Oleh
MUJAHID ABDURRAHMAN
B1D019185
Oleh
MUJAHID ABDURRAHMAN
B1D019185
Menyutuji:
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Syamsul Hidayat Dilaga, MS. Dr. Fahrullah, S.Pt., M.Si.
NIP. 19600101 198503 1011 NIP. 199012222022031005
Tanggal: Tanggal:
Mengesahkan:
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Program Studi Peternakan
Ketua
Tanggal :
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1. Apakah pakan silase sorgum dan jagung muda memiliki perbedaan pada
aroma, warna, terkstur, dan kontaminasi jamur?
2. Bagaimana kadar pH pada pakan silase sorgum dan jagung muda?
1. Menilai perbedaan aroma, warna, tekstur dan kontaminasi jamur pada pakan
Silase sorgum dan jagung muda.
2. Menilai kadar pH pada pakan silase sorgum dan jagung muda.
Data ilmiah yang akan diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kegunaan sebagai berikut:
1.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Tanaman Sorgum
Sorgum merupakan keluarga rumput-rumput (graminae).Rumput
Sorgum salah satu jenis rumput yang potensial untuk dikelola dan
dikembangkan secara optimal sebagai hijauan makanan ternak. Hijauan
makanan ternak merupakan pakan utama ternak ruminansia yang harus
tersedia secara berkesinambungan setiap tahun untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha peternakan (Soeparno, 1992).
Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, 332 kal kalori dan
11,0g protein/100 g biji pada biji, dan bagian vegetatifnya 12,8% protein
kasar, sehingga dapat dibudidayakan secara intensif sebagai sumber pakan
hijauan bagi ternak ruminansia terutama pada musim kemarau (Oisat,
2011)
Tanaman akan berkurang kandungan protein, mineral, dan
karbohidrat mudah larut dengan meningkatnya umur tanaman sedangkan
kandungan serat kasar dan ligninnya bertambah karena secara umum daun
mengandung protein kasar yang lebih tinggi. Kebutuhan tanaman pakan
akan nitrogen (N) sangat tinggi terutama dari kelompok rumput-rumput
termasuk sorgum.
Nitrogen berguna untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kualitas
hijauan tanaman serta dapat memperlamabat masaknya biji. Kondisi ini
menyebabkan akumulasi hasil fotosintesis dalam tanaman dapat
berlangsung lebih lama sehingga meningkatkan produktivitas tanaman
sebagai pakan.
Soetrisno (2002) menjelaskan bahwa di daerah tropik unsur N
adalah unusr yang pertama terendah disusul P dan S, sendangkan yang
muda tercuci adalah Ca, Mg, K, dan S. kebanyakan tanah terutama yang di
peruntukan bagi kebun pakan yang dieskploitasi berlebihan menyebabkan
kemunduran kandungan unsur hara karena tingkat serapan nitrogen yang
tinggi untuk membentuk bagian vegetative tanaman dan kurangnya bahan
organik dari tanaman itu yang kembali menjadi N tanah. Kekurangan
unsur N akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat yang
berdampak pada penampakannya yang kerdil, daun-daun tanaman
berwana kuning pucat, dan kualitas hasilnya rendah.
2.3 Silase
Silase merupakan awetan basah segar yang disimpan dalam silo,
sebuah tempat tertutup rapat dan kedap udara, pada kondisi anaerob. Pada
suasana anaerob tersebut akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob
untuk membentuk asam laktat (Mugiawati, 2013). Silase dikatakan
memiliki kualitas yang baik jika pH maksimum 3,8- 4,2 kemudian
memiliki bau seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi,
sehingga terdorong untuk mencicipnya, kemudian apabila digigit terasa
manis dan terasa asam yougurt atau Yakult. Kemudian memiliki warna
hijau kekuningan, silase yang baik memilki tekstur kering, namun apabila
dipegang terasa lembut dan empuk ( Direktorat Pakan Ternak, 2012).
Kegagalan dalam pembuatan silase dapat disebebkan oleh beberapa faktor
diantaranya proses pembuatan yang salah, terjadi kebocoran silo sehingga
tidak tercapai suasana yang anaerob dan jika tempat penyimpanan pakan
silase kurang baik juga dapat terjadinya pertumbuhan jamur.
2.4 Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan
mutu seperti daoat memberikan indikasi kebusukan dan kerusakan lainnya
dari produk ( Soekarto, 2002). Uji organoleptik bertujuan untuk
mengetahui sidat atau faktor-faktor dari cita rasa serta daya terima
terhadap makanan. Faktor utama yang dinilai anatara lain adalah rupa yang
meliputi warna, bentuk dan ukuran, kemudian aroma, tekstur dan rasa
( Nasoetion, 1980).
a. Warna
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam
penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk
menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis (Nurhandi
dan Nurhasanah, 2010). Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan
pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat
adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan
produk. Warna dapat mengalami perubahan saat pemasakan, hal ini dapat
disebabkan oleh hilangnya Sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel
pada saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna semakin menurun
(Elviera, 1998).
b. Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
perpsi rasa enak salah satu parameter yang mempengaruhi persepsi rasa
enak dari suatu makanan. Dalam industry pangan, uji terhadap aroma
dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian
terhadap hasil produksinya, apakah produksinya disukai atau tidak oleh
konsumen (Soekarto, 2002)
c. Rasa
Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa rasa suatu makanan
merupakan salah satu faktor yang menentukan daya terima konsumen
terhadap suatu produk. Rasa makanan merupakan gabungan dari
rangsangan cicip, bau dan pengalaman yang bnayak melibatkan lidah.
Rasa terbentuk dari sensasi yang berasal dari perpaduan bahan pembentuk
dan kompisisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indra
pengecap serta merupakan salah satu pendukung cita rasa yang
mendukung mutu suatu produk (Pramitasari, 2010).
d. Tekstur
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang
terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan). Geometrik
(berpasir, beremah) dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih dkk.
2010). Macam -macam penginderaan tekstur tersebut antara lain meliputi
kebasahan (juiciness). Kering, keras, halus, kasar dan berminyak
( Soekarto, 2002).
2.5 pH
Nilai pH (derajat keasaman) merupakan salah satu indicator atau
parameter untuk mengetahui pengaruh proses ensilase terhadap nilai
nutrient pada silase berkadar air tinggi, pH lebih rendah menunjukan
kualitas lebih baik. Macaulay (2004) yang menyatakan bahwa kualitas
silase dapat digolongkan menjadi 4 kriteria bedasarkan pH, yaitu: kualitas
baik sekali (pH 3,2-4,2), kualitas baik (pH 4,2-4,5) sedang (pH 4,5-4,8)
dan kualitas buruk (pH >4,8). Penurunan pH silase juga dapat disebabkan
oleh reaksi biokimia bakteri asam laktat yang mengahasilkan asam laktat,
sehingga semakin besar kandungan asam laktat maka pH menjadi rendah.
Bakateri asam laktat dapat menurunkan pH bahan pangan, penurunan
pH tersebut dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
(Buckle et al., 1987). Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan
penurunan pH lingkungan menjadi 3-4,5 sehingga pertumbuhan bakteri
lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono,
2001).
2.6 Beberapa hasil penelitian tentang uji organoleptik pada pakan