Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MUNCULNYA PERMASALAHAN SOSIAL AKIBAT


PENGELOMPOKAN SOSIAL

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

Nama Anggota : 1. Aldisti Febriana Aulia


2. Dion Try Rajo P.
3. Dwi Fitri Amelia
4. Marcel Rian Saputra
5. Navisa Sari
6. TriYana FebriYanti

Kelas : XI.P7
Guru Pembimbing : Rumi, S.Pd

PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 SEKAYU
2023/2024

7
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Munculnya Permasalahan Sosial
Akibat Pengelompokan Sosial” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan
laporan ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Rumi, S.Pd., pada mata pelajaran
Sosiologi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rumi, S.Pd., selaku guru mata
pelajaran Sosiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan pembelajaran yang kami tekuni. Kami menyadari, laporan yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan laporan ini.

Sekayu, Kamis, 05 Oktober 2023

Penyusun

7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………................………………..........i

DAFTAR ISI…………………………………….…………………….………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………….………..………..……………..............1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..2

C. Tujuan Masalah………………………………………...…………....….......2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi permasalahan sosial………………………………………………..3

B. Munculnya permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial……………..3

C. Contoh permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial………………...5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………..……….…….........7
B. Saran………………………………………………………….………..........7

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas
kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan sosial yang ada di
masyarakat berbeda-beda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Pada dasarnya,
permasalahan sosial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu, selain itu manusia disebut juga makhluk
sosial, dimana manusia tidak akan lepas dari pengaruh lingkungannya. Manusia memiliki
kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lain atau disebut juga interaksi sosial. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto,
interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya
komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan
bersama. Dalam berinteraksi di kehidupan bermasyarakat, setiap individu diwajibkan untuk
memiliki kesadaran akan kewajibannya sebagai anggota kelompok masyarakat. Jika tidak
adanya kesadaran atas pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat
berjalan sesuai dengan yang di harapkan. Selain itu jika proses sosial tidak berjalan dengan
baik maka akan timbul masalah sosial. Masalah sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam
masyarakat sebagai suatu kondisi yang tidak diharapkan.

Kemudian, dengan Adanya pengelompokan sosial bisa meningkatkan stereotipe dan


prasangka. Stereotipe adalah pandangan umum yang umumnya tidak akurat tentang
karakteristik atau perilaku kelompok tertentu. Prasangka adalah sikap negatif atau stereotipe
yang mendalam terhadap kelompok tertentu. Stereotipe dan prasangka ini dapat
menyebabkan diskriminasi, segregasi, dan memperdalam kesenjangan sosial.

Pengelompokan sosial juga dapat memicu konflik antarkelompok. Ketika kelompok-


kelompok dengan kepentingan, tujuan, nilai, atau keyakinan yang berbeda ditempatkan dalam
situasi yang sama, konflik bisa timbul. Konflik ini bisa berupa konflik identitas, konflik
politik, atau konflik ekonomi, yang dapat mempengaruhi hubungan antarindividu dan
masyarakat secara keseluruhan.

7
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut terdapat rumusan masalahnya, yaitu:

1. Apa definisi dari permasalahan sosial?

2. Bagaimana munculnya permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial?

3. Apa saja contoh dari munculnya permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut, diantaranya:

1. Untuk mengetahui definisi dari permasalahan sosial

2. Untuk mengetahui munculnya permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial

3. Untuk mengetahui contoh dari munculnya permasalahan sosial akibat pengelompokan


sosial

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Permasalahan Sosial

Permasalahan sosial biasanya muncul karena adanya pelanggaran nilai dan norma dalam
masyarakat. Sebab pelanggaran tersebut ditakutkan memicu stabilisasi system dan keteraturan
sosial di lingkungan sekitar. Secara sederhana, norma dan nilai sosial dijadikan parameter
untuk menentukan suatu permasalahan sosial.

