Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 2

MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


UNIVERSITAS TERBUKA

Nama : Ni Nyoman Tiwi Septiari


NIM : 859028501
Fakultas : Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Program Studi : PGSD BI
Kode / Nama MK : PDGK4407.770005 / Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Tugas 2

1. Jelaskan klasifikasi tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani

2. Jelaskan penyebab-penyebab ketunagrahitaan selama masa perkembangan anak-anak dan


remaja.

3. Jelaskan dampak dari tingkat ketunagrahitaan.

4. Jelaskan terkait sekolah khusus sebagai tempat pendidikan anak tunagrahita.

5. Jelaskan hal-hal apa yang perlu dilakukan guru dalam strategi pengajaran yang
diindivdualisasikan.

Jawaban
1. Klasifikasi tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis adalah
sebagai berikut:
a. Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan
mata sipit dan miring lidah tebal suka menjulur keluar telinga kecil, kulit kasar,
susunan gigi kurang baik.
b. Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri seperti badan gemuk dan pendek kaki dan tangan
pendek dan bengkok kulit kering, tebal, dan keriput rambut kering lidah dan bibir
tebal, kelopak mata kecil, Telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi
terlambat.
c. Hidrosefalus
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, Mata kadang-kadang juling
d. Mikrosefalus
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil
e. Makrosefalus
Anak ini memiliki ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal

2. Penyebab-penyebab ketunagrahitaan selama masa perkembangan anak-anak dan remaja


adalah adanya penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (encephalitis)
yang tidak tertangani dengan baik sehingga mengakibatkan kerusakan otak. Selain itu,
kecelakaan yang menyebabkan cedera otak pada masa perkembangan dapat
mengakibatkan ke tunagrahitaan. Faktor gizi yang jelek atau keracunan dapat juga
merusak otak. Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa ke tunagrahitaan cenderung
terkait dengan kesadaran sosial dan sikap/ pemahaman masyarakat yang diberikan kepada
kelainan ini studi lain yang dilakukan oleh Kirk ( Triman Prasadio, 1982:25) menemukan
bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial dan ekonominya rendah
menunjukkan kecenderungan prestasi belajarnya semakin berkurang dengan meningkatnya
usia. Hal lain yang juga penting adalah kurangnya rangsangan intelektual yang
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan intelegensinya sehingga anak
berkembang menjadi anak tunagrahita.

3. Dampak dari tingkat ketunagrahitaan


a. Tunagrahita Ringan
Anak yang ke tunagrahitaannya ringan masih mampu melakukan kegiatan bina diri
seperti merawat diri, mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi, adaptasi sosial,
dan melakukan tata laksana rumah sehingga dalam hal ini mereka tidak tergantung
pada orang lain. Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal bersifat
abstrak. Mereka dapat melaksanakan tugas-tugas kelas 4 sd walaupun mereka sudah
dewasa. Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled diantara
mereka hanya membutuhkan perhatian tambahan dari guru misalnya mereka diberi
tambahan waktu belajar, program pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan
kemampuannya.
b. Tunagrahita Sedang
Anak yang ke tunagrahitaannya sedang melakukan kegiatan bina diri khususnya
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, misalnya dapat makan minum sendiri,
berpakaian, ke kamar mandi sendiri, dan lain-lain. Dengan demikian, mereka akan
sedikit menggantungkan dirinya kepada orang tua atau orang yang terdekat
dengannya. Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin (menganyam,
menjelujur, menenun) dan membutuhkan pengawasan dalam hal akademik mereka
hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya sosial, seperti menulis
namanya, alamatnya, nama orang tuanya
c. Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Dampak ke tunagrahitaan pada tingkat ini lebih berat dari yang telah dikemukakan
di atas karena itu mereka membutuhkan bantuan secara terus-menerus dalam
kehidupannya, namun mereka masih dapat dilatih untuk melakukan sesuatu yang
sifatnya sederhana dan berulang-ulang seperti mengamplas papan tetapi harus
dengan pengawasan.

4. Sekolah khusus sebagai tempat pendidikan anak tunagrahita


Di mana murid yang ditampung di tempat ini khusus satu jenis kelainan atau ada juga
khusus melihat berat dan ringannya kelainan, seperti sekolah untuk tuna grahita ringan
sekolah khusus ada yang menyediakan asrama sehingga murid sekolah itu langsung
tinggal di asrama sekolah tersebut titik dengan demikian, anak mendapat pendidikan dan
pengawasan selama 24 jam. Tetapi ada juga sekolah khusus harian, maksudnya anak
berada di sekolah itu hanya selama jam sekolah titik jenjang pendidikan yang ada di
sekolah khusus ialah Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB, lamanya 3 tahun), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB, lamanya 6 tahun), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTPLB,
lamanya 3 tahun), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB, lamanya 3 tahun). Jumlah
murid tiap kelas rata-rata 8 orang paling banyak 12 orang dan paling sedikit 5 orang
penerimaan murid dilakukan setiap saat sepanjang fasilitas masih memungkinkan.
Pengelompokan murid didasarkan pada usia kronologisnya dan usia mentalnya
diperhatikan pada saat kegiatan belajar berlangsung. Model seperti ini tidak menyulitkan
guru karena setiap anak mempunyai program sendiri penyusunan program menggunakan
model individualized educational program (IEP) atau program pendidikan yang di
individualisasikan maksudnya program disusun berdasarkan kebutuhan tiap individu.
Kenaikan kelas pun dapat diadakan setiap saat karena kemampuan dan kemajuan anak
berbeda-beda sehingga dikenal ada kenaikan kelas bidang studi maksudnya anak dapat
mempelajari bahan kelas berikut sementara ia tetap berada di kelasnya semula. Jadi ia
tidak perlu pindah kelas karena mengalami kemajuan dalam satu bidang studi. Di samping
itu, ada kenaikan kelas biasa ia naik tingkat karena telah mampu mempelajari bahan di
kelas kira-kira 75%. Mengapa demikian? Sebab di kelas berikutnya bahan itu akan
diulangi lagi.

5. Hal-hal apa yang perlu dilakukan guru dalam strategi pengajaran yang diindivdualisasikan
a. Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama,
dan bekerja selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok
tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat dan kemampuan
belajar yang hampir sama.
b. Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang
beraneka ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut serta
adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas
adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan
bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi dan meja) dapat
berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat dijangkau oleh murid
sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri kebutuhan belajarnya
c. Mengadakan pusat belajar (learning center)
pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruang kelas, misalnya sudut bahasa, sudut
ipa, berhitung. Pembagian seperti ini memungkinkan anak belajar sesuai dengan
pilihannya sendiri. Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan
tersedianya tujuan pembelajaran khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang
lebih banyak bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan,
memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel,
mendengarkan, mengobservasi. Selain itu, pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang
dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri melalui strategi ini anak akan maju
sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial

Anda mungkin juga menyukai