluruh Jawa Barat dan sebagian kecil di Jawa
Tengah.Sebagaimana bahasa alami lainnya, bahasa ini memiliki berbagai variasi
Bahasa Sunda sebagai bahasa masyarakat etnik Sunda merupakan salah satu
bahasa dengan jumlah penutur atau dialek, baik variasi geografis, sosial, maupun
temporal. Bahasa ini pun memiliki ragam lisan dan tulis. Tradisi tulis bahasa ini
dapat diamati pada pemilikan aksara Sunda.

Selain persoalan dialek bahasa seperti diungkapkan di atas, peribahasa adalah


aspek lain dari kekayaan sebuah bahasa. Peribahasa atau dalam hal ini paribasa
Sunda (pepatah Sunda) adalah tradisi lisan yang sudah berabad-abad mengendap
dalam kesadaran masyarakat Sunda. Kesadaran itu tertanam dalam alam pikiran,
adat dan tradisi masyarakat Sunda yang kemudian menjadi ungkapan-ungkapan
yang penuh makna. Peribahasa juga merupakan salah satu sumber pendidikan
moral bagimasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat di tentukan rumusan masalah sebagai berikut :1.
Bagaimanakah sejarah bahasa sunda ?

2. Jelaskan tata krama bahasa sunda !

3. Jelaskan Keunikan Bahasa Sunda !

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah bahasa sunda.

2. Untuk mengetahui tata krama bahasa sunda.

3. Untuk mengetahui Keunikan Bahasa Sunda.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Sunda


Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan
penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan sejarah
kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya
dikawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali
kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa
ini semakin berkurang), dan melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di
wilayah Brebes, Jawa Tengah.

Dalam sejarahnya, bahasa Sunda mengalami beberapa periodisasi atau


perkembangan. Perkembangan linguistik tersebut sejalan dengan
perkembangan kebudayaan Sunda yang mengalami kontak budaya dengan
kebudayaan lain. Para ahli biasanya membagi periodisasi bahasa Sunda secara
garis besar menjadi dua tahap utama, bahasa Sunda Kuno dan bahasa Sunda
Modern yang ciri kebahasaannya dapat dibedakan dengan cukup jelas. Sementara
itu, menurut Hendayana (2020), perkembangan bahasa Sunda dapat dibagi
menjadi tiga periode, yaitu:

1. Bahas Sunda Kuno (Buhun)


2. Bahasa Sunda Klasik (Peralihan)
3. Bahasa Sunda Modern (Kiwari)

4
Bahasa Sunda Kuno

Prasasti Batutulis yang dibuat pada tahun 1533

Prasasti Kebantenan

Bahasa Sunda Kuno adalah nama yang diberikan bagi bentuk dialek temporal
bahasa Sunda yang ditemukan dalam prasasti-prasasti serta naskah-naskah yang
dibuat sebelum abad ke-17. Bahasa ini umumnya diyakini sebagai pendahulu
bahasa Sunda yang digunakan di zaman sekarang. Berdasarkan
tataran sintaksis, morfologi, serta leksikonnya, bahasa Sunda Kuno sedikit banyak
menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan bahasa Sunda Modern. Bahasa
ini lazimnya digunakan di Kerajaan Sunda pada masa pra-Islam yang dituliskan
pada naskah dari berbagai media, seperti daun lontar, gebang, dan daluang.
Bahasa ini digunakan dalam berbagai bidang, seperti
bidang keagamaan, kesenian, kenegaraan, dan sebagai alat komunikasi sehari-
hari.
Bahasa Sunda Kuno kebanyakan ditulis menggunakan aksara Sunda
Kuno dan aksara Buda, selain itu, beberapa naskah berbahasa Sunda Kuno juga
ada yang ditulis menggunakan aksara Kawi. Contoh naskah-naskah yang
menggunakan bahasa Sunda diantaranya adalah:

1. Carita Parahyangan

5
2. Carita Panyamaran

3. Sanghyang Siksa Kandang Karesian

Contoh fragmen bahasa Sunda Kuno

Kutipan dari naskah Bujangga Manik, ditulis pada sekitar abad ke-14 sampai abad
ke-15.

Catatan: Teks transliterasi dan terjemahan yang disajikan di bawah diambil


dengan beberapa perubahan seperlunya dari buku Tiga Pesona Sunda
Kuna (2006) yang merupakan terjemahan dari buku Three Old
Sundanese Poems karya J. Noorduyn & A. Teeuw.