Permasalahan sosial juga sering kali muncul ketika individu-individu dibagi atau
dikelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu seperti suku, agama, ras, gender, atau status
ekonomi. Pengelompokan sosial ini dapat menyebabkan ketegangan, ketidakadilan, dan
konflik di antara kelompok-kelompok tersebut.

Salah satu contoh permasalahan sosial yang muncul akibat pengelompokan adalah
diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang diperlakukan
secara tidak adil berdasarkan karakteristik mereka. Diskriminasi dapat terjadi dalam bentuk
pengabaian hak-hak individu, kesempatan yang tidak setara, atau perlakuan yang berbeda
secara sistematis.

Dalam menghadapi permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial, penting untuk


mempromosikan toleransi, kesetaraan, dan inklusi. Pendidikan, dialog antarkelompok, dan
legislasi yang adil adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi
permasalahan sosial tersebut. Upaya ini harus melibatkan partisipasi aktif dari semua anggota
masyarakat, baik itu individu, organisasi, maupun pemerintah.

B. Munculnya Permasalahan Sosial Akibat Pengelompokan Sosial

Hubungan sosial dapat dilembagakan misalnya lembaga perkawinan dan lembaga


keluarga. Hubungan sosial juga dapat berbentuk komunal, seperti perdesaan dan perkotaan.
Hubungan sosial juga dapat berbentuk struktural dengan berbagai kelas sosial. Berbagai
bentuk hubungan sosial ini memengaruhi masalah sosial terjadi. Dalam lembaga perkawinan,
masalah sosial yang terjadi antara lain diorganisasi perkawinan dan perceraian. Dalam
lembaga keluarga, masalah sosial yang terjadi antara lain kenakalan remaja, alkoholisme, dan

7
kecanduan obat terlarang. Dalam hubungan sosial struktural, ketidakseimbangan antara kelas-
kelas sosial menyebabkan konflik kelas dan kemiskinan Dalam hubungan sosial komunal,
masalah sosial yang terjadi antara lain regionalisme, komunalisme, dan rasialisme.

Menurut Kamanto Sunarto (2004), dilihat dari dimensi sikap, hubungan antar kelompok
sering memunculkan sikap atau perilaku yang berbeda. Dimensi sikap ini dapat juga
memunculkan sikap partikular (partikularisme) dan eksklusif (eksklusivisme).
Kecenderungan partikularisme adalah mementingkan pribadi atau kelompok di atas
kepentingan bersama Craig Storti menyatakan bahwa partikularisme berkaitan dengan
bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu. Orang tersebut akan memperlakukan
keluarga, teman, dan in-group-nya sebaik yang dia bisa, serta membiarkan orang lain
mengurus dirinya sendiri (dengan asumsi mereka akan dilindungi in-group mereka sendiri)
In-group dan out-group seseorang dengan demikian dibedakan dan akan selalu ada
pengecualian untuk orang-orang tertentu. Menjadi adil menurut orang tersebut adalah
memperlakukan setiap orang secara unik/berbeda. Secara sosiologis, sikap dan pandangan
partikularisme ini cenderung memicu konflik apabila kita hidup di tengah-tengah masyarakat
yang majemuk dan heterogen. Partikularisme juga dapat menghambat integrasi sosial dan
nasional. Contoh dari partikularisme adalah seorang pimpinan di suatu perusahaan
konstruksi hanya mau mempekerjakan buruh yang berasal dari kampungnya sendiri.

Adapun eksklusivisme cenderung untuk memisahkan diri dari masyarakat yang dianggap
berada di luar kelompoknya. Contohnya, seorang anak orang kaya hanya mau bergaul dengan
seseorang yang memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang sama. Secara sosiologis,
cara pandang dan sikap eksklusivisme mempunyai sisi positif dan negatif.

Dari sisi positif, masyarakat dapat tetap mempertahankan kebudayaan kelompoknya


karena mereka menganggap kebudayaannya paling baik dan wajib dipertahankan sehingga
tidak mudah dipengaruhi budaya dan tetap eksis. Dari sisi negatif, mereka sangat tertutup
pada pengaruh budaya lain sehingga sangat sulit melakukan berbagai perubahan yang
bersifat progresif.

