Anda di halaman 1dari 3

Legal Opinion

KDRT Pada Kasus Vena Melinda


Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Ujian Tengah Semester

KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA

Oleh :

Ahmad Ghiffari Rizqul Haqq

NIM. 205010101111023

No. Presensi 17

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM
KASUS KDRT VENA MELINDA

A. Fakta Hukum

Venna Melinda seorang aktris kenamaan di Indonesia mengalami Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya di sebuah hotel di Kediri pada
8 Januari 2023 . Venna Melinda kemudian disebut sebagai KORBAN.

Korban menurutrkan bahwa ia bersama suaminya berinisial FI kala itu tengah cekcok
sebab terdapat keinginan suaminya yang kala itu tidak bisa ia penuhi, kala itu Korban
beralasan bahwa ia tidak dapat memenuhi keinginan suaminya sebab ia sedang ada
pekerjaan kondisi tersebut berujung hingga sang suami tersulut emosi dan
mengangkat badan Korban hingga mendorongnya ke tempat tidur, ia juga menekan
hidung Korban hingga kemudian hidung Korban diduga patah, setelah itu kemduian
korban berlari memanggil sekuriti sehingga korban dapat terbebas dan memutuskan
untuk membuat laporan. Kemudian pelaku diamankan oleh kepolisian setempat dan
ditetapkan sebagai tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Berdasarkan hasil Visum ditemukan bahwa terdapat pecahnya pembuluh darah, serta
ditemukan adanya patah tulang rusuk sehingga mengakibatkan luka berat pada
korban.

B. Identifikasi Legal Issue


Melalui kasus tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan, yaitu :

1. Dapatkah pelaku ditahan sembari penyidikan berlangsung atas perbuatannya?


2. Apakah unsur-unsur Kekerasan Dalam Rumah Tangga terpenuhi pada kasus
tersebut?

C. Inventarisasi bahan hukum

Penggunaan bahan hukum dalam kasus ini menggunakan beberapa bahan hukum,
yakni yang pertama mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana

D. Analisis

Melalui kasus posisi yang timbul maka perlu diketahui bahwa Pelaku dapat ditahan
menurut Pasal 21 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan dapat diberlakukan
kepada tersangka yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih. Pada
kasus yang sama juga Pelaku juga dapat diancam dengan Pasal 44 Undang-Undang
23 Tahun 2004 yang membahas mengenai Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga

Adapun pada Pasal 44 berbunyi “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan
fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak RP 15.000.000,00 Lima belas juta
rupiah
Pasal 44 Ayat (2) terdapat pemberatan jika korban mengalami jatuh sakit atau luka
berat dan Pasal 44 ayat (3) kembali memberatkan hingga 15 tahun jika Kekerasan
tersebut kemudian mengakibatkan kematian.

Jika melihat dari unsur-unsur pasalnya, maka didapati bahwa Pasal 44 ayat (1) ayat
(2) maupun ayat (3) ketiganya membahas mengenai kekerasan fisik pada rumah
tangga baik yang dalam bentuk pokok (ayat 1), mengakibatkan luka berat (ayat 2)
dan mengakibatkan kematian (ayat 3). Secara pokok jika menimbang pada

Pelaku yang dalam hal ini menurut pengakuan korban melakukan pembantingan
kepada korban dan melakukan kekerasan khususnya pada area hidung korban hingga
mengakibatkan keluarnya darah dari hidung korban.

Jika pada kasus posisi sebelumnya dijelaskan bahwa Korban mengaku bahwa
tulangnya sakit seperti patah, maka pada hasil Visum dinyatakan bahwa tidak terdapat
patah tulang, hanya saja terdapat pembuluh darah yang pecah, hal itu yang
mengakibatkan adanya pendarahan, namun pada visum yang sama barulah diketahui
terdapat tulang rusuk yang patah sebab dihimpit oleh pelaku.

Tulang rusuk yang patah itu kemudian memenuhi unsur luka berat yang dijelaskan
pada pasal 90 KUHP, yakni luka berat salah satunya ialah jika seseorang tidak mampu
terus-menerus menjalankan tugas jabatan atau mata pencaharian. Melalui kondisi
tersebut sejatinya sudah terang bahwa melalui perspektif hukum suami korban dapat
dituntut dengan Pasal 44 ayat (2) yang menyatakan bahwa :

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
dan jika tuntutan dan putusan akhir nantinya mengarah ke pasal tersebut maka sudah
dapat dikatakan unsur-unsur, yakni kekerasan fisik dalam rumah tangga dan adanya
luka berat terpenuhi.

E. Rekomendasi

Jaksa harus mempertimbangkan hasil visum yang menemukan adanya patah tulang
rusuk pada korban dan hal tersebut tentu sudah cukup membuktikan adanya
kekerasan yang sedemikian keras sehingga menghasilkan luka berat, maka jika
melihat pada unsur-unsur yang terpenuhi maka sudah tepat jika penggunaan pasal
44 ayat (2) Undang-Undang 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.

Anda mungkin juga menyukai