Transliterasi

Saur sang mahapandita: 'Kumaha girita ini? Mana sinarieun teuing teka
ceudeum ceukreum teuing? Mo ha(n)teu nu kabé(ng)kéngan.' Saur sang
mahapandita: 'Di mana éta geusanna? Eu(n)deur nu ceurik sadalem, séok nu
ceurik sajero, midangdam sakadatuan.' Mo lain di Pakanycilan, tohaan eukeur nu
ma(ng)kat, P(e)rebu Jaya Pakuan. Saurna karah sakini: 'A(m)buing tatanghi
ti(ng)gal, tarik-tarik dibuhaya, pawekas pajeueung beungeut, kita a(m)bu deung
awaking, héngan sapoé ayeuna. Aing dék leu(m)pang ka wétan.' Saa(ng)geus
nyaur sakitu, i(n)dit birit su(n)dah diri, lugay sila su(n)dah leu(m)pang. Sadiri ti
salu panti, saturun ti tungtung surung, Ulang panapak ka lemah, kalangkang
ngabiantara, reujeung deung dayeuhanana, Mukakeun panto kowari.

Terjemahan

Sang pendeta agung berkata: 'Mengapa ini menggemparkan? Tidak seperti


biasanya hingga mendung suram sekali? Barangkali mereka yang kebingungan.'
Seorang pendeta agung bertanya: Di mana tempat kejadiannya itu? Gemuruh
yang menangis memenuhi istana, ramai yang menangis di dalam, semua isi
kedatuan meratapi. Jangan-jangan di Pakancilan, atas kepergian Pangeran,

6
Perebu Jaya Pakuan.' Dia berkata demikian: Ibunda, tataplah dengan jelas,
dengan sedalam-dalamnya, untuk yang terakhir bertatap muka, engkau, ibunda,
bersamaku, hanya tinggal sehari ini, ananda 'kan pergi ke arah Timur.' Setelah
berkata begitu, berjongkok lalu berdiri, berjalan lalu pergi. Seperginya dari balai
pertemuan, seturunnya dari ujung mimbar, lalu melangkahkan kakinya ke tanah,
bayang-bayangnya memancar ke angkasa, bersama dengan dirinya, lalu
membuka pintu gerbang.

Bahasa Sunda Klasik

Bahasa Sunda Klasik atau bahasa Sunda Peralihan adalah bahasa transisi yang
menjembatani bahasa Sunda Kuno dengan bahasa Sunda Modern. Bahasa ini
merupakan perkembangan selanjutnya dari bahasa Sunda Kuno setelah
runtuhnya Kerajaan Sunda pada tahun 1579. Runtuhnya Kerajaan Sunda
bersamaan dengan menguatnya pengaruh Islam yang merasuk ke dalam wilayah
orang Sunda. Kosakata bahasa Sunda Klasik dipengaruhi kuat oleh bahasa Arab,
kemudian bahasa Melayu, serta mulai munculnya tingkatan bahasa yang diadopsi
dari kebudayaan monarki bercorak Islam. Bahasa ini digunakan pada abad ke-17
sampai pertengahan abad ke-19 terutama dalam bidang agama dan pemerintahan.

Naskah Wawacan Nabi Paras yang ditulis menggunakan abjad Pegon.

Sistem penulisan bahasa Sunda Klasik pada awalnya memakai aksara Sunda
Kuno dengan model bentuk yang lazim ditemukan dalam naskah-naskah,
tetapi seiring berjalannya waktu, sistem penulisan bahasa Sunda Klasik mulai
mengadopsi aksara-aksara asing seperti abjad Pegon dari abjad
Arab, Cacarakan dari Hanacaraka, serta alfabet Latin yang disesuaikan
dengan fonologi bahasa Sunda. Naskah yang ditulis
dalam Cacarakan berbentuk puisi yang berjenis guguritan dan wawacan,

7
yakni puisi yang digubah dan wawacan, yakni puisi yang digubah dalam
bentuk dangding atau lagu, memiliki aturan gurulagu, guruwilangan,
dan gurugatra dalam setiap pada 'bait' dan padalisan 'baris'. Sementara
itu, naskah-naskah dalam abjad Pegon sangat dipengaruhi oleh bahasa Arab
dan bahasa Melayu serta ditulis dalam bentuk syair atau puisi pupujian.

Salah satu contoh naskah berbahasa Sunda Klasik adalah naskah Carita
Waruga Guru yang ditulis pada abad ke-18 menggunakan aksara Sunda
Kuno. Selain naskah tersebut, beberapa contoh naskah yang menggunakan
bahasa Sunda Klasik di antaranya adalah:

1. Sajarah Cikundul
2. Sajarah Galuh Bareng Galunggung
3. Carios Samaun
Contoh fragmen bahasa Sunda Klasik

Naskah Carita Waruga Guru edisi faksimile. (1700an)

Kutipan dari naskah waruga guru yang diperkirakan ditulis antara tahun
1705-1709.

Transliterasi
Ini carita Waruga Guru, éta nu nyakrawati. Nu poék angen tulus, da kujaba di
nu bodo, nu tarrabuka priyayi sakarep kasorang tineung meunang guru. Ratu
Pusaka di jagat paramodita, éta, kanyahokeun ratu galuh, keurna bijil ti alam
gaib; nya Nabi Adam ti heula. Ratu Galuh dienggonkeun sasaka alam dunya.
Basana turun ti langit masuhur, turun ka langit jambalulah, turun ka langit

8
mutiyara, turun ka langit purasani, turun ka langit inten, turun ka langit
kancana, turun ka langit putih, turun ka langit ireng, turun ka langit dunya. Ja
kalangan, tata lawas turun ka Gunung Jabalkap. Upami: ratu Galuh
dienggonkeun sasaka alam dunya, nabi Adam ti heula, pinareking gunung
Mesir. Adam diseuweu opat puluh, dwa nu sakembaran, munijah luluhur haji
dewi; cikal, da hiji dingarankeun nabi Isis, luluhur manusa.

Terjemahan bebas
Ini adalah kisah Waruga Guru, ialah yang menguasai dunia. Dia yang
pikirannya gelap akan tetap demikian, karena ketidaktahuan sama sekali
tanpa terkecuali, para pemuda yang tercerahkan, melihat apa yang mereka
inginkan terpenuhi, mendapatkannya dari guru. Pangeran dalam citra
ketakutan, biarlah diketahui, Ratu Galuh, sejak dia muncul dari alam ghaib,
memang Nabi Adam mendahului (dia). Ratu Galuh dijadikan pusaka duniawi.
Kemudian dia turun dari langit yang mahsyur, turun ke
langit Jambalullah (kemuliaan Allah), turun ke langit mutiara, turun ke langit
baja, turun ke langit intan, turun ke langit kencana, turun ke langit putih, turun
ke langit hitam, turun ke langit dunia (dunia manusia). Karena ada yang
menghalangi, ia kemudian turun pada waktunya ke Gunung Jabalkap.
Perumpamaannya: Ratu Galuh dijadikan pusaka dunia, Nabi Adam
mendahului (dia) di dekat Gunung Mesir. Adam mempunyai empat
puluh anak, kembar dari kedua jenis kelamin, (yang diizinkannya) untuk
menjadi nenek moyang para pangeran dan ratu: yang tertua, raja, disebut
nabi Isis: dia adalah nenek moyang manusia

Bahasa Sunda Modern


Bahasa Sunda Modern adalah bentuk bahasa Sunda yang mulai berkembang
setelah adanya kolonialisme Belanda di Indonesia, bahasa ini dikembangkan dan
dikodifikasi dengan ditandai oleh terbitnya kamus-kamus yang membahas bahasa
Sunda. Perjalanan panjang berkembangnya bahasa Sunda Modern dapat diuraikan
melalui peristiwa-peristiwa di bawah ini.

9
Sampul kamus Sunda-Inggris.

1. Tahun 1841: Terbitnya Kamus Bahasa Belanda-Melayu dan Sunda yang


didasarkan kepada senarai kosakata yang telah dikumpulkan oleh De
Wilde, yang ditulis oleh Roorda di Amsterdam. Peristiwa ini menandai
diakuinya bahasa Sunda sebagai bahasa yang mandiri secara resmi.

2. Tahun 1842: Walter Robert van Hoëvell, seorang pendeta yang bertugas
di Batavia menulis sebuah jurnal mengenai istilah-istilah etnografi Djalma
Soenda.
3. Tahun 1843: Diadakan sayembara penyusunan kamus bahasa Sunda
dengan lema terbanyak yang digagas oleh Pieter Mijer, seorang sekretaris
Perhimpunan Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan yang berhadiah
1000 Gulden dan medali emas. Hal ini menjadi pemicu orang-orang
Eropa untuk mempelajari bahasa Sunda.
4. Tahun 1862: Untuk pertama kalinya, kamus bahasa Sunda-Inggris
diterbitkan oleh Jonathan Rigg, seorang pengusaha asal Inggris yang
memiliki perkebunan di Bogor Selatan. Terbitnya kamus bahasa Sunda-
Inggris ini membuat beberapa pihak orang Belanda kecewa, salah satunya
adalah Koorders, seorang doktor teologia dan hukum yang ditugaskan
ke Hindia-Belanda tahun 1862 untuk mendirikan sekolah guru
(Kweekschool). “Ini membuat saya sedih karena penyusunnya bukan orang
Belanda”, kata Koorders (1863).
5. Tahun 1872: Dipilihnya bentuk bahasa Sunda yang dituturkan
di Bandung sebagai bahasa Sunda yang paling murni menurut pemerintah
kolonial Belanda, bentuk bahasa ini kemudian dibakukan untuk
dijadikan bahasa Sunda baku dengan diterbitkannya kamus-kamus serta
buku-buku tata bahasa Sunda oleh para sarjana dan penginjil. Tahun 1912,
ditegaskan kembali bahwa dialek Bandung sebagai bahasa Sunda baku.
Penetapan tersebut masih berpengaruh hingga kini.

10
Teks Ayang-ayang gung (1921) karya Raden Hadji Muhammad Musa.

Semenjak itu, bahasa Sunda terus mengalami perkembangan, sastra-sastra Sunda


mulai dikembangkan dan bahasa Sunda menjadi bahasa pengantar di sekolah
tingkat dasar maupun tingkat lanjut, hal ini didukung dengan diterbitkannya buku-
buku atau bahan bacaan lain berbahasa Sunda yang dipelopori oleh Raden
Muhammad Musa, seorang penghulu besar Limbangan, Garut yang juga didorong
oleh Karel Frederik Holle, seorang berkebangsaan Belanda yang menaruh
perhatian besar terhadap bahasa dan kebudayaan Sunda. Land’s
Drukkerij dan Volk-slectuur (1908) yang berganti nama menjadi Balai Poestaka
pada 1917 memainkan peranan penting dalam penerbitan berbagai buku berbahasa
Sunda itu. Lalu, bermunculanlah pengarang-pengarang yang menulis karya
mereka dalam bahasa Sunda, seperti, Adiwijaya, Kartawinata, Burhan Kartadireja,
M. Kartadimaja, R. Rangga Danukusumah, R. Suriadiraja, R. Ayu
Lasminingrat, D.K. Ardiwinata, dan sampai saat ini masih banyak bermunculan
generasi penerusnya.

Sistem penulisan bahasa Sunda Modern menggunakan alfabet Latin dengan


beberapa ejaan yang berbeda, selain itu, dalam penggunaan terbatas, bahasa Sunda
Modern juga dapat ditulis menggunakan abjad Pegon dan Cacarakan. Keadaan ini
terus berlanjut hingga pada tahun 1997, diadakan lokakarya yang diselenggarakan
di Universitas Padjajaran untuk menetapkan aksara Sunda baku yang model
bentuknya didasarkan pada aksara Sunda kuno dengan beberapa penyederhanaan,
aksara ini kemudian ditetapkan sebagai salah satu sistem penulisan bahasa Sunda
Modern (kontemporer) yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Karya sastra dalam bahasa Sunda Modern banyak sekali judulnya, contoh di
bawah ini adalah kutipan dari salah satu karya sastra berupa puisi (bahasa
Sunda: Sajak) yang dikumpulkan oleh Ajip Rosidi dalam bukunya yang
berjudul Puisi Sunda Modern dalam Dua Bahasa (2001).

11
Contoh fragmen bahasa Sunda Modern
Puisi karya Surachman R.M. (lahir tahun 1936) yang berjudul Basa
Ngurebkeun yang kemudian diterjemahkan oleh Ajip Rosidi menjadi Di Kuburan.

Teks
Basa milu ngurebkeun, haritapa
tepung reujeung manéhna
Teu sangka
Paromanna geus lalayu sekar
lir potrét panineungan
boléas kawas warna kabayana
"Ceuceu mah geus incuan. Kuma
Ayi sabaraha batina?"
Dijawab ku imut, semu katahan
Sab mangsa 20 taunan téh kapan
keur usum urang mah lain lumayan
Basa ngurebkeun geus lekasan
pok deui manéhna lalaunan
"Kulan?" cék kuring panasaran
"Muhun moal kasorang deui
Mangsa rumaja mah, Yi
moal kasorang deui..."

Terjemahan
Waktu menghadiri kuburan
bertemu dengan dia
Tidak kukira
Airmukanya bunga layu
laksana potret kenangan
sepudar warna kebayanya
"Aku sudah punya cucu. Dan kau
berapa anakmu?"

12
Kujawab dengan senyuman, seperti tertahan
Sebab masa 20 tahunan
buat kita bukan lumayan
Waktu penguburan selesai
perlahan ia berkata lagi
"Apa?" tanyaku penasaran
"Ya, takkan teralami lagi
masa remaja yang indah
takkan teralami lagi..."

Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-
Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa
Jawa.Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-
dialek ini adalah:

1. Dialek Barat (Bahasa banten) Dialek Utara


2. Dalek Selatan (Priangan)
3. Dialek Tengah Timur
4. Dialek Timur Laut (termasuk Bahasa Sunda Cirebon)
5. Dialek Tenggara

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang
Sunda dalam komunikasi kehidupan mereka.Tidak diketahui kapan bahasa ini
lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk
prasasti berasal dari abad ke-14. Sementara itu, bahasa Sunda dalam bentuk lisan
telah dipakai jauh sebelum prasasti-prasasti tersebut dibuat.

13
Kata “Sunda”dalam beberapa aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa
Sunda

Prasasti itu di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan
menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno).Diperkirakan prasasti ini
adabeberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala
Wastukancana

Berikut ini adalah gambaran Aksara Sunda Kawali

Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak
inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan
Surawisésa, numarigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri
pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia,
sungguh peninggalan Prabu Raja Wastu yang bertakhta di Kota Kawali, yang
memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling
ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang
kemudian membiasakan diri berbuat kebajikanagar lama berjaya di dunia).

14
Dapat diperkirakan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh
masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin Bahasa Kw’un Lun yang
disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah
Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah
Bahasa Sunda (kuno),walaupun tidak diketahui wujudnya.

Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak dijumpai dalam
bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal
dari zaman abad ke-15 sampai dengan 18. Karena lebih mudah cara menulisnya,
naskah lebih panjang dari pada prasasti, sehingga perbendaharaan katanya lebih
banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.

Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:

(1) Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang
Karesian(1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang,
nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu”
(Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang
haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan.Ingatlah bila
suatu saat kita tidak memiliki apa-apa.

(2) Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini
kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma,
ngawangun rasasorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma”
(Inilah Kidung nasihat,untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya
penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa,
yang paham Sewaka Darma).

15
Berikut ini adalah gambaran naskah Aksara Sunda(kuno)

Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan
dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India.

Setelah itu masyarakat Sunda mengenal, lalu menganut Agama Islam, lalu
menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-
16. Pada masa itu muncul karya Carita Parahiyangan. Di dalam naskah itu
terdapat 4kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam),
dan tinja (istinja). Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab
ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda. Seiring dengan masuknya Agama
Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata
Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan
selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.

Kemudian pada Jaman Amangkurat I wilayah kekuasaan sedikit-demi sedikit


diserahkan kepada Belanda. Bahasa Sunda mulai banyak digunakan kembali pada
abadke-19.Karena Belanda pun sebelumnya menganggap Urang Sunda hanya
sebagai orang Jawa gunung yang hidup didaerah barat pulau Jawa.Raffles,
Gubernur jendral Inggris di Jawa mendorong untuk melakukan penelitian tentang
sejarah dan kebudayaan lokal. Dalam bukunya, The History of Java, Raffles

16
menyatakan bahasa Sunda itu adalah sebagai varian dari bahasa Jawa, bahkan ada
juga yang menyebut bahasa Sunda sebagai bahasa Jawa Gunung dibagian barat.

Pada masa selanjutnya para cendekiawan Belanda yang berstatus pejabat


pemerintah, swasta dan para penginjil menemukan sunda sebagai etnis
sendiri.Pengetahuan etnografi ini sangat dibutuhkan, paling tidak untuk
mempermudah komunikasi antara Belanda dengan Pribumi. Peristiwa penemuan
ini ditunjang pula oleh upaya pemerintah kolonial bekerjasama dengan para
Sarjana Belanda, membagi Nusantara kedalam wilayah Budaya yang berbeda-
beda, antara lain Jawa, Sunda, Madura, masing-masing dengan bahasa mereka
sendiri.

Belanda tentunya memiliki tujuan, karena masing-masing wilayah memiliki


potensi alam yang berbeda.Seperti daerah Priangan sangat penting dari segi
ekonomi, karena sebagai penghasil kopi. Belanda mendorong para elite lokal
untuk menjalankan roda administrasinya sendiri, serta mendorong untuk belajar
pendidikan formal. Dari sini para Bumiputra menyadari, bahwa memang ada
perbedaan bahasa dan budaya diantara mereka.

Sejak tahun 1950-an pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur dengan Bahasa
Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar,
seperti Jakarta dan Bandung. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah
meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah
mereka.Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang
dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di
tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan
semakin banyaknya orangdari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang
menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam
pergaulan "sehari-harinya. Karena itu,kiranya keberadaan Bahasa Sunda terus
berlanjut.

17
2.2Tata Krama Bahasa Sunda

Tatakrama yang dikenal dalam Basa Sunda atau biasa disebut Undak Usuk Basa
Sunda (UUBS) secara umum terbagi atas dua jenis, yaitu Basa Hormat/Lemes
(Bahasa Halus), dan Basa Loma (Bahasa Akrab/Kasar) . DalamPembahasan
UUBS di Kongres Basa Sunda tahun 1986 di Cipayung, Bogor ataudisebut TATA
KRAMA BASA SUNDA menyebutkan delapan ragam penggunaan Basa Sunda.

1.Ragam Basa Hormat

Sesuai dengan namanya, ragam bahasa ini digunakan untuk menunjukkan rasa
hormat. Bahasa halus yang dipilih bergantung pada subjek yang bersangkutan.
Turunan dari ragam ini ada enam tingkatan, antara lain:

1) Ragam Basa Lemes Pisan/Luhur, jenis bahasa ini biasanya digunakan kepada
orang dengan jabatan tinggi atau bangsawan;

2) Ragam Basa Lemes keur Batur, jenis bahasa ini digunakan pada orang yang
dihormati, biasanya yang usianya lebih tua;

3) Ragam basa Lemes keur Pribadi/Lemes Sedeng, merupakan kosakata halus


yang khusus digunakan untuk diri sendiri ;

4) Ragam Basa Lemes Kagok/Panengah, jenis bahasa ini yang digunakan untuk
teks-teks semacam surat kabar, dan lain-lain;

5) Ragam Basa Lemes Kampung/Dusun, merupakan ragam bahasa yang dikenal


halus dalam beberapa komunitas lokal Sunda, bisa jadi terdapat keragaman di
beberapa wilayah pengguna Basa Sunda yang berlainan, namun biasanya tidak
digunakan dalam situasi resmi;

6) Ragam Basa Lemes Budak, merupakan bahasa halus yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan anak-anak.

2. Ragam Basa Loma

Basa Loma atau biasanya disebut juga bahasa kasar, sebetulnya tidak dimaknai
kekasaran yang otomatis menghilangkan unsur penghormatan. Akan tetapi, ragam
bahasa ini digunakan di dalam kalangan pergaulan kawan-kawan akrab. Terdapat
dua jenis Basa Loma, yaitu;1) Ragam Basa Loma (Akrab); Bahasa jenis ini
digunakan dalam lingkup pergaulan kawan-kawan dekat. Misalnya kawan
sepermainan.

18
2) Ragam Basa Garihal/Songong (Sangat Kasar ). Ragam berbahasa ini digunakan
pada objek hewan atau dalam kondisi marah besar/murka.

3. Ragam Basa Hormat

Dalam ragam bahasa ini terhimpun seluruh turunan Basa


Hormat/Lemes.Seseorang yang tertukar-tukar dalam menggunakan bahasa halus
untuk diri sendiri, bahasa halus kampung/dusun, atau untuk anak-anak tidak
dianggap salah. Seluruh kosakatanya dianggap memenuhi kaidah tata krama Basa
Sunda untuk ragam bahasa halus.

4. Ragam Basa Loma Tidak berbeda dengan yang telah disebutkan sebelumnya,
ragam bahasa ini digunakan untuk berkomunikasi dalam lingkup pergaulan yang
akrab. Termasuk bercengkrama dengan tema sepermainan atau siapapun yang
sudah akrab. Namun demikian, tentu saja dalam lingkup pergaulan yang sopan,
kosakata yang tercakup dalam Ragam Basa Garihal/Songong tidak diperkenankan
untuk dipakai.

Demikianlah perjalanan pembagian ragam Basa Sunda resmi sejak tahun


1986.Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini, masyarakat masih
menggunakan dua tipe bahasa halus, yaitu bahasa halus untuk diri sendiri, dan
bahasa halus untuk orang lain. Bila ditambahkan dengan bahasa kasar (Basa
Loma), disimpulkan ada tiga jenis ragam yang digunakan dalam komunitas
masyarakat Sunda saat ini.

Dalam lanjutan tulisan berikut, sesuai dengan penggunaannya sehari-hari, akan


digambarkan pola tatakrama Basa Sunda yang dibagi dalam tiga ragam, antara
lain :

a. Ragam basa Loma/Akrab/Kasar (A)


b. Ragam basa Lemes keur Pribadi (B)
c. Ragam basa Lemes keur Batur (C)

2.3 Keunikan Bahasa Sunda


Bahasa sunda memiliki struktur/gramer yang lebih kompleks dibandingkan
Bahasa Inggris. Berbicara ke orang yang lebih tua usianya maka bahasa yang akan
dipilih harus mengunakan bahasa sunda yang lembut. Berbeda dengan Bahasa
Inggris, tidak berubah kondisinya ketika berbicara dengan orang yang dihormati
ataupun orang yang lebih tua. Seperti contoh “Bade angkat kamana pa?”(sunda
lembut untuk orang lain). “Abdi mah bade mios heula pak”(sunda untuk diri
sendiri). Sedangkan dalam bahasa inggris, untuk diri sendiri dan orang yang lebih
tua dan dihormati hanya dengan menggunakan satu kalimat saja yaitu “ Where do
you go?”(Bahasa Inggris). Itu hanya sedikit kelebihan dari warisan budaya daerah

19
kita yaitu Bahasa Sunda. Namun ironis keberadaan ternyata ditemui masyarakat
yang mengunakan Bahasa Sunda tidak sesuai dengan tata bahasa baku atau undak
usuk bahasa.Keberadaan istilah/kata dalam Bahasa Sunda tersebut semakin
terkikis keberadaannya oleh budaya budaya luar yang cenderung mempengaruhi
esensi tata bahasa. Jaman Sekarang, kebanyakan anak muda justru lebih bangga
dengan Bahasa Inggris, karena Bahasa tersebut merupakan bahasa gaul dan
Internasional. Menurut mereka dengan bahasa tersebut akan membuka cakrawala
dunia yang lebih luas, karena sebagian besar referensi/buku mengunakan bahasa
tersebut. Oke lah, tidaklah salah jika kita mempelajari Bahasa Inggris tapi akan
lebih bijak jika kita tidak meninggalkan Bahasa Sunda sebagai budaya dan
identitas kita.

Banyak yang telah mengalami degradasi bahasa/kehilangan kata/istilah


(Endanger language) pada saat ini, terutama didaerah-daerah perbatasan. Sedikit
demi sedikit istilah/kata Bahasa Sunda yang baku (undak usuk basa) sudah jarang
dan hampir tidak dipergunakan lagi dalam komunikasi kesehariannya. Mungkin
mereka tidak tahu atau enggan untuk mempelajari. Berikut beberapa istilah/kata
yang sudah jarang digunakan oleh sebagian masyarakat Sunda :

- “Sumping” (artinya Datang/Came) : Kebanyakan masyarakat mengatakan


“Dongkap”.Padahal “Dongkap” (sesuai undak usuk basa) hanya digunakan untuk
diri sendiri saja. Sedangkan untuk orang lain yang lebih dihormati atau yang lebih
tua usianya seharusnya mengatakan “Sumping”.

- “Kagungan” (mempunyai/Have) : Kebanyakan masyarakat mengatakan


“Gaduh”untuk orang lain. Sedangkan seharusnya kata “Gaduh” hanya digunakan
untuk diri sendiri. Seharusnya untuk berbicara dengan orang lain menggunakan
kata “Kagungan”.

- “ Ngabantun” (Membawa/Bring) : Kata Ngabantun sudah jarang


digunakan.Kebanyakan Masyarakat mengunakan kata “ Nyandak” yang
seharusnya digunakan untuk orang lain.

- “Mios” (Pergi/Go) : Biasanya kebanyakan masyarakat menggunakan kata “


Angkat”, seharusnya menggunakan kata “Mios”. Karena kata “Angkat” hanya
digunakan untuk orang yang dihomati dan orang yang lebih tua usinya.

- Rompok” (Rumah/House) : Biasanya masyarakat mengunakan kata “Bumi”


untuk diri sendiri yang seharusnya mengunakan kata “Rompok/Rorompok” untuk
menerangkan Rumah.

Dari enam kata/istilah sunda diatas sepertinya masih banyak kata-kata/ istilah
yang masih harus kita lestarikan. Dalam kata lain harus dilakukan konservasi
terhadap kata atau bahasa tersebut. Konservasi tidak hanya sebatas pohon saja

20
namun budaya nenek moyang kita harus dan wajib kita lestarikan pentingnya
budaya kita yang sangatkaya dan luhur ini.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahasa menunjukkan bangsa, kata ini dipahami betul oleh para sarjana sunda.
Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya, dikalangan Sarjana Sunda yang
dianggap cukup berpengaruh bukan hanya bahasa dan etnisitas, tapi juga budaya.
Dengan demikian, bahasa adalah representasi, cerminan suatu kebudayaan; dan
menentukan serta mendukung etnisitas. Bahasa dianggap sebagai pengusung
terpenting dari suatu Budaya.

Bahasa Sunda resmi diakui sebagai bahasa yang mandiri mulai pada tahun 1841,
ditandai dengan diterbitkannya kamus bahasa Sunda yang pertama (Kamus bahasa
Belanda-Melayu dan Sunda). Kamus tersebut diterbitkan di Amsterdam, disusun
oleh Roorda, seorang Sarjana bahasa Timur. Tidak diketahui pasti kapan bahasa
sunda lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk
prasasti berasal dari abad ke-14.

Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam
dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini
ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala
Wastukancana (1397-1475).

22
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Alchaedar. (2006). Pokoknya Sunda ( Interpretasi Untuk Aksi).
Bandung:Kiblat dan Pusat Studi Sunda.

Ardiwinata, DK. (1916). Tatakrama Oerang Soenda. Bandung: tidak diterbitkan.

Djoened-Poesponegoro, M. dan Nugroho Notosusanto.(1990). Sejarah Nasional


Indonesia V. Jakarta : Balai Pustaka.

Ekadjati, Edi S. (1984). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta:


GirimuktiPasaka

Esha, Teguh.et.al. (2005). Ismail Marzuki (Musik, Tanah air dan Cinta). Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia.

Fukuoka, Shota.et.al. (2001). Pewarisan Budaya Sunda di Tengah Arus


Globalisasi(Kumpulan makalah KIBS I).Bandung.

Gottschalk, Louis. (1986). Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah.


Jakarta:Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Ismaun. (2001). Modul Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Jurusan Pendidikan


Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia.

Hanafi, Abdillah. Drs. (terjemah). (1981). Memasyarakatkan Ide-ide Baru.


Surabaya : Penerbit Usaha Nasional

Baidillah, I.; Darsa, U.A.; Abdurrahman, O.; Permadi, T.; Gunardi, G.; Suherman,
A.; Ampera, T.; Purba, H.S.; Nugraha, D.T. (2008). Direktori Aksara Sunda untuk
Unicode. Bandung : Dinas Pendidikan.

Ekadjati, E.S. (2014). Dari Pentas Sejarah Sunda: Sangkuriang Hingga Juanda.
Bandung: Kiblat Buku Utama.

Gunawan, A.; Fauziyah, E.F. (2018). "Fungsi dan posisi partikel Ma dalam
Bahasa Sunda Kuno" (PDF). kbi.kemdikbud.go.id (dalam bahasa Inggris).

Hendayana, Y. (2020). Teks Dan Konteks Dalam Jejak Budaya Takbenda Studi
Kasus: Babasan dan 'Paribasa' Sunda. Prosiding Seminar Nasional Arkeologi
2019 (Paper). 3. Bandung: Pasundan University.

Moriyama, M. (1996). "Discovering the 'Language' and the 'Literature' of West


Java: An Introduction to the Formation of Sundanese Writing in 19th Century
West Java”. Sotheast Asian Studies

23
Noorduyn, J.; Teeuw, A. (2006). Tiga pesona Sunda kuna. Diterjemahkan oleh
Setiawan, H.; Wartini, T. ; Darsa, U.A. Jakarta: Pustaka Jaya.Pleyte, C.M.
(1923). "Tjarita Waroega Goeroe" . Poesaka Soenda.

Ranabrata, U.D. (1991). Refleks Fonem Proto-Austronesia Bahasa Sunda. Jakarta:


Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Rosidi, A. (2001). Puisi Sunda Modern dalam Dua Bahasa. Bandung: Dunia
Pustaka Jaya.

Sumarlina, E.S.N.; Permana, R.S.M.; Darsa, U.A. (2019). The Role of Sundanese
Letters as the One of Identity and Language Preserver. Surakarta: European
Alliance for Innovation. hlm. 273–279.

Suprianto, A.A. (2015). "Transformasi Tradisi Penulisan Naskah Sunda Kuno


pada Masa Peralihan Ditinjau Melalui Karya-karya Kai Raga". Jumantara: Jurnal
Manuskrip Nusantara. 6 (2): 1–22. doi:10.37014/jumantara.v6i2.297

Tryon, D.T. (1995). Comparative Austronesian Dictionary: An Introduction to


Austronesian Studies, Bagian 1, Volume 1. Berlin: Walter de Gruyter & Co.

Widiyanto, Y.S.; Kusumah, S.D.; Gurning, E.T.; Purnama, Y. (1999). Sejarah


Cikundul kajian sejarah dan nilai budaya. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kebudayaan.

Sc: Wikipedia

24

Anda mungkin juga menyukai