Selain partikularisme dan eksklusivisme, pengelompokan sosial juga berpotensi


menimbulkan masalah eksklusi sosial. Istilah eksklusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dijelaskan sebagai tindakan mengeluarkan sesuatu atau seseorang, atau keadaan
dikeluarkan, terutama dari masyarakat arus utama. Anthony Giddens (2009) menyebutkan
bahwa eksklusi sosial mengacu pada cara-cara seseorang atau sekelompok orang dikucilkan
7
atau disingkirkan dari kehidupan bermasyarakat. Contohnya, warga di permukiman kumuh
dengan akses pendidikan dan pekerjaan yang minim hampir dapat dipastikan tidak akan
mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki hidupnya seperti warga masyarakat lainnya.
Ada empat dimensi eksklusi sosial, yaitu eksklusi dari pendapatan atau sumber daya yang
mencukupi, eksklusi dari lapangan pekerjaan, eksklusi dari fasilitas atau layanan publik, dan
eksklusi dari hubungan sosial.

Indonesia termasuk negara dengan masyarakat yang multietnis, multiras, dan multireligi
sehingga disebut juga masyarakat multicultural. Masyarakat adalah suatu kesatuan hidup
yang saling berinteraksi sesuai dengan adat istiadat dan terikat dengan identitas bersama.
Indonesia sudah digariskan memiliki masyarakat dengan berbagai keragaman, termasuk
keragaman kelompok sosial. Kecenderungan partikularisme dan eksklusivisme kelompok
dengan demikian sebaiknya dijaga agar tidak berkembang dan dapat merusak tatanan
masyarakat multikultural Indonesia.

C. Contoh Permasalahan Sosial Akibat Pengelompokan Sosial

Berikut ini contoh permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial:

1. Ketidakadilan
Ketidakadilan adalah tidak tercapainya hak dan kewajiban yang telah diatur dan
disepakati bersama dalam kelompok sosial. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan
memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, tetapi kemudian dilanggar.
2. Intoleransi
Intoleransi adalah sikap tidak menghargai serta menghormati perasaan orang lain.
Sebagai contoh, menolak pembangunan rumah ibadah tertentu di suatu daerah. Hal
tersebut muncul karena terdapat kelompok yang menganggap pemahamannya paling
benar.
3. Korupsi, kolusi, dan nepotisme
 Pertama, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan yang merugikan.
Sebagai contoh, penggelapan uang serta penyalahgunaan wewenang, sarana, dan
jabatan oleh seseorang atau kelompok.

7
 Kedua, kolusi merupakan kerja sama yang memiliki maksud tidak terpuji. Sebagai
contoh, suatu perusahaan memberikan hadiah kepada oknum pejabat pemerintah yang
mempermudah izin pembangunan di suatu proyek publik.
 Ketiga, nepotisme adalah tindakan mengutamakan keluarga, sanak saudara, hingga
teman sendiri. Sebagai contoh, penerimaan pegawai dilakukan tidak transparan demi
kepentingan kerabat.

7
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Masalah sosial merupakan persoalan yang dihadapi setiap individu selama masa
kehidupan, karena dalam kehidupan manusia membutuhkan interaksi sosial yang baik.
Masalah sosial membutuhkan pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah sosial
tersebut agar menciptakan lingkungan hidup yang damai dan mencegah terjadinya
perselisihan antar masyarakat. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk terus bekerja
sama menuju masyarakat yang inklusif, adil, dan menghormati keberagaman. Dengan
mengatasi permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial, kita dapat membangun
dunia lebih harmonis dan berkesinambungan.

2. SARAN

Untuk bisa menghadapi permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial, penting


bagi kita untuk mempromosikan toleransi, kesetaraan, dan inklusi, Pendidikan, dialog
antarkelompok, dan legislasi yang adil. Upaya ini harus melibatkan partisipasi aktif dari
semua anggota masyarakat, baik itu individu, organisasi, maupun pